Mereka berjalan kembali ke markas persembunyian. Leon berlari menuruni tangga. “Bos, gimana kondisi Tasya?”“Dia hanya tersedak. Sekarang kondisinya baik-baik saja,” balas Yandi dengan datar. “Di mana yang lain?”“Mereka masih memukul orang-orang kurang ajar itu di lantai atas!” Leon menyeka darah di wajahnya, lalu berkata dengan marah, “Orang-orang jahanam itu malah berani menyentuh Tasya, aku akan habisi mereka!”Yandi berkata, “Sudah lapor polisi. Jangan habisi mereka!”Leon tersenyum menyeringai. “Aku tahu, kami tahu batasan. Kami jamin akan membuat mereka hidup bagai di neraka!”Bruno tidak tahu bagaimana kondisi luka di pinggang Yandi. Dia berjalan maju untuk menggendong Tasya. “Bos, kamu istirahat dulu.”“Tidak apa-apa.” Yandi menurunkan Tasya di atas bangku. Menyadari Leon berpakaian paling tebal, dia pun berkata, “Lepaskan pakaianmu untuk Tasya.”Leon bukanlah tipe lelaki perhatian. Setelah mendengar ucapan Yandi, dia baru menyadari Tasya sedang menggigil. Dia segera melepaska
Kapolres bersikap sangat sungkan terhadap Yandi dan yang lain. Setelah memahami kondisi, dia bertanya pada Tasya, “Nona Tasya, maaf sekali membuatmu mengalami hal seperti ini. Nona tenang saja, Yoko dan yang lain pasti akan diberi ganjaran berat! Hanya saja, masalah bersangkutan dengan keselamatanmu. Kamu perlu menelepon anggota keluargamu.”“Jangan telepon!” ucap Tasya dengan segera.Yandi melihat Tasya dengan kaget. Bukankah masalah seperti ini seharusnya diketahui oleh anggota keluarga.“Emm.” Kapolres merasa serbasalah.Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Tasya, sepertinya dia tidak sanggup menanggung akibatnya!Tasya segera berkata, “Masalah hari ini hanyalah kecelakaan belaka. Sekarang Yoko dan yang lain sudah ditangkap, aku juga nggak terluka. Jadi, begini saja, jangan telepon anggota keluargaku!”Kapolres terpaksa mengikuti keinginan Tasya. Dia lalu memalingkan kepalanya untuk melihat Yandi. “Kalau begitu, aku akan hubungi kamu jika ada masalah di sini. Kalau ada masalah deng
Saat Tasya menyadarkan diri, langit pun hampir gelap. Dia berusaha membuka mata beratnya. Beberapa saat kemudian, dia baru kepikiran dengan apa yang terjadi. Setelah melihat sekeliling, sepertinya Tasya sedang berada di rumah sakit.Bagaimana dengan Yandi? Tasya ingin memanggil suster. Siapa sangka begitu memalingkan kepalanya, tampak Yandi berada di ranjang sampingnya. Dia sama seperti Tasya, sama-sama sedang diinfus. Hanya saja, si lelaki masih belum menyadarkan diri.Cahaya matahari sore menyinari di atas tubuh si lelaki. Saat dia sedang tertidur pulas, kelima indranya terlihat semakin memukau. Setidaknya tidak terlihat ekspresi sinis di wajahnya.Tatapan Tasya terus tertuju pada diri si lelaki. Hingga dia menyadari dirinya terpikat dengan ketampanan si lelaki, wajahnya pun memerah. Tasya sedang demam, sekarang wajahnya semakin panas lagi.“Kamu sudah bangun?” Si polisi wanita masuk, lalu melihat suster di belakang.Suster mengukur suhu tubuh Tasya, lalu berkata dengan tersenyum, “
Yandi segera berkata, “Aku baik-baik saja. Untung saja kalian mengantarku tepat waktu. Kalau tidak, sepertinya lukaku sudah sembuh sendiri!”Tasya pun tertawa oleh candaannya. “Maaf, ya. Semalam mereka suruh aku telepon, aku tahu kalian pasti lagi mencariku di sekitar. Jadi, aku beri nomor kamu kepada mereka. Kalau aku tahu kamu akan terluka, aku ….”Tasya pasti akan menghubungi Paman Reza. Dengan begitu, mereka tidak akan melukai Yandi!Yandi membalas dengan tersenyum, “Kamu telah membuat keputusan yang benar. Bukankah kita semua baik-baik saja sekarang?”Lagi pula, Yandi juga merasa beruntung lantaran Tasya bisa menghubunginya. Sebab ketika Yandi menemukan Tasya, pakaiannya pun sudah dilepaskan hanya tersisa pakaian dalam yang tipis saja. Dia juga tidak bodoh, tentu saja dia tahu apa yang ingin dilakukan Kenzi terhadapnya.Seandainya Tasya menghubungi Reza, meski Reza sangat hebat, dia juga membutuhkan waktu untuk menemukan Tasya. Bisa jadi Tasya sudah berhasil dinodai mereka.Tasya
Sonia melepaskan perban, lalu tampak kerutan di keningnya. “Preman-preman itu malah bisa melukaimu hingga separah ini? Apa kamu lagi berbaik hati?”Yandi telungkup di atas ranjang sambil tersenyum. “Namanya juga manusia, terkadang bisa lalai juga. Lagi pula, apa kamu lupa dengan slogan kita, asalkan bukan mati, semuanya bukanlah masalah!”Sonia menurunkan pakaiannya, lalu berkata dengan datar, “Telungkup saja, biar lukamu cepat sembuh!”Awalnya dokter juga berpesan agar Yandi bisa telungkup. Hanya saja, Yandi merasa sangat tidak nyaman.Yandi memiringkan tubuhnya, berkata pada Sonia, “Setelah melewati kejadian ini, aku semakin merasa Tasya tidak seharusnya tinggal di restoran lagi. Banyak orang-orang aneh berkeliaran di Gotham. Tidak seharusnya dia tinggal di tempat kacau seperti ini. Dia tidak mendengar bujukanku, coba kamu bujuk dia.”Sonia duduk di bangku, lalu berkata dengan suara datar, “Sebelumnya Tasya nggak bersedia untuk pergi. Kamu juga terluka akibat menyelamatkannya, apa ka
Gina kembali melihat ke luar jendela. Tampak Tasya sedang bersenda gurau dengan pelayan restoran lainnya. Hubungan mereka kelihatan sangat akrab.Jangan-jangan Tasya bekerja di Restoran Steamboat Kuat?Apa hubungan Tasya dengan Jeff?Saat Gina sedang berasumsi, Thalia masuk ke ruangan, lalu berkata dengan wajah agak canggung, “Kak Gina, kamu cari aku?”Gina berkata dengan tersenyum, “Apa kamu masih ingat dengan Sutradara Edric yang aku perkenalkan kepadamu waktu itu? Semalam dia telepon aku, katanya dia ingin memberimu peran dalam filmnya. Apa kamu ada waktu?”Thalia segera menjawab, “Ada, ada waktu, kok.”Sekarang film Sutradara Nathan sudah hampir selesai juga.“Kalau begitu, kamu hubungi dia saja. Bilang saja aku yang merekomendasi kamu ke sana.” Gina mengangkat-angkat alisnya.Thalia mengangguk. “Terima kasih, Kak Gina!”“Genggam kesempatan ini dengan baik!” Tiba-tiba Gina tertegun, lalu berkata dengan malu, “Dua hari ini aku nggak bisa fokus dalam mendalami peranku, jadinya kamu t
Yandi sedang telungkup sambil bermain gim. Ketika mendengar suara Tasya, dia terkejut spontan menarik selimut untuk menyelimuti pinggangnya. Kemudian, dia menoleh ke sisi Tasya. “Kenapa kamu ke sini? Di mana Bruno?”Tasya sudah membelakangi Yandi. Wajahnya sudah tampak merona. Dia berkata dengan terbata-bata, “Bru … Bruno lagi terima sayur di bawah. Dia suruh aku ganti perbanmu!”“Tidak usah!” jawab Yandi dengan serius. “Kamu sibuk saja sana. Nanti aku akan suruh yang lain untuk ganti perbanku.”“Apa kamu sudah pakai selimut?” tanya Tasya.“Sudah.”Tasya menarik napas dalam-dalam, lalu membalikkan tubuhnya dengan perlahan. Dia tidak berani menatap Yandi, langsung berjalan meletakkan kotak makan di atas meja nakas dan mengambil perban baru.Kemudian, Tasya memalingkan kepalanya untuk melirik belakang punggungnya. “Kamu turunkan selimutmu sedikit. Biar aku oles obat di lukamu.”“Tidak usah!” ujar Yandi dengan mengerutkan keningnya.“Jam segini, mereka semua pada lagi sibuk. Mereka nggak
Yandi hanya tersenyum dan tidak berbicara.Selesai membersihkan luka, Tasya mulai mengoleskan obat. Setelah itu, dia mengambil perban baru mulai membalutnya.Kain kasa dibalut dengan melilit bagian pinggang. Jika dilihat dari belakang, kelihatannya seperti Tasya sedang memeluk pinggang Yandi saja.Tiba-tiba terlintas ucapan suster di benak Tasya. ‘Organ vitalnya tidak terluka. Tidak akan berpengaruh terhadap hubungan suami istri.”Wajah Tasya tiba-tiba terasa panas, apalagi ketika kepikiran si lelaki tidak mengenakan apa-apa di bagian bawah tubuhnya. Jantung Tasya mulai berdetak kencang. Dia bahkan kelihatan tidak fokus ketika mengikat perbannya.Setelah selesai, Tasya juga tidak berani tinggal lebih lama lagi. Dia segera berdiri dan berkata, “Aku belikan makan siang untukmu. Kamu makan dulu. Aku kembali bekerja.”“Emm!” Yandi mematikan rokok di asbak. “Terima kasih!”“Nggak usah sungkan!” balas Tasya, lalu meletakkan perban dan obat kembali di tempatnya. Tanpa melihat si lelaki, dia l
Di gedung penelitian, ruangan bawah tanah tingkat sepuluh.Seorang perawat mendorong lemari pendingin sembari mengikuti dokter masuk ke dalam laboratorium. Seperti biasa, cairan obat berwarna biru muda disuntikkan ke pergelangan tangan Sonia.Seluruh tubuh Sonia dimonitor oleh berbagai alat. Matanya tertutup rapat dengan ekspresi wajah sedang meronta dan kesakitan. Dia terjebak dalam sebuah mimpi.Sonia dan anggota timnya menerima sebuah misi baru, yaitu menyelamatkan sandera di pabrik terlantar. Mereka bertujuh beraksi di jam 12 malam. Saat tiba di lokasi, kebetulan sudah jam dua dini hari.Pabrik minyak yang terbengkalai ditumbuhi semak belukar setinggi orang dewasa di mana-mana. Mereka bertujuh memegang senjata di tangan sembari menyusup masuk dengan senyap.Langit mendung. Pencahayaan begitu gelap hingga tidak terlihat apa-apa. Hanya bengkel tua di bagian terdalam pabrik yang memancarkan cahaya redup.Di dalam pabrik, ada 20 penjaga dengan persenjataan yang minim. Misi semacam ini
Ada balkon yang indah dan luas di luar bar. Dari tempat duduk di balkon, dapat terlihat seluruh pemandangan istana.Kase memesan segelas alkohol. Dia yang mengenakan kacamata hitam sedang duduk di sofa sembari menatap pemandangan.Hallie berjalan mendekat, lalu meletakkan alkohol di meja depan Kase. Dia pun bertanya, “Kenapa belakangan hari ini aku tidak melihatmu dan Sonia?”Kase berkata pada Hallie, “Duduk. Ada yang mau aku bicarakan denganmu!”Raut wajah Hallie berubah serius. Dia duduk di hadapan Kase, lalu bertanya, “Masalah apa?”“Apa kamu sudah bertemu dengan kekasihmu?” tanya Kase.Kening Hallie berkerut. “Sudah, tapi dia nggak bersedia untuk mengatakan apa pun.”Waktu itu Hallie dilelang di bar, tapi Regan malah mencampakkannya begitu saja. Pada saat itu, Hallie sudah mulai kecewa terhadap Regan.Alasan Hallie bersikeras tinggal di sini juga karena … dia ingin mendengar langsung alasan Regan melakukan semua itu. Jika Hallie pulang begitu saja, tetap ada banyak tanda tanya di b
Istana Fers, di Hondura.Pada jam tiga subuh, tiba-tiba Kase terbangun. Dia duduk di atas ranjang dengan jantung berdebar kencang.Kase baru tidur pada larut malam. Baru saja tidur, dia pun bermimpi. Di dalam mimpinya, Kase melihat Sonia, tapi dia sudah menjadi monster yang dikurung di dalam kandang dan juga digebuki orang-orang.Ini bukan pertama kalinya Kase mengalami mimpi seperti ini. Dia duduk di ranjang sembari menunduk dengan napas terengah-engah. Kemudian, dia berjalan ke depan jendela. Orang-orang di Istana Fers sedang bersorak ria.Sonia sudah dibawa pergi selama dua hari dua malam. Eksperimen apa yang akan dilakukan mereka terhadap Sonia?Sekarang Sonia sudah berada di tangan Rayden. Dia pasti tidak akan melepaskan Sonia. Bisa jadi ada dendam kesumat di antara mereka berdua? Rayden pun akan bersikap semakin sadis lagi!Hati Kase semakin panik lagi. Dia mengambil sebotol alkohol, lalu meminumnya.Setelah sebotol alkohol dihabiskan semuanya. Dia baru berbaring di atas ranjang.
Hati Tasya terasa sesak. Dia merasa ragu sejenak, baru mengangguk. Pada akhirnya, Tasya membawa kue ke lantai atas.Saat tiba di lantai atas, sebelum Tasya memasuki kamar, dia menjerit, “Bos.” Namun, tidak ada respons dari dalam kamar.Tidak ada juga orang di ruang tamu. Tasya berjalan ke kamarnya. Pintu tidak ditutup dengan rapat. Setelah pintu diketuk berkali-kali, tetap tidak ada sahutan dari dalam sana.Tasya mendorong pintu kamar dengan perlahan. Tidak terlihat siapa pun di dalam sana. Ada beberapa potong pakaian diletakkan di atas ranjang dan ada juga sebuah tas ransel di sampingnya. Tasya terbengong sejenak. Apa Yandi hendak bepergian?Tasya berjalan ke dalam sembari melihat koper di atas ranjang. Tiba-tiba dia mulai merasa panik. Yandi mau ke mana? Apa dia masih akan kembali?Tasya duduk di samping ranjang. Beberapa saat kemudian, dia meletakkan kue di samping, lalu membantu Yandi untuk melipat pakaiannya.Dua potong kemeja itu sudah dicuci hingga warnanya memudar. Salah satuny
Di Kota Jembara.Makanan pesanan Frida sudah tiba. Dia menatap Johan yang sedang duduk di balkon sembari menjerit, “Makan!”Johan duduk di lantai sembari menatap kepingan salju yang bertebaran di luar. Raut wajahnya juga kelihatan dingin.Frida mendekatinya, lalu berhenti di belakangnya. “Makan!”Johan menggeleng. “Aku tidak ada selera makan. Kamu makan sendiri saja!”Frida berkata dengan suara datar, “Makan sedikit, ya. Setelah kenyang, kamu baru punya tenaga untuk membantu Bos.”Johan tertegun sejenak, lalu menoleh melihat ke sisi Frida.Frida mengangguk. “Aku sudah selidiki. Kalau mau pergi Hondura, mesti transit dua kali. Aku sudah beli tiket pesawat. Kalau cuaca besok cerah, kita bisa berangkat bersama besok pagi. Aku akan pergi bersamamu!”Johan langsung berdiri. Tatapannya tertuju pada diri Frida. “Frida ….”Frida berkata, “Tapi setelah sampai di sana, kamu jangan bertindak gegabah. Kamu mesti dengar apa kataku!”“Oke!” balas Johan dengan langsung.Kening Frida berkerut. “Sekara
Reza menatap bangku kosong dengan raut pucat. Dia berjalan menuju meja, melihat sebuah tablet di atasnya. Lampu di tablet itu berkedap-kedip, samar-samar memancarkan bayangan ke dinding. Ribuan gambar melintas dengan kecepatan tinggi.Jadi, gambar-gambar dalam video bersamanya sudah direkam sebelumnya. Percakapan berganti dengan sangat cepat sesuai konteks, begitu cepat hingga tidak bisa dilihat dengan kasat mata!Di layar ponsel, Sonia tersenyum tipis. “Reza, kenapa kamu diam saja?”Reza menunduk melihat Sonia di dalam layar ponsel. Kedua matanya seketika memerah. “Sonia, kenapa kamu membohongiku dengan cara seperti ini?”Sonia yang berada di dalam layar menatap Reza dengan terbengong.Reza mengakhiri video, lalu bergegas berjalan keluar.“Tuan Reza, ada yang terjadi?” tanya Indra dengan panik.Aura Reza sangat dingin. Dia melangkah dengan cepat. Saat dia hendak keluar, Jemmy bergegas ke dalam kamar. “Reza!”Langkah kaki Reza berhenti. Raut wajahnya kelihatan sangat muram. Dia menundu
Reza mengangkat ponselnya untuk menghubungi Robi. Suaranya terdengar buru-buru. “Apa Yandi sedang di Kota Jembara?”Robi segera membalas, “Iya, dia masih di sana.”“Emm.”Panggilan diakhiri. Namun, hati Reza tetap terasa tidak tenang. Rasa tidak tenang itu tidak berhenti menjalar di hatinya. Tidak!Reza harus segera menemui Sonia! Dia baru akan merasa tenang setelah bertemu langsung dengan Sonia!Salju di Kota Jembara semakin lebat saja. Pesawat pribadi tidak bisa beroperasi. Reza terpaksa mengendarai mobil ke Kota Atria.…Sore harinya, Johan telah kembali dari pelabuhan. Dia bergegas ke rumah Frida. Begitu memasuki rumah, dia langsung bertanya, “Apa ada kabar dari Bos?”Frida menggeleng. “Nggak ada, dua hari ini Bos nggak kasih perintah apa pun. Dia sudah dua hari melakukan panggilan video rekayasa dengan Kak Reza.”Kening Johan berkerut. “Sudah dua hari?”“Iya!” Frida menatap ponselnya.“Apa Bos dalam bahaya?” Raut wajah Johan menjadi pucat.Frida berkata, “Kalau Bos dalam bahaya,
Raut wajah Celine menjadi pucat. Ucapan Reza bagai menamparnya di depan umum, membuatnya merasa sangat canggung.Reza bersandar di tempat duduknya dengan malas. Auranya terasa sangat dingin. “Bekerjalah dengan baik. Jangan menghabiskan waktu dalam hal yang tidak berguna. Ada banyak orang yang ingin menjadi asisten pribadiku. Kalau kamu hanya memikirkan cara untuk menjilatku saja, cepat atau lambat kamu pasti akan dieliminasi. Apa kamu mengerti?”Celine mengepal erat tangannya. Saking malunya, betapa inginnya dia menghilang dari muka bumi ini. Dia tidak berani menatap Reza lagi, langsung menunduk dan mengiakan. “Aku mengerti!”“Keluar!” Nada bicara Reza sangat datar. Dia tidak memberi Celine sedikit pun kesempatan untuk bersuara lagi.Celine segera membalikkan tubuhnya, berjalan keluar ruangan.Setelah keluar ruangan, raut wajah Celine masih kelihatan sangat canggung. Tiba-tiba terlintas kata “mengundurkan diri” dari benaknya. Dia tidak ingin muncul di hadapan Reza lagi.Bukannya Sonia
Setelah tiba di Imperial Garden, Reza melepaskan jasnya, lalu melonggarkan dasinya. Dia duduk di sofa sembari memandang rumah yang kosong ini. Hatinya seketika terasa sakit dan tidak tenang ketika kepikiran Sonia.Beberapa saat kemudian, Reza baru berhasil menenangkan dirinya. Dia memalingkan kepalanya memandang ke kamar sebelah. Dia sungguh berharap setelah pintu itu dibuka, ada Sonia di dalam sana.Jelas-jelas Reza tahu semua itu tidak memungkinkan. Namun, dia masih saja berjalan ke kamar sebelah. Begitu pintu dibuka, Reza menyalakan lampu. Gambaran familier terbayang di depan mata.Dulu, Sonia akan tinggal di sini. Biasanya Sonia suka duduk di depan balkon sembari membaca buku di malam hari. Kemudian, Reza akan mengesampingkan buku Sonia, lalu memberinya ciuman mendalam.Reza berjalan ke sisi balkon, lalu duduk di sofa. Dia melihat selembar memo yang ditempelkan di atas sana.Saat Sonia pergi, sudah berkali-kali Reza memasuki kamar ini. Hanya saja, dia tidak pernah menyadari keberad