Beranda / Romansa / Jejak di Antara Kita / Pilihan di Persimpangan

Share

Pilihan di Persimpangan

Penulis: WorldOne
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-21 20:25:03

Hari itu, udara terasa lebih berat dari biasanya bagi Kaira. Meski matahari bersinar terang, ada awan gelisah yang terus menggelayuti pikirannya. Ia tahu pertemuannya dengan Adrian adalah hal yang perlu ia selesaikan, tetapi ada perasaan bersalah yang tidak bisa ia abaikan. Ezra sudah memberinya kepercayaan penuh, dan Kaira tak ingin merusaknya.

Di sudut lain kota, Adrian duduk di sebuah kafe kecil, menunggu dengan pandangan gelisah ke arah pintu. Pesan singkat Kaira telah ia terima semalam, dan sejak saat itu, pikirannya dipenuhi berbagai kemungkinan. Apakah Kaira benar-benar bahagia bersama Ezra? Apakah masih ada peluang baginya untuk memperbaiki semuanya?

Ketika Kaira tiba, Adrian berdiri untuk menyambutnya. Senyumnya muncul sekilas, namun ada kegetiran di matanya yang tak bisa ia sembunyikan. Kaira hanya memberikan anggukan kecil sebelum duduk di kursi di depannya.

“Kaira, terima kasih sudah mau datang,” kata Adrian dengan nada tulus.

Kaira mengangguk pelan. “Katakan apa yang ingi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Jejak di Antara Kita   Janji di Bawah Langit Berbintang

    Kembang api mulai menghiasi langit malam, memancarkan warna-warni yang berkilauan. Ezra dan Kaira berdiri di tepian taman, sedikit menjauh dari keramaian. Dari tempat mereka berdiri, pemandangan kembang api terlihat sempurna, menghiasi langit di atas festival bunga yang kini mulai mereda.Kaira bersandar di bahu Ezra, tubuhnya rileks namun hatinya masih bergemuruh dengan berbagai emosi. Ada perasaan damai yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, seolah-olah untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia benar-benar percaya bahwa semuanya akan baik-baik saja."Indah sekali," ucap Kaira, suaranya hampir tenggelam dalam bunyi letupan kembang api."Iya," jawab Ezra sambil memandang Kaira, bukan ke langit. "Tapi tidak seindah ini."Kaira menoleh, matanya bertemu dengan tatapan Ezra yang begitu dalam dan penuh ketulusan. Dia tersenyum, sedikit malu, tetapi hatinya menghangat oleh kata-kata itu."Ezra," panggil Kaira, suaranya lembut."Hmm?""Terima kasih sudah ada untukku," katanya. "Aku tahu, ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • Jejak di Antara Kita   Langkah Baru, Tantangan Baru

    Pagi yang cerah menyambut Kaira di apartemennya. Sinar matahari yang menerobos melalui tirai jendela menari di atas lantai, membawa kehangatan yang lembut. Kaira duduk di meja dapur, menyesap secangkir teh hijau sambil memeriksa kalender di ponselnya. Hari ini akan menjadi hari yang sibuk di toko bunga, tetapi entah kenapa, ia merasa lebih bersemangat dari biasanya.Pikirannya masih melayang pada percakapannya dengan Ezra semalam. Perasaan hangat yang memenuhi hatinya terus bertahan, membuat senyumnya muncul tanpa sadar. Namun, sebelum ia bisa tenggelam lebih jauh dalam lamunan, dering notifikasi dari ponselnya memecah keheningan.Ezra: Selamat pagi, Kaira. Semoga harimu menyenangkan. Jangan lupa makan pagi, ya!Kaira tersenyum, mengetik balasan singkat.Kaira: Selamat pagi, Ezra. Terima kasih sudah mengingatkanku. Kau juga, jangan terlalu sibuk hari ini.Balasan Ezra datang tak lama kemudian, seolah ia juga sudah menunggu.Ezra: Aku akan berusaha. Tapi kalau terlalu sibuk, mungkin ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-23
  • Jejak di Antara Kita   Keretakan yang Tak Terduga

    Hari-hari setelah momen penuh kebahagiaan mereka di festival terasa begitu indah bagi Kaira. Ia dan Ezra tampak semakin dekat, seperti dua orang yang telah menemukan tempatnya masing-masing. Namun, di tengah kebahagiaan itu, konflik mulai perlahan mengintip dari balik bayang-bayang kesempurnaan hubungan mereka.Konflik pertama bermula ketika Ezra mulai menghabiskan lebih banyak waktu di kantor. Sebagai seorang arsitek yang tengah menangani proyek besar, tuntutan pekerjaan Ezra meningkat drastis. Malam-malam mereka yang biasa dihabiskan bersama di toko bunga atau di kafe kecil kini lebih sering digantikan dengan pesan singkat yang berbunyi, “Maaf, aku masih lembur. Jangan tunggu aku, ya.”Kaira awalnya mencoba memahaminya. Ia tahu betapa ambisiusnya Ezra, dan itu adalah salah satu hal yang membuatnya jatuh cinta. Namun, semakin lama, perasaan kesepian mulai menyelimuti Kaira. Di saat yang sama, pekerjaan di toko bunga pun semakin menantang dengan datangnya klien besar yang meminta rang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-24
  • Jejak di Antara Kita   Di Persimpangan Hati

    Hari-hari setelah percakapan di toko bunga terasa panjang dan membingungkan bagi Ezra dan Kaira. Keduanya mencoba menjalani rutinitas masing-masing, namun bayang-bayang keretakan di hubungan mereka terus menghantui.Ezra, yang biasanya begitu fokus pada pekerjaannya, mendapati dirinya sering melamun. Di kantornya, ia menatap layar komputer tanpa benar-benar membaca apa yang ada di sana. Perasaan bersalah menghantamnya berkali-kali. Ia sadar bahwa sikapnya selama ini telah membuat Kaira merasa tidak dihargai. Namun, ia juga takut langkah apa pun yang diambilnya sekarang mungkin terlambat untuk memperbaiki segalanya.Sementara itu, Kaira tenggelam dalam pekerjaannya di toko bunga. Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan membuat rangkaian bunga yang indah untuk para pelanggan. Namun, di setiap kelopak yang ia sentuh, ada pertanyaan yang terus menghantui: apakah hubungan ini layak diperjuangkan?Sore itu, ketika toko hampir tutup, sebuah paket kecil tiba untuk Kaira. Pengirimnya adalah E

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • Jejak di Antara Kita   Ketika Keyakinan Diuji

    Hari-hari setelah pembicaraan malam itu menjadi awal dari usaha bersama Ezra dan Kaira untuk membangun kembali hubungan mereka. Meski kehangatan mulai kembali mengisi ruang di antara mereka, sebuah tantangan baru tak terduga mulai menguji hubungan yang rapuh ini.Suatu pagi, ketika Kaira sedang membuka toko bunga, sebuah mobil hitam berhenti di depan tokonya. Seorang pria keluar dari mobil tersebut, mengenakan setelan rapi yang membuatnya tampak seperti seseorang dari kalangan bisnis. Pria itu masuk ke toko dengan senyuman ramah."Selamat pagi. Apakah saya sedang berbicara dengan Kaira Alyssa?" tanyanya.Kaira menatap pria itu dengan bingung. "Ya, itu saya. Ada yang bisa saya bantu?"Pria itu mengulurkan tangan. "Nama saya Reza. Saya datang sebagai perwakilan dari perusahaan real estate yang ingin menawarkan sesuatu kepada Anda."Kaira mengerutkan kening. "Real estate? Maaf, saya rasa saya tidak tertarik."Reza tersenyum, tetap tenang. "Tunggu dulu, Anda mungkin ingin mendengar tawara

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-26
  • Jejak di Antara Kita   Di Ujung Pengorbanan

    Pagi yang mendung diiringi dengan rintik hujan tipis saat Kaira membuka pintu tokonya. Udara dingin menyeruak masuk, seakan mencerminkan suasana hatinya yang tak menentu. Ia menata bunga-bunga yang sudah mulai layu di sudut rak, mencoba memberikan tampilan baru pada toko itu meskipun pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Reza dan timnya sudah beberapa kali datang dengan tekanan yang semakin meningkat, dan meskipun Kaira berusaha mempertahankan pendiriannya, rasa lelah itu mulai terasa.Di sisi lain kota, Ezra memulai harinya lebih awal dari biasanya. Proyek yang dikejar deadline membuatnya terjaga hingga larut malam, dan kini ia harus menghadiri rapat yang menuntut banyak persiapan. Namun, pikirannya terus mengembara pada Kaira. Ia tahu bahwa sesuatu mengganggunya, tapi Ezra tidak tahu harus mulai dari mana untuk membantu. Dengan pekerjaannya yang semakin menuntut, ia merasa jarak di antara mereka semakin sulit dijembatani.Hari itu, Kaira menerima surat resmi yang ditempelkan di pint

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Jejak di Antara Kita   Kebenaran yang Tak Terelakkan

    Pagi itu, Ezra bangun lebih awal dari biasanya. Pikirannya tidak pernah berhenti memutar ulang momen terakhirnya bersama Kaira. Keputusan untuk memberikan waktu pada Kaira seharusnya menjadi pilihan yang bijak, tetapi hati kecilnya terus mendesaknya untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.Ia mengambil jaketnya dan berjalan keluar. Tidak ada tujuan pasti, hanya ingin mengusir kekalutan yang terus menghantuinya. Langkah-langkahnya membawanya ke taman kota, tempat yang sering ia kunjungi untuk menenangkan diri. Namun, kali ini, ketenangan itu terasa jauh.Di sisi lain, Kaira duduk di meja kecil di dapurnya. Secangkir teh di hadapannya sudah dingin, belum sempat ia sentuh. Pikirannya kacau, mencoba mencari cara untuk mengungkapkan apa yang sedang ia alami pada Ezra. Ia tahu ia tidak bisa terus menyimpan semuanya sendiri.Teleponnya bergetar, mengejutkannya dari lamunannya. Pesan dari Ezra masuk."Kaira, aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Jika ada sesuatu yang kamu sem

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Jejak di Antara Kita   Pilihan yang Berat

    Kaira berdiri di depan cermin, memandangi bayangan dirinya sendiri. Pikirannya penuh dengan keraguan. Pesan dari Adrian masih menghantui benaknya, meskipun Ezra sudah berusaha menenangkannya. Di satu sisi, ia ingin menutup bab masa lalunya, tetapi di sisi lain, ia tahu pertemuan itu mungkin hanya akan memperkeruh keadaan.Ezra duduk di sofa ruang tamu Kaira, memainkan mug berisi teh hangat di tangannya. Ia tampak tenang, tetapi matanya mengamati setiap gerakan Kaira dengan penuh perhatian. "Kaira, aku tidak akan memaksamu mengambil keputusan. Tapi aku ingin kamu tahu, apa pun yang kamu putuskan, aku ada di sini."Kaira berbalik, menatap Ezra dengan ragu. "Aku hanya takut... Jika aku bertemu dengannya, itu akan menyakiti kita. Tapi jika aku tidak menemuinya, aku merasa tidak adil untuk mengabaikannya begitu saja."Ezra mengangguk perlahan. "Aku mengerti. Mungkin yang terpenting adalah apa yang kamu inginkan, bukan apa yang dia inginkan. Pertanyaan yang harus kamu tanyakan adalah: Apaka

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30

Bab terbaru

  • Jejak di Antara Kita   Menembus Kabut Kepercayaan

    Hari-hari berlalu dalam keheningan yang menyiksa antara Ezra dan Kaira. Meski keduanya sama-sama terluka, mereka memilih untuk menjaga jarak. Ezra sibuk dengan pekerjaannya, mencoba mengalihkan pikirannya dari segala kekacauan emosi yang melanda. Sementara itu, Kaira, yang biasanya ceria dan penuh semangat, kini lebih sering termenung di toko bunganya.Di suatu pagi yang dingin, Kaira sedang merapikan rangkaian bunga mawar merah ketika bel pintu toko berdenting. Ia mengangkat wajah, berharap melihat sosok Ezra, tetapi yang masuk adalah Lila, teman dekatnya."Kaira, kau baik-baik saja?" tanya Lila, menatap wajah sahabatnya yang tampak pucat.Kaira tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan rasa galaunya. "Aku baik-baik saja, Lila. Hanya... sedikit lelah."Lila mendekat, menatapnya penuh perhatian. "Kau tidak bisa membohongiku, Kaira. Ada apa? Apa ini ada hubungannya dengan Ezra?"Pertanyaan itu membuat Kaira terdiam sejenak. Ia menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Aku membua

  • Jejak di Antara Kita   Retakan yang Mendalam

    Pagi itu, Kaira sibuk merapikan bunga-bunga di toko, tetapi pikirannya melayang. Langit yang cerah tak mampu menyembunyikan awan gelap yang menggantung di hatinya. Setiap kelopak bunga yang ia sentuh terasa seperti pengingat akan percakapan terakhirnya dengan Ezra. Suaranya yang penuh emosi masih terngiang di telinganya, menyakitkan sekaligus membingungkan.Sementara itu, Ezra duduk di ruangannya, mencoba mengalihkan diri dengan pekerjaannya. Namun, setiap goresan pena di kertas hanya membawa pikirannya kembali pada Kaira. Ia tahu ada sesuatu yang salah—sesuatu yang tidak mereka ungkapkan satu sama lain. Tapi bagaimana ia bisa menjelaskan semuanya ketika ia sendiri belum memahami seluruh situasinya?Telepon Ezra berdering, memecah lamunannya. "Ezra Mahendra," sapanya dengan nada profesional.Suara di seberang terdengar akrab, tetapi nada dinginnya membuat Ezra menegakkan punggung. "Ezra, aku rasa kita perlu bicara. Ada sesuatu yang mungkin ingin kau tahu tentang Kaira," kata pria itu,

  • Jejak di Antara Kita   Jalan Menuju Pemahaman

    Pagi itu, suasana terasa berbeda. Langit yang biasanya cerah tampak kelabu, seolah mencerminkan suasana hati Ezra dan Kaira. Meskipun mereka duduk di meja makan yang sama, jarak di antara mereka terasa seperti jurang yang dalam.“Bagaimana tidurnya?” Ezra mencoba memecah keheningan, suaranya terdengar datar.Kaira mengangkat bahu, matanya menatap secangkir teh di depannya. “Cukup baik, aku rasa.”Ezra mengangguk pelan, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk diucapkan. Tetapi setiap kalimat yang ia pikirkan terasa tidak cukup. Ia tahu, ini bukan hanya tentang perasaan sesaat—ada sesuatu yang lebih dalam yang membuat mereka terjebak dalam situasi ini.Setelah beberapa saat, Kaira akhirnya berbicara. “Ezra, aku ingin kita jujur. Aku ingin kita bicara, bukan saling menghindar seperti ini.”Ezra menatapnya, matanya menunjukkan campuran harapan dan kecemasan. “Aku setuju. Tapi... aku tidak tahu harus mulai dari mana.”Kaira menarik napas panjang, mencoba mengumpulkan keberanian. “Aku me

  • Jejak di Antara Kita   Persimpangan Hati

    Langit malam mulai gelap ketika Kaira tiba di depan apartemen Ezra. Ia berdiri di depan pintu, mencoba mengatur napas. Tangannya gemetar saat hendak memutar kenop pintu. Hatinya terasa berat dengan semua percakapan yang baru saja ia lalui bersama Adrian.Ezra yang sedang duduk di ruang tamu mendongak ketika Kaira masuk. Ia langsung menyadari perubahan di wajah Kaira—ekspresi penuh kebingungan dan kecemasan. “Kaira? Kamu nggak apa-apa?”Kaira terdiam beberapa saat sebelum menjawab. “Aku... aku butuh bicara sama kamu, Ezra.”Nada suaranya membuat Ezra berhenti. Ia menaruh buku yang sedang dibacanya ke meja dan berdiri, mendekati Kaira. “Ada apa? Apa yang terjadi?”Kaira menatap mata Ezra, mencoba mencari keberanian untuk mengatakan yang sebenarnya. “Aku tadi ketemu Adrian.”Ezra tertegun sejenak. Ia menatap Kaira, berusaha memahami maksud kata-katanya. “Adrian? Maksudmu... mantan kamu?”Kaira mengangguk pelan. “Dia... dia bilang ingin bicara tentang masa lalu. Aku pikir aku sudah selesa

  • Jejak di Antara Kita   Pilihan yang Sulit

    Pagi itu, mentari menyapa dengan hangat, menyinari setiap sudut apartemen Ezra. Di meja makan, Kaira sedang menuangkan secangkir kopi untuk Ezra, sementara pria itu sibuk membaca koran digital di tablet miliknya. Suasana terasa nyaman, seperti pagi-pagi lainnya sejak mereka memutuskan untuk melangkah bersama lagi.Namun, di dalam hati Kaira, ada pergolakan yang tak bisa ia abaikan. Pesan dari Adrian yang belum dibacanya malam itu masih menjadi bayangan yang mengganggu pikirannya. Pertanyaan-pertanyaan tentang maksud Adrian dan apa yang ia inginkan terus mengisi benaknya.“Kaira, kamu baik-baik saja?” tanya Ezra tiba-tiba, memecah keheningan. Ia meletakkan tabletnya dan menatap Kaira dengan alis sedikit terangkat.Kaira tersentak, lalu buru-buru tersenyum. “Iya, aku baik-baik saja. Hanya sedikit melamun.”Ezra memiringkan kepalanya, mencoba membaca ekspresi Kaira. “Kamu kelihatan seperti memikirkan sesuatu yang berat. Kalau ada apa-apa, kamu tahu kan kamu bisa cerita ke aku?”Kaira men

  • Jejak di Antara Kita   Pilihan yang Sulit

    Pagi itu, mentari menyapa dengan hangat, menyinari setiap sudut apartemen Ezra. Di meja makan, Kaira sedang menuangkan secangkir kopi untuk Ezra, sementara pria itu sibuk membaca koran digital di tablet miliknya. Suasana terasa nyaman, seperti pagi-pagi lainnya sejak mereka memutuskan untuk melangkah bersama lagi.Namun, di dalam hati Kaira, ada pergolakan yang tak bisa ia abaikan. Pesan dari Adrian yang belum dibacanya malam itu masih menjadi bayangan yang mengganggu pikirannya. Pertanyaan-pertanyaan tentang maksud Adrian dan apa yang ia inginkan terus mengisi benaknya.“Kaira, kamu baik-baik saja?” tanya Ezra tiba-tiba, memecah keheningan. Ia meletakkan tabletnya dan menatap Kaira dengan alis sedikit terangkat.Kaira tersentak, lalu buru-buru tersenyum. “Iya, aku baik-baik saja. Hanya sedikit melamun.”Ezra memiringkan kepalanya, mencoba membaca ekspresi Kaira. “Kamu kelihatan seperti memikirkan sesuatu yang berat. Kalau ada apa-apa, kamu tahu kan kamu bisa cerita ke aku?”Kaira men

  • Jejak di Antara Kita   Cinta yang Diuji Waktu

    Hari-hari setelah pertemuan Kaira dengan Adrian berlalu dengan tenang, tetapi bukan tanpa tantangan. Meskipun Adrian telah menghilang dari kehidupan mereka, bayangan masa lalu dan kekhawatiran yang tersisa masih menyelimuti hubungan Kaira dan Ezra.Ezra semakin sibuk dengan pekerjaannya, sering pulang larut malam karena proyek besar yang tengah ia tangani. Di sisi lain, Kaira merasa waktu kebersamaan mereka semakin sedikit, meskipun ia memahami bahwa Ezra melakukannya untuk masa depan mereka. Namun, jarak yang perlahan terbentuk itu membuat Kaira mulai merasakan kekosongan.Suatu malam, Ezra pulang lebih lambat dari biasanya. Kaira yang sudah menunggu di ruang tamu dengan secangkir teh hangat terlihat lelah. Saat Ezra membuka pintu, ia mencoba tersenyum, tetapi Kaira tahu ada sesuatu yang tidak beres.“Kamu baik-baik saja?” tanya Kaira, meletakkan cangkir tehnya di meja.Ezra mengangguk sambil melepas jasnya. “Hanya lelah. Hari ini sangat berat.”Kaira berdiri, mendekat untuk memelukn

  • Jejak di Antara Kita   Bayangan Masa Lalu

    Hari-hari berlalu dengan cepat setelah perbincangan jujur itu. Ezra dan Kaira mulai membangun kembali kepercayaan yang sempat terguncang. Hubungan mereka tampak lebih kokoh, tetapi kehidupan tidak pernah berhenti memberikan ujian.Pagi itu, Ezra sedang bersiap untuk pergi ke kantor ketika sebuah telepon datang dari nomor tak dikenal. Ia menjawab dengan santai, tetapi suaranya berubah serius setelah beberapa detik mendengar isi pembicaraan di ujung sana.“Aku akan segera ke sana,” jawab Ezra singkat sebelum menutup panggilan.Kaira, yang baru saja keluar dari dapur dengan secangkir teh di tangannya, memperhatikan ekspresi Ezra yang berubah tegang. “Ada apa, Ezra?” tanyanya, cemas.Ezra menarik napas panjang sebelum menjawab. “Ada masalah di kantor. Salah satu proyek besar yang aku tangani mengalami kendala. Mereka butuh aku di sana segera.”Kaira mendekatinya dan menyentuh lengannya dengan lembut. “Apa aku bisa membantu?”Ezra tersenyum tipis, meskipun ada kekhawatiran di matanya. “Kam

  • Jejak di Antara Kita   Hembusan Angin Perubahan

    Pagi itu, sinar matahari mengintip dari sela-sela tirai kamar Kaira, menandakan awal dari hari yang baru. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Sebuah pesan masuk di ponselnya dari Adrian. Meski ragu, Kaira akhirnya membaca pesan itu:"Aku ingin bicara lagi, Kaira. Hanya sebentar, tolong."Kaira menggigit bibirnya. Ia tahu ini bukan keputusan mudah. Setelah pertemuan terakhir mereka, Kaira merasa hubungannya dengan Adrian sudah menemukan titik akhir. Tapi pesan itu menyalakan percikan rasa penasaran—atau mungkin rasa tanggung jawab—untuk memberi kejelasan.Sementara itu, Ezra sedang sibuk mempersiapkan kejutan kecil untuk Kaira. Setelah percakapan mendalam mereka beberapa malam lalu, ia merasa perlu memastikan bahwa Kaira tahu betapa seriusnya ia terhadap hubungan mereka. Ia menyiapkan makan siang piknik di taman favorit Kaira, lengkap dengan bunga-bunga yang ia pilih sendiri dari toko Kaira tanpa sepengetahuannya.Ketika Ezra akhirnya menghubungi Kaira untuk mengajaknya bertemu, suara di

DMCA.com Protection Status