Aku terbangun dari tidurku karena mendengar derap kaki yang terburu-buru. Aku melihat sebuah bayangan hitam dan besar di kegelapan.
"Rudy?" Panggilku.
Aku menunggunya kembali dan tertidur di atas sofa yang besar di dalam kamarnya. Aku duduk di atas sofa dan melihatnya berdiri terpaku melihat ke arahku.
"Kau di sini." Katanya dan menghampiriku dan berlutut di hadapanku menjatuhkan kepalanya di atas pangkuanku.
Aku menyentuh kepalanya dan membelai rambutnya. "Ya. Aku di sini." Jawabku tidak yakin. "Kau baik-baik saja?"
Dia mengangguk dan mengangkat kepalanya dari pangkuanku dan menatapku. "Aku mencintaimu."
"Aku tahu dan itu bukan masalah. Aku tidak akan membuatmu memili. Aku hanya menginginkan agar kau bahagia. Kau pantas untuk bahagia. Kau tidak perlu mengkhawatirkan aku. Aku kuat. Aku bisa melakukan ini seorang diri."
"Apa?" Tanyanya bingung.
'Aku bicara denga ayahku hari ini.Aku tahu semuanya. Memang sulit untuk di pahami tap
Rudy memegang tanganku saat aku sibuk membolak-balik majalah di ruang tunggu untuk mengontrol kehamilan. Semua gambar popok dan benda bayi lainnya yang menakutkanku seperti kotoran bayi. Aku tidak mengatakan padanya tapi kenyataannya hal-hal yang menyangkut bayi mulai mebuatku takut."Aileen Adira." Seorang perawat memanggil namaku."Itu kita." Kataku sambil tersenyum pada Rudy sebelum berdiri.Dia tidak melepaskan tanganku saat aku membawa kami ke ruang pemeriksaan. Beberapa kali perawat melirik ke arah Rudy."Di sini." Kata perawat, mundur ke belakang dan membiarkan kau masuk ke dalam ruangan. "Silahkan lepaskan semua pakaian dan ganti dengan baju ini. Dokter akan melakukan pemeriksaan menyeluruh hari ini." Perawat itu berhenti dan melihat pada Rudy. "Apa tidak masalah jika orang ini ada di sini?"Aku tersenyum dan kembali melihat Rudy. "Ya, orang ini adalah ayah si bayi."Perawat berdiri dan memberikan senyum lega. "Itu bagus
Tanpa riasan dan jaket kulit hitam, dia terlihat seperti Rudy. Aku harus bergerak cepat untuk mengikuti Rudy yang menggenggam tanganku erat-erat saat dia berjalan cepat untuk keluar dan melewati beberapa orang di bar. Ayahnya memimpin jalan. Aku tidak yakin apakah Rudy senang melihatnya atau tidak. Satu-satunya interaksi yang mereka lakukan adalah Rudy menganggukkan kepalanya ke arah pintu keluar. Dia jelas tidak ingin ada pembicaraan ini memiliki penonton.Kenzo Adhitama, aktor paling terkenal, berhenti beberapa kali dalam perjalanan keluar untuk memberi tanda tangan pada kertas atau barang yang di sodorkan di depannya. Tidak hanya perempuan, seorang pria bahkan melangkah maju dan memintanya untuk menandatangani serbet bar. Kilauan ancaman di mataRudy saat dia mencoba mengeluarkan ayahnya dari bar membuat mereka menjauh. Sebaliknya, mereka semua tetap diam dan menyaksikan sang bintang keluar dari pintu.Angin malam terasa dingin sekarang. Aku segera menggigil dan Rudy
Ayah Rudy berjalan ke sofa dan duduk di atasnya sebelum mengeluarkan sebungkus rokok."Tidak boleh merokok di sini atau di sekitaran Aileen. Tidak baik untuk bayinya." Kata Rudy.Ayahnya menaikan salah satu alisnya. "Nak, aku sangat yakin ibumu merokok ketika dia sedang mengandungmu.""Aileen tidak seperti ibu." Jawab Rudy.Aku masuk ke dalam ruang tamu setelah sudah cukup diam-diam menguping pembicaraan ayah dan anak sambil membawa dua kaleng bir. Rudy berjalan ke arahku saat dia melihatku memasuki ruangan."Kau tidak harus membawa ini." Katanya padaku sambil mengambil ke dua bir dari tanganku dan mencium pelipisku."Aku tahu. Tapi kita punya tamu." Jawabku sambil tersenyum."Bawakan aku bir itu nak, dan berhentilah bersikap seperti itu, kau akan mencekik gadis itu. Tidak tahu apa yang sedang merasukimu."Sebuah tawa kecil keluar dari mulutku. Aku tidak bisa berbohong kalau aku menyukai ayahnya."Ini." Kata Rudy sambil menyodor
Bicara tentang natal sudah mengingatkanku pada ibuku. Ini akan menjadi liburan pertamaku tanpanya. Semakin aku tenggelam pada ingatanku padanya semakin sulit aku bernafas. Aku memaksakan senyum dan membuat alasan sebelum bergegas ke atas untuk mandi. Rudy butuh waktu berduaan dengan ayahnya.Aku membiarkan air mata yang aku tahan jatuh bebas saat aku melepaskan pakaian dan melangkah ke kamar mandi. Air hangat dari pancuran menghujaniku saat isak tangisku pecah. Tahun lalu aku memasak saat natal unuk kami dan kami memakannya bersama sambil menonton film. Tidak ada teman atau keluarga. hanya kami berdua. Aku juga menangis malam itu. Karena jauh di lubuk hatiku aku tahu kalau itu adalah natal terakhirku dengan ibuku. Kenangan tahun-tahun berlalu ketika Freya dan ayah ada di sana semakin terasa pahit. Hatiku sakit untuk semua yang telah kami lalui. Aku tidak berpikir apa pun bisa terasa lebih menyakitkan dari ini.Menghadapi liburan natal tanpa ibuku akan terasa berat. Dia
Aku melangkah ke dapur dan melihat seorang aktor terkenal Kenzo Adhitama menggoreng telur sambil bersiul. Aku tidak bisa menahan senyum dari wajahku. Dia menoleh dan tatapannya bertemu denganku."Selamat pagi sayang. Aku membuatkanmu dan cucuku sarapan. Aku memang mendapat sedikit bantuan tapi aku khawatir kalau aku sudah memberi tahu Rudy sesuatu yang tidak dia ketahui dan itu sedikit mengejutkannya.Dia pergi keluar untu menelpon. Dia akan kembali dalam beberapa menit." Katanya sambil enaruh telur goreng di atas piring.Aku melirik melewatinya ke arah jendela untuk melihat Rudy sedang berbicara di telepon dengan penuh perhatian. "Apa yang sedang terjadi?" Tanyaku. Aku bertanya-tanya apakah aku harus memeriksanya."Jafin dan Grizelle memiliki hubungan untuk beberapa bulan ini. Grizelle akhirnya mengacaukan segalanya untuk terakhir kalinya dan sekarang semuanya sudah berakhir. Rudy tidak tahu tentang itu."Mulutku menganga saat dia mengatakan i
Ayah Rudy sedang bernyanyi di dapur sambil memasak ayam yang sngat besar. Aku berdiri tidak jauh darinya memegang sebuah mangkuk yang berisi kentang yang sudah di hancurkan yangdi beri beberapa bumbu dasar dan juga telur sambil mengaduknya dan aku tersenyum bahagia. Dia berusaha membuatku bernyanyi bersamanya dan aku hanya akan tertawa sambil menggelengkan kepalaku."Kamu bersembunyi di belakang sana karena kau takut tanganmu kotor, nak?" Tanya ayahnya Rudy.Aku berbalik dan tersenyum padanya. Dia berjalan ke arahku dan menarikku mendekat padanya."Kita sedang memasak di sini. Tidak ada waktu untuk bermesraan." Kata ayahnya sambil tertawa.Aku melepaskan diri dari Rudy dan berusaha menahan diri agar tidak tertawa."Ada yang bisa ku bantu?" Tanya Rudy."Ya, kau bisa mebantuku memasukkan ayam raksasa ini ke dalam oven tanpa harus menjatuhkannya atau membakar tanganku." Jawab ayahnya.Ada ketukan singkat di pintu dan kemudian
Mengucapkan selamat tinggal kepada ayahku tidak semudah yang aku bayangkan. Dengan adanya dia di sini membantu menyembuhkan begitu banyak luka. Aku mengikutinya keluar dan menuruni tangga. Dia membawa kopernya dan dia menuju kembali ke lombok di mana dia tinggal di sebuah rumah pantai."Senang melihatmu bahagia. Aku bisa tidur dengan nyenyak di malam hari karena tahu kalau kau di rawat dan di cintai dengan baik. Aku tidak mengira kalau anak laki-laki itu akan mengikat jari manismu.""Apa ayah akan datang untuk pernikahan atau saat bayinya lahir? Aku ingin ayah ada di sini."Ayah mengangguk. "Aku tidak akan melewatkan semua itu."Aku berusaha untuk menangis di depannya. Ini tidak adil baginya. Dia tinggal sendirian. Aku tidak boleh membiarkan emosiku membingungkannya. "Putuskan nama apa yang ayah inginkan untuk di panggil oleh si bayi. Ayahnya Rudy sudah memutuskan dia ingin di panggil papa Kenzo."Ayah tersenyum. Aku suka melihatnya bersemang
Rudy meletakkan koperku di kamar tidur miliknya di rumah ayahnya di jakarta."Wow..." Kataku berjalan di belakangnya."Kau akan terbiasa dengan kehidupan artis yang sedikit mencolok. Mereka suka memamerkan kesuksesan mereka dengan berbagai hal." Kata Rudy."Aku bisa lihat itu. mereka benar-benar sudah melakukan pekerjaan yang baik untuk memamerkan tempat ini." Kataku, berjalan ke tempat tidur dan kemudian aku menyadari kalau tempat tidur ini terlalu tinggi untukku. Aku berbalik ke arah Rudy dan mengerutkan keningku. "Bagaimana aku bisa naik ke tempat tidur?"Rudy tidak bisa menahan tawa saat melihatku kebingungan. "Aku akan membawakanmu sebuah kursi kecil."Aku tersenyum konyol dan menggelengkan kepalaku. "Ini gila. Jadi, kalau aku ingin berbaring sekarang... bagaimana aku naik ke tempat tidur?"Rudy berjalan ke arahku dan meletakkan kedua tangannya di pinggangku yang mulai melebar dan mengangkatku ke tempat tidur. "Seperti ini."
Aku benar-benar ingin keluar dari rumah. Rudy tidak ingin aku membawa keenan keluar sejak aku adalah sumber makanan bagi Keenan. Dia tetap menolak menggunakan botol bayi. Keenan hanya ingin aku. Sama seperti ayahnya yang sangat protektif terhadap kami berdua jika ada orang lain yang datang untuk menggendongnya.Minggu pertama saat kami pulang ke rumah sangat mudah. Aku kelelahan dan Keenan tidak tidur saat malam jadi aku terjebak bersamanya di tempat tidur saat siang hari. Aku merasa tidak enak karena tidak pergi ke pemakaman ayah Raka. Raka dalah temanku dan aku tidak suka melihatnya bersedih karena dia kehilangan ayahnya. Rudy meyakinkanku kalau Raka akan baik-baik saja.Aku menaruh Keenan di sofa saat dia tidur di ruang keluarga, aku akan menggunakan waktu itu untuk melakukan beberapa yoga. Aku ingin mengembalikan tubuhku sama seperti aku belum hamil Keenan.Bell pintu berbunyi sebelum aku bisa membuka vidionya jadi aku menyimpan kembali ponselku
Dia sangat sempurna. Rudy menghitung jari kaki dan jari tangannya dan aku mengecup salah satu tangannya. Dia juga sangat kecil. Aku tidak tahu kalau seorang bayi bisa sangat sekecil ini."Kita harus memutuskan sebuah nama untuknya sekarang." Kataku melihat Rudy setelah aku akhirnya di pindahkan ke ruangan perawatan.kami sudah melihat beberapa ide untuk sebuah nama tapi tidak ada yang cocok. jad kami memutuskan untuk menunggu hingga saatnya dia lahir dan memberinya sebuah nama saat melihatnya."Aku tahu, kita sudah melihatnya sekarang. Kita harus memberinya nama. Apa yang kau pikirkan?" Tanya Rudy."Aku pikir dia terlihat cocok dengan Joshua." Kataku dan tersenyum padanya. Rudy terlihat tidak menyukai nama itu."Kau memikirkan kakakmu?" Tanya Rudy.Aku tersenyum konyol padanya. "Aku ingin namamu ada padanya tapi jika kita menamainya Joshua itu akan terdengan aneh."Rudy terlihat bahagia. Dia menyukai ide tentang namanya ada pada bayi
Aku sangat ketakutan. Dan itu tidak membantu ketika aku berbalik ke arah Rudy dan dia sudah terlihat panik dan lebih takut. Aku butuh dia untuk lebih tenang. Aku sudah cukup lelah dengan bereriak karena kesakitan.Rasa sakit lainnya kembali datang dan aku memegang dengan erat pinggiran tempat tidur rumah sakit dan membiarkan air mata keluar. Terakhir kali perawat datang dan mengecek aku baru pembukaan tujuh. Aku butuh sampai ke pembukaan sepuluh."Apakah aku harus pergi memangil perawat? Apakah kau membutuhkan es? Kau ingin meremas tanganku?" Rudy tetap bertanya padaku. Aku tahu dia bermaksud untuk membuatku merasa lebih baik tapi untuk saat ini aku benar-benar tidak peduli. Aku meremas bajunya dan menariknya agar wajahnya dekat padaku."Aku bersyukur karena aku tidak punya pistolku di sini karena saat ini mungkin aku akan menembakmu agar membuatmu tetap diam." Bentakku dan melepaskan bajunya dan memegang perutku saat kontraksi lain datang."Saatnya
Aku senang akhirnya kami kembali lagi ke rumah setelah tiga bulan tidak tinggal di sini. Rudy membawaku keluar kota untuk honeymoon. kami membeli banyak baju dan mainan untuk anak kami nanti. Kami belum mempunyai nama untuknya dan kami pikir kami akan menamainya setelah dia lahir ketika melihatnya. Kami berdua menikmati waktu dengan membongkar belanjaan untuk si bayi dan menaruhnya di lemari.Jafin akhirnya datang dan membawa Rudy untuk pergi bermain golf setelah dia tau kalau kami sudah kembali. Tidak makanan di sini dan aku kelaparan. Aku memutuskan untuk pergi ke restoran klub dan menemui Jery. Aku mengambil kunci mobilku. Rudy memberlikanku sebuah mobil Mercedes Benz. Aku mengambil pistolku dan menyimpannya di bawah kursi. Aku harus memindahkannya saat anakku mulai belajar berjalan nanti.Saat aku sampai di ruang makan restoran, Jery berjalan keluar dari dapur dan tersenyum padaku. "Lihat dirimu. Kau terlihat sangat sexy walaupun kau mempunyai bola basket yan
"Aku punya sesuatu untukmu." kata Rudy.Aku mengangguk bingung dan membawaku menaiki tangga dan berhenti tepat di depankamar yang dulunya pernah aku tinggali. Aku tidak pernah ke sini sejak terakhir kali aku menunjukkan kamar ini untuk Elen sebelum pernikahan. Rudy memberikanku sinyal untuk membuka pintu kamar itu. Aku benar-benar bingung sekarang.Aku membuka pintu kamar perlahan dan membiarkan pintu itu terbuka lebar. hal pertama yang ku lihat adalah tempat tidur bayi di tengah-tenga ruangan dan beberapa ornamen binatang menghiasi menggantung di atas tempat tidur itu.Rudy menyalakan lampu dan hiasan itu berputar dan memainkan lagu saat aku melangkah ke altar pernikahan namun dengan suara Rudy yang menyanyikannya. Semua yang bisa kulakukan hanya menutup mulutku dengan tanganku.Aku melangkah masuk dan sebuah kursi goyang ada di pinggir jendela dengan sebuah selimut tipis berwarna biru diatasnya. Sebuah tempat untuk mengganti popok, beberapa lemari
"Aku harap kita tidak memiliki banyak tamu malam ini." Kataku."Tidak usah pedulikan itu. Kita tidak akan tinggal di sini." Jawab Rudy.Aku menatapnya bingung. "Apa maksudmu?"Dia tersenyum. "Kau benar-benar berpikir kalau aku akan berbagi rumah dengan semua orang ini saat malam pertamaku? Tentu saja tidak. Kita akan pergi ke apartemen klub yang sedang menunggu kita saat kita meninggalkan tempat ini.""Baguslah." jawabku.Dia tertawa dan aku melihat sekeliling dan kembali melihat semua teman kami ada di sini. Di respsi pernikahan kami. Semua yang kami cintai kecuali adik perempuannya dan ibunya. mereka berdua tidak akan menerima ini. Aku merasa bersalah karena mereka tidak ada di hari besar Rudy. Aku hanya berharap mereka bisa tetap menjadi bagian dari kehidupan kami untuk Rudy. Aku tahu itu walaupun Rudy tidak pernah mengungkitnya lagi.Mataku terkunci pada mata Bobi yang berdiri tidak jauh dari tempat kami berdansa."Aku mungk
Ayahku mengangkat lengannya ke arahku dan tersenyum."Sekarang saatnya untuk kita keluar." Katanya padaku sebelum membuka pintu. Aku menggandeng tangannya dan mengikutinya menuruni tangga dan keluar dari ruangan. Aku keluar dari dalam rumah dan menuju ke sebuah jalan yang telah di hiasi bunga mawar berwarna pink. Aku membiarkan ayahku memimpin jalan untukku.Beti dan Jery berjalan di depan kami memegang bucket mereka. Rudy berdiri di ujung altar dengan Jafin yang berdiri di sampingnya. Teman-teman kami duduk di kursi yang sudah di sediakan berepuk tangan dan tersenyum padaku. Bahkan Bobi dan neneknya juga hadir.Aku melangkah pelan di samping ayahku di iringi lagu dari Jason Mraz "I Won't Give Up" dan berharap aku tidak terjatuh karena menginjak gaun panjangku. Aku menatap ke depan dan melihat Rudy tersenyum sambil berkali-kali mengusap matanya. Jafin memberinya selembar kain putih dan membisikkan sesuatu ke telinga Rudy membuat Rudy menyenggol rusuk
Kami tinggal selama seminggu agar aku lebih mengenal saudara laki-lakiku. Karlos mudah bergaul saat aku menyadari kalau dia tidak melihatku dengan pandangan mesum tapi dia menunjukkan ketertarikan untuk mengenalku sebagai saudara perempuannya. Aku mengerti itu. Tapi aku juga senang akhirnya aku dan Rudy sudah pulang kembali ke bali.kami segera merencanakan pernikahan. Beti dan jery akan menjadi pendamping wanitaku dan Jafin akan menjadi pendamping pria untuk Rudy. Rudy memberi waktu seminggu untuk mengatur semuanya. Aku bahkan tidak beradu pendapat dengannya. Keyakinan di matanya mengatakan padaku kalau berdebat dengannya tidak akan ada gunanya. Aku lebih dari siap untuk menikahi pria ini tapi aku juga khawatir kalau mungkin aku akan berbalik dan kabur. Terutama setelah apa yang sudah terjadi pada adiknya baru-baru ini.kami akan menikah sepuluh hari sebelum valentine day.beruntungnya, Rudy mempunyai banyak uang untuk membuat pernikahan ini t
"Rudy." Kataku saat merasakan sebuah pelukan dari belakang. Aku berdiri di teras menatap ke arah lautan. Aku akan menjemput Rudy di bandara jam 7 malam ini tapi dia sudah ada di sini lebih awal.Dia membenamkan wajahnya di rambutku dan menaruh kedua tangannya di atas perutku. "Maafkan aku, Aileen. Aku sangat menyesal. Aku mencintaimu. Hal ini tidak akan terjadi lagi."Aku meringis, kata-kata itu terdengar familiar, karena dia sudah sering mengatakannya sebelumnya. "Aku mencintaimu." Jawabku."Aku mencintaimu juga." Jawabnya sambil memelukku dan kami berdiri di sana dalam diam menatap matahari yang hampir tenggelam di atas air laut.Suara batuk keras membuatku kaget. Aku perlahan mundur dari pelukannya dan mengintip dari balik bahunya. Aku tahu kalau wajahku mungkin saja sekarang sudah berubah warna menjadi merah dan aku segera menundukkan kepalaku di dada Rudy.Rudy menoleh ke belakang dan melihat seorang pria sedang mengawasi kam