“Agatha, apa kau sudah siap?” Seru sang fotografer dari tengah studio.
Theo lalu mengangkat jempolnya ke udara sebagai jawaban.
“Baiklah, aku akan melakukannya dengan baik kali ini.” Agatha berbicara pada dirinya sendiri, tangan kanannya menekan dada kirinya sejenak untuk menenangkan debur jantungnya.
Setelah itu dia kembali melangkah ke tengah studio untuk melanjutkan pemotretan. Agatha bertekad untuk menyelesaikannya hari ini. Tidak peduli meskipun kakak tirinya berada di sana.
“Astaga, aku jadi lupa memberitahunya tadi.” Lanjut Theo, suaranya menguap di udara saat melihat Agatha berjalan menjauhinya.
***
Agatha tampak kelelahan setelah menyelesaikan pemotretan dengan Juliette selama tiga jam penuh. Apalagi dirinya juga belum menyentuh makanan apapun sejak pagi. Jadi saat pekerjaannya selesai, Agatha segera meraih pasta carbonara dengan daging sapi asap yang sudah disiapkan untuknya.
Agatha melahap makanannya dengan cepat, dia harus segera pergi untuk membeli ponsel baru sebelum kembali ke rumah Liam.
‘Apa sebaiknya aku tidak kembali ke sana saja.’ Pikirnya disela-sela kegiatan makannya.
“Jangan coba-coba untuk kabur atau melarikan diri. Karena kemanapun kau pergi, aku pasti akan menemukanmu semudah membalikan telapak tangan.” Agatha nyaris tersedak oleh pasta yang baru saja meluncur ke tenggorokannya.
Agatha lalu meraih air mineral di dekatnya dan meneguknya dengan cepat untuk memudahkan makanannya sampai ke lambung. Matanya melotot kesal sebelum menoleh ke arah Liam yang tengah berdiri dengan angkuh di belakangnya.
“Bisakah kau tidak mengagetkanku terus menerus seperti ini?”
“Kau akan lebih kaget setelah melihat ini.” Liam melemparkan sebuah amplop cokelat di meja di depan Agatha.
“Apa ini?”
“Kau punya mata dan bisa melihatnya sendiri.”
“Setelah ini, pastikan untuk melakukan tugasmu dengan baik. Dan jangan coba-coba kabur.” Lanjutnya memperingati sebelum benar-benar pergi meninggalkan Agatha seorang diri.
Agatha mendudukan dirinya dengan frustasi, merutuki ketidakpekaan pria itu yang bahkan tidak menawarinya untuk pulang bersama. Agatha harus kembali memikirkan cara bagaimana untuk pulang ke rumah Liam. Jika menggunakan taksi, pasti akan sangat mahal sekali harganya. Mengingat kawasan tempat tinggal pria itu yang jauh dari manapun.
Matanya kemudian melirik ke arah amplop cokelat yang tadi dilemparkan pria itu padanya. Agatha meraihnya dan segera mengambil sebuah dokumen yang ada di dalamnya.
“Astaga!” Pekiknya tertahan.
“Bagaimana bisa Liam memiliki 50% saham Juliette? Sejak kapan?” Agatha menutup mulutnya dengan tangan setelah selesai membaca kata per kata yang tertulis dalam setiap lembar dokumen itu.
“Bukankah sudah kukatakan kalau dia adalah anak dari salah satu konglomerat di Italia. Hanya membeli setengah saham Juliette saja, pasti bukan hal sulit baginya.” Suara Theo terdengar di belakangnya, pria itu lalu mendekati Agatha dan duduk di sampingnya.
“Kenapa harus Juliette? Kenapa bukan perusahaan mode yang lain? Rococo, Bottegio, atau apapun itu yang lainnya?”
“Karena Juliette adalah rumah mode yang sedang naik daun saat ini. Semua orang tertarik dan terus membicarakan Juliette, tentu saja hal ini akan menjadi investasi yang menggiurkan bagi sebagian besar investor. Mata tajam mereka pasti bisa melihat kalau Juliette akan memberikan keuntungan yang sangat besar di masa depan.”
“Sedang naik daun ya. Tapi apa kau pernah berpikir kalau mungkin saja Juliette telah salah memilih model?”
“Maksudmu?”
“Kau tentu tahu, citraku di luaran sana tidak terlalu bagus. Dan untuk ukuran rumah mode yang sedang naik daun, apa mereka tidak salah menggunakanku sebagai wajah brand mereka?”
“Kau itu cantik dan berbakat, Agatha. Aku yang baru sekali bertemu denganmu saja langsung mengagumimu. Kalaupun ada orang yang tidak menyukaimu, anggap saja mereka iri karena tidak memiliki kehidupan yang sempurna sepertimu. Saat ini kau hanya perlu fokus pada orang-orang yang menyukai dan mendukungmu. Jadi berhentilah merendahkan dirimu sendiri.”
“Kau sangat tahu cara menyenangkan hati orang lain.” Agatha hampir menangis mendengar ketulusan Theo, orang yang baru ditemuinya beberapa saat yang lalu.
“Karena itu adalah bagian dari pekerjaanku.” Mereka berdua tersenyum bersama. Agatha bersyukur karena bertemu dengan Theo di saat seperti ini.
“Ah, sebelum lupa. Berikan aku nomor ponselmu, sepertinya kita akan sering bertemu setelah ini.”
“Aku kehilangan ponselku beberapa waktu yang lalu, maaf. Tapi kupastikan akan segera mendapatkan yang baru.”
“Begitu, ya. Baiklah kalau begitu, ini kartu namaku. Pastikan untuk segera menghubungiku begitu kau mendapatkan ponsel baru.” Theo mengeluarkan secarik kecil kartu nama dari tasnya dan memberikannya pada Agatha.
“Baiklah, aku akan menyimpannya.” Agatha meraih kartu nama Theo dan menyimpannya ke dalam tas.
“Aku harus pergi sekarang. Senang bertemu denganmu, Theo.” Agatha memeluk Theo singkat sebelum berdiri dari kursinya.
“Aku juga. Sampai bertemu kembali.”
***
“Jam berapa sekarang? Apakah seorang maid bisa bertingkah seenaknya di rumah majikannya?” Kedatangan Agatha disambut oleh Liam yang tengah duduk di ruang tamu dengan kedua tangan dilipat di dada dan kaki menyilang ke depan.
“Aku mampir sebentar untuk membeli ponsel baru.” Jawab Agatha, menguatkan diri untuk tetap menatap Liam di tengah deburan jantungnya yang menggila.
“Kau mungkin adalah seorang selebritis di luar sana. Tapi di rumahku, kau sama sekali tidak berharga.” Liam berdiri dari kursinya, memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana. Tatapannya terasa kejam dan dingin secara bersamaan.
“Kalau kau berpikir kata-katamu itu bisa memengaruhiku, kau salah besar.”
“Benar. Seorang anak pelacur murahan sepertimu tidak akan terpengaruh oleh kata-kata seperti apapun. Karena apa? Karena kalian memang dirancang untuk tidak memiliki perasaan, apalagi hati.”
“Kau pikir kata-katamu itu mencerminkan dirimu memiliki hati dan perasaan? Kau selalu menuduh ibuku dan berbicara buruk tentangnya. Apa kau merasa lebih baik dengan melakukan hal itu?”
Liam menggeram marah mendengar penuturan Agatha. Pria itu lalu maju beberapa langkah dengan cepat untuk mencapai Agatha. Lalu meletakkan telapak tangannya di leher wanita itu, mencengkeramnya dan memberikan tekanan kuat.
“A-apa yang kau lakukan?” Agatha kesulitan berbicara, apalagi bernapas. Lehernya tercekik, namun Liam malah semakin mengeratkan cengkeramannya.
“Beraninya kau berbicara sembarangan tentangku.” Liam mendesis menahan marah.
“Setelah apa yang kau dan ibumu lakukan pada keluargaku, sejak saat itu pula aku bersumpah untuk membuat hidupmu terasa seperti di neraka.” Lanjutnya.
“Liam, lepash—kan.” Agatha masih berusaha melepaskan diri dari cengkeraman kuat tangan Liam di lehernya.
Agatha sudah hampir kehabisan napas saat suara Luca menginterupsi di belakang Liam.“Tuan Stefano, jangan. Kau bisa membunuhnya.” Liam menarik tangannya dengan keras, meninggalkan Agatha yang seketika terduduk dan terbatuk di lantai sembari memegangi lehernya.“Tidak akan ada yang tahu sekalipun dia mati di rumahku.” Suara Liam samar-samar terdengar di kejauhan.“Palazzo ini terlalu berharga untuk dijadikan tempat pembunuhan.” Sahut Luca.“Kau benar. Kau bawa dia, pastikan bibi Emy mengurusnya dengan benar.” Lanjut Liam sebelum kaki-kaki panjangnya menaiki anak tangga menuju ke lantai dua.Agatha tersenyum miris saat mendengar percakapan kedua pria itu. Mereka membicarakan tentang pembunuhan dengan begitu ringan dan mudahnya.‘Sebenarnya tumbuh menjadi manusia seperti apa kau ini? Bukan hanya dirimu yang kehilangan keluarga dalam kecelakaan itu, tapi aku juga.’ Batin Agatha, menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia tidak boleh menangis, Agatha tidak ingin menunjukkan kelemahannya pad
“Maafkan saya, tuan muda. Saya bersalah. Saya hanya terlalu senang karena—awh! Sakit.” Serunya saat Liam dengan sengaja menarik kasar nampan berisi kopi dari tangan Agatha hingga jatuh, dan cairan pekat yang masih panas itu seketika meluncur jatuh mengenai tangan maid muda itu, membuatnya meringis dan mengibaskan tangannya yang memerah dan hampir melepuh.“Apa yang kau lakukan?” Agatha melotot tak percaya.“Itulah akibatnya kalau tidak mematuhi aturan.” Ucapnya dengan dingin dan kejam.“Kau bisa mengatakannya baik-baik tanpa harus menyakiti tangan orang lain.”“Sejak kapan aku peduli? Jangan bertindak seolah kau adalah pahlawan. Karena di sini, statusmu sama saja dengannya. Kecuali—kau juga ingin mencobanya?” Agatha tersentak.Melihat dari ekspresi Liam saat ini, bukan tidak mungkin pria itu akan melakukan ancamannya.“Ikuti saja aturan mainnya kal
“Nona Agatha, senang bisa bertemu denganmu lagi.” Pria setengah baya itu—Oliver, menelusuri Agatha dari segala sisi.“Aku senang bisa bertemu lagi dengan paman. Paman masih terlihat sama seperti 14 tahun yang lalu.”Agatha kembali mengingat pertemuan terakhirnya dengan pria bernama Oliver itu. Hari saat keluarganya dimakamkan. Oliver adalah orang yang membelanya dan menyelamatkannya dari amukan Liam saat itu. Pria itu juga yang lalu membawanya keluar dari rumah lamanya.Setelah itu mereka tidak pernah bertemu lagi hingga sekarang.“Aku senang sekali nona tumbuh dengan baik.”“Terima kasih, paman. Oh, ya. Apa yang paman lakukan di sini?”“Tuan Liam menyuruhku untuk mengantar nona.”“Mengantarku?” Agatha menunjuk dirinya sendiri dengan terkejut.“Ya. Bukankah kau adalah seorang selebritis sekarang? Akan sangat berbahaya kalau orang terkenal sepert
“Amelie?” Agatha membelalak saat mendapati Amelie berada di studio Juliette, dia lalu berlari dan menghambur ke dalam pelukan gadis itu.“Amelie, kau baik-baik saja? Apa ayahku melukaimu? Atau melakukan hal buruk padamu?” Amelie menggeleng dan tersenyum mendengar rentetan pertanyaan Agatha.“Syukurlah, aku sangat mencemaskanmu.”“Aku tahu.” Gadis bernama Amelie itu menepuk pelan punggung Agatha yang memeluknya.“Ayahku pasti marah besar saat mengetahui aku kabur di hari pernikahan.” Agatha memelankan suaranya saat mengatakan kalimat terakhirnya.“Begitulah. Aku akan menceritakannya setelah kau menyelesaikan pekerjaanmu.” Agatha mengangguk setuju dan segera kembali ke posisinya.***“Jadi, Agatha. Bisakah kau memberitahuku dimana kau tinggal beberapa hari ini? Ayahmu bahkan tidak bisa melacakmu karena kau tidak membawa apapun saat pergi.” Agatha dan Ame
Dalam beberapa langkah cepat, Liam membawa Agatha masuk ke dalam kamar mandi. Lalu mendorongnya masuk ke bath up tanpa melepaskan cengkeraman tangannya.“Ini kan yang kau inginkan? Aku akan dengan senang hati mengabulkannya.” Liam menyeringai saat melihat gelembung udara memenuhi permukaan air di bath up, mengabaikan gerakan tangan Agatha yang tak beraturan untuk meraih apapun di atasnya.Liam seolah mati rasa, dirinya sama sekali tidak bergeming saat menyaksikan Agatha berada di ambang kematian. Sementara Agatha merasakan air dingin dari bath up mengitarinya, merampas kehangatan terakhir dari tubuhnya dan keinginan terakhirnya untuk bertahan hidup. Setitik ironi muncul dalam pikirannya saat mengetahui dirinya akan mati dengan cara seperti ini.Sebelumnya, Agatha berhasil lolos dari kecelakaan maut yang terjadi 14 tahun yang lalu. Dia bahkan lolos dari pernikahan buta yang direncanakan oleh ayahnya. Tapi sekarang, dirinya malah akan
“Daripada kau memikirkan bagaimana aku bisa menangkap basah kalian secepat ini. Lebih baik kau pikirkan cara untuk membawanya kembali. Karena kalau sampai aku yang melakukannya—““Tidak, tuan. Jangan sakiti dia, kumohon! Kau bisa melampiaskan semuanya padaku. Agatha sama sekali tidak bersalah.”“Menyakitinya?” Liam menarik kasar sebelah alisnya sembari mengayunkan tangannya untuk mencengkeram kerah pakaian Oliver.“Aku tidak sejahat itu untuk menyakitinya—“ Liam menggantung ucapannya.“Tapi idemu itu bagus juga. Aku mungkin bisa melakukannya padamu, dengan begitu, Agatha akan merasa bersalah seumur hidupnya. Bukankah itu hal yang bagus?” Kedua mata Oliver membola mendengar kalimat itu diucapkan dengan begitu tenang dan tanpa berkedip.“Tidak, tuan. Jangan! Agatha sudah cukup menderita. Kumohon jangan menyakitinya lagi.”“Karena kau sangat peduli padanya
“Kau tidak mengenalku dengan baik, Agatha. Aku bukanlah orang yang pandai bersabar. Dan yang pasti, aku selalu menantikan momen ini selama 14 tahun lamanya.” Liam menaikkan sebelah alisnya.“Kau tidak boleh bercanda untuk sesuatu yang berkaitan dengan nyawa seseorang.” Agatha mulai merasa cemas, menyadari keseriusan Liam untuk melakukan ucapannya.“Aku bisa menjadikannya serius kalau kau ingin tahu.”Agatha terkejut dengan perubahan emosi Liam yang secepat kilat. Pria itu memang memiliki temperamen yang buruk. Hanya saja Agatha baru percaya sekarang setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri.“Liam, bisakah kita berdamai dengan masa lalu dan hidup normal sebagai keluarga?”“Hidup dengan normal katamu? Aku sudah lama kehilangan kehidupan normalku setelah ibumu yang jalang itu membunuh keluargaku!”“Ibuku bukan orang seperti itu!” Teriak Agatha, merasa tidak tahan saat
“Jangan sampai orang lain tahu tentang ini.” Agatha menghembuskan napas kasar, tanpa Liam memintanya pun, Agatha juga tidak berniat memberitahu siapapun.“Tidak akan.”“Baguslah kalau kau tahu diri. Aku tidak ingin orang lain tahu kalau aku menikahi gadis sepertimu.” Lagi-lagi Liam berbicara seperti itu.“Aku juga. Itu bisa menghancurkan karir yang sudah susah payah kubangun.” Agatha berkata dengan sinis, merasa muak dengan sikap Liam yang selalu seenaknya.“Pernikahan ini hanya status saja kalau kau ingin tahu. Sementara di rumahku, kau tetaplah seorang pelayan rendahan yang sama sekali tidak berarti untukku. Bahkan sepuluh dirimu sekalipun, tidak akan bisa mengubah pandanganku tentangmu.”Agatha membuang wajahnya, memilih untuk mematap ke arah jalan raya di balik kaca jendela mobil.Semakin dia menentang Liam, maka pria itu akan semakin semangat untuk mengintimidasinya.***
Agatha tidak pernah menyangka kebahagiaan yang sesunguhnya akan datang seperti ini. Hingga membuatnya berkali-kali meyakinkan diri kalau semua yang terjadi bukanlah mimpi. Rasanya masih seperti kemarin dia bertemu dengan Liam untuk pertama kalinya setelah perpisahan selama 14 tahun. Rasanya baru kemarin juga mereka menikah dan menghadapi berbagai cobaan dan segala kesalahpahaman.Dan rasanya, seperti baru kemarin juga mereka bertemu kembali setelah perpisahan kedua selama lima tahun. Setelah melewati semua perjalanan panjang itu, akhirnya dia bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Liam sudah berubah 180 derajat dari saat pertama kali mereka bertemu.Pria itu selalu memanjakan dan menunjukkan rasa cintanya setiap saat, setiap hari. Dia juga menepati janjinya untuk selalu memprioritaskan keluarganya, membahagiakan Agatha dan anak-anaknya. Liam bahkan dengan tulus memindahkan makam ibunya di samping makan ayah dan kakaknya di rumah lama mereka, tidak lagi memisah
“Kukira aku tidak akan pernah puas jika menyangkut dirimu. Bukankah aku sudah sering mengatakannya?” Liam memainkan jari jemarinya di bahu telanjang Agatha.“Kuharap Noah tidak akan pernah menemukan kita dalam keadaan seperti ini.”“Tidak akan. Aku sudah mewanti-wanti Bibi Emy untuk ‘menjaganya’ dengan baik. Kalau sampai bocah itu lolos, aku akan memecatnya.”“Kau ini, masih saja suka sembarangan memecat orang.” Agatha memutar bola matanya malas, menanggapi sikap Liam yang masih suka seenaknya sendiri.***Sudah berminggu-minggu berlalu. Noah sudah mulai bisa beradaptasi hidup di lingkungan Cedar Hills yang dipenuhi dengan vila-vila orang kaya dengan jarak yang sangat jauh antar satu vila dengan vila lainnya. Kehidupannya sama sekali berbeda dengan saat dirinya masih tinggal di Borghetto.Di tempat tingal lamanya, rumah tetangganya berjarak tidak begitu jauh. Namun di Cedar Hills, Noah harus menerima kenyataan kalau dirinya bahkan tidak memiliki tetangga. Setelah pindah ke Como, ayahn
“Tentu saja aku tahu. Aku juga tahu makanan kesukaan semua orang di rumah ini.”“Sungguh?”“Bibi Emy adalah koki terbaik di sini. Kalau kau ingin makan sesuatu, tinggal katakan saja padanya.” Sahut Liam.“Hebat. Ayah bahkan memiliki seorang koki pribadi!”“Baiklah, kau sudah mendapatkan kamarmu. Sekarang giliran ayah mengantar ibumu ke kamar.”“Hm, bersikap baiklah padanya.”“Bibi Emy, tolong jaga dia dengan baik. Pastikan dia tidak tiba-tiba muncul di kamarku.” Ucap Liam memperingati.“Baik, Tuan Stefano.” Bibi Emy mengangguk dan tersenyum, paham betul dengan maksud perkataan majikannya itu.***“Apa Noah menyukai kamar barunya?” Tanya Agatha tanpa memalingkan pandangannya dari kebun lily putih di hadapannya.“Dia sangat menyukainya. Sekarang dia sedang menikmati tortellini cokelat kesukaannya.” Jawab Liam, pria itu berjalan mendekati Agatha dan melingkarkan tangannya posesif di pinggang istrinya.“Baguslah.” Responsnya singkat.“Kau baru tiba beberapa menit di sini dan langsung meli
“Itu—sama sekali bukan urusanku.” Liam menyeringai, menikmati pemandangan menyedihkan dari orang-orang yang telah berlaku buruk pada anak dan istrinya selama lima tahun ini.“Bukankah kalian juga bersikap tidak adil pada Agatha dan Noah saat mereka tidak memiliki apa pun?”“Tuan Stefano, mohon maafkan kesalahan kami di masa lalu. Tidak bisakah kau melupakannya dan—”“Tidak. Sudah kukatakan aku bukan orang pemaaf, jadi jangan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin bisa kulakukan.” Liam menggamit lengan Agatha dan membawanya pergi dari sana, mengabaikan rintihan orang-orang yang memohon padanya.Liam tidak peduli, baginya orang-orang yang bersalah pantas untuk dihukum dan menerima karma mereka. Sama sekali tidak layak untuk dimaafkan. Orang-orang itu layak untuk menuai apa yang telah mereka tabor. Sekaligus sebagai peringatan bagi yang lainnya, kalau tidak boleh sembarangan memperlakukan orang lai
“Sejak awal aku sudah menyadari kemiripanku denganmu, hanya saja aku tidak ingin terlalu berharap. Aku takut kalau kenyataannya tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Jadi aku memilih menunggu sampai kau memberitahuku lebih dulu.”Liam menjulurkan tangan untuk mengusap wajah Noah yang sudah basah oleh air mata.“Sekarang dengarkan baik-baik. Aku adalah ayahmu. Ayah yang mencintai dan sangat menginginkanmu. Kau akan selalu menjadi lebih penting daripada hidupku sendiri. Ingat itu baik-baik, oke?” Noah mengangguk mendengar penjelasan ayahnya.“Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke sekolah.”“Tidak mau.” Liam mengerutkan keningnya mendengar penolakan Noah.“Aku tidak ingin berada di sekolah itu lagi. Ayah juga mengatakan kemarin kalau aku bisa mendapatkan sekolah yang lebih baik dari sekolahku yang di sini.”“Itu memang benar. Ayah akan mengantarmu ke sekolah bu
“Aku tidak mau.” Agatha menarik diri sepenuhnya dari berpelukan dengan Liam.“Kenapa?” Tanya pria itu bingung.“Usiaku sudah 29 tahun sekarang.”“Di mataku, kau terlihat jauh lebih muda dan cantik dari gadis muda mana pun.”“Aku hanya akan hamil satu kali lagi. Apa kau keberatan? Atau mau mencari wanita lain untuk memenuhi keinginanmu yang ingin memiliki banyak anak itu?”Liam menarik napas dalam sebelum menjawab, berusaha tidak ada kesalahan pengucapan dan membuat Agatha berubah pikiran.“Terserah kau saja. Berapa pun tidak masalah. Bagiku, asalkan bisa hidup dan menua bersamamu, itu saja sudah cukup. Keinginanku yang paling besar sekarang adalah menjalani hidup denganmu dan juga Noah. Dan berusaha memprioritaskan kebahagiaan kalian berdua.”“Kata-katamu terdengar manis, dari mana kau mempelajarinya?”“Aku mempelajarinya darimu.” Li
“Kau penyihir kecil menantang dengan segala kebaikannya. Dan juga istri yang kucintai. Sangat-sangat kucintai.” Jawabnya.“Kau sudah mengatakannya kemarin.”“Aku akan lebih sering lagi mengatakannya. Sesering mungkin.” Liam tak lagi menyangkal perasaannya, dan dia akan berusaha sejujur mungkin, terutama untuk membuat Agatha tetap di sisinya.Agatha merasa tubuhnya panas dan berkeringat, namun Liam dengan gerakan cepat bangkit dan meraup tubuhnya kembali dalam pelukan. Liam menciumnya, Agatha secara sadar dan sukarela membalas ciumannya.Saat tiba-tiba Liam menghentikan ciumanya, pria itu mendesah di atas bibir Agatha yang peka. Dia mengangkat kedua tangannya dan menangkup wajah Agatha, mata abu-abunya yang gelap penuh dengan hasrat yang menuntut tanggapan positif.“Aku tak akan pernah merasa puas akan dirimu, Tesoro—sayang. Kumohon, pulanglah bersamaku.”Dada Agatha serasa direma
“Anggap saja begitu. Agar rencana balas dendamku ini berjalan lancar, sebaiknya kau ikut pulang bersamaku. Dengan begitu aku bisa menghukummu—tidak—menghamilimu sebanyak yang bisa kau terima.”“Dasar kau mesum.”“Kau kira mudah menahan diri selama lima tahun?”“Siapa suruh kau tidak mencari pelampiasan lain. Dengan kualifikasimu, pasti banyak wanita yang tertarik.”“Kau pikir aku pria seperti apa? Aku adalah pria yang sudah menikah. Aku tidak ingin mengotori diriku dengan berselingkuh!”Sekarang Agatha yakin wajahnya pasti sudah sangat merah. Kenyataan bahwa suaminya tidak menginginkan wanita lain selain dirinya terdengar cukup melegakan.“Aku akan melihat Noah dulu.” Agatha berusaha menghindari Liam dengan menjadikan putranya sebagai alasan.Sejujurnya, dia merasa perlu membujuk anak itu agar tidak terlalu memusuhi Liam. Agatha paham dengan sikap Noah
Merasa malu karena terpergok oleh putranya sendiri tengah melakukan perbuatan tidak senonoh.“Oh, maafkan aku, Agatha. Apa kami datang di saat yang tidak tepat? Haruskah aku membawa Noah pergi lagi?” Tanya Frank dengan hati-hati, pria itu kesulitan berkata-kata melihat tatapan Liam yang setajam pisau.“Kukira paman orang yang baik, ternyata kau lebih mesum dari pria mana pun yang mencoba mendekati ibuku.” Noah segera berlari ke arah keduanya, lalu memberikan beberapa tinju pada Liam, membuat pria itu terhuyung ke belakang akibat serangan dadakan itu.“Apa yang kau lakukan?” Liam berusaha menghalau tangan Noah kecil yang bergerak sangat cepat ke arahnya.“Aku membencimu, karena sudah berani mencium ibuku. Aku akan memukulmu dan menendang pantatmu!” Teriaknya dengan amarah yang meluap-luap.“Agatha.” Liam menatap Agatha seolah meminta pertolongan.“Berhentilah kalian berdua.&rdq