Aku berjalan keluar dari apartemen Beti sambil membawa dua gelas kopi. Aku membuat teh untuk diriku sendiri dan satunya lagi kopi untuk Rudy. Aku masih berpikir kafein tidak bagus untuk si bayi. Aku melihat Rudy berjalan keluar dari sisi pengemudi mobilnya. Dia memakai celana jeans hitam dan kaos biru dengan jaket kulit dan kacamata hitam. Dia terlihat seperti seorang rockstar.
"Aku membawakanmu kopi karena kau sudah bangun pagi-pagi untukku. Aku tahu kalau bangun cepat bukanlah kebiasaanmu." Kataku tidak yakin dengan apa yang kukatakan setelah aku mendapatinya sedang sibuk melihat kakiku.
"Terima kasih." Jawabnya sambil tersenyum dan menerima gelas kopi yang kusodorkan.
Aku cemas dan tidak bisa tidur sampai pagi. Berada dekat dengannya tanpa melewati kecanggungan sepertinya sangat tidak mungkin. Aku harap aku bisa naik bus. Rudy membukakan pintu mobil untukku agar aku bisa masuk. Aku tersenyum singkat yang dia balas dengan senyuman lebar sebelum menutup pintu d
Hari pertama kembali bekerja dan Raka menugaskan aku di ruang makan. Untuk shift sarapan dan makan siang. Tidak baik. Aku berdiri di luar dapur secara mental mempersiapkan diri untuk tidak berpikir tentang bau masakan. Bangun pagi disertai mual, aku memaksakan diriku untuk makan dua biskuit asin dan minum teh jahe , hanya itu yang bisa masuk ke perutku.Saat aku berjalan memasuki dapur, bau masakan masuk ke hidungku. Telur goreng… Oh Tuhan…“Kau tahu rasanya menyenangkan kalau kau sebenarnya disuruh bekerja disana,” kata Jery dari belakangku. Aku berbalik, terkejut dari konflik di batinku dan melihat dia tersenyum geli kepadaku. “Para juru masak tidak begitu buruk. Kau akan bisa mengatasi teriakannya dalam waktu yang singkat. Selain itu, terakhir kali kau membuat mereka akan melakukan apapun yang kau minta.”Aku memaksakan diri untuk tersenyum. “Kau benar. Aku bisa melakukan ini. Kurasa, aku hanya belum siap pada orang
Beti mengulurkan tangannya dan meremas tanganku. Dia berada di sampingku ketika aku duduk menunggu di dalam ruang dokter. Aku kencing di wadah kecil dan sekarang kami menunggu untuk mendengar hasilnya. Jantungku berdetak dengan kencang. Ada kemungkinan tapi sangat tipis kalau aku mungkin tidak hamil. Aku sudah mencari tahu mengenai hal itu semalam. Tes kehamilan yang beli di apotik dan di tes di rumah bisa saja salah dan bisa saja aku hanya merasa sakit karena di benakku berpikir aku hamil.Pintu terbuka dan seorang perawat masuk ke dalam. Dia tersenyum saat melirik dari Beti lalu ke arahku. “Selamat. Hasilnya positif. Anda hamil.”Beti meremas erat tanganku. Aku sudah tahu ini jauh di lubuk hatiku tetapi mendengar perawat mengatakannya membuat hal itu menjadi lebih nyata. Aku tidak akan menangis. Bayiku tidak perlu tahu kalau aku menangis ketika aku tahu aku hamil. Aku menginginkan dia baik laki-laki atau perempuan yang akan selalu merasa di cintai. Ini bu
Ini adalah hari kedua dimana aku bangun tanpa merasa sakit. Aku bahkan meminta Beti memasak telur goreng dan sosis untuk mengujiku sebelum aku pergi untuk shift makan siang. Kupikir jika aku bisa bertahan dengan bau dari telur goreng maka aku dapat melakukan ini. Perutku berputar dan aku merasa mual tetapi aku tidak muntah. Aku merasa lebih baik.Aku menelepon Raka dan meyakinkan dia bahwa aku akan baik-baik saja. Dia mengatakan padaku untuk datang karena kami kekurangan staff dan dia membutuhkanku. Jery berdiri di dapur tersenyum lebar ketika aku berjalan masuk tiga puluh menit sebelum shift makan siang.“Ini dia gadisku. Senang virus di perutmu telah pergi. Kau terlihat seperti kehilangan berat sepuluh kilogram. Berapa lama kau sakit?”Raka telah mengatakan pada Jery dan siapapun yang bertanya bahwa aku sedang sakit karena virus dan aku sedang dalam masa penyembuhan. Aku hanya bekerja dua shift selama penyajian dan aku tidak pernah pergi ke dapur s
Aku masih berlari. Menuju ke apartemen. Aku memilih untuk kembali dan bersembunyi di sana.“Aileen, berhenti. Tunggu,” Rudy berteriak di belakangku, suaranya cukup dekat denganku.Aku memperlambat kakiku dan akhirnya berhenti saat tangannya yang besar berhasil menangkapku.“Aku minta maaf,” kataku sambil terisak dengan wajahnya di tanganku. Aku tidak lagi bisa mengontrol diriku.“Untuk apa kau minta maaf?” tanyanya.Dia menutup jarak di antara kami dan aku membiarkan dia menarik diriku padanya.“Ini. Segalanya. Kehamilanku,” bisikku, kaku di lengannya.Aku minta maaf padanya. Aku merasa sangat buruk karena telah berbohong padanya.“Kau tidak punya kesalahanapapun untuk dimaafkan. Jangan pernah meminta maaf padaku lagi. Apa kau mendengarku?”“Tetapi aku tidak memberitahukannya padamu.""Aku berharap kau melakukannya. Aku tidak seharusnya
Aku tidak membutuhkan lebih dari ranjangfull size.Namun, Rudy menolak membeli kurang dari ranjang berukuranking, dua meja kecil di setiap sisi tempat tidur dan satu lemari yang serasi dengan sebuah cermin yang cantik. Aku membuat kesalahan dengan terlalu lama memandangi pada sehelai selimut berwarna lavender dan peach yang serasi. Sebelum aku tahu apa yang terjadi dia telah membeli seluruh perlengkapan alas tidur lengkap dengan sprei dan bantal baru. Aku mendebatnya sepanjang waktu tapi dia bersikap seakan-akan aku sedang tidak berbicara. Dia hanya berkedip padaku dan terus saja menempatkan pesanannya dan memberikan pengarahan kepada sang salesman.Sekembalinya kami dari makan malam, yang mana dia bersikeras untuk memberiku makan, semua furniturnya telah diantarkan. Beti berdiri di pintu ketika kami naik. Dia menyukai ini.“Terima kasih telah memperbolehkanku melakukan semuanya hari ini. Aku membutuhkannya. Kau mungkin tidak me
“Kelihatannya seseorang sedang beruntung atau senyum bahagia itu dari semua donat yang telah kubawa?” Jery mempermainkan nada bicaranya ketika aku berjalan memasuki dapur terlambat satu menit.Wajahku seolah terbakar. “Aku suka donatnya. Terima kasih dan aku minta maaf aku lupa kemarin malam. Ini karena uh… aku memiliki hari yang gila,” jawabku, mengambil celemekku dan takut membuat kontak mata dengannya.“Sayang, jika aku baru saja keluar dari ranjang dengan Rudy Adhitama aku akan menyeringai seperti orang gila juga. Kenyataannya, aku sangat iri. Aku tahu donatku tidak menaruh kilatan puas di matamu.”Aku mulai terkekeh dan meraih bolpoin dan kertas. “Dia sangat mengagumkan.”“Oh, tolong ceritakan detailnya padaku. Aku akan mengikuti setiap katanya,” Jery memohon sambil berjalan menuju ruang makan disampingku.“Pergi godalah wanita-wanita itu dan berhenti berkhayal tentang&he
Hari-hari berikutnya terlewat bagaikan dalam dongeng. Aku pergi bekerja. Rudy muncul dan mengalihkanku dengan kehadirannya yang menawan.Hari ini kami sedang beristirahat. Aku sedang bekerja seharian di turnamen golf tahunan. Aku harus beradu argumen dengan Raka dan Rudy untuk membiarkan aku bekerja hari ini. Tidak satu pun dari mereka yang berpikir ini aman untukku dan bayiku. Tapi, tentu saja, aku menang.Seragam lapangan kami spesial di pesan untuk hari ini. Kami akan memakai baju berwarna putih. Celana pendek yang biasa kami gunakan, di ganti dengan rok pendek hitam untuk menyesuaikan dengan baju kami. Kecuali, untuk Jery, tentu saja. Dia tetap memakai celana. Dia adalah satu-satunya pria hari ini dan rupanya dia juga adalah perintaan spesial."Di sana ada lima belas tim. Aileen, kau mendapat giliran pertama untuk tiga tim. Dan Beti kau mendapatkan tiga berikutnya. Caca, kau yang tiga selanjutnya. Ema, kau dapat tiga selanjutnya dan Jery kau mendapakan tiga
Aku merasa sebuah sentuhan hangat di bagian perutku. Aku menyentuh tangan besar yang memelukku dari belakang terlihat seperti sedang melindungi. Aku berbalik dan membuka mataku perlahan. Menatap pada mata Rudy. Aku memberinya sebuah senyum."Hai." Bisiknya."Hai."Di luar sudah gelap sekarang tapi aku tidak tahu ini sudah selarut apa."Aku merindukanmu hari ini." Kata Rudy.Dia merindukanku ketika dia sedang bersama wanita itu? Tanpa sadar aku langsung mengalihkan pandanganku darinya. "Aku juga merindukanmu." Balasku jujur.Dia meraih daguku agar aku kembali menatapnya. "Ada apa?"Aku mencoba untuk tersenyum. "Tidak ada.""Aileen, katakan yang sebenarnya. Kau terlihat kecewa. Pasti ada sesuatu."Aku mencoba menarik diri darinya. Aku tidak ingin membahas semuanya tapi dia menahanku. "Tolong katakan padaku." Katanya dengan suara memohon.Aku benci berbohong. Aku benci ketika dia harus memohon. "Aku melihatmu hari in
Aku benar-benar ingin keluar dari rumah. Rudy tidak ingin aku membawa keenan keluar sejak aku adalah sumber makanan bagi Keenan. Dia tetap menolak menggunakan botol bayi. Keenan hanya ingin aku. Sama seperti ayahnya yang sangat protektif terhadap kami berdua jika ada orang lain yang datang untuk menggendongnya.Minggu pertama saat kami pulang ke rumah sangat mudah. Aku kelelahan dan Keenan tidak tidur saat malam jadi aku terjebak bersamanya di tempat tidur saat siang hari. Aku merasa tidak enak karena tidak pergi ke pemakaman ayah Raka. Raka dalah temanku dan aku tidak suka melihatnya bersedih karena dia kehilangan ayahnya. Rudy meyakinkanku kalau Raka akan baik-baik saja.Aku menaruh Keenan di sofa saat dia tidur di ruang keluarga, aku akan menggunakan waktu itu untuk melakukan beberapa yoga. Aku ingin mengembalikan tubuhku sama seperti aku belum hamil Keenan.Bell pintu berbunyi sebelum aku bisa membuka vidionya jadi aku menyimpan kembali ponselku
Dia sangat sempurna. Rudy menghitung jari kaki dan jari tangannya dan aku mengecup salah satu tangannya. Dia juga sangat kecil. Aku tidak tahu kalau seorang bayi bisa sangat sekecil ini."Kita harus memutuskan sebuah nama untuknya sekarang." Kataku melihat Rudy setelah aku akhirnya di pindahkan ke ruangan perawatan.kami sudah melihat beberapa ide untuk sebuah nama tapi tidak ada yang cocok. jad kami memutuskan untuk menunggu hingga saatnya dia lahir dan memberinya sebuah nama saat melihatnya."Aku tahu, kita sudah melihatnya sekarang. Kita harus memberinya nama. Apa yang kau pikirkan?" Tanya Rudy."Aku pikir dia terlihat cocok dengan Joshua." Kataku dan tersenyum padanya. Rudy terlihat tidak menyukai nama itu."Kau memikirkan kakakmu?" Tanya Rudy.Aku tersenyum konyol padanya. "Aku ingin namamu ada padanya tapi jika kita menamainya Joshua itu akan terdengan aneh."Rudy terlihat bahagia. Dia menyukai ide tentang namanya ada pada bayi
Aku sangat ketakutan. Dan itu tidak membantu ketika aku berbalik ke arah Rudy dan dia sudah terlihat panik dan lebih takut. Aku butuh dia untuk lebih tenang. Aku sudah cukup lelah dengan bereriak karena kesakitan.Rasa sakit lainnya kembali datang dan aku memegang dengan erat pinggiran tempat tidur rumah sakit dan membiarkan air mata keluar. Terakhir kali perawat datang dan mengecek aku baru pembukaan tujuh. Aku butuh sampai ke pembukaan sepuluh."Apakah aku harus pergi memangil perawat? Apakah kau membutuhkan es? Kau ingin meremas tanganku?" Rudy tetap bertanya padaku. Aku tahu dia bermaksud untuk membuatku merasa lebih baik tapi untuk saat ini aku benar-benar tidak peduli. Aku meremas bajunya dan menariknya agar wajahnya dekat padaku."Aku bersyukur karena aku tidak punya pistolku di sini karena saat ini mungkin aku akan menembakmu agar membuatmu tetap diam." Bentakku dan melepaskan bajunya dan memegang perutku saat kontraksi lain datang."Saatnya
Aku senang akhirnya kami kembali lagi ke rumah setelah tiga bulan tidak tinggal di sini. Rudy membawaku keluar kota untuk honeymoon. kami membeli banyak baju dan mainan untuk anak kami nanti. Kami belum mempunyai nama untuknya dan kami pikir kami akan menamainya setelah dia lahir ketika melihatnya. Kami berdua menikmati waktu dengan membongkar belanjaan untuk si bayi dan menaruhnya di lemari.Jafin akhirnya datang dan membawa Rudy untuk pergi bermain golf setelah dia tau kalau kami sudah kembali. Tidak makanan di sini dan aku kelaparan. Aku memutuskan untuk pergi ke restoran klub dan menemui Jery. Aku mengambil kunci mobilku. Rudy memberlikanku sebuah mobil Mercedes Benz. Aku mengambil pistolku dan menyimpannya di bawah kursi. Aku harus memindahkannya saat anakku mulai belajar berjalan nanti.Saat aku sampai di ruang makan restoran, Jery berjalan keluar dari dapur dan tersenyum padaku. "Lihat dirimu. Kau terlihat sangat sexy walaupun kau mempunyai bola basket yan
"Aku punya sesuatu untukmu." kata Rudy.Aku mengangguk bingung dan membawaku menaiki tangga dan berhenti tepat di depankamar yang dulunya pernah aku tinggali. Aku tidak pernah ke sini sejak terakhir kali aku menunjukkan kamar ini untuk Elen sebelum pernikahan. Rudy memberikanku sinyal untuk membuka pintu kamar itu. Aku benar-benar bingung sekarang.Aku membuka pintu kamar perlahan dan membiarkan pintu itu terbuka lebar. hal pertama yang ku lihat adalah tempat tidur bayi di tengah-tenga ruangan dan beberapa ornamen binatang menghiasi menggantung di atas tempat tidur itu.Rudy menyalakan lampu dan hiasan itu berputar dan memainkan lagu saat aku melangkah ke altar pernikahan namun dengan suara Rudy yang menyanyikannya. Semua yang bisa kulakukan hanya menutup mulutku dengan tanganku.Aku melangkah masuk dan sebuah kursi goyang ada di pinggir jendela dengan sebuah selimut tipis berwarna biru diatasnya. Sebuah tempat untuk mengganti popok, beberapa lemari
"Aku harap kita tidak memiliki banyak tamu malam ini." Kataku."Tidak usah pedulikan itu. Kita tidak akan tinggal di sini." Jawab Rudy.Aku menatapnya bingung. "Apa maksudmu?"Dia tersenyum. "Kau benar-benar berpikir kalau aku akan berbagi rumah dengan semua orang ini saat malam pertamaku? Tentu saja tidak. Kita akan pergi ke apartemen klub yang sedang menunggu kita saat kita meninggalkan tempat ini.""Baguslah." jawabku.Dia tertawa dan aku melihat sekeliling dan kembali melihat semua teman kami ada di sini. Di respsi pernikahan kami. Semua yang kami cintai kecuali adik perempuannya dan ibunya. mereka berdua tidak akan menerima ini. Aku merasa bersalah karena mereka tidak ada di hari besar Rudy. Aku hanya berharap mereka bisa tetap menjadi bagian dari kehidupan kami untuk Rudy. Aku tahu itu walaupun Rudy tidak pernah mengungkitnya lagi.Mataku terkunci pada mata Bobi yang berdiri tidak jauh dari tempat kami berdansa."Aku mungk
Ayahku mengangkat lengannya ke arahku dan tersenyum."Sekarang saatnya untuk kita keluar." Katanya padaku sebelum membuka pintu. Aku menggandeng tangannya dan mengikutinya menuruni tangga dan keluar dari ruangan. Aku keluar dari dalam rumah dan menuju ke sebuah jalan yang telah di hiasi bunga mawar berwarna pink. Aku membiarkan ayahku memimpin jalan untukku.Beti dan Jery berjalan di depan kami memegang bucket mereka. Rudy berdiri di ujung altar dengan Jafin yang berdiri di sampingnya. Teman-teman kami duduk di kursi yang sudah di sediakan berepuk tangan dan tersenyum padaku. Bahkan Bobi dan neneknya juga hadir.Aku melangkah pelan di samping ayahku di iringi lagu dari Jason Mraz "I Won't Give Up" dan berharap aku tidak terjatuh karena menginjak gaun panjangku. Aku menatap ke depan dan melihat Rudy tersenyum sambil berkali-kali mengusap matanya. Jafin memberinya selembar kain putih dan membisikkan sesuatu ke telinga Rudy membuat Rudy menyenggol rusuk
Kami tinggal selama seminggu agar aku lebih mengenal saudara laki-lakiku. Karlos mudah bergaul saat aku menyadari kalau dia tidak melihatku dengan pandangan mesum tapi dia menunjukkan ketertarikan untuk mengenalku sebagai saudara perempuannya. Aku mengerti itu. Tapi aku juga senang akhirnya aku dan Rudy sudah pulang kembali ke bali.kami segera merencanakan pernikahan. Beti dan jery akan menjadi pendamping wanitaku dan Jafin akan menjadi pendamping pria untuk Rudy. Rudy memberi waktu seminggu untuk mengatur semuanya. Aku bahkan tidak beradu pendapat dengannya. Keyakinan di matanya mengatakan padaku kalau berdebat dengannya tidak akan ada gunanya. Aku lebih dari siap untuk menikahi pria ini tapi aku juga khawatir kalau mungkin aku akan berbalik dan kabur. Terutama setelah apa yang sudah terjadi pada adiknya baru-baru ini.kami akan menikah sepuluh hari sebelum valentine day.beruntungnya, Rudy mempunyai banyak uang untuk membuat pernikahan ini t
"Rudy." Kataku saat merasakan sebuah pelukan dari belakang. Aku berdiri di teras menatap ke arah lautan. Aku akan menjemput Rudy di bandara jam 7 malam ini tapi dia sudah ada di sini lebih awal.Dia membenamkan wajahnya di rambutku dan menaruh kedua tangannya di atas perutku. "Maafkan aku, Aileen. Aku sangat menyesal. Aku mencintaimu. Hal ini tidak akan terjadi lagi."Aku meringis, kata-kata itu terdengar familiar, karena dia sudah sering mengatakannya sebelumnya. "Aku mencintaimu." Jawabku."Aku mencintaimu juga." Jawabnya sambil memelukku dan kami berdiri di sana dalam diam menatap matahari yang hampir tenggelam di atas air laut.Suara batuk keras membuatku kaget. Aku perlahan mundur dari pelukannya dan mengintip dari balik bahunya. Aku tahu kalau wajahku mungkin saja sekarang sudah berubah warna menjadi merah dan aku segera menundukkan kepalaku di dada Rudy.Rudy menoleh ke belakang dan melihat seorang pria sedang mengawasi kam