Tangan Agatha bergetar di sisi tubuhnya, ketika menyadari pengetahuan Francesca tentang masa lalunya dengan Liam.
“Benarkah? Aku akan menantikannya.” Ucap Agatha setelah berhasil menguasai dirinya.
Francesca mundur selangkah, kekesalannya membuncah karena gagal memprovokasi Agatha. Dalam hati bertanya-tanya, dari mana Agatha mendapatkan ketenangan sebesar itu.
“Akan kupastikan kau membayar semua yang sudah kau lakukan padaku!” Seru Francesca.
“Jadi bisakah kau segera enyah dari hadapan temanku?” Francesca melihat ke belakang dan mendapati Candice tengah berdiri dengan anggun sembari melipat kedua tangan di dada.
“Siapa kau?” Francesca tidak mengenal Candice, hanya saja, dari melihat dari penampilannya, Francesca yakin Candice bukanlah orang sembarangan.
“Kurasa, aku perlu memperkenalkan diri pada musuh temanku.” Candice melihat Francesca dengan angkuh.
“Teman?” Ca
“Tidak. Jangan. Kita bertemu di luar saja.”“Tenang saja, Liam tidak akan berani macam-macam denganku.”Agatha mengerutkan kening.“Karena aku adalah temanmu, bukan orang yang akan membawamu kabur darinya.” Candice tertawa saat melihat wajah polos Agatha.“Aku tidak yakin.” Agatha terdengar ragu-ragu.“Sudahlah, akhir minggu ini, bagaimana pun caranya, aku pasti akan membawamu keluar.” Candice mengerlingkan mata.***Candice benar-benar menepati janjinya untuk datang menjemput Agatha di Cedar Hills. Dia bahkan meminta ijin secara langsung pada Liam untuk membawa Agatha pergi. Dan tanpa Agatha sangka-sangka, Liam mengabulkannya tanpa konfrontasi apapun!Agatha jadi penasaran, bagaimana cara Candice berbicara dengan pria itu. Sementara dirinya sendiri tidak pernah diijinkan keluar dari palazzo kecuali untuk bekerja.“Jadi, kemana kita akan pergi?”
“Aku tidak mempekerjakanmu untuk melakukan kebodohan seperti itu.” Suara Liam meninggi akibat emosi yang memuncak.“Maafkan aku, Tuan Stefano. Aku memang bersalah.”“Apa kau tahu akibat dari kebodohanmu ini?” Mata pria itu berkilat marah, dan Liam melampiaskanya dengan menendang kaki Luca, membuat asissten pribadinya itu tersungkur di hadapannya.Sementara Luca tidak dapat mengatakan apapun. Dirinya hanya menggeleng sembari menatap lantai di bawahnya.“Aku memerkosanya! Aku sudah menjadi pria bejat dan brengsek berkatmu.” Napas Liam memburu, rahangnya mengeras dan tanpa sadar dia menggigit pipi bagian dalamnya.Kedua tangan Liam kembali mengepal dan bersiap menghajar Luca kembali hingga babak belur. Liam perlu melampiaskan kemarahannya, dan Luca adalah satu-satunya orang yang harus bertanggung jawab.“Tapi—bukankah kalian adalah suami istri, apakah itu bisa disebut pemerkosaan?&rdqu
“Aku. Aku orangnya.”“Kau pasti tidak akan menyangka kalau manajer sekaligus orang terdekatmu adalah orang yang telah berkali-kali tidur dengan kekasihmu. Bahkan membantu ayahmu untuk menyelenggarakan pernikahanmu dengan Matteo.”“Kau—““Sekarang kau sudah tahu semuanya, untuk apa ditutup-tutupi lagi. Lagipula seharusnya kau berterima kasih padaku, karena telah menggantikanmu untuk tidur dengan Dario. Bukankah selama ini kau bersikeras menjaga dirimu agar tetap perawan?” Amelie menunjukkan senyum mengejek pada Agatha.“Sepertinya aku memang bodoh dalam menilai orang. Aku tidak bisa mengenali musuhku sendiri, padahal selama ini dia berada sangat dekat denganku.”“Begitulah, Agatha. Roda kehidupan akan selalu berputar, kau harus merasakan pahitnya berada di posisiku setidaknya sekali seumur hidup.”“Tidak, aku tidak akan membiarkan diriku berada di level rendah
“Tuan Stefano, pesawat anda sudah siap.” Suara Luca mengiterusi di belakang Agatha.Agatha dengan cepat melepaskan diri dari Liam, mendongak untuk menatap pria itu. Apakah otot rahangnya yang bergerak-gerak, matanya yang berkilat geli dan yakin, atau lekukan bibirnya? Insting Agatha mengatakan kalau Liam sengaja mempermainkannya.“Pesawat?” Tanyanya sembari memincingkan mata curiga.“Apa kau berpikir, kita akan bepergian dengan pesawat komersil?” Liam tertawa pendek dengan jantan sebelum dirinya menuruni anak tangga dengan langkah panjang.“Ah, benar. Pesawat pribadi. Kenapa aku melupakan hal itu.” Agatha menarik napas sebelum menyusul Liam menuju helipad, tempat di mana pesawat mereka sudah menunggu.Setelah terbang selama beberapa jam, akhirnya mereka akan mendarat di bandar udara Ibiza. Agatha melihat ke jendela dan tidak dapat menyembunyikan kekagumannya saat matanya menatap hamparan l
Agatha membelokkan kudanya lalu menghentikannya di depan Liam dengan mata lebar dan menyeringai. Matanya lebih terlihat menantang dan berbinar, Liam bahkan bisa melihat dengan jelas semburat kemerahan di kedua pipi gadis itu.Ketika kuda itu tiba-tiba mendongak dan menendang-nendang udara, Agatha tersentak dan kehilangan kendali. Dirinya nyaris jatuh ke tanah kalau saja Liam tidak segera menangkapnya.“Tenanglah, sudah dikendalikan.” Liam berbicara setelah memastikan seseorang datang menangani Darson.“Syukurlah.” Agatha menarik napas dalam, berusaha menenangkan diri.“Darson adalah kuda yang tidak mudah didekati, apalagi oleh orang asing. Aku heran, bagaimana kau bisa menungganginya dengan begitu mudah.” Liam menaikkan sebelah alisnya.“Tidak juga. Dia bahkan langsung bereaksi seperti itu saat melihatmu.” Agatha menunduk, merasa malu karena telah berani menggunakan kuda pria itu tanpa ijin.&l
“Aku mau ke toilet, apa kau masih akan menahanku?” Liam mengernyit, setelahnya tertawa seperti orang bodoh.Pria itu menjadi posesif tanpa dia sadari.Dan saat Agatha kembali, dirinya mendapati Francesca berada di sana. Bersama Liam di meja VIP tempat pertama kali mereka datang. Merasa sakit hati dan dipermainkan, Agatha memilih untuk kembali ke vila bersama Luca.“Kau bodoh, Agatha. Benar-benar bodoh.” Agatha menangis dalam diam, sementara Luca hanya diam menyaksikan dari balik kaca spion.Sama sekali tidak berniat mengganggu kesedihan Agatha.“Kita langsung pulang saja.” Ucapnya kemudian.“Baik, nyonya.” Luca segera menginjak pedal gas melesat pergi meninggalkan lobi.***“Apa yang kau lakukan di sini?” Tanya Candice, saat mendapati keberadaan Francesca di sana.“Menemui tunanganku, apalagi.” Francesca mengendikkan bahunya acuh.“Di ma
Liam perlahan membuka mata, tatapannya sayu, dan pria itu sempat menyeringai sebelum salah satu tangannya menarik leher belakang Agatha untuk mendekat ke arahnya. Agatha mendelik, Liam menciumnya, pelan dan mendamba.Dalam kondisi mabuk seperti ini pun, pria itu masih dapat mengatur kendali dirinya sendiri.“Tidak, Liam. Jangan.”“Sssst, aku menginginkanmu.” Dalam satu gerakan cepat, keduanya sudah berpindah posisi, Liam berhasil menempatkan Agatha di bawah kungkungannya.“Kau mabuk. Kau akan menyesal.” Agatha menatap tajam Liam saat pria itu berada sangat dekat dengannya.“Tidak akan.”“Liam, kumohon.” Liam mengunci kedua tangan Agatha di sisi kepalanya.“Nikmati saja.” Bisiknya di bibir Agatha.Agatha menggigit bibirnya kuat-kuat saat Liam menjatuhkan mulut di lehernya, memainkan lidah dan sesekali menyesapnya. Lalu tersenyum puas saat berhasil meninggalk
Pagi harinya…Agatha masih terbaring diam, sepenuhnya sadar akan tubuh Liam yang memeluk tubuhnya, juga lengan jantan dan kuat yang menahannya. Bahkan dalam tidur pun, Liam membuat dominasinya terasa nyata.“Setelah ini apa?” Pikirnya.Semalam, Liam telah menyenangkan hatinya dengan berbagai cara, dan Liam telah melakukannya sesukanya.Dengan perlahan dan hati-hati, Agatha mengangkat lengan Liam sedikit sehingga menyisakan cukup ruang untuk menyelip turun dari bawah lengan pria itu. Setelah berhasil keluar dari ranjang, Agatha bergegas mengenakan pakaiannya.Agatha baru saja selesai mengancingkan kemeja Liam yang dipakainya ketika namanya dipanggil, membuatnya jantungnya nyaris copot.“Agatha, apa yang kau lakukan di sini?” Nada suara Liam bukan suara yang dalam dan menggoda, seperti pencinta yang puas semalam. Suara itu tajam, kasar, menuntut.Agatha gelisah dan takut, apakah pria itu marah karena dirin
Agatha tidak pernah menyangka kebahagiaan yang sesunguhnya akan datang seperti ini. Hingga membuatnya berkali-kali meyakinkan diri kalau semua yang terjadi bukanlah mimpi. Rasanya masih seperti kemarin dia bertemu dengan Liam untuk pertama kalinya setelah perpisahan selama 14 tahun. Rasanya baru kemarin juga mereka menikah dan menghadapi berbagai cobaan dan segala kesalahpahaman.Dan rasanya, seperti baru kemarin juga mereka bertemu kembali setelah perpisahan kedua selama lima tahun. Setelah melewati semua perjalanan panjang itu, akhirnya dia bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Liam sudah berubah 180 derajat dari saat pertama kali mereka bertemu.Pria itu selalu memanjakan dan menunjukkan rasa cintanya setiap saat, setiap hari. Dia juga menepati janjinya untuk selalu memprioritaskan keluarganya, membahagiakan Agatha dan anak-anaknya. Liam bahkan dengan tulus memindahkan makam ibunya di samping makan ayah dan kakaknya di rumah lama mereka, tidak lagi memisah
“Kukira aku tidak akan pernah puas jika menyangkut dirimu. Bukankah aku sudah sering mengatakannya?” Liam memainkan jari jemarinya di bahu telanjang Agatha.“Kuharap Noah tidak akan pernah menemukan kita dalam keadaan seperti ini.”“Tidak akan. Aku sudah mewanti-wanti Bibi Emy untuk ‘menjaganya’ dengan baik. Kalau sampai bocah itu lolos, aku akan memecatnya.”“Kau ini, masih saja suka sembarangan memecat orang.” Agatha memutar bola matanya malas, menanggapi sikap Liam yang masih suka seenaknya sendiri.***Sudah berminggu-minggu berlalu. Noah sudah mulai bisa beradaptasi hidup di lingkungan Cedar Hills yang dipenuhi dengan vila-vila orang kaya dengan jarak yang sangat jauh antar satu vila dengan vila lainnya. Kehidupannya sama sekali berbeda dengan saat dirinya masih tinggal di Borghetto.Di tempat tingal lamanya, rumah tetangganya berjarak tidak begitu jauh. Namun di Cedar Hills, Noah harus menerima kenyataan kalau dirinya bahkan tidak memiliki tetangga. Setelah pindah ke Como, ayahn
“Tentu saja aku tahu. Aku juga tahu makanan kesukaan semua orang di rumah ini.”“Sungguh?”“Bibi Emy adalah koki terbaik di sini. Kalau kau ingin makan sesuatu, tinggal katakan saja padanya.” Sahut Liam.“Hebat. Ayah bahkan memiliki seorang koki pribadi!”“Baiklah, kau sudah mendapatkan kamarmu. Sekarang giliran ayah mengantar ibumu ke kamar.”“Hm, bersikap baiklah padanya.”“Bibi Emy, tolong jaga dia dengan baik. Pastikan dia tidak tiba-tiba muncul di kamarku.” Ucap Liam memperingati.“Baik, Tuan Stefano.” Bibi Emy mengangguk dan tersenyum, paham betul dengan maksud perkataan majikannya itu.***“Apa Noah menyukai kamar barunya?” Tanya Agatha tanpa memalingkan pandangannya dari kebun lily putih di hadapannya.“Dia sangat menyukainya. Sekarang dia sedang menikmati tortellini cokelat kesukaannya.” Jawab Liam, pria itu berjalan mendekati Agatha dan melingkarkan tangannya posesif di pinggang istrinya.“Baguslah.” Responsnya singkat.“Kau baru tiba beberapa menit di sini dan langsung meli
“Itu—sama sekali bukan urusanku.” Liam menyeringai, menikmati pemandangan menyedihkan dari orang-orang yang telah berlaku buruk pada anak dan istrinya selama lima tahun ini.“Bukankah kalian juga bersikap tidak adil pada Agatha dan Noah saat mereka tidak memiliki apa pun?”“Tuan Stefano, mohon maafkan kesalahan kami di masa lalu. Tidak bisakah kau melupakannya dan—”“Tidak. Sudah kukatakan aku bukan orang pemaaf, jadi jangan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin bisa kulakukan.” Liam menggamit lengan Agatha dan membawanya pergi dari sana, mengabaikan rintihan orang-orang yang memohon padanya.Liam tidak peduli, baginya orang-orang yang bersalah pantas untuk dihukum dan menerima karma mereka. Sama sekali tidak layak untuk dimaafkan. Orang-orang itu layak untuk menuai apa yang telah mereka tabor. Sekaligus sebagai peringatan bagi yang lainnya, kalau tidak boleh sembarangan memperlakukan orang lai
“Sejak awal aku sudah menyadari kemiripanku denganmu, hanya saja aku tidak ingin terlalu berharap. Aku takut kalau kenyataannya tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Jadi aku memilih menunggu sampai kau memberitahuku lebih dulu.”Liam menjulurkan tangan untuk mengusap wajah Noah yang sudah basah oleh air mata.“Sekarang dengarkan baik-baik. Aku adalah ayahmu. Ayah yang mencintai dan sangat menginginkanmu. Kau akan selalu menjadi lebih penting daripada hidupku sendiri. Ingat itu baik-baik, oke?” Noah mengangguk mendengar penjelasan ayahnya.“Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke sekolah.”“Tidak mau.” Liam mengerutkan keningnya mendengar penolakan Noah.“Aku tidak ingin berada di sekolah itu lagi. Ayah juga mengatakan kemarin kalau aku bisa mendapatkan sekolah yang lebih baik dari sekolahku yang di sini.”“Itu memang benar. Ayah akan mengantarmu ke sekolah bu
“Aku tidak mau.” Agatha menarik diri sepenuhnya dari berpelukan dengan Liam.“Kenapa?” Tanya pria itu bingung.“Usiaku sudah 29 tahun sekarang.”“Di mataku, kau terlihat jauh lebih muda dan cantik dari gadis muda mana pun.”“Aku hanya akan hamil satu kali lagi. Apa kau keberatan? Atau mau mencari wanita lain untuk memenuhi keinginanmu yang ingin memiliki banyak anak itu?”Liam menarik napas dalam sebelum menjawab, berusaha tidak ada kesalahan pengucapan dan membuat Agatha berubah pikiran.“Terserah kau saja. Berapa pun tidak masalah. Bagiku, asalkan bisa hidup dan menua bersamamu, itu saja sudah cukup. Keinginanku yang paling besar sekarang adalah menjalani hidup denganmu dan juga Noah. Dan berusaha memprioritaskan kebahagiaan kalian berdua.”“Kata-katamu terdengar manis, dari mana kau mempelajarinya?”“Aku mempelajarinya darimu.” Li
“Kau penyihir kecil menantang dengan segala kebaikannya. Dan juga istri yang kucintai. Sangat-sangat kucintai.” Jawabnya.“Kau sudah mengatakannya kemarin.”“Aku akan lebih sering lagi mengatakannya. Sesering mungkin.” Liam tak lagi menyangkal perasaannya, dan dia akan berusaha sejujur mungkin, terutama untuk membuat Agatha tetap di sisinya.Agatha merasa tubuhnya panas dan berkeringat, namun Liam dengan gerakan cepat bangkit dan meraup tubuhnya kembali dalam pelukan. Liam menciumnya, Agatha secara sadar dan sukarela membalas ciumannya.Saat tiba-tiba Liam menghentikan ciumanya, pria itu mendesah di atas bibir Agatha yang peka. Dia mengangkat kedua tangannya dan menangkup wajah Agatha, mata abu-abunya yang gelap penuh dengan hasrat yang menuntut tanggapan positif.“Aku tak akan pernah merasa puas akan dirimu, Tesoro—sayang. Kumohon, pulanglah bersamaku.”Dada Agatha serasa direma
“Anggap saja begitu. Agar rencana balas dendamku ini berjalan lancar, sebaiknya kau ikut pulang bersamaku. Dengan begitu aku bisa menghukummu—tidak—menghamilimu sebanyak yang bisa kau terima.”“Dasar kau mesum.”“Kau kira mudah menahan diri selama lima tahun?”“Siapa suruh kau tidak mencari pelampiasan lain. Dengan kualifikasimu, pasti banyak wanita yang tertarik.”“Kau pikir aku pria seperti apa? Aku adalah pria yang sudah menikah. Aku tidak ingin mengotori diriku dengan berselingkuh!”Sekarang Agatha yakin wajahnya pasti sudah sangat merah. Kenyataan bahwa suaminya tidak menginginkan wanita lain selain dirinya terdengar cukup melegakan.“Aku akan melihat Noah dulu.” Agatha berusaha menghindari Liam dengan menjadikan putranya sebagai alasan.Sejujurnya, dia merasa perlu membujuk anak itu agar tidak terlalu memusuhi Liam. Agatha paham dengan sikap Noah
Merasa malu karena terpergok oleh putranya sendiri tengah melakukan perbuatan tidak senonoh.“Oh, maafkan aku, Agatha. Apa kami datang di saat yang tidak tepat? Haruskah aku membawa Noah pergi lagi?” Tanya Frank dengan hati-hati, pria itu kesulitan berkata-kata melihat tatapan Liam yang setajam pisau.“Kukira paman orang yang baik, ternyata kau lebih mesum dari pria mana pun yang mencoba mendekati ibuku.” Noah segera berlari ke arah keduanya, lalu memberikan beberapa tinju pada Liam, membuat pria itu terhuyung ke belakang akibat serangan dadakan itu.“Apa yang kau lakukan?” Liam berusaha menghalau tangan Noah kecil yang bergerak sangat cepat ke arahnya.“Aku membencimu, karena sudah berani mencium ibuku. Aku akan memukulmu dan menendang pantatmu!” Teriaknya dengan amarah yang meluap-luap.“Agatha.” Liam menatap Agatha seolah meminta pertolongan.“Berhentilah kalian berdua.&rdq