Sabtu paginya, Sonia masih belum bangun. Ketika mendengar ada suara di ruang tamu, dia membuka pintu kamar, lalu mengintip keluar.Ternyata ada Reza di luar sana. Dia mengenakan kemeja garis-garis berwarna biru putih. Dia berdiri di dalam dapur sepertinya sedang menghangatkan susu.Sonia menatap cahaya matahari di luar sana. Dia meregangkan tubuhnya, lalu pergi mencuci muka.Setelah mencuci muka, Sonia mengganti pakaian pergi ke ruang makan. Dia berkata dengan tersenyum, “Kenapa kamu nggak bangunin aku buat lari pagi hari ini?”Reza memalingkan kepala melirik Sonia sekilas. Dia berkata dengan tersenyum datar, “Hari ini Sabtu, kamu istirahat saja.”Sonia tersenyum. “Terima kasih.”Si wanita mengenakan kemeja putih longgar dengan rambut tidak disisir rapi. Di bawah pancaran sinar matahari, kelima indera si wanita kelihatan sangat menawan. Reza menatap sekilas, baru memalingkan kepalanya.Sonia menunduk meneguk segelas susu. Dia berkata dengan mengerutkan keningnya, “Nggak tambah gula?”
Reza menggenggam tangan Sonia, lalu berkata dengan tersenyum tipis, “Kalau dia tidak ada sedikit kekurangan, apa kamu merasa aku pantas untuk bersamanya?”Sonia melebarkan sedikit matanya, kemudian mencubit tangan Reza. Kenapa Reza malah sembarangan bicara di hadapan Tandy?Tandy tersenyum. “Benar apa katamu. Bu Sonia terlalu sempurna. Dia memang perlu ada sedikit kekurangan!” Sambil berbicara, Tandy sambil menggendong anjing kecilnya. “Arman, sapa Bibi Sonia!”“Namanya Arman?” Sonia mengangkat-angkat alisnya.Tandy berkata dengan manja, “Iya, aku yang kasih. Bagus, ‘kan?”Sonia tersenyum lebar. “Bagus, bagus sekali!”Tandy berkata dengan ekspresi risi, “Senyumanmu palsu sekali!”Tanpa menunggu ucapan dari Sonia, Reza pun berkata dengan datar, “Semalam bukannya kamu minta hadiah dari aku? Aku sudah memikirkannya, aku akan suruh Robi untuk beli beberapa set buku latihan. Aku jamin kamu pasti akan puas dengan setiap set buku itu.”Tandy menarik napas dalam-dalam. Dia melihat Sonia yang s
Pada saat ini, Stella tidak sanggup untuk merahasiakannya lagi. Dia tidak bisa mengundang Pretty ke rumah, juga tidak mungkin meminta Pretty untuk membantu Bagas.Stella menggenggam gelas jus di tangannya, lalu berkata dengan suara rendah, “Paman, maafkan aku, aku nggak bisa bantu kamu. Aku … aku sudah mengundurkan diri. Aku bukan desainer busana Pretty lagi.”Suara Stella sangat kecil. Suasana di dalam ruangan seketika menjadi hening. Tidak lagi terdengar suara tawa.Reviana menatap Stella dengan tatapan tidak percaya. “Masalah kapan? Kenapa kamu tidak bicarakan masalah ini sama aku?”Hani yang tidak berbicara dari tadi akhirnya menemukan kesempatan untuk berbicara. Dia mengunyah kacang sembari berkata dengan tersenyum tipis, “Kebetulan sekali, Kak Bagas mau minta bantuan Stella, Stella malah sudah mengundurkan diri.”Raut wajah Bagas seketika menjadi muram. “Stella, jangan-jangan kamu sengaja mengarang alasan karena tidak ingin membantu Paman.”“Bukan, aku benar-benar sudah mengundur
Aminah segera meredakan suasana. “Sudahlah, kita semua satu keluarga. Untuk apa kita saling marah-marahan?”Reviana membalas dengan murka, “Kita harus bicarakan masalah hari ini dengan jelas. Stella telah dipersulit, kenapa dia malah diolok-olok oleh anggota keluarganya sendiri? Hari ini, aku camkan sekali lagi, aku cuma punya satu putri saja, namanya Stella. Hidup matinya Sonia tidak ada hubungannya sama aku. Siapa yang ingin membelanya, ya sudah, kalian adopsi dia saja!”Hati Stella sungguh terasa kalut. Selain merasa terharu, dia juga merasa sedih. Dia bersandar di pundak Reviana. “Ibu!”Cindy segera berkata, “Oke, Bibi Reviana nggak mau Sonia lagi, ‘kan? Kami mau! Kelak dia akan menjadi adik kandungku!”Raut wajah Hani spontan berubah. Dia segera memberi isyarat mata terhadap Cindy.Tidak masalah jika membela Sonia. Hanya saja, kenapa malah melibatkan diri dalam kerepotan ini?Reviana tersenyum dingin. “Oke, kamu segera telepon dia. Sepertinya dia juga sangat mengharapkannya!”“Cuk
“Nggak usah!” tolak Sonia, “Biar aku sendiri saja!”Sekarang Sonia tidak ingin Keluarga Dikara mengetahui hubungannya dengan Keluarga Dikara. Sepertinya Sonia bisa membayangkan bagaimana reaksi mereka ketika mengetahui hubungannya dengan Reza. Dia juga tidak berharap kerepotan ini akan melibatkan diri Reza.Reza mengangkat-angkat alisnya. “Kenapa? Apa kamu malu memperkenalkanku kepada anggota keluargamu?”Sonia tersenyum tipis. “Kamu tahu aku nggak bermaksud seperti itu.”“Kalau begitu, ayo pergi bersama!” Sikap Reza sangat tegas. Dia berkata dengan tersenyum, “Kamu tidak ingin bilang ke mereka aku itu suamimu, tapi kamu bisa bilang kalau aku itu … sopirmu.”Sonia langsung tertawa. “Mereka akan kaget.”“Kagetkan mereka saja!” Reza menggandeng tangan Sonia berjalan ke bawah. “Ayo, pergi!”Saat mereka berdua berjalan ke rak sepatu untuk mengganti sepatu, Tandy berjalan menuruni tangga. Dia menatap mereka berdua dengan mengerutkan kening, lalu berkata dengan mendengus dingin, “Kalian mau
Pelayan Kediaman Dikara, Inggrid, menyadari Sonia berjalan ke dalam rumah. Dia pun menyapa dengan nada menyindir, “Lho, Nona Sonia sudah kembali, ya. Sudah lama tidak pulang, aku kira kamu sudah lupa di mana alamat Kediaman Dikara!”Kening Reza tampak berkerut. Tandy duluan memarahinya, “Kamu itu dipekerjakan oleh siapa? Nampak majikan, malah asal menggonggong. Nanti dikira orang kamu kena rabies!”Kedua mata Inggrid terbelalak lebar. “Siapa kamu? Beraninya jerit-jerit di sini!”Sonia mengadang di hadapan Tandy. “Dia tamu undanganku. Kakek panggil aku ke rumah. Kamu beri tahu mereka bahwa aku sudah tiba!”Inggrid melirik Tandy dengan kesal, lalu segera memasuki vila.Sonia menoleh, lalu berkata, “Nggak peduli apa yang mereka katakan, kalian nggak usah marah. Biar aku saja yang hadapi mereka!”Tandy mengerutkan keningnya. “Meskipun kamu bukan tumbuh besar di Kediaman Dikara, kamu itu anggota Keluarga Dikara. Bukankah seharusnya mereka memperlakukanmu dengan lebih baik?”Ujung bibir Soni
Tandy berkata dengan tersenyum tipis, “Kalian ingin bertanya atau memarahinya? Tadi sewaktu aku masuk, aku dengar ada yang lagi memarahi Bu Sonia!”Reza melihat ke sisi Reviana. “Apa kamu ibunya Sonia? Aku tidak pernah mendengar ada seorang ibu akan berbicara dengan putrinya dengan nada yang begitu galak. Kamu sudah membuka wawasanku!”Reviana tampak sangat canggung. Dia ingin menjelaskan, tetapi dia tidak berani mengatakannya.Hendri segera berkata, “Tadi istriku terlalu buru-buru. Kami tidak ada maksud lain.”Reza tersenyum dingin. “Baru saja aku bicara sedikit, Paman Hendri langsung membela istrinya. Saat orang lain merendahkan Sonia, apa Paman Hendri juga akan membela putrimu sendiri?”Raut wajah Hendri menjadi pucat. Semua orang di tempat juga merasa agak syok. Jelas sekali Reza sedang membela Sonia. Sebenarnya apa hubungan mereka berdua?Celine melirik ke sisi Sonia. Hatinya seketika menjadi lara.Sementara itu, Stella semakin iri lagi. Sebelumnya ada Juno, sekarang malah ada Re
Tiba-tiba Tandy berkata, “Kenapa Bu Sonia malah memojokkan putrimu?”Reviana melirik Sonia sekilas. “Tentu saja karena dia cemburu Stella bisa menjadi desainer busana Pretty. Dia ingin merebut popularitas Stella, makanya dia memojokkan Stella.”Tandy melihat Sonia sekilas. “Bu Sonia, aku percaya sama kamu. Kamu jelaskan sama mereka!”Sonia berkata dengan datar, “Stella memang adalah desainer busana pribadi yang direkrut oleh Pretty. Tapi Stella nggak puas dengan semua yang diberikan Pretty kepadanya. Dia diam-diam menjalin hubungan baik dengan Gina di belakang. Setelah hal itu diketahui oleh Pretty, Stella pun dimarahinya. Tentu saja, Stella bisa mengundurkan diri juga karena alasan lain. Semuanya karena seseorang yang bernama We ….”“Kak!” Tetiba Stella memotong omongan Sonia. Dia kelihatan sangat panik, lalu berkata dengan terisak-isak, “Semua ini salahku. Nggak seharusnya aku menjadi desainer pribadi Pretty. Kita lupakan masalah ini. Aku nggak salahin Kak Sonia, kok!”Hani mencember
Reza menatap bangku kosong dengan raut pucat. Dia berjalan menuju meja, melihat sebuah tablet di atasnya. Lampu di tablet itu berkedap-kedip, samar-samar memancarkan bayangan ke dinding. Ribuan gambar melintas dengan kecepatan tinggi.Jadi, gambar-gambar dalam video bersamanya sudah direkam sebelumnya. Percakapan berganti dengan sangat cepat sesuai konteks, begitu cepat hingga tidak bisa dilihat dengan kasat mata!Di layar ponsel, Sonia tersenyum tipis. “Reza, kenapa kamu diam saja?”Reza menunduk melihat Sonia di dalam layar ponsel. Kedua matanya seketika memerah. “Sonia, kenapa kamu membohongiku dengan cara seperti ini?”Sonia yang berada di dalam layar menatap Reza dengan terbengong.Reza mengakhiri video, lalu bergegas berjalan keluar.“Tuan Reza, ada yang terjadi?” tanya Indra dengan panik.Aura Reza sangat dingin. Dia melangkah dengan cepat. Saat dia hendak keluar, Jemmy bergegas ke dalam kamar. “Reza!”Langkah kaki Reza berhenti. Raut wajahnya kelihatan sangat muram. Dia menundu
Reza mengangkat ponselnya untuk menghubungi Robi. Suaranya terdengar buru-buru. “Apa Yandi sedang di Kota Jembara?”Robi segera membalas, “Iya, dia masih di sana.”“Emm.”Panggilan diakhiri. Namun, hati Reza tetap terasa tidak tenang. Rasa tidak tenang itu tidak berhenti menjalar di hatinya. Tidak!Reza harus segera menemui Sonia! Dia baru akan merasa tenang setelah bertemu langsung dengan Sonia!Salju di Kota Jembara semakin lebat saja. Pesawat pribadi tidak bisa beroperasi. Reza terpaksa mengendarai mobil ke Kota Atria.…Sore harinya, Johan telah kembali dari pelabuhan. Dia bergegas ke rumah Frida. Begitu memasuki rumah, dia langsung bertanya, “Apa ada kabar dari Bos?”Frida menggeleng. “Nggak ada, dua hari ini Bos nggak kasih perintah apa pun. Dia sudah dua hari melakukan panggilan video rekayasa dengan Kak Reza.”Kening Johan berkerut. “Sudah dua hari?”“Iya!” Frida menatap ponselnya.“Apa Bos dalam bahaya?” Raut wajah Johan menjadi pucat.Frida berkata, “Kalau Bos dalam bahaya,
Raut wajah Celine menjadi pucat. Ucapan Reza bagai menamparnya di depan umum, membuatnya merasa sangat canggung.Reza bersandar di tempat duduknya dengan malas. Auranya terasa sangat dingin. “Bekerjalah dengan baik. Jangan menghabiskan waktu dalam hal yang tidak berguna. Ada banyak orang yang ingin menjadi asisten pribadiku. Kalau kamu hanya memikirkan cara untuk menjilatku saja, cepat atau lambat kamu pasti akan dieliminasi. Apa kamu mengerti?”Celine mengepal erat tangannya. Saking malunya, betapa inginnya dia menghilang dari muka bumi ini. Dia tidak berani menatap Reza lagi, langsung menunduk dan mengiakan. “Aku mengerti!”“Keluar!” Nada bicara Reza sangat datar. Dia tidak memberi Celine sedikit pun kesempatan untuk bersuara lagi.Celine segera membalikkan tubuhnya, berjalan keluar ruangan.Setelah keluar ruangan, raut wajah Celine masih kelihatan sangat canggung. Tiba-tiba terlintas kata “mengundurkan diri” dari benaknya. Dia tidak ingin muncul di hadapan Reza lagi.Bukannya Sonia
Setelah tiba di Imperial Garden, Reza melepaskan jasnya, lalu melonggarkan dasinya. Dia duduk di sofa sembari memandang rumah yang kosong ini. Hatinya seketika terasa sakit dan tidak tenang ketika kepikiran Sonia.Beberapa saat kemudian, Reza baru berhasil menenangkan dirinya. Dia memalingkan kepalanya memandang ke kamar sebelah. Dia sungguh berharap setelah pintu itu dibuka, ada Sonia di dalam sana.Jelas-jelas Reza tahu semua itu tidak memungkinkan. Namun, dia masih saja berjalan ke kamar sebelah. Begitu pintu dibuka, Reza menyalakan lampu. Gambaran familier terbayang di depan mata.Dulu, Sonia akan tinggal di sini. Biasanya Sonia suka duduk di depan balkon sembari membaca buku di malam hari. Kemudian, Reza akan mengesampingkan buku Sonia, lalu memberinya ciuman mendalam.Reza berjalan ke sisi balkon, lalu duduk di sofa. Dia melihat selembar memo yang ditempelkan di atas sana.Saat Sonia pergi, sudah berkali-kali Reza memasuki kamar ini. Hanya saja, dia tidak pernah menyadari keberad
“Oh, ya?” Celine berkata dengan nada bercanda, “Bukannya aku seharusnya dideskripsikan dengan kata sangat berkompeten? Atau asisten andal yang pintar dalam membantu pekerjaan Tuan Reza!”Reza mengangkat-angkat alisnya. Dia merasa ada yang berbeda dengan Celine hari ini.“Tentu saja! Tentu saja!” balas Iqbal dengan segera, “Kemampuan kerja asisten pribadi Tuan Reza pasti berbeda dengan asisten pada umumnya!”Para hadirin lainnya juga segera menimpali.“Sudah bertahun-tahun Nona Celine bekerja di sisi Tuan Reza. Kamu pasti sangat bisa diandalkan!”“Nona Celine bukan hanya berkompeten, tapi juga cantik sekali. Kami semua sungguh iri dengan Tuan Reza!”“Sepertinya hanya Tuan Reza saja yang sanggup mempekerjakan wanita cantik dan berbakat seperti Nona Celine!”…Ujung bibir Celine melengkung ke atas. Dia masih menunjukkan senyuman lembut di wajahnya.Reza tidak suka menghadiri acara jamuan malam, begitu pula dengan Celine. Namun malam ini, tiba-tiba dia merasa enak juga untuk menghadiri aca
Kase terus melangkah ke tempat duduk yang ditempati Sonia tadi. Dia duduk di hadapan kursi Sonia. Dia melihat Sonia hanya sempat menyesap setengah gelas minumannya, juga sepotong kue coklat yang belum sempat dimakannya. Saat Sonia menerima panggilannya tadi, Sonia pasti langsung bergegas ke istana untuk melindunginya.Kase menarik napas dalam-dalam. Hatinya terasa berat bagai ditimpa beban ratusan kilogram saja. Saking beratnya, dia pun merasa kesulitan untuk bernapas.Kase berkata kepada dirinya sendiri. Sonia hanyalah seorang wanita saja. Tidak seharusnya Kase terlalu memedulikannya. Hanya saja, sejak Sonia dibawa pergi tadi, hatinya mulai merasa tidak tenang.Tadi Rayden mengatakan dirinya ingin menggunakan Sonia sebagai objek penelitian, tidak akan membahayakan nyawanya. Namun, sebenarnya Kase paham, setelah memasuki gedung itu, Sonia tidak mungkin akan keluar lagi!Kase melihat kue coklat di atas piring. Seketika dia kepikiran dengan tatapan kecewa dan benci dari kedua mata Sonia.
Setelah melihat Kase berjalan ke dalam, Sonia baru pergi ke kafe. Dia memesan secangkir kopi dan juga sepotong kue tar coklat. Baru saja mencicipi kopinya, tiba-tiba dia menerima panggilan dari Kase.Sonia mengangkatnya. “Halo?”“Ruila!” Suara Kase terdengar buru-buru. “Perbincangan tidak berakhir menyenangkan ….”Tiba-tiba panggilan terputus. Sonia langsung berdiri, kemudian bergegas keluar kafe, berlari ke istana.Sekuriti yang berjaga di depan pintu gerbang hendak menghalangi langkah Sonia. Namun, kerah pakaiannya diremas oleh Sonia. Kemudian, kepalanya dihantam keras di pintu kayu.Sebelumnya Sonia sudah pernah ke dalam. Dia cukup familier dengan letak ruangan di dalam istana. Tanpa menunda waktu, Sonia langsung berlari ke lantai tujuh. Dia langsung mendobrak pintu ruangan, kemudian tampak Kase sedang diikat di bangku. Dia menatap Sonia dengan kedua mata terbelalak lebar.“Bamm!” Pintu ruangan ditutup. Lima orang pria bertubuh kekar di belakang menyerbu ke sisi Sonia.Sonia melomp
Raut wajah Kase langsung berubah. “Kamu tahu?”“Tentu saja!”Kase memang pernah mencari faktor kematian Suki. Hanya saja, masalah kematian Suki juga tergolong rahasia di internal. Ditambah lagi Kase bukan berasal dari lingkaran tentara militer, dia pun semakin kesulitan dalam mengaksesnya.Setelah kematian Suki, semua informasi tentangnya telah dihapus. Seolah-olah Suki tidak pernah datang ke dunia ini saja. Meski telah mengerahkan banyak tenaga, Kase tetap tidak berhasil menemukan petunjuk apa pun.Masalah ini sudah berlalu lama dan terus menjadi simpul di hati Kase. Sepertinya Rayden bukan hanya memahami kejadian waktu itu, dia juga menyelidikinya.Kase menyipitkan matanya menatap Rayden. Tiba-tiba dia merasa orang ini sangat mengerikan!…Saat Kase kembali ke vila, Sonia masih belum tidur.Sonia baru saja selesai bertelepon dengan Reza. Saat dia hendak turun ke lantai bawah untuk minum, dia melihat Kase berjalan ke dalam rumah dengan sedikit kaget. Kenapa pulangnya cepat sekali?Kas
Ketika Kase memasuki kafe, Sonia sedang bosan membolak-balik majalah. Melihatnya masuk, Sonia bertanya sambil mendongak, "Kamu sudah bertemu Rayden?""Sudah," jawab Kase sambil duduk dan meletakkan lengannya dengan santai di sandaran kursi. Dia berujar dengan nada mengejek, "Sama seperti yang diceritakan orang, dia memakai topeng dan berlagak misterius. Entah apa yang dia sembunyikan.""Gimana hasil pembicaraan kerja samanya?" tanya Sonia."Lumayan. Masih perlu membahas beberapa detail." Kase menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, lalu bertanya, "Sebenarnya, siapa yang kamu cari di sini?"Sonia melihatnya dengan tatapan yang sulit ditebak. Setelah beberapa saat, dia menjawab pelan, "Kakakku."Kase bertanya sambil tersenyum, "Kakakmu? Dia ada di Hondura?""Ya, seseorang pernah melihatnya di sini," balas Sonia.Kase bertanya lagi, "Apa kamu punya fotonya? Coba tunjukkan. Mungkin aku bisa membantumu mencarinya."Sonia merespons, "Makasih, tapi nggak perlu. Biar aku yang