Reza mengangkat ponselnya untuk menghubungi Robi. Suaranya terdengar buru-buru. “Apa Yandi sedang di Kota Jembara?”Robi segera membalas, “Iya, dia masih di sana.”“Emm.”Panggilan diakhiri. Namun, hati Reza tetap terasa tidak tenang. Rasa tidak tenang itu tidak berhenti menjalar di hatinya. Tidak!Reza harus segera menemui Sonia! Dia baru akan merasa tenang setelah bertemu langsung dengan Sonia!Salju di Kota Jembara semakin lebat saja. Pesawat pribadi tidak bisa beroperasi. Reza terpaksa mengendarai mobil ke Kota Atria.…Sore harinya, Johan telah kembali dari pelabuhan. Dia bergegas ke rumah Frida. Begitu memasuki rumah, dia langsung bertanya, “Apa ada kabar dari Bos?”Frida menggeleng. “Nggak ada, dua hari ini Bos nggak kasih perintah apa pun. Dia sudah dua hari melakukan panggilan video rekayasa dengan Kak Reza.”Kening Johan berkerut. “Sudah dua hari?”“Iya!” Frida menatap ponselnya.“Apa Bos dalam bahaya?” Raut wajah Johan menjadi pucat.Frida berkata, “Kalau Bos dalam bahaya,
Reza menatap bangku kosong dengan raut pucat. Dia berjalan menuju meja, melihat sebuah tablet di atasnya. Lampu di tablet itu berkedap-kedip, samar-samar memancarkan bayangan ke dinding. Ribuan gambar melintas dengan kecepatan tinggi.Jadi, gambar-gambar dalam video bersamanya sudah direkam sebelumnya. Percakapan berganti dengan sangat cepat sesuai konteks, begitu cepat hingga tidak bisa dilihat dengan kasat mata!Di layar ponsel, Sonia tersenyum tipis. “Reza, kenapa kamu diam saja?”Reza menunduk melihat Sonia di dalam layar ponsel. Kedua matanya seketika memerah. “Sonia, kenapa kamu membohongiku dengan cara seperti ini?”Sonia yang berada di dalam layar menatap Reza dengan terbengong.Reza mengakhiri video, lalu bergegas berjalan keluar.“Tuan Reza, ada yang terjadi?” tanya Indra dengan panik.Aura Reza sangat dingin. Dia melangkah dengan cepat. Saat dia hendak keluar, Jemmy bergegas ke dalam kamar. “Reza!”Langkah kaki Reza berhenti. Raut wajahnya kelihatan sangat muram. Dia menundu
Di Kota Jembara.Makanan pesanan Frida sudah tiba. Dia menatap Johan yang sedang duduk di balkon sembari menjerit, “Makan!”Johan duduk di lantai sembari menatap kepingan salju yang bertebaran di luar. Raut wajahnya juga kelihatan dingin.Frida mendekatinya, lalu berhenti di belakangnya. “Makan!”Johan menggeleng. “Aku tidak ada selera makan. Kamu makan sendiri saja!”Frida berkata dengan suara datar, “Makan sedikit, ya. Setelah kenyang, kamu baru punya tenaga untuk membantu Bos.”Johan tertegun sejenak, lalu menoleh melihat ke sisi Frida.Frida mengangguk. “Aku sudah selidiki. Kalau mau pergi Hondura, mesti transit dua kali. Aku sudah beli tiket pesawat. Kalau cuaca besok cerah, kita bisa berangkat bersama besok pagi. Aku akan pergi bersamamu!”Johan langsung berdiri. Tatapannya tertuju pada diri Frida. “Frida ….”Frida berkata, “Tapi setelah sampai di sana, kamu jangan bertindak gegabah. Kamu mesti dengar apa kataku!”“Oke!” balas Johan dengan langsung.Kening Frida berkerut. “Sekara
Hati Tasya terasa sesak. Dia merasa ragu sejenak, baru mengangguk. Pada akhirnya, Tasya membawa kue ke lantai atas.Saat tiba di lantai atas, sebelum Tasya memasuki kamar, dia menjerit, “Bos.” Namun, tidak ada respons dari dalam kamar.Tidak ada juga orang di ruang tamu. Tasya berjalan ke kamarnya. Pintu tidak ditutup dengan rapat. Setelah pintu diketuk berkali-kali, tetap tidak ada sahutan dari dalam sana.Tasya mendorong pintu kamar dengan perlahan. Tidak terlihat siapa pun di dalam sana. Ada beberapa potong pakaian diletakkan di atas ranjang dan ada juga sebuah tas ransel di sampingnya. Tasya terbengong sejenak. Apa Yandi hendak bepergian?Tasya berjalan ke dalam sembari melihat koper di atas ranjang. Tiba-tiba dia mulai merasa panik. Yandi mau ke mana? Apa dia masih akan kembali?Tasya duduk di samping ranjang. Beberapa saat kemudian, dia meletakkan kue di samping, lalu membantu Yandi untuk melipat pakaiannya.Dua potong kemeja itu sudah dicuci hingga warnanya memudar. Salah satuny
Istana Fers, di Hondura.Pada jam tiga subuh, tiba-tiba Kase terbangun. Dia duduk di atas ranjang dengan jantung berdebar kencang.Kase baru tidur pada larut malam. Baru saja tidur, dia pun bermimpi. Di dalam mimpinya, Kase melihat Sonia, tapi dia sudah menjadi monster yang dikurung di dalam kandang dan juga digebuki orang-orang.Ini bukan pertama kalinya Kase mengalami mimpi seperti ini. Dia duduk di ranjang sembari menunduk dengan napas terengah-engah. Kemudian, dia berjalan ke depan jendela. Orang-orang di Istana Fers sedang bersorak ria.Sonia sudah dibawa pergi selama dua hari dua malam. Eksperimen apa yang akan dilakukan mereka terhadap Sonia?Sekarang Sonia sudah berada di tangan Rayden. Dia pasti tidak akan melepaskan Sonia. Bisa jadi ada dendam kesumat di antara mereka berdua? Rayden pun akan bersikap semakin sadis lagi!Hati Kase semakin panik lagi. Dia mengambil sebotol alkohol, lalu meminumnya.Setelah sebotol alkohol dihabiskan semuanya. Dia baru berbaring di atas ranjang.
Ada balkon yang indah dan luas di luar bar. Dari tempat duduk di balkon, dapat terlihat seluruh pemandangan istana.Kase memesan segelas alkohol. Dia yang mengenakan kacamata hitam sedang duduk di sofa sembari menatap pemandangan.Hallie berjalan mendekat, lalu meletakkan alkohol di meja depan Kase. Dia pun bertanya, “Kenapa belakangan hari ini aku tidak melihatmu dan Sonia?”Kase berkata pada Hallie, “Duduk. Ada yang mau aku bicarakan denganmu!”Raut wajah Hallie berubah serius. Dia duduk di hadapan Kase, lalu bertanya, “Masalah apa?”“Apa kamu sudah bertemu dengan kekasihmu?” tanya Kase.Kening Hallie berkerut. “Sudah, tapi dia nggak bersedia untuk mengatakan apa pun.”Waktu itu Hallie dilelang di bar, tapi Regan malah mencampakkannya begitu saja. Pada saat itu, Hallie sudah mulai kecewa terhadap Regan.Alasan Hallie bersikeras tinggal di sini juga karena … dia ingin mendengar langsung alasan Regan melakukan semua itu. Jika Hallie pulang begitu saja, tetap ada banyak tanda tanya di b
Di gedung penelitian, ruangan bawah tanah tingkat sepuluh.Seorang perawat mendorong lemari pendingin sembari mengikuti dokter masuk ke dalam laboratorium. Seperti biasa, cairan obat berwarna biru muda disuntikkan ke pergelangan tangan Sonia.Seluruh tubuh Sonia dimonitor oleh berbagai alat. Matanya tertutup rapat dengan ekspresi wajah sedang meronta dan kesakitan. Dia terjebak dalam sebuah mimpi.Sonia dan anggota timnya menerima sebuah misi baru, yaitu menyelamatkan sandera di pabrik terlantar. Mereka bertujuh beraksi di jam 12 malam. Saat tiba di lokasi, kebetulan sudah jam dua dini hari.Pabrik minyak yang terbengkalai ditumbuhi semak belukar setinggi orang dewasa di mana-mana. Mereka bertujuh memegang senjata di tangan sembari menyusup masuk dengan senyap.Langit mendung. Pencahayaan begitu gelap hingga tidak terlihat apa-apa. Hanya bengkel tua di bagian terdalam pabrik yang memancarkan cahaya redup.Di dalam pabrik, ada 20 penjaga dengan persenjataan yang minim. Misi semacam ini
Obat uji coba sejenis itu membuat orang-orang hidup di dalam memori pilu. Namun, apa memori pilu di hati Sonia?Tiba-tiba Rayden penasaran. “Seharusnya kamu mesti segera membunuhnya!” Terdengar suara dingin dari belakang.Ekspresi Rayden tidak berubah sama sekali. Dia berkata dengan suara serius, “Sepertinya kamu yang ingin membunuhnya!”Si pria berjalan maju sembari menatap wanita di dalam layar. Dia pun berkata dengan tersenyum sinis, “Iya, aku ingin sekali mencabiknya sampai mati.”Seandainya bukan karena wanita ini, dia juga tidak perlu hidup dengan terus melarikan diri. Si pria menatap Rayden. “Wanita itu yang sudah membunuh Brown. Apa kamu tidak ingin balas dendam untuk Brown?”Rayden berkata dengan dingin, “Cepat atau lambat Brown pasti akan mati. Semua itu hukum alam. Dia hanya memajukan waktunya saja. Kenapa aku mesti membunuh wanita itu?”Kening si pria berkerut. “Apa yang ingin kamu lakukan terhadapnya? Aku ingatkan kamu. Wanita ini sangat hebat. Dia juga tidak gampang untu
Theresia berkata dengan nada bercanda, “Kalau ada cowok dengan persyaratan sebagus itu, kenapa kamu menyisakannya untukku?”Ranty berkata dengan menghela napas. “Karena aku sudah masuk ke dalam jebakan Matias. Kalau nggak, aku pasti akan mengejarnya!”Theresia tersenyum. “Sudahlah, belakangan ini aku benar-benar lagi sibuk. Nggak ada waktu buat pacaran!”“Sejak kapan kamu punya waktu? Jangan cari alasan. Aku saja nggak pernah lihat kamu pacaran. Sebagai teman, aku merasa sudah seharusnya kamu mempertimbangkannya!”Theresia terdiam. Tiba-tiba dia kepikiran dengan malam meninggalkan Hondura. Pria itu memberitahunya untuk mencari orang yang kamu sukai dan hidup dengan baik.Waktu itu, Theresia benar-benar berjanji padanya. Dia memang merasa sudah seharusnya berpamitan dengan masa lalu, lalu memulai hidup barunya.Ketika menyadari Theresia tidak berbicara, Ranty berkata dengan tersenyum, “Hanya ketemuan saja. Kalian juga bukan mesti bersama setelah bertemu. Kamu bisa anggap jadi sebuah pen
Dalam sesaat, Jason teringat dengan mereka berempat sebelumnya tinggal di sini. Dia mengajari Kelly bagaimana mendapatkan hati orang yang dia sukai. Kelly membalasnya, “Aku juga nggak suka sama kamu!”Meskipun waktu sudah berlalu lama, Jason masih saja bisa merasakannya!Jason menghela napas. “Sudahlah, kalian lebih akrab. Cuma aku saja orang luar di sini!”Yana menjerit, “Ayah, aku dan kamu sama-sama jadi orang luar!”Semua orang langsung tertawa.Jason terharu hingga kedua matanya berkilauan. “Yana memang baik. Memang tidak salah lagi, Yana memang putri kandungku!”“Jangan cerewet lagi. Cepat pergi potong kentang sana!” Reza menarik Jason untuk kembali ke kamar.Di dalam ruang tamu, Kelly menyerahkan biskuit cokelat buatannya kepada Sonia. “Apa masalah sudah diselesaikan? Saat aku di Lonson, aku sangat mencemaskanmu. Kata Kak Jason, aku mesti percaya dengan kemampuan kamu dan Kak Reza! Sesuai dugaannya, begitu kalian kembali, semua masalah pun sudah diatasi. Aku benar-benar merasa sa
Sonia berkata canggung, “Hallie masih berada di Kediaman Keluarga Herdian.”“Aku sudah beri tahu Ibu. Malam ini kita akan tinggal di rumah Tuan Aska untuk temani Kakek. Aku suruh Ibu untuk bantu jaga Hallie,” ucap Reza dengan perlahan.Sonia memalingkan kepala untuk melihat Reza. “Kalau di Kediaman Keluarga Herdian, juga nggak ada yang ganggu kita. Ngapain kamu mesti bohong?”Kebetulan mobil sedang berhenti di depan lampu merah, Reza memalingkan wajahnya untuk menatap Sonia. “Aku takut kamu tidak bebas di rumah!”Wajah Sonia seketika merona. Dia memelototi si pria hingga tidak bisa berkata-kata.Reza tersenyum tipis. “Bercanda. Jason dan Kelly sudah kembali ke Imperial Garden. Katanya, mereka sudah persiapkan yang enak-enak untuk menyambutmu.”Sonia meliriknya sekilas, lalu memalingkan kepalanya melihat ke luar jendela.“Umur Hallie dan Tasya sebaya. Selama di rumah, kamu tenang saja!” ucap Reza.“Emm!” Sonia mengangguk dengan perlahan.“Kebetulan ada yang ingin aku katakan sama kamu,
Reza kelihatan tenang. “Sebelum kamu pulang, Sonia selalu menerima segalanya!”Maksudnya, sekarang giliran Morgan.Morgan mengeluarkan ponsel dengan tenang. “Aku lihat dulu apa ada misi belakangan ini?”Semua orang langsung tertawa.Saat hampir menyelesaikan makan siang, Sonia menyadari Rose yang duduk dengan tidak fokus. Dia mencedok sup untuk Rose. “Ada apa?”Rose menggenggam tangan Sonia. “Sonia, coba kamu pegang kepalaku. Apa aku demam?”Sonia mengangkat tangannya untuk memegang. Memang terasa panas. “Ada masalah apa? Aku panggil dokter kemari!”“Ada apa?” Aska kemari.“Rose demam!” balas Sonia.Semua orang menjadi diam, lalu menatap Rose dengan penuh perhatian.Rose melambaikan tangannya. “Nggak apa-apa. Nggak usah panggil dokter. Semalam aku dan Devin kelamaan di jalan raya. Mungkin aku jadi flu karena masuk angin.”Kening Aska berkerut. “Kondisi tubuhmu tidak bagus dan sering sakit. Memangnya kamu tidak tahu? Kenapa malah berdiri tengah malam di pinggir jalan?”Rose tidak memili
“Bukan!” Tentu saja Sonia tidak bermaksud seperti itu. Dia hanya merasa agak konyol.“Theresia juga cukup malang. Dia nggak punya orang tua. Seorang diri bekerja keras di Kota Jembara. Kalau dia benar-benar bersama Tuan Morgan, bisa jadi mereka bisa akan jadi pasangan sejati!” Tadinya Ranty hanya sembarangan bicara saja. Saat ini, dia malah merasa masalah ini bisa direalisasi. “Seharusnya Kakek nggak akan merasa latar belakang Theresia nggak pantas menjadi bagian Keluarga Bina, ‘kan?”“Tentu saja nggak!” balas Sonia.“Baguslah kalau begitu!” Ranty kelihatan gembira, seolah-olah masalah ini telah berhasil.Sonia tersenyum tipis. “Kak Morgan juga belum pasti akan setuju!”“Kalau begitu, kamu jangan beri tahu dia dulu. Setelah bertemu dengan Theresia, bisa jadi dia akan terpesona oleh Theresia!” Ranty tersenyum nakal. “Theresia itu cewek cantik yang disukai para cowok dan cewek. Dia pasti bisa menarik Tuan Morgan kembali ke dunia fana!”Sepertinya pikiran Sonia berhasil dicuci oleh Ranty.
Ranty telah tiba di rumah Aska. Dia berbasa-basi beberapa saat dengan Jemmy dan yang lain, kemudian menarik Sonia untuk berbicara di samping.“Stella nggak bisa berulah lagi. Dia sudah bertengkar hebat sama Reviana. Sandaran terakhirnya juga sudah hilang. Aku nggak apa-apain dia, cuma bikin dia kehilangan segalanya. Dengan begitu, dia baru bisa merasakan kehidupannya yang semula.”Usai berbicara, Ranty menyerahkan uang hasil transfer Stella tadi kepada Sonia. “Aku sudah periksa sebelumnya, uangnya juga nggak banyak, sekitar 40 miliar saja. Kalau kamu bersedia untuk menyimpannya, kamu ambil saja. Kalau kamu nggak mau, kamu bisa kembalikan kepada Hendri.”Sonia mengambil kartu di tangan, lalu berpikir sejenak, baru berkata, “Aku ingin kembalikan kepada Keluarga Dikara!”Ranty mencemberutkan bibirnya. “Aku tahu kamu pasti akan luluh.”Sonia tersenyum tipis. “Bukan juga. Sekarang perusahaan Keluarga Dikara sedang merugi. Para klien yang dirugikan itu nggak bersalah. Bank akan menyita aset
Jantung Yandi berdebar. Rasa kebas mulai menjalar di dirinya. Dia spontan bersandar ke belakang, lalu menarik kemejanya untuk menutupi bagian pundak yang terpampang lebar. “Aku baik-baik saja. Kamu pulang sana!”“Nggak usah usir aku. Aku akan pergi sendiri nanti!” Tasya meletakkan obat kembali, lalu berkata dengan serius, “Kenapa kamu bisa tertembak? Apa kamu bergabung dalam organisasi gelap? Apa kelak kamu akan sering bertarung lagi?”Yandi menatapnya. “Takut?”“Takut!” Tasya langsung menatap mata Yandi. “Aku takut kamu akan mati!”Yandi tertegun.Tasya berkata dengan menggigit bibirnya, “Aku nggak peduli dengan apa yang kamu lakukan dulu. Kelak aku berharap kamu jangan ke sana lagi, melewati hidupmu dengan baik, ya?”Tadinya Yandi ingin mengatakan bahwa dia memang tipe orang seperti itu. Namun, ketika melihat mata merah Tasya, dia pun tidak beradu lagi dengan Tasya, hanya mengangguk dengan perlahan saja. “Aku punya batasan!”Mereka semua adalah orang dewasa, terutama Yandi. Dia lebih
“Biarkan aku tetap berada di sisimu, kita bisa tetap berteman seperti dulu, tapi jangan lagi bersikap dingin dan menjauhiku! Beri kita waktu untuk saling memahami perasaan satu sama lain. Kalau kamu tetap nggak bisa menyukaiku, aku akan mundur.” Tasya mengucapkan kalimat terakhir itu dengan suara terisak-isak.Yandi tidak langsung menjawabnya. Setelah berpikir sejenak, dia mengangguk dengan perlahan. “Oke, boleh!”Tasya tersenyum manis, tetapi dibaluti dengan air mata. Sosok dia saat ini menyentuh hati siapa pun yang melihatnya.Tasya tersenyum karena dirinya memiliki harapan dan juga tersenyum karena dirinya yang tidak berguna. Padahal Yandi tidak menjanjikan apa-apa, dia malah merasa gembira.Tasya buru-buru menyeka air matanya, lalu mengulurkan tangannya sembari berkata dengan sedikit canggung dan berani, “Boleh nggak aku peluk kamu?”“Ja ….”Belum sempat Yandi menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba Tasya melompat ke arahnya dan memeluknya erat, menempelkan tubuh mungilnya ke dada pria
Kening Yandi berkerut. “Aku saja tidak peduli. Orang lain lebih tidak usah peduli!”“Tapi, aku peduli!” Tiba-tiba mata Tasya memerah. Dia berkata dengan terisak-isak, “Semalaman aku nggak tidur. Aku takut Leon dan yang lainnya nggak tahu cara untuk jagain kamu. Bahkan ketika bermimpi, aku juga bermimpi kamu berdiri di depanku dengan darah di seluruh tubuhmu!”Yandi terbengong melihat wanita bermata merah. Hatinya terasa sesak. Dia sama sekali tidak mengatakannya.Tasya memalingkan kepalanya, lalu menarik napas dalam-dalam. Dia tidak tahu dirinya sedang marah atau sedih, jantungnya tidak berhenti berdetak kencang.Yandi mengambil tisu untuk Tasya, kemudian berkata dengan datar, “Tasya, mau aku bilang berapa kali baru kamu mengerti. Kita itu bukan orang satu dunia. Dengan pengalaman dari kecilku, pandangan hidup kita berbeda. Kelak kita tidak bisa hidup bersama. Kamu seharusnya mencari orang sebaya, lalu segera berpacaran. Dengan begitu, kamu pun akan melupakanku!”Tasya tidak mengambil