Share

Intervensi dan Intuisi

Penulis: aleyshiawein
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-28 10:58:03

Januar bergeming sesaat setelah ia membuka pintu ruangan Satria. Tadinya ia hanya ingin menumpang istirahat, tidur-tiduran sebentar sebelum pergi ke ruangan Christian untuk berbicara kembali tentang jadwal field trip kelompok tiga yang diubahnya sepihak tanpa persetujuan sang dosen pengampu. Namun, Christian justru ada di sana, sedang berbincang dengan si pemilik ruangan. Oh, sepertinya mereka saling mengenal sebagai sesama dosen.

“Siang, Prof.”

“Ya, siang. Ada apa kamu ke sini?”

“Udah biasa dia ke sini, Bang. Temen gue, sekaligus asisten. Rupanya anak kelas lo juga, toh,” ujar Satria.

Christian hanya mengangguk tak acuh, lanjut menghisap rokok elektriknya. Seketika saja aroma blueberry menguar di ruangan Satria. Bau itu menyegarkan sekaligus membuat pusing. Januar heran saja. Dosen merokok di lingkungan kampus YMU adalah sesuatu yang mendekati haram, tapi kenapa Satria yang ketat aturan dan jelas punya hak untuk menegur malah membiarkan? Sosok dosen itu semakin misterius, setidaknya di mata Januar. Siapa dia sebenarnya?

“Ekhm …Prof, sebenarnya ada yang mau saya bicarakan, dan kebetulan kita ketemu di sini.”

“Kenapa lagi? Kamu mau mengubah jadwal field trip setelah mengubah susunan kelompok?”

Januar terdiam. Terhitung sudah dua kali Christian menjadi cenayang hari ini. Pertama soal nama lengkap Irene, dan kedua, soal niat Januar. “Kok …bisa tahu, Prof? Saya bahkan belum bilang apa-apa.”

“Udah ketebak. Kamu mau mengubah jadwal jadi hari apa? Mulai besok saya sudah ada di situs. Apa perlu kita berangkat bareng?”

“Mohon diubah menjadi besok jika berkenan, Prof.”

“Oke, tapi saya nggak yakin tujuan kamu akan tercapai.”

“Tujuan?”

“Ya. Kamu mau mencegah Irene Yocelyn pergi ke aksi mahasiswa, makanya kamu mengganti jadwal. Sebelumnya, kamu juga bersedia pindah kelompok supaya dia bekerja dengan nyaman. Apa benar dugaan saya?” Christian membuat hipotesis tanpa diminta, bergaya layaknya detektif yang sedang berusaha memecahkan sebuah kasus.

Satria di tempatnya membaca situasi. Dua orang di hadapannya kini tampak bersitegang, dan satu-satunya penyebab paling mungkin adalah Christian yang memahami permasalahan di antara Irene dan Januar lewat penilaian intuisinya yang singkat tapi selalu akurat. Itu adalah bakat alaminya sejak lama.

Januar menghela. “Ya, dugaan Anda benar, tapi saya rasa Anda tidak perlu mengatakannya pada Irene atau siapa pun itu.”

“Loh, terserah saya, dong, mau berbicara kepada siapa. Sejak awal kita tidak pernah punya perjanjian untuk menjaga rahasia, atau menahan pemikiran satu sama lain, ‘kan?” Christian tersenyum miring, membuat Januar geram. “Ini masalah pribadi saya, dan sejak awal saya tidak berniat berbagi, atau bahkan sekedar diintervensi oleh Anda.”

“Bukannya kamu yang memaksa saya mengintervensi?” bantah Christian. “Harusnya kamu berterima kasih karena saya lebih banyak diam ketika kamu bertindak seenak jidat perihal aturan kelas, kelompok, dan field trip. Benar apa benar?” tandasnya tegas.

Skak mat! Januar tidak bisa menimpali. Apa yang dikatakan Christian benar, maka sudah sepantasnya ia mengangguk dan meminta maaf atas kelancangannya mendebat seorang dosen yang sepertinya bukan sembarang dosen itu. “Maaf, Prof. Saya akan bertanggung jawab penuh atas kegiatan kelompok empat di Landheyan.”

Christian hanya memutar matanya malas. “Ya, silakan datang besok ke Landheyan jam sembilan pagi, dan bawa kebutuhan berkemah. Kita akan menginap di sana tiga malam.”

****

Berkali-kali Januar melirik jam tangannya di sela-sela pekerjaan mendirikan tenda bersama Deri. Ia gelisah, karena Irene belum muncul satu jam dari jadwal tiba yang disepakati. Sebetulnya tidak hanya Irene yang belum datang, tapi juga Wendy dan Yo-han. Wendy sendiri sempat mengabari Deri bahwa mereka terjebak macet karena aksi mahasiswa yang sudah dimulai sejak pagi di jalan-jalan utama Yogyakarta. Mereka pun bisa maklum, apalagi tiga orang itu juga menggunakan mobil, semakin memperlambat perjalanan.

“Prof. Christian kemana, ya? Gak liat dari tadi.”

“Nggak tau.”

Deri bergabung di meja yang sama dengan Januar usai pekerjaan mereka selesai, mengeluarkan beberapa makanan yang ia bawa dari dalam tasnya. “Jangan-jangan Irene sengaja nelat hari ini karena dia mampir aksi dulu, ya?”

Januar mendelik tajam. “Dia mau dicoret dari summer class gitu maksud lo? Mahasiswa gila akademik kayak dia mana mungkin macam-macam?” bantah Januar, tak sengaja berujar dengan nada tinggi. Maklum, ia sudah kepikiran soal Irene sejak tadi, dan Deri malah membuat kekhawatirannya semakin menjadi-jadi.

“Tau banget lo soal Irene, Bang. Bukannya kalian musuhan?” Deri tersenyum menggoda, membuat Januar lekas memalingkan pandangannya. “Musuh bisa jauh lebih tau dibanding teman. Jangan salah paham.”

“Saya sih nggak salah paham, tapi gagal paham.”

Seseorang menyambung percakapan. Oh, rupanya Christian, ia baru muncul dengan pakaian outdoor yang sedikit kotor. Mungkin baru kembali dari pusat penggalian. “Mana yang lain?” tanyanya, merebut air mineral Januar tanpa izin.

“Tiga sekawan lagi kejebak macet, Prof. Ada demo,” jawab Deri.

“Oh.”

“Oh doang? Nggak ada sanksi buat yang telat?” Januar sinis. Meski tak berpengalaman sebanyak Christian, Januar juga seorang pengajar, dan ia selalu punya aturan ketat soal keterlambatan mahasiswa.

Profesor itu menelan airnya usai dipakai berkumur-kumur terlebih dahulu. “Gimana, ya? Saya nggak suka memberi hukuman ke mahasiswa saya. Saya lebih senang mereka berjiwa bebas, melakukan apa yang mereka inginkan, dan sekedar respect pada tanggung jawab professional mereka dengan saya sebagai dosennya.”

“Begitu, dan Irene pasti paham,” final Christian, membuat Januar meliriknya cepat. “Irene? Kenapa spesifik jadi Irene?”

“Karena dia yang kamu pikirkan sedari tadi.”

Telak sudah. Januar tidak bisa menimpali, hanya bisa salah tingkah mencari-cari pengalih perhatian, sementara Deri berpura-pura minum guna menahan tawa. Hampir saja ia tersedak.

Christian tersenyum miring. “Saya bercanda, tapi rupanya kamu serius. Jadi, apa konsepnya? Musuh jadi cinta? Cih, klasik amat!” cibirnya, membuat Deri tertawa seketika. “Kita sepemikiran, Prof. Tos dulu!”

“Ogah.”

Deri mencebik, gagal sok akrab dengan profesor barunya. Sementara itu, Januar yang sudah mati gaya mencoba menetralkan suasana. “Apa kegiatan kita setelah ini? Nggak mungkin nggak ada jadwal, kan?” Januar akhirnya menemukan topik pengalihan.

“Kegiatan hari ini? Nggak ada.”

“Hah? Gimana maksudnya, Prof? Ngapain kita dateng ke sini kalau nggak ada kegiatan?”

Christian menunjuk Januar dengan dagunya. “Kamu tanya aja sama orang yang seenaknya mengubah jadwal kelompok kalian tapi ngatain saya enggak punya aturan barusan. Kalau di rencana saya, sih, memang nggak ada kegiatan mahasiswa sampai tiga hari ke depan. Salah siapa jadinya?” ujarnya lepas tangan.

“Wah, parah. Apa alasannya lo ngubah-ngubah jadwal kelompok tanpa persetujuan, Bang?” protes Deri, tapi Januar tak tertarik untuk menjawabnya.

“Oh, ya, satu lagi. Yang kalian tunggu bukan tiga orang, tapi hanya dua,” lanjut Christian. Senyum misterius itu pun kembali, membuat Januar dan Deri mengantisipasi. “Irene nggak akan datang hari ini.”

Bab terkait

  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Masa, Gas Air Mata

    Hari sudah gelap, tapi semangat iring-iringan mahasiswa dari berbagai universitas yang melakukan unjuk rasa di depan gedung DPRD Yogyakarta masih terus menyala. Ratusan mahasiswa terus bertahan dan menyuarakan tuntutan mereka di depan pusat pemerintahan. Spanduk-spanduk dengan tulisan bernada sarkasme masih bertengger melengkapi orasi para pentolan aksi yang terus digaungkan lewat pengeras suara besar di atas mobil bak terbuka.“Pemerintah kita katanya telah berjanji untuk menumpas kasus pelanggaran HAM! Tekad itu tertuang secara konkret dalam rencana kerja setiap periode kepengurusan, tapi apakah kita sudah melihat perwujudannya?!”“Belum!!”Irene, gadis itu masih melakukan orasi, bergantian dengan para elit BEM universitas lain. Ia adalah satu-satunya perempuan di podium, tapi kalimat-kalimat provokatifnya tak kalah membakar dari aktivis laki-laki lainnya. Ia kembali menjadi simbol keberanian perempuan dalam aktivisme mahasiswa.“Terlalu panjang sejarah pelanggaran HAM di negeri ini

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-28
  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Utang Budi

    Januar membasahi sapu tangannya dengan air mineral dalam botol yang ia beli dari minimarket terdekat. Irene masih tak sadarkan diri di mobil, dan wajahnya yang terkena gas air mata harus segera dibasuh sebelum efek samping gas air mata itu merusak wajahnya lebih parah. Rasanya Januar terbebani sekali karena harus mengurus Irene yang pingsan, tapi mana mungkin juga ia membiarkannya? Mau tak mau Irene menjadi tanggung jawabnya saat ini.“P—permisi, maaf …” Januar gemetar ketika tangannya harus menyentuh wajah pucat Irene. Sedikit demi sedikit ia menyeka bagian wajah gadis itu yang memerah. Mulai dari dahi, pipi, hidung, dan dagu.“Ck! Memar gini. Ketabrak-tabrak apa gimana? Dasar nggak hati-hati,” lanjut Janua kesal. Ia masuk kembali ke dalam mobil setelah menyeka bagian wajah sampai leher Irene. Itu yang paling penting, tapi luka-luka akibat berdesakan dan jatuh di kerumunan itu juga tidak bisa diabaikannya begitu saja.Januar menghela, memajukan tubuhnya guna melihat luka di bagian pe

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-28
  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Ikut Menjelajah Bunker

    Pensil, penghapus, dan marker berwarna-warni. Christian masih terus berkutat dengan perkamen besar berisikan peta situs yang perlu ia pastikan kesesuaiannya dengan pengamatan di lapangan. Ia sudah mengunjungi lebih dari setengah bagian situs itu sebanyak dua kali, tapi itu belum membuatnya mudah mengingat fitur dan jalur rumit di dalamnya. “How the fuck is …” “Profesor?” Christian lekas menoleh ke arah pintu tenda ketika seseorang menginterupsi kepusingannya. Ah, ia bahkan mengumpat, dan sialnya lagi yang memergoki itu adalah mahasiswanya sendiri, Irene. “Oh, kapan kamu datang?” tanya Christian cuek, lekas kembali lagi pada perkamennya. Ah, sejujurnya reaksi itu membuat Irene sedikit kecewa. “Baru tadi, Prof. Saya mau ngasih barang-barang yang Anda minta,” ujarnya seraya menaruh satu kotak kayu berisi perkakas penggalian dasar. “Boleh diperiksa kelengkapannya dulu, Prof.” “Oke. Gak perlu diperiksa, saya yakin kamu bukan orang pelupa. Silakan kembali dan bebas beraktivitas. Terima

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-28
  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Serangan Energi Landheyan

    Ini adalah hari kedua kelompok tiga berada di Landheyan, dan sudah saatnya mereka melakukan sesuatu. Ah, seharusnya mereka bisa bermain-main sehari lagi, tapi Januar yang semena-mena itu memaksa mereka untuk berpanas-panasan di atas tanah cadas berpasir.“Kenapa jauh sekali lokasinya? Aku kira dekat dari gerbang itu.” Lee Yo-han kembali mengeluh, karena Christian yang belum juga berhenti setelah lima belas menit mereka berjalan dari tenda.“Udah dekat, kok. Landheyan ini komplek, susunannya seperti perumahan. Jadi, hati-hati aja kalau kalian nyasar,” peringat Christian seraya menunjuk area Landheyan yang katanya memiliki luas lebih dari lima hektar.“Kalau nyasar gimana, Prof?” tanya Wendy.“Kalau nyasar Irene yang mau nyari.”Semua perhatian lekas tertuju pada Irene. Selain Januar yang dimusuhi karena memajukan jadwal, gadis itu juga ikut dicibir karena meminta Christian agar mereka bekerja lebih keras dibanding kelompok lain dengan dalih ‘kelompok spesial’. Ayolah, tidak semua anggo

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-28
  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Inert, Energi Campuran

    Januar membawa semangkuk nasi instan beserta lauk pauk instan seadanya untuk Irene. Gadis itu berbaring di tenda medis sembari terus memegang pelipisnya. Januar menyimpulkan bahwa sakitnya Irene memang disebabkan oleh kejutan energi dari Landheyan, ditambah ia belum sepenuhnya pulih dari insiden gas air mata semalam.Januar lantas duduk di kursi sebelah tempat tidur, mengipas-ngipas nasi instan agar tidak terlalu panas. Udara di sekitar Landheyan memang menjadi lebih dingin karena hujan yang baru saja mengguyur, tapi itu tak cukup. “Kalau nggak ada saya, lagi-lagi kamu udah celaka. Tadi bisa aja kamu malah terperosok ke jurang dan itu akan lebih merepotkan.”Irene memutar matanya malas, tapi Januar sebenarnya berlebihan. Memang ada jurang di kiri dan belakang mereka tadi, dan Irene pun baru sadar bahwa mereka telah gegabah dengan berdiri di atas tebing curam.“Udah agak dingin. Kamu bisa makan sendiri, atau …”“Nggak usah aneh-aneh.” Irene merebut mangkuk nasi instan yang masih sediki

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-28
  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Gempa, Reruntuhan Situs

    Irene, Januar, dan tim medis berlarian menuju Landheyan sepuluh menit usai gempa berhenti. Mereka mengambil jeda untuk mengantisipasi gempa susulan, tapi mereka pun tak bisa menunggu lebih lama ketika Christian, Wendy, Yo-han, dan Deri tak kunjung kembali dari situs. Itu sudah cukup menandakan bahwa mereka tidak baik-baik saja, dan kini, pemandangan Landheyan usai gempa pun semakin mengkhawatirkan.Masih di bawah guyuran hujan, situs itu berantakan. Puluhan tiang dan dinding dari bebatuan kuno itu patah, dengan retakannya yang berserakan tak beraturan. Sebagian besar tanah di sisi kiri amblas, dan kemungkinan itulah penyebab timbulnya suara suara gemuruh besar tadi.“Di mana tadi kita berhenti?”“Di sana!”Januar mendekat ke arah tunjuk Irene, ke tumpukan batu yang beberapa waktu lalu disebut Christian sebagai gerbang. Nahas, gerbang tumpukan batu itu kini sudah runtuh tak berbentuk.“Kemungkinan mereka ada di sana, di dalam bunker! Pintu aksesnya sudah dibuka,” seru Irene, mengingat

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-28
  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Kesadaran Lee Yo-han

    Januar kembali dari mengurus administrasi rumah sakit dengan membawa beberapa makanan di tangannya. Langkahnya sendiri lesu, bahkan tangannya masih sedikit gemetar setelah membawa Christian, Wendy, Deri, dan Yo-han keluar dari Landheyan. Januar yakin, ada hubungan antara gempa yang terjadi, energi Landheyan, serta Wendy dan Yo-han yang belum sadarkan diri sampai saat ini. Namun, baik Januar, Yoel, dan Rayen belum bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi sebelum dua orang itu setidaknya membuka mata. Januar juga tidak bisa mengatakan hal-hal yang membuat Irene bingung. Gadis itu sudah cukup histeris ketika dua teman dan profesornya hampir kehilangan nyawa di bunker situs itu. Oh, dan mungkin ada sentimen lain untuk sang profesor. Setidaknya itu yang ditangkap Januar ketika melihat Irene yang acak-acakan masih terus berdiri di sisi Christian sembari memandanginya iba. Tatapan itu bukan tatapan seorang mahasiswa pada dosennya, tapi lebih dari itu, lebih terlihat seperti wanita pada s

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-01
  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Kelas Musim Panas

    Suara mesin pencetak terdengar sangat bising, mengisi setiap ruang kosong di sebuah paviliun bercorak arsitektur jawa kuno. Waktu baru menunjukkan pukul tiga pagi, tapi Januar sudah mulai beraktivitas, mengawali hari dengan mencetak hasil sketsa gambar digital yang dibuatnya sekitar dua jam lalu. Tidak ada alasan lain mengapa ia begitu sering melakukannya di waktu dini hari selain karena pikirannya yang bekerja tak terduga.Meski paviliun yang ditempatinya sepi, Januar cukup beruntung karena ia tak pernah sendirian di dalam ruangan bercorak mistis itu. Banyak ‘orang’ menemaninya, mengajaknya berinteraksi lewat kata, gerak, dan sentuhan.“Jan, kata gue sih kayaknya lo emang salah jurusan kuliah,” ujar Rayen. Sosok astral dengan hawa panas itu tiba-tiba sudah ada di sebelah kirinya. Ia memperhatikan Januar yang menggantung hasil cetak sketsa tadi di atas benang kasur seperti jemuran“Salah jurusan gimana? Ngak mungkin gue galau jurusan tapi tetap ngelanjutin kuliah di jurusan yang sama

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-08

Bab terbaru

  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Kesadaran Lee Yo-han

    Januar kembali dari mengurus administrasi rumah sakit dengan membawa beberapa makanan di tangannya. Langkahnya sendiri lesu, bahkan tangannya masih sedikit gemetar setelah membawa Christian, Wendy, Deri, dan Yo-han keluar dari Landheyan. Januar yakin, ada hubungan antara gempa yang terjadi, energi Landheyan, serta Wendy dan Yo-han yang belum sadarkan diri sampai saat ini. Namun, baik Januar, Yoel, dan Rayen belum bisa memastikan apa yang sebenarnya terjadi sebelum dua orang itu setidaknya membuka mata. Januar juga tidak bisa mengatakan hal-hal yang membuat Irene bingung. Gadis itu sudah cukup histeris ketika dua teman dan profesornya hampir kehilangan nyawa di bunker situs itu. Oh, dan mungkin ada sentimen lain untuk sang profesor. Setidaknya itu yang ditangkap Januar ketika melihat Irene yang acak-acakan masih terus berdiri di sisi Christian sembari memandanginya iba. Tatapan itu bukan tatapan seorang mahasiswa pada dosennya, tapi lebih dari itu, lebih terlihat seperti wanita pada s

  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Gempa, Reruntuhan Situs

    Irene, Januar, dan tim medis berlarian menuju Landheyan sepuluh menit usai gempa berhenti. Mereka mengambil jeda untuk mengantisipasi gempa susulan, tapi mereka pun tak bisa menunggu lebih lama ketika Christian, Wendy, Yo-han, dan Deri tak kunjung kembali dari situs. Itu sudah cukup menandakan bahwa mereka tidak baik-baik saja, dan kini, pemandangan Landheyan usai gempa pun semakin mengkhawatirkan.Masih di bawah guyuran hujan, situs itu berantakan. Puluhan tiang dan dinding dari bebatuan kuno itu patah, dengan retakannya yang berserakan tak beraturan. Sebagian besar tanah di sisi kiri amblas, dan kemungkinan itulah penyebab timbulnya suara suara gemuruh besar tadi.“Di mana tadi kita berhenti?”“Di sana!”Januar mendekat ke arah tunjuk Irene, ke tumpukan batu yang beberapa waktu lalu disebut Christian sebagai gerbang. Nahas, gerbang tumpukan batu itu kini sudah runtuh tak berbentuk.“Kemungkinan mereka ada di sana, di dalam bunker! Pintu aksesnya sudah dibuka,” seru Irene, mengingat

  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Inert, Energi Campuran

    Januar membawa semangkuk nasi instan beserta lauk pauk instan seadanya untuk Irene. Gadis itu berbaring di tenda medis sembari terus memegang pelipisnya. Januar menyimpulkan bahwa sakitnya Irene memang disebabkan oleh kejutan energi dari Landheyan, ditambah ia belum sepenuhnya pulih dari insiden gas air mata semalam.Januar lantas duduk di kursi sebelah tempat tidur, mengipas-ngipas nasi instan agar tidak terlalu panas. Udara di sekitar Landheyan memang menjadi lebih dingin karena hujan yang baru saja mengguyur, tapi itu tak cukup. “Kalau nggak ada saya, lagi-lagi kamu udah celaka. Tadi bisa aja kamu malah terperosok ke jurang dan itu akan lebih merepotkan.”Irene memutar matanya malas, tapi Januar sebenarnya berlebihan. Memang ada jurang di kiri dan belakang mereka tadi, dan Irene pun baru sadar bahwa mereka telah gegabah dengan berdiri di atas tebing curam.“Udah agak dingin. Kamu bisa makan sendiri, atau …”“Nggak usah aneh-aneh.” Irene merebut mangkuk nasi instan yang masih sediki

  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Serangan Energi Landheyan

    Ini adalah hari kedua kelompok tiga berada di Landheyan, dan sudah saatnya mereka melakukan sesuatu. Ah, seharusnya mereka bisa bermain-main sehari lagi, tapi Januar yang semena-mena itu memaksa mereka untuk berpanas-panasan di atas tanah cadas berpasir.“Kenapa jauh sekali lokasinya? Aku kira dekat dari gerbang itu.” Lee Yo-han kembali mengeluh, karena Christian yang belum juga berhenti setelah lima belas menit mereka berjalan dari tenda.“Udah dekat, kok. Landheyan ini komplek, susunannya seperti perumahan. Jadi, hati-hati aja kalau kalian nyasar,” peringat Christian seraya menunjuk area Landheyan yang katanya memiliki luas lebih dari lima hektar.“Kalau nyasar gimana, Prof?” tanya Wendy.“Kalau nyasar Irene yang mau nyari.”Semua perhatian lekas tertuju pada Irene. Selain Januar yang dimusuhi karena memajukan jadwal, gadis itu juga ikut dicibir karena meminta Christian agar mereka bekerja lebih keras dibanding kelompok lain dengan dalih ‘kelompok spesial’. Ayolah, tidak semua anggo

  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Ikut Menjelajah Bunker

    Pensil, penghapus, dan marker berwarna-warni. Christian masih terus berkutat dengan perkamen besar berisikan peta situs yang perlu ia pastikan kesesuaiannya dengan pengamatan di lapangan. Ia sudah mengunjungi lebih dari setengah bagian situs itu sebanyak dua kali, tapi itu belum membuatnya mudah mengingat fitur dan jalur rumit di dalamnya. “How the fuck is …” “Profesor?” Christian lekas menoleh ke arah pintu tenda ketika seseorang menginterupsi kepusingannya. Ah, ia bahkan mengumpat, dan sialnya lagi yang memergoki itu adalah mahasiswanya sendiri, Irene. “Oh, kapan kamu datang?” tanya Christian cuek, lekas kembali lagi pada perkamennya. Ah, sejujurnya reaksi itu membuat Irene sedikit kecewa. “Baru tadi, Prof. Saya mau ngasih barang-barang yang Anda minta,” ujarnya seraya menaruh satu kotak kayu berisi perkakas penggalian dasar. “Boleh diperiksa kelengkapannya dulu, Prof.” “Oke. Gak perlu diperiksa, saya yakin kamu bukan orang pelupa. Silakan kembali dan bebas beraktivitas. Terima

  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Utang Budi

    Januar membasahi sapu tangannya dengan air mineral dalam botol yang ia beli dari minimarket terdekat. Irene masih tak sadarkan diri di mobil, dan wajahnya yang terkena gas air mata harus segera dibasuh sebelum efek samping gas air mata itu merusak wajahnya lebih parah. Rasanya Januar terbebani sekali karena harus mengurus Irene yang pingsan, tapi mana mungkin juga ia membiarkannya? Mau tak mau Irene menjadi tanggung jawabnya saat ini.“P—permisi, maaf …” Januar gemetar ketika tangannya harus menyentuh wajah pucat Irene. Sedikit demi sedikit ia menyeka bagian wajah gadis itu yang memerah. Mulai dari dahi, pipi, hidung, dan dagu.“Ck! Memar gini. Ketabrak-tabrak apa gimana? Dasar nggak hati-hati,” lanjut Janua kesal. Ia masuk kembali ke dalam mobil setelah menyeka bagian wajah sampai leher Irene. Itu yang paling penting, tapi luka-luka akibat berdesakan dan jatuh di kerumunan itu juga tidak bisa diabaikannya begitu saja.Januar menghela, memajukan tubuhnya guna melihat luka di bagian pe

  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Masa, Gas Air Mata

    Hari sudah gelap, tapi semangat iring-iringan mahasiswa dari berbagai universitas yang melakukan unjuk rasa di depan gedung DPRD Yogyakarta masih terus menyala. Ratusan mahasiswa terus bertahan dan menyuarakan tuntutan mereka di depan pusat pemerintahan. Spanduk-spanduk dengan tulisan bernada sarkasme masih bertengger melengkapi orasi para pentolan aksi yang terus digaungkan lewat pengeras suara besar di atas mobil bak terbuka.“Pemerintah kita katanya telah berjanji untuk menumpas kasus pelanggaran HAM! Tekad itu tertuang secara konkret dalam rencana kerja setiap periode kepengurusan, tapi apakah kita sudah melihat perwujudannya?!”“Belum!!”Irene, gadis itu masih melakukan orasi, bergantian dengan para elit BEM universitas lain. Ia adalah satu-satunya perempuan di podium, tapi kalimat-kalimat provokatifnya tak kalah membakar dari aktivis laki-laki lainnya. Ia kembali menjadi simbol keberanian perempuan dalam aktivisme mahasiswa.“Terlalu panjang sejarah pelanggaran HAM di negeri ini

  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Intervensi dan Intuisi

    Januar bergeming sesaat setelah ia membuka pintu ruangan Satria. Tadinya ia hanya ingin menumpang istirahat, tidur-tiduran sebentar sebelum pergi ke ruangan Christian untuk berbicara kembali tentang jadwal field trip kelompok tiga yang diubahnya sepihak tanpa persetujuan sang dosen pengampu. Namun, Christian justru ada di sana, sedang berbincang dengan si pemilik ruangan. Oh, sepertinya mereka saling mengenal sebagai sesama dosen.“Siang, Prof.”“Ya, siang. Ada apa kamu ke sini?”“Udah biasa dia ke sini, Bang. Temen gue, sekaligus asisten. Rupanya anak kelas lo juga, toh,” ujar Satria.Christian hanya mengangguk tak acuh, lanjut menghisap rokok elektriknya. Seketika saja aroma blueberry menguar di ruangan Satria. Bau itu menyegarkan sekaligus membuat pusing. Januar heran saja. Dosen merokok di lingkungan kampus YMU adalah sesuatu yang mendekati haram, tapi kenapa Satria yang ketat aturan dan jelas punya hak untuk menegur malah membiarkan? Sosok dosen itu semakin misterius, setidaknya

  • Jejak Mistis di Situs Landheyan   Maju Lusa, Indisipliner

    Wendy dan Yo-han kembali ke meja dengan membawa dua nampan berisi makanan pesanan mereka di kafetaria. Tiga sekawan itu memutuskan untuk makan siang bersama setelah kelas pertama selesai jam setengah dua belas siang.“Ini namanya apa, Wendy? Aku lupa.”“Oh, ini? Oseng mercon. Pedas loh, Han. Kamu yakin kuat makannya?”“Aku akan mencobanya. Jika tidak habis, ada Irene yang mau menghabiskannya karena dia bermulut pedas.” Yo-han menaik turunkan kedua alisnya menggoda Irene. Sedari tadi ia terus berbicara dengan bahasa Indonesia baku berlogat Korea.“Kamu nggak akan pindah kelompok, ‘kan, Rene? Kita udah klop banget sama Ko Deri juga,” tanya Wendy memastikan.Irene menghela, menarik piring berisi oseng mercon sapi milik Yo-han alih-alih soto lamongan pesanannya sendiri. “Prof. Christian itu kenapa, sih?” tanyanya, mengalihkan topik pembicaraan.“Kenapa gimana?”“Aneh.”Yo-han memetik jarinya keras-keras, heboh sendiri sembari menahan pedasnya sesendok oseng urat sapi dengan puluhan butir

DMCA.com Protection Status