Reza menggigit Sonia menghukumnya lantaran tidak konsentrasi. Dia lalu berkata dengan suara serak, “Aku nggak ingin makan lagi. Aku ingin langsung pulang.”Reza sudah menahan hasratnya dari tadi siang. Sepertinya karena tahu Sonia sedang di ruangannya, Reza bahkan sempat beberapa kali tidak fokus saat rapat tadi. Sonia sudah mengacaukan konsentrasi Reza. Reza juga tidak bisa mengendalikan dirinya.Mereka sudah jadian selama setengah tahun lebih. Selama beberapa bulan ini, selain datang bulan, setiap malamnya mereka berdua pun akan berhubungan intim. Hanya saja, Reza masih merasa tidak cukup.Sonia merasa napas si lelaki sangatlah berat. Melihat lift sudah hampir tiba di lantai satu, dia pun mendorong Reza dengan panik. “Reza!”Salah satu tangan Reza menopang dinding. Dia berdiri tegak, lalu kembali mengecup ujung bibir si wanita.“Ting!”Pintu lift dibuka. Sonia segera memalingkan kepalanya untuk melihat keluar.Untung saja hari ini adalah hari Sabtu. Selain pekerja yang datang untuk
Saat Celine tiba di Kediaman Dikara, langit pun sudah gelap. Pembantu sedang menunggu di depan rumah. Melihat Celine menuruni mobil, dia segera menyambut kepulangan Celine. “Nona Celine, Bapak dan Ibu sedang menunggumu di dalam. Cepat masuk sana.”Celine mengenakan luaran berwarna krim dengan rambut bergelombang. Dia lalu berjalan ke dalam kediaman dengan terburu-buru.Lampu di dalam vila sangatlah terang. Tampak semua orang sedang berkumpul di dalam sana. Ketika melihat kepulangan Celine, Tobias dan Sutini duluan berdiri. Kemudian, yang lain juga ikut berdiri untuk menyambut Celine. Mereka memperlakukan Celine bagai dia telah melakukan jasa besar saja.Sutini menggenggam tangan Celine, lalu berbicara dengan tersenyum, “Lembur lagi? Capek, nggak?”Selesai berbicara, dia berpesan kepada pembantu, “Bawakan satu mangkuk sup ayam ginseng yang sudah aku masak kepada Celine.”Aminah berkata dengan tersenyum, “Ibu, Celine itu sekretaris pribadinya Reza. Dia punya banyak asisten. Dia nggak bak
“Cih!” Tiba-tiba Cindy berdiri. Dia mengambil segelas jus, lalu menyiramnya ke wajah Stella. “Kamu memang nggak tahu malu!”“Ahh!” jerit Stella sambil mengelak.Reviana segera mengambil tisu untuk menyeka wajahnya. Dia lalu mengomel, “Cindy, kamu lagi ngapain?”Hani juga pergi menarik Cindy. “Cindy, apa kamu sudah gila?”Tobias pun sudah marah. “Kurang ajar! Apa kamu tidak punya sopan santun? Harun, gimana kamu didik anakmu?”Cindy mendorong Hani, lalu menatap Stella yang berlagak lugu. “Sonia nggak mungkin jiplak hasil desainmu! Sebenarnya aku nggak mau bilang, tapi karena kamu nggak tahu diri, aku juga nggak ingin merahasiakannya lagi!”Cindy menatap semua orang, lalu menjerit, “Kenyataannya adalah Stella sudah menjiplak hasil karya Sonia. Sekarang dia sudah dipecat dari Arkava Studio!”Semua orang terbengong, dan seluruh ruang makan menjadi hening dalam seketika.Stella menatap Cindy dengan kegugupan. “Kamu … kamu sembarangan bicara!”Celine pun berkata dengan mengerutkan keningnya,
Ucapan Ferdi membuat Hendri semakin malu lagi. Semuanya juga hanya tersenyum, dan tidak berbicara lagi.Setelah hening selama beberapa saat, Celine berdiri dengan ekspresi muram. “Setiap kali kita semua berantem hanya gara-gara Sonia. Bisa nggak kita jangan ungkit nama dia lagi? Aku nggak ada waktu untuk dengar perdebatan kalian. Aku masih ada urusan. Aku pamit dulu!”Selesai berbicara, Celine pergi dengan membawa tasnya.Sutini lekas mengejar langkah Celine. “Celine, kamu pasti masih belum kenyang, ‘kan? Aku suruh pembantu untuk bawain kue kering untukmu.”Raut wajah Tobias semakin muram lagi. Dia mengomeli Hendri, “Kamu bahkan tidak bisa didik anakmu sendiri. Aku rasa kelak kamu tidak usah ikut campur dengan masalah bisnis keluarga lagi! Lain kali jangan bawa Stella atau Sonia ke sini! Bikin aku kesal saja!”Hendri semakin canggung saja.*Saat perjalanan pulang Harun dan keluarganya, mereka masih membahas masalah kericuhan malam hari tadi.Cindy juga malas mendengar perdebatan merek
Keesokan paginya, Reza sudah pergi. Sepertinya dia sedang sibuk dengan masalah akuisisi semalam.Sonia dijemput sopir Keluarga Dikara untuk pergi mengajar Tandy.Selesai bimbel, Tandy bertanya, “Aku sudah janjian sama temanku untuk main pingpong. Gimana kalau kamu ikut aku ke sana?”“Ngapain aku ke sana?” tanya Sonia sambil membereskan barang bawaannya.“Temanku panggil kakaknya untuk semangati dia. Dia bilang kakaknya cantik sekali. Jadi, aku nggak mau kalah!” Tandy mendengus.Sonia pun tertawa. “Aku juga bukan kakakmu!”“Kamu bisa menyamar untuk sementara waktu. Belakangan ini kakakku sibuk dan susah untuk dijumpai. Sepertinya dia lagi pacaran!”“Tebakanmu salah! Kakakmu lagi kerja paruh waktu. Dia lagi sibuk kerja.”Tandy mengerutkan keningnya. “Sebenarnya kamu mau pergi atau nggak?”“Pergi!” balas Sonia dengan langsung, “Tentu saja pergi, mana mungkin aku akan bikin kamu kalah!”Tandy tersenyum lebar. “Kamu memang setia kawan!”Sonia bertanya, “Aku pulang dulu. Kamu beri tahu aku a
Berhubung masih ada waktu, Sonia duluan kembali ke Imperial Garden, baru naik taksi ke balai olahraga.Sesampainya di sana, Sonia menghubungi Tandy, lalu menanyakan keberadaannya.Tandy memberi tahu Sonia untuk naik ke ruangan VIP di lantai tiga. Saat ini Tandy sedang bermain pingpong dengan temannya. Sementara, kakaknya si teman sedang bersorak menyemangati adiknya dari samping.Tak hanya kakaknya saja, dia juga membawa dua temannya. Mereka bertiga kelihatannya sekitar umur 16-17 tahun. Mereka mengangkat bendera kecil sambil bersorak. Tingkah mereka bagai sedang menghadiri acara perlombaan Olympics saja.Sonia pun sempat terbengong sejenak, baru melanjutkan langkahnya.“Kak!” Tandy sengaja menjerit, lalu segera berlari ke sisi Sonia dengan terengah-engah. “Kakak sudah datang!”“Minum air!” Sonia membuka tutup botol untuk Tandy. Dia lalu melanjutkan dengan ragu, “Apa aku juga perlu teriak slogan? Aku nggak bawa bendera.”Tandy yang sedang minum hampir saja tersedak. “Nggak usah, kampun
“Boy, kamu bawa dia ke tempat parkir!” pesan si lelaki dengan nada dingin. Kemudian, dia berkata kepada Sonia, “Jangan bermain trik dan jangan coba lapor polisi. Ada kamera tersembunyi di pakaian Boy. Kalau sampai kami menyadari kejanggalan dari dirimu, kami akan langsung bunuh adikmu!”Si lelaki bernama Boy mengenakan seragam pelatih. Dia berjalan pergi, lalu mengulurkan tangannya mulai meraba tubuh Sonia. Tatapannya pun mengintip bagian dada Sonia.Sonia langsung menepis tangan Boy, lalu mengeluarkan ponselnya. “Jangan lukai Tandy, dan jangan sentuh aku! Aku akan ikuti kemauan kalian!”Tangan yang ditepuk Sonia terasa sangat sakit. Boy langsung menonaktifkan ponselnya, lalu menatap Sonia dengan kesal. “Menarik! Ikuti aku!”Sonia memberi isyarat mata terhadap Tandy menyuruhnya untuk tidak khawatir. Kemudian, Sonia pergi bersama si Boy.Boy membawa Sonia masuk ke dalam mobil Audi. Orang yang sedang duduk menunggu di dalam mobil langsung mengikat kaki dan tangan Sonia, lalu menyumpal mu
Setelah mereka berjalan pergi, Sonia menyenggol-nyenggol tubuh Tandy, lalu duduk di sampingnya. Sonia mengisyaratkan Tandy untuk jangan membuang-buang tenaga lagi.Tandy melihat ke sisi Sonia. Dia mengerutkan keningnya, dan menggerakkan matanya.Mereka sudah bersama dalam waktu yang cukup panjang. Mereka cukup sehati. Jadi, Sonia mengerti apa maksud Tandy tadi. Dia memberi tahu Sonia, jangan takut, Paman Reza pasti akan menyelamatkan mereka!Sonia mengangguk dengan perlahan, lalu bersandar di dinding sambil menunggu dengan tenang.Sonia bukan sedang menunggu Reza, tapi sedang menunggu dalang di balik penculikan ini. Dia ingin tahu, sebenarnya siapa yang sudah merencanakan penculikan ini.Apa yang ingin mereka lakukan?*Reza sedang rapat saat menerima panggilan dari Robi. “Pak Reza, Tuan Tandy diculik sewaktu di balai olahraga!” Suara Robi terdengar dingin.Raut wajah Reza langsung berubah muram. Dia segera berjalan keluar. “Siapa pelakunya?”Semua petinggi di dalam ruang rapat bertuka
Hallie menggeleng. “Ketika aku melihat Kakek Aska, aku merasa sangat akrab sama dia. Aku punya firasat. Kakek Aska itu kakek luarku!”Aska menatap Hallie dengan ramah. “Anak baik. Selama beberapa tahun ini, kamu pasti sudah hidup menderita di luar sana. Setelah ibumu kembali, dia pasti akan merasa sangat gembira.”“Ibuku?” tanya Hallie dengan penasaran.“Iya, aku sudah menghubungi ibumu. Dia akan segera kembali!” Suara Aska terdengar terisak-isak. “Selama beberapa tahun ini, dia tidak menikah lagi juga demi menunggumu!”Mata Hallie memerah. “Aku berharap aku bisa segera bertemu dengan Ibu!”Saat mereka semua melanjutkan obrolan mereka, langit sudah gelap. Morgan pun telah pulang. Aska segera menceritakan masalah Hallie kepadanya.Sejak kecil, Morgan sering mendengar Aska menceritakan soal Jeje. Tidak disangka setelah bertahun-tahun, malah masih bisa ditemukan.Terlebih, Sonia malah menemukannya di Hondura. Semua ini terlalu kebetulan!Morgan pun menatap Sonia dengan tatapan syok.Sonia
Sonia makan siang bersama Ranty.Saat makan, mereka berdua terus membahas soal Morgan dan Theresia. Satunya tampan dan satunya cantik. Ranty merasa sangat percaya diri terhadap perjodohannya kali ini.Di satu sisi, Sonia berharap semua bisa berjalan sesuai dengan kemauan Ranty. Namun di sisi lain, akal sehatnya memberitahunya bahwa mereka berdua tidak memungkinkan!Tentu saja Ranty tidak ingin menghancurkan rasa optimis Ranty.Selesai makan, Ranty menerima panggilan dari perusahaan. Dia pun mesti kembali ke perusahaan untuk mengurus pekerjaannya. Kebetulan Sonia juga menerima panggilan dari Mandy. Ada dua lembar desain yang memerlukan sarannya. Mandy meminta bantuan Sonia untuk merevisinya.Sonia kembali ke Imperial Garden. Setelah dia merevisi dua lembar desain, waktu setengah hari pun telah berlalu. Sonia ingin menelepon abangnya untuk menanyakan hasil kencan buta. Belum sempat dia menelepon, tiba-tiba dia menerima panggilan dari Aska.“Pak Guru!” Sonia meregangkan tubuhnya, lalu berj
“Emm, aku tidur siang!” Theresia meregangkan tubuhnya.Nada bicara Theresia begitu terang-terangan. Ranty pun tidak berpikir kebanyakan. Dia hanya bertanya, “Bagaimana dengan pertemuan tadi siang?”Theresia terdiam sejenak, lalu berkata dengan tersenyum, “Sepertinya nggak begitu cocok.”Morgan membangkitkan tubuhnya, lalu bersandar di atas ranjang melihat ke sisi wanita yang sedang bertelepon. Dia yang membungkus tubuhnya dengan jubah tidur sedang membelakangi Morgan dan berkata pada orang di ujung telepon bahwa mereka berdua tidak cocok.“Nggak cocok?” Ranty merasa agak kecewa. “Kenapa? Apa kamu nggak suka sama dia? Atau dia yang nggak suka sama kamu?”Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kami saling nggak suka.”“Jadi, kalian nggak nonton opera?”“Nggak!”“Kakak temanku memang lebih besar beberapa tahun dari kamu, tapi nggak kelihatan sama sekali. Apalagi dia itu orangnya agak kalem. Dia bukan nggak suka sama kamu. Kalau kamu punya perasaan sama dia, aku rasa kalian bisa coba untuk
Morgan memalingkan kepalanya, lalu mengambil boneka unicorn untuk melihatnya. Tiba-tiba dia kepikiran dengan ulang tahun ke-17 Theresia, Morgan baru pulang dari luar. Theresia menyuguhkan mie masakannya untuk dicicipinya.Morgan menyantap mie masalah Theresia, lalu memberinya sebuah gantungan kunci unicorn dan memberinya ucapan selamat ulang tahun.Pada malam hari itu juga, Morgan meminta pertama kalinya.Morgan melepaskan mantelnya, lalu meletakkannya di atas sofa. Theresia menyeduh teh, kemudian menyuguhkannya kepada Morgan. Dia berbicara dengan nada bersalah, “Hanya ada daun teh, coba dicicipi.”“Oke, tidak masalah!” Tatapan Morgan kelihatan tajam. Berhubung sering berhubungan dengan tentara bayaran, dia pun selalu menunjukkan sisi dinginnya.Theresia melangkah mundur selangkah, lalu melihat dia meminum teh.Morgan mengenakan kemeja berwarna hitam. Wibawanya kelihatan jelas. Dia memegang cangkir teh sembari duduk di atas sofa. Gambaran ini membuatnya terasa sangat ajaib.Morgan menye
Saat Theresia pergi, Morgan telah memberinya uang yang cukup banyak untuk melewati sisa hidupnya. Kenapa Theresia mesti bekerja dengan susah payah lagi?“Emm!”Theresia mengangguk. “Setelah tiba di Kota Jembara, aku berencana untuk tinggal di sini, tapi aku tidak ingin jadi pengangguran. Aku merasa aku seharusnya melakukan sesuatu. Kemudian, aku pun mendirikan sebuah perusahaan humas. Jujur saja, maksud awalku adalah perusahaan humas memiliki banyak sumber informasi. Aku pikir mungkin bisa membantumu. Aku juga nggak menyangka ternyata hasilnya cukup baik.”Morgan mengangguk.Pelayan datang untuk mengantar makanan. Mereka berdua menghentikan obrolan, lalu menyantap makanan dengan tenang.Setelah makan beberapa saat, Theresia mengangkat kepalanya dan bertanya, “Apa kamu datang ke Kota Jembara karena masalah Sonia?”“Iya!” Morgan mengangguk. “Sementara ini aku tinggal di rumah Pak Aska.”Theresia pun mengerti. Dia berkata dengan tersenyum, “Aku lihat di internet, sekarang semua opini berpi
Mereka berdua naik ke restoran lantai dua. Sonia mengirim pesan kepada Ranty.[ Kita sudah sampai! ]Ranty segera membalas pesan.[ Theresia sudah menunggu selama sepuluh menit. Suruh Tuan Morgan ke meja nomor enam! ][ Oke! ]Sonia menoleh untuk melihat Morgan. “Aku ke toilet dulu. Kamu tunggu aku di meja nomor enam. Aku akan segera kembali.”“Emm!” Morgan juga tidak merasa curiga. Dia pun berjalan ke meja makan nomor enam.Restoran di dalam opera house ini penuh dengan hawa seni. Jendela tinggi dipadukan dengan lukisan dinding dan lampu kristal kuno. Ada beberapa tamu sedang mengobrol santai. Hawa romantis dan klasik muncul di mana-mana.Morgan tahu wanita ini berada di kota ini. Hanya saja, saat bertemu, Morgan tetap merasa syok!Theresia juga terbengong. Dia spontan berdiri. Raut wajahnya seketika berubah menjadi ekspresi hormat. “Tuan Morgan!”Wanita Itu mengenakan mantel panjang berwarna hitam dengan riasan tipis di wajahnya. Alisnya indah bagai lukisan di kejauhan. Matanya bening
Sonia melirik Reza dengan tidak berdaya. Kemudian, dia memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela. “Cuaca sudah cerah?”“Iya, sudah cerah!” Reza memiringkan tubuhnya, menopang kening dengan pergelangan tangannya. “Apa suasana hatimu sudah membaik?”Sonia meregangkan tubuhnya. “Suasana hatiku selalu baik!”Kemudian, Sonia memalingkan kepala untuk melihatnya. “Apa sudah seharusnya kamu pergi ke perusahaan untuk bekerja?”“Kamu pergi bersamaku!” Reza memasukkan tubuh lembut Sonia ke dalam pelukannya, tidak rela untuk melepaskannya.“Nggak bisa. Hari ini aku mau ke rumah Pak Aska.” Sonia mengangkat kepala untuk menatapnya. “Sekalian minta sesuatu dari Pak Guru. Aku mau mempersiapkan tes DNA Hallie.”“Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Setelah kamu pergi ke rumahnya Pak Aska, aku baru pergi bekerja!”“Oke!”Reza menunduk, lalu mencium Sonia untuk beberapa saat. Kemudian, dia baru menggendong Sonia.Saat sarapan, Sonia baru terbaca pesan yang dikirim Ranty semalam.[ Aku sudah berhasil atasi
Reza menatap Sonia. “Jadi, jangan harap untuk meninggalkanku!”Sonia mengulurkan tangan untuk memeluknya. “Aku nggak pernah berpikir seperti itu, nggak pernah sama sekali!”Suara Reza terdengar serak. “Sayang, apa kamu peduli dengan perasaanku?”“Peduli!”“Sekarang aku sangat panik!”Sonia memeluknya. “Aku ada di dalam pelukanmu. Kenapa kamu malah panik?”“Tapi, setelah kamu tidur, kamu tidak menginginkanku lagi!” Nada bicara si pria terdengar gusar.Sonia terdiam membisu.“Sonia!” Reza mencubit dagunya. Nada bicaranya terdengar sabar dan lembut. “Kematian Serigala tidak ada hubungannya sama kamu. Dia membantu Tritop dalam begitu banyak hal. Dia sudah tidak bisa kembali lagi. Meninggal tanpa penyesalan adalah akhir yang paling bagus untuknya.”Sonia menggigit erat bibirnya. Dia tidak berbicara.“Aku bukan lagi mengatakan kata-kata yang tidak ingin kamu dengar. Kalau kamu tidak mendetoks racun di dalam tubuhmu, cepat atau lambat kamu akan diserang oleh pengaruh obat. Kalau suatu hari nan
Reza berkata dengan perlahan, “Kamu mau muntahin ke dalam air lagi?”Tangan Sonia yang sedang menekan ponsel berhenti. Dia mengangkat kepalanya melihat ke sisi sang pria.Hanya ada satu lampu yang dinyalakan di dalam kamar. Pencahayaan lampu redup dipancarkan ke lima indra tajam si pria. Di dalam suasana istimewa ini, wajah tampan Reza kelihatan agak dingin.Terdengar juga samar-samar suara turun salju di luar sana. Angin dingin mengembus kepingan salju, lalu dijatuhkan ke atas kaca. Rasa dingin mulai terasa.Mereka berdua bertatapan untuk beberapa saat, kemudian Reza berkata dengan nada datar, “Aku terus mencari alasan kenapa obat ini tidak berkhasiat. Bahkan aku juga menyuruh anggotaku untuk mencari Billy dan Profesor Regan, aku yakin mereka tidak membohongiku. Obat penawar untuk racun yang disuntikkan di tubuhmu juga tidak salah.”“Aku tidak habis pikir, padahal obat itu manjur, kemudian aku mendapatkan jawabannya pada tiga hari lalu. Aku tahu kenapa obat itu tidak manjur?”“Selain m