Agatha perlahan membuka kotak itu di hadapan Liam. Gadis itu kembali terkejut saat melihat pakaian yang terlipat rapi di dalamnya. Itu adalah satu stel seragam yang—sama persis dengan yang dikenakan oleh dua orang maid tadi.
“Ini—“ Agatha menggantung ucapannya di tenggorokan.
“Seragammu.” Jawab Liam ringan dan tanpa beban.
“Apa? Kau gila?”
“Tidak ada yang lebih gila dari seorang pelacur yang membunuh suami dan anaknya sendiri!” Seru Liam, membuat Agatha mundur karena terkejut.
Pria itu mengatakannya dengan kejam dan tanpa perasaan.
“Ibuku bukan pelacur.” Segumpal air mata menggenang di pelupuk mata Agatha.
“Katakan itu pada tembok di belakang kepalamu.” Liam melempar serbetnya ke meja, lalu berdiri dan meninggalkan Agatha.
“Jangan lupa untuk selalu memakainya selama kau berada di rumah ini.” Liam mengatakan kalimat itu tanpa berbalik, kemudian melanjutkan langkah kakinya untuk pergi menjauh.
“Hanya begini saja? Jangan kau kira aku akan menyerah hanya karena hal seperti ini. Seumur hidupku, aku tidak akan berhenti untuk mencari tahu kebenaran tentang kecelakaan itu dan membuktikan kalau ibuku tidak bersalah.” Desis Agatha, mencengkeram seragam maidnya erat-erat.
Agatha lalu meletakkan kotak seragam itu di ranjang kamarnya, mengambil tasnya lalu bergegas untuk pergi dari sana. Liam sedang tidak ada di rumah, jadi mungkin ini adalah kesempatannya untuk keluar dari rumah itu. Bukan untuk melarikan diri, bukan. Namun hari ini Agatha memiliki jadwal pemotretan dengan Juliette, sebuah rumah mode nomer satu di Italia.
“Kontrak dengan Juliette adalah hal besar bagiku, susah payah aku baru bisa mendapatkannya. Soal Liam, aku akan mengurusnya nanti.” Ucap Agatha, berjalan dengan tertatih menuju gerbang utama.
***
“Baiklah, sudah selesai.” Ucap Theo, seorang penata rias terkenal yang baru saja selesai merias wajah Agatha.
“Kupikir kecantikanmu itu hanya rumor yang dibuat-buat. Ternyata kau memang secantik ini, kulitmu juga sangat bagus dan sehat.” Pujinya, membuat Agatha tidak bisa menahan senyuman.
Theo adalah seorang penata rias nomor satu yang selalu dipercaya untuk merias wajah para selebritas terkenal dan wanita-wanita kelas atas di Italia. Agatha cukup beruntung karena Juliette juga bekerja sama dengannya.
“Terima kasih.”
“Jangan merendah. Dengan wajah dan penampilan seperti ini, kau seharusnya bersikap lebih sombong.” Lanjutnya sembari merapikan peralatan make up di kopernya.
“Akan kuusahakan.” Agatha tersenyum pada Theo.
“Bagus. Sekarang keluarlah. Orang-orang di studio pasti sedang menunggumu.” Theo menunjuk ke arah pintu dengan dagunya.
Agatha mengangguk dan setelah memastikan sekali lagi penampilannya di depan cermin, gadis itu segera keluar menuju studio foto.
“Apa yang kau lakukan di sini?” Agatha menoleh dan terkejut bukan main saat mendapati Liam juga berada di sana, di studio foto Juliette.
“Kau sendiri?”
“Jawab saja pertanyaanku.” Agatha tersentak dan susah payah mengumpulkan suaranya sebelum menjawab.
“Aku bekerja untuk Juliette.”
Liam memiringkan kepalanya ke arah Luca yang tampak berbisik kepadanya, lalu mengangguk dengan gerakan pelan dan bijaksana.
“Aku tidak percaya Juliette memiliki selera seburuk ini. Mereka bahkan mengontrakmu selama lima tahun. Tidak bisa dipercaya.” Liam menggelengkan kepalanya dan menatap remeh pada Agatha.
Sementara Agatha hanya dapat menahan kekesalannya di dada. Hari ini dia harus menjaga suasana hatinya tetap baik agar pemotretannya berjalan dengan lancar dan cepat. Dia tidak akan membiarkan pria itu merusaknya.
Meskipun nyatanya salah besar saat Agatha mengatakan hal itu. Faktanya, saat ini dirinya tidak bisa berpose dengan natural di bawah tatapan tajam dan mengintimidasi dari Liam.
“Agatha, ada apa?” Tanya seorang fotografer dengan nada frutasi, ini sudah lebih dari satu jam namun mereka belum mendapatkan satu foto pun yang memuaskan darinya.
“Maaf, maafkan aku.” Agatha menunduk, merasa tidak enak hati.
Sesaat kemudian fotografer tersebut memberi instruksi untuk beristirahat sejenak.
“Penampilanmu hari ini sangat luar biasa, tapi kenapa kau terlihat seperti tidak percaya diri?” Tanya Theo yang langsung menghampirinya untuk memperbaiki riasan di wajahnya.
“Hanya sedikit kurang enak badan.” Agatha memaksa tersenyum.
Namun dari sudut matanya, dia dapat melihat Liam yang masih menatapnya dengan tajam dari tengah studio.
“Meskipun begitu, kau harus tetap bersikap professional. Sekalipun kau tengah sekarat dan akan mati, kau tetap harus menunjukkan penampilan terbaikmu.” Lanjutnya menasihati.
Wajahnya tampak serius saat membenahi riasan di wajah Agatha. Memastikan tidak ada ketidaksempurnaan yang bisa ditangkap oleh kamera fotografer.
“Kau benar.” Agatha menunduk, merasa frustasi pada dirinya sendiri.
“Apa yang kau lihat? Liam Stefano? Sebagai seorang jutawan muda, dia memang tampan dan menarik. Wanita mana yang tidak terpikat olehnya?” Theo menatap ke arah Agatha setelah sempat melirik Liam selama beberapa saat.
“Kau mengenalnya?”
“Orang bodoh mana yang tidak mengenalnya? Dia adalah ‘unicorn’ baru di dunia investasi. Hampir semua perusahaan mode terbesar di Italia berlomba-lomba untuk mendapatkannya.” Ucap Theo penuh kekaguman.
“Sehebat itukah?”
“Begitulah yang kudengar. Dia juga orang yang paling sulit untuk didekati. Bahkan masalah pribadi dan kehidupannya pun tidak bisa diendus oleh media.”
“Kehidupannya?” Agatha mulai tertarik untuk bergosip bersama Theo, setidaknya dia bisa sedikit lebih tahu tentang Liam dari sudut pandang orang lain.
“Ya, orang-orang hanya tahu kalau orang tuanya meninggal akibat kecelakaan. Setelah itu tidak ada lagi. Jadi kalau ada yang mengatakan Liam Stefano memulai bisnis dari nol, aku akan langsung memukul kepalanya dengan sepatu.”
“Kenapa?” Agatha menahan tawa melihat ekspresi Theo yang semakin menggebu-gebu.
“Karena sudah pasti orang tuanya meninggalkan banyak warisan untuknya.” Agatha mengangguk, dirinya lebih tahu dari siapapun untuk yang satu itu.
Ayah tirinya, Carlo Stefano adalah seorang miliarder yang masuk dalam jajaran lima orang terkaya di Italia.
“Kusarankan kau jangan sampai terlibat dengannya.”
“Kenapa?” Agatha menaikkan sebelah alisnya mendegar peringatan halus dari Theo.
“Karena—“
“Agatha, apa kau sudah siap?” Seru sang fotografer dari tengah studio.Theo lalu mengangkat jempolnya ke udara sebagai jawaban.“Baiklah, aku akan melakukannya dengan baik kali ini.” Agatha berbicara pada dirinya sendiri, tangan kanannya menekan dada kirinya sejenak untuk menenangkan debur jantungnya.Setelah itu dia kembali melangkah ke tengah studio untuk melanjutkan pemotretan. Agatha bertekad untuk menyelesaikannya hari ini. Tidak peduli meskipun kakak tirinya berada di sana.“Astaga, aku jadi lupa memberitahunya tadi.” Lanjut Theo, suaranya menguap di udara saat melihat Agatha berjalan menjauhinya.***Agatha tampak kelelahan setelah menyelesaikan pemotretan dengan Juliette selama tiga jam penuh. Apalagi dirinya juga belum menyentuh makanan apapun sejak pagi. Jadi saat pekerjaannya selesai, Agatha segera meraih pasta carbonara dengan daging sapi asap yang sudah disiapkan untuknya.Agatha melahap makanannya dengan cepat, dia harus segera pergi untuk membeli ponsel baru sebelum kem
Agatha sudah hampir kehabisan napas saat suara Luca menginterupsi di belakang Liam.“Tuan Stefano, jangan. Kau bisa membunuhnya.” Liam menarik tangannya dengan keras, meninggalkan Agatha yang seketika terduduk dan terbatuk di lantai sembari memegangi lehernya.“Tidak akan ada yang tahu sekalipun dia mati di rumahku.” Suara Liam samar-samar terdengar di kejauhan.“Palazzo ini terlalu berharga untuk dijadikan tempat pembunuhan.” Sahut Luca.“Kau benar. Kau bawa dia, pastikan bibi Emy mengurusnya dengan benar.” Lanjut Liam sebelum kaki-kaki panjangnya menaiki anak tangga menuju ke lantai dua.Agatha tersenyum miris saat mendengar percakapan kedua pria itu. Mereka membicarakan tentang pembunuhan dengan begitu ringan dan mudahnya.‘Sebenarnya tumbuh menjadi manusia seperti apa kau ini? Bukan hanya dirimu yang kehilangan keluarga dalam kecelakaan itu, tapi aku juga.’ Batin Agatha, menahan air matanya agar tidak jatuh. Dia tidak boleh menangis, Agatha tidak ingin menunjukkan kelemahannya pad
“Maafkan saya, tuan muda. Saya bersalah. Saya hanya terlalu senang karena—awh! Sakit.” Serunya saat Liam dengan sengaja menarik kasar nampan berisi kopi dari tangan Agatha hingga jatuh, dan cairan pekat yang masih panas itu seketika meluncur jatuh mengenai tangan maid muda itu, membuatnya meringis dan mengibaskan tangannya yang memerah dan hampir melepuh.“Apa yang kau lakukan?” Agatha melotot tak percaya.“Itulah akibatnya kalau tidak mematuhi aturan.” Ucapnya dengan dingin dan kejam.“Kau bisa mengatakannya baik-baik tanpa harus menyakiti tangan orang lain.”“Sejak kapan aku peduli? Jangan bertindak seolah kau adalah pahlawan. Karena di sini, statusmu sama saja dengannya. Kecuali—kau juga ingin mencobanya?” Agatha tersentak.Melihat dari ekspresi Liam saat ini, bukan tidak mungkin pria itu akan melakukan ancamannya.“Ikuti saja aturan mainnya kal
“Nona Agatha, senang bisa bertemu denganmu lagi.” Pria setengah baya itu—Oliver, menelusuri Agatha dari segala sisi.“Aku senang bisa bertemu lagi dengan paman. Paman masih terlihat sama seperti 14 tahun yang lalu.”Agatha kembali mengingat pertemuan terakhirnya dengan pria bernama Oliver itu. Hari saat keluarganya dimakamkan. Oliver adalah orang yang membelanya dan menyelamatkannya dari amukan Liam saat itu. Pria itu juga yang lalu membawanya keluar dari rumah lamanya.Setelah itu mereka tidak pernah bertemu lagi hingga sekarang.“Aku senang sekali nona tumbuh dengan baik.”“Terima kasih, paman. Oh, ya. Apa yang paman lakukan di sini?”“Tuan Liam menyuruhku untuk mengantar nona.”“Mengantarku?” Agatha menunjuk dirinya sendiri dengan terkejut.“Ya. Bukankah kau adalah seorang selebritis sekarang? Akan sangat berbahaya kalau orang terkenal sepert
“Amelie?” Agatha membelalak saat mendapati Amelie berada di studio Juliette, dia lalu berlari dan menghambur ke dalam pelukan gadis itu.“Amelie, kau baik-baik saja? Apa ayahku melukaimu? Atau melakukan hal buruk padamu?” Amelie menggeleng dan tersenyum mendengar rentetan pertanyaan Agatha.“Syukurlah, aku sangat mencemaskanmu.”“Aku tahu.” Gadis bernama Amelie itu menepuk pelan punggung Agatha yang memeluknya.“Ayahku pasti marah besar saat mengetahui aku kabur di hari pernikahan.” Agatha memelankan suaranya saat mengatakan kalimat terakhirnya.“Begitulah. Aku akan menceritakannya setelah kau menyelesaikan pekerjaanmu.” Agatha mengangguk setuju dan segera kembali ke posisinya.***“Jadi, Agatha. Bisakah kau memberitahuku dimana kau tinggal beberapa hari ini? Ayahmu bahkan tidak bisa melacakmu karena kau tidak membawa apapun saat pergi.” Agatha dan Ame
Dalam beberapa langkah cepat, Liam membawa Agatha masuk ke dalam kamar mandi. Lalu mendorongnya masuk ke bath up tanpa melepaskan cengkeraman tangannya.“Ini kan yang kau inginkan? Aku akan dengan senang hati mengabulkannya.” Liam menyeringai saat melihat gelembung udara memenuhi permukaan air di bath up, mengabaikan gerakan tangan Agatha yang tak beraturan untuk meraih apapun di atasnya.Liam seolah mati rasa, dirinya sama sekali tidak bergeming saat menyaksikan Agatha berada di ambang kematian. Sementara Agatha merasakan air dingin dari bath up mengitarinya, merampas kehangatan terakhir dari tubuhnya dan keinginan terakhirnya untuk bertahan hidup. Setitik ironi muncul dalam pikirannya saat mengetahui dirinya akan mati dengan cara seperti ini.Sebelumnya, Agatha berhasil lolos dari kecelakaan maut yang terjadi 14 tahun yang lalu. Dia bahkan lolos dari pernikahan buta yang direncanakan oleh ayahnya. Tapi sekarang, dirinya malah akan
“Daripada kau memikirkan bagaimana aku bisa menangkap basah kalian secepat ini. Lebih baik kau pikirkan cara untuk membawanya kembali. Karena kalau sampai aku yang melakukannya—““Tidak, tuan. Jangan sakiti dia, kumohon! Kau bisa melampiaskan semuanya padaku. Agatha sama sekali tidak bersalah.”“Menyakitinya?” Liam menarik kasar sebelah alisnya sembari mengayunkan tangannya untuk mencengkeram kerah pakaian Oliver.“Aku tidak sejahat itu untuk menyakitinya—“ Liam menggantung ucapannya.“Tapi idemu itu bagus juga. Aku mungkin bisa melakukannya padamu, dengan begitu, Agatha akan merasa bersalah seumur hidupnya. Bukankah itu hal yang bagus?” Kedua mata Oliver membola mendengar kalimat itu diucapkan dengan begitu tenang dan tanpa berkedip.“Tidak, tuan. Jangan! Agatha sudah cukup menderita. Kumohon jangan menyakitinya lagi.”“Karena kau sangat peduli padanya
“Kau tidak mengenalku dengan baik, Agatha. Aku bukanlah orang yang pandai bersabar. Dan yang pasti, aku selalu menantikan momen ini selama 14 tahun lamanya.” Liam menaikkan sebelah alisnya.“Kau tidak boleh bercanda untuk sesuatu yang berkaitan dengan nyawa seseorang.” Agatha mulai merasa cemas, menyadari keseriusan Liam untuk melakukan ucapannya.“Aku bisa menjadikannya serius kalau kau ingin tahu.”Agatha terkejut dengan perubahan emosi Liam yang secepat kilat. Pria itu memang memiliki temperamen yang buruk. Hanya saja Agatha baru percaya sekarang setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri.“Liam, bisakah kita berdamai dengan masa lalu dan hidup normal sebagai keluarga?”“Hidup dengan normal katamu? Aku sudah lama kehilangan kehidupan normalku setelah ibumu yang jalang itu membunuh keluargaku!”“Ibuku bukan orang seperti itu!” Teriak Agatha, merasa tidak tahan saat
Agatha tidak pernah menyangka kebahagiaan yang sesunguhnya akan datang seperti ini. Hingga membuatnya berkali-kali meyakinkan diri kalau semua yang terjadi bukanlah mimpi. Rasanya masih seperti kemarin dia bertemu dengan Liam untuk pertama kalinya setelah perpisahan selama 14 tahun. Rasanya baru kemarin juga mereka menikah dan menghadapi berbagai cobaan dan segala kesalahpahaman.Dan rasanya, seperti baru kemarin juga mereka bertemu kembali setelah perpisahan kedua selama lima tahun. Setelah melewati semua perjalanan panjang itu, akhirnya dia bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Liam sudah berubah 180 derajat dari saat pertama kali mereka bertemu.Pria itu selalu memanjakan dan menunjukkan rasa cintanya setiap saat, setiap hari. Dia juga menepati janjinya untuk selalu memprioritaskan keluarganya, membahagiakan Agatha dan anak-anaknya. Liam bahkan dengan tulus memindahkan makam ibunya di samping makan ayah dan kakaknya di rumah lama mereka, tidak lagi memisah
“Kukira aku tidak akan pernah puas jika menyangkut dirimu. Bukankah aku sudah sering mengatakannya?” Liam memainkan jari jemarinya di bahu telanjang Agatha.“Kuharap Noah tidak akan pernah menemukan kita dalam keadaan seperti ini.”“Tidak akan. Aku sudah mewanti-wanti Bibi Emy untuk ‘menjaganya’ dengan baik. Kalau sampai bocah itu lolos, aku akan memecatnya.”“Kau ini, masih saja suka sembarangan memecat orang.” Agatha memutar bola matanya malas, menanggapi sikap Liam yang masih suka seenaknya sendiri.***Sudah berminggu-minggu berlalu. Noah sudah mulai bisa beradaptasi hidup di lingkungan Cedar Hills yang dipenuhi dengan vila-vila orang kaya dengan jarak yang sangat jauh antar satu vila dengan vila lainnya. Kehidupannya sama sekali berbeda dengan saat dirinya masih tinggal di Borghetto.Di tempat tingal lamanya, rumah tetangganya berjarak tidak begitu jauh. Namun di Cedar Hills, Noah harus menerima kenyataan kalau dirinya bahkan tidak memiliki tetangga. Setelah pindah ke Como, ayahn
“Tentu saja aku tahu. Aku juga tahu makanan kesukaan semua orang di rumah ini.”“Sungguh?”“Bibi Emy adalah koki terbaik di sini. Kalau kau ingin makan sesuatu, tinggal katakan saja padanya.” Sahut Liam.“Hebat. Ayah bahkan memiliki seorang koki pribadi!”“Baiklah, kau sudah mendapatkan kamarmu. Sekarang giliran ayah mengantar ibumu ke kamar.”“Hm, bersikap baiklah padanya.”“Bibi Emy, tolong jaga dia dengan baik. Pastikan dia tidak tiba-tiba muncul di kamarku.” Ucap Liam memperingati.“Baik, Tuan Stefano.” Bibi Emy mengangguk dan tersenyum, paham betul dengan maksud perkataan majikannya itu.***“Apa Noah menyukai kamar barunya?” Tanya Agatha tanpa memalingkan pandangannya dari kebun lily putih di hadapannya.“Dia sangat menyukainya. Sekarang dia sedang menikmati tortellini cokelat kesukaannya.” Jawab Liam, pria itu berjalan mendekati Agatha dan melingkarkan tangannya posesif di pinggang istrinya.“Baguslah.” Responsnya singkat.“Kau baru tiba beberapa menit di sini dan langsung meli
“Itu—sama sekali bukan urusanku.” Liam menyeringai, menikmati pemandangan menyedihkan dari orang-orang yang telah berlaku buruk pada anak dan istrinya selama lima tahun ini.“Bukankah kalian juga bersikap tidak adil pada Agatha dan Noah saat mereka tidak memiliki apa pun?”“Tuan Stefano, mohon maafkan kesalahan kami di masa lalu. Tidak bisakah kau melupakannya dan—”“Tidak. Sudah kukatakan aku bukan orang pemaaf, jadi jangan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin bisa kulakukan.” Liam menggamit lengan Agatha dan membawanya pergi dari sana, mengabaikan rintihan orang-orang yang memohon padanya.Liam tidak peduli, baginya orang-orang yang bersalah pantas untuk dihukum dan menerima karma mereka. Sama sekali tidak layak untuk dimaafkan. Orang-orang itu layak untuk menuai apa yang telah mereka tabor. Sekaligus sebagai peringatan bagi yang lainnya, kalau tidak boleh sembarangan memperlakukan orang lai
“Sejak awal aku sudah menyadari kemiripanku denganmu, hanya saja aku tidak ingin terlalu berharap. Aku takut kalau kenyataannya tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Jadi aku memilih menunggu sampai kau memberitahuku lebih dulu.”Liam menjulurkan tangan untuk mengusap wajah Noah yang sudah basah oleh air mata.“Sekarang dengarkan baik-baik. Aku adalah ayahmu. Ayah yang mencintai dan sangat menginginkanmu. Kau akan selalu menjadi lebih penting daripada hidupku sendiri. Ingat itu baik-baik, oke?” Noah mengangguk mendengar penjelasan ayahnya.“Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke sekolah.”“Tidak mau.” Liam mengerutkan keningnya mendengar penolakan Noah.“Aku tidak ingin berada di sekolah itu lagi. Ayah juga mengatakan kemarin kalau aku bisa mendapatkan sekolah yang lebih baik dari sekolahku yang di sini.”“Itu memang benar. Ayah akan mengantarmu ke sekolah bu
“Aku tidak mau.” Agatha menarik diri sepenuhnya dari berpelukan dengan Liam.“Kenapa?” Tanya pria itu bingung.“Usiaku sudah 29 tahun sekarang.”“Di mataku, kau terlihat jauh lebih muda dan cantik dari gadis muda mana pun.”“Aku hanya akan hamil satu kali lagi. Apa kau keberatan? Atau mau mencari wanita lain untuk memenuhi keinginanmu yang ingin memiliki banyak anak itu?”Liam menarik napas dalam sebelum menjawab, berusaha tidak ada kesalahan pengucapan dan membuat Agatha berubah pikiran.“Terserah kau saja. Berapa pun tidak masalah. Bagiku, asalkan bisa hidup dan menua bersamamu, itu saja sudah cukup. Keinginanku yang paling besar sekarang adalah menjalani hidup denganmu dan juga Noah. Dan berusaha memprioritaskan kebahagiaan kalian berdua.”“Kata-katamu terdengar manis, dari mana kau mempelajarinya?”“Aku mempelajarinya darimu.” Li
“Kau penyihir kecil menantang dengan segala kebaikannya. Dan juga istri yang kucintai. Sangat-sangat kucintai.” Jawabnya.“Kau sudah mengatakannya kemarin.”“Aku akan lebih sering lagi mengatakannya. Sesering mungkin.” Liam tak lagi menyangkal perasaannya, dan dia akan berusaha sejujur mungkin, terutama untuk membuat Agatha tetap di sisinya.Agatha merasa tubuhnya panas dan berkeringat, namun Liam dengan gerakan cepat bangkit dan meraup tubuhnya kembali dalam pelukan. Liam menciumnya, Agatha secara sadar dan sukarela membalas ciumannya.Saat tiba-tiba Liam menghentikan ciumanya, pria itu mendesah di atas bibir Agatha yang peka. Dia mengangkat kedua tangannya dan menangkup wajah Agatha, mata abu-abunya yang gelap penuh dengan hasrat yang menuntut tanggapan positif.“Aku tak akan pernah merasa puas akan dirimu, Tesoro—sayang. Kumohon, pulanglah bersamaku.”Dada Agatha serasa direma
“Anggap saja begitu. Agar rencana balas dendamku ini berjalan lancar, sebaiknya kau ikut pulang bersamaku. Dengan begitu aku bisa menghukummu—tidak—menghamilimu sebanyak yang bisa kau terima.”“Dasar kau mesum.”“Kau kira mudah menahan diri selama lima tahun?”“Siapa suruh kau tidak mencari pelampiasan lain. Dengan kualifikasimu, pasti banyak wanita yang tertarik.”“Kau pikir aku pria seperti apa? Aku adalah pria yang sudah menikah. Aku tidak ingin mengotori diriku dengan berselingkuh!”Sekarang Agatha yakin wajahnya pasti sudah sangat merah. Kenyataan bahwa suaminya tidak menginginkan wanita lain selain dirinya terdengar cukup melegakan.“Aku akan melihat Noah dulu.” Agatha berusaha menghindari Liam dengan menjadikan putranya sebagai alasan.Sejujurnya, dia merasa perlu membujuk anak itu agar tidak terlalu memusuhi Liam. Agatha paham dengan sikap Noah
Merasa malu karena terpergok oleh putranya sendiri tengah melakukan perbuatan tidak senonoh.“Oh, maafkan aku, Agatha. Apa kami datang di saat yang tidak tepat? Haruskah aku membawa Noah pergi lagi?” Tanya Frank dengan hati-hati, pria itu kesulitan berkata-kata melihat tatapan Liam yang setajam pisau.“Kukira paman orang yang baik, ternyata kau lebih mesum dari pria mana pun yang mencoba mendekati ibuku.” Noah segera berlari ke arah keduanya, lalu memberikan beberapa tinju pada Liam, membuat pria itu terhuyung ke belakang akibat serangan dadakan itu.“Apa yang kau lakukan?” Liam berusaha menghalau tangan Noah kecil yang bergerak sangat cepat ke arahnya.“Aku membencimu, karena sudah berani mencium ibuku. Aku akan memukulmu dan menendang pantatmu!” Teriaknya dengan amarah yang meluap-luap.“Agatha.” Liam menatap Agatha seolah meminta pertolongan.“Berhentilah kalian berdua.&rdq