Yandi memerintah Leon, “Ada anak umur dua tahun di luar sana. Kamu masakin buat dia.”“Oke, tidak masalah!”Leon semakin gendut saja. Raut wajahnya sudah tidak sebengis dulu lagi. Leon yang sekarang telah menjadi seorang lelaki gendut yang ramah.Yandi berkata pada Sonia, “Kita bicara di sini.”Sonia tahu ada sebuah halaman kecil di belakang dapur. Dia pun mengikuti Yandi berjalan ke halaman belakang.Halaman ini sudah tidak seperti dulu lagi. Halaman ini sudah dirawat dengan sangat teratur. Tampak ada bunga mawar ditanam di sekitaran pagar. Sekarang sedang musim mekar. Dinding pun dipenuhi dengan bunga mawar. Aroma wangi semerbak pun tercium.Sebelah kiri dinding ditanam sebatang pohon bunga kamboja. Batangnya baru sebesar lengan Sonia saja.Sonia mengamati sekeliling, lalu bertanya dengan tersenyum, “Semua ini ditanam Tasya?”Yandi duduk di atas bangku. Suara seraknya terdengar magnetis. “Siapa lagi selain dia? Semua ini kesukaan anak perempuan.”Sonia berkata dengan memalingkan kepa
Sewaktu perjalanan pulang, Sonia yang mengendarai mobil. Melvin sedang bermain bersama Yana di baris belakang.“Aku tampan tidak?”Yana melihat Melvin dengan terbengong, lalu mengangguk. “Tampan!”“Sonia cantik tidak?”Kedua mata Yana spontan berkilauan. “Cantik!”“Jadi, Yana lebih pilih aku atau Sonia?”Sonia terdiam membisu.Yana membalas dengan serius, “Aku pilih diriku sendiri!”Melvin langsung tertawa terbahak-bahak.Tetiba Melvin mencondongkan tubuhnya mendekati Sonia. Dia pun tersenyum. “Sonia, kalian berdua cantik sekali. Nanti anak kita pasti cantik-cantik.”Sonia memutar bola matanya, lalu mendorong Melvin. “Jaga Yana di belakang sana.”Melvin menyandarkan tubuhnya di bangku, lalu melihat ke luar jendela. Wajahnya kelihatan semakin tampan lagi. Dia memicingkan matanya, lalu berkata dengan tersenyum, “Setelah kita punya anak nanti, aku pasti akan menjadi ayah yang baik. Kerjaanku hanya menjaga anak saja!”Sonia berbicara dengan tersenyum sinis. “Kalau kamu banyak bicara lagi,
Langit mulai menggelap. Sonia mengeluarkan ponsel untuk menghubungi Ranty.“Ranty!”Sepertinya Ranty sedang ada acara. Dia berjalan ke tempat yang agak sepi, baru berbicara. Dia berkata dengan tersenyum, “Ada apa, Sayangku?”Sonia tersenyum tipis. “Kamu juga mabuk?”Terdengar sedikit suara serius dari ucapan genit Ranty. “Nggak, kok. Aku kangen sama kamu!”Sonia menunduk, lalu berkata dengan menggigit bibirnya. “Ranty, apa kamu akan mencintai lelaki lain selain Matias?”Ranty tertegun sejenak, lalu berkata dengan perlahan, “Jujur saja, seandainya aku dan Matias berpisah, mungkin aku akan bersama banyak lelaki nantinya. Hanya saja, mungkin seumur hidupku, aku hanya akan mencintai Matias saja!”Sonia tidak berbicara.Ranty pun bertanya, “Bagaimana denganmu? Apa kamu masih akan mencintai Reza?”Sonia menggigit bibirnya. Nada bicaranya terdengar sangat tegas. “Aku nggak mencintainya lagi.”“Kalau begitu, cobalah untuk menerima Melvin.” Ranty menghela napas. “Aku bisa merasakan betapa seriu
Sonia merasa syok. Kedua telinganya seketika memerah. Dia berkata dengan kesal, “Reza!”“Ternyata kamu bisa marah juga. Jangan selalu menunjukkan wajah datarmu! Aku bosan melihatnya!” dengus Reza. “Cepat ke mobil!”Sonia pun berjalan pergi menjauhi mobil Reza.Reza menghela napas, lalu menuruni mobil. Dia pergi meraih lengan Sonia. “Ke mana?”Sonia mendorong tangannya.Reza tidak melepaskannya. “Apa kamu ingin bertengkar di tempat seperti ini?”Sonia melihat pejalan kaki yang sedang lalu lalang di dalam kompleks. Tampak juga ada tetangga satu gedung di sekitar. Alhasil, Sonia juga tidak bergerak lagi. Dia membiarkan Reza untuk mencengkeram pergelangan tangannya, membawanya masuk ke mobil.Si lelaki membuka pintu mobil samping pengemudi, lalu mendorong Sonia ke dalam tempat duduk. Dia bahkan membantu Sonia untuk memasangkan sabuk pengaman.Raut wajah Sonia terlihat dingin. Dia tidak meladeni Reza sama sekali.Setelah Reza masuk ke mobil, dia mulai menjalankan mobilnya. Sesekali dia mel
Mungkin Sonia masih mencintainya atau telah membencinya. Tidak ada perasaan lain selain perasaan itu!Saat mereka berdua sedang terdiam, tetiba ponsel Sonia berdering. Dia melirik panggilan masuk sekilas dan hatinya spontan terasa gugup.Reza juga sudah melihatnya. Dia berkata pada Sonia, “Angkatlah!”Reza tidak menggerakkan tubuhnya. Wajahnya hampir menempel di wajah Sonia. Melihat Sonia mengangkat panggilan, dia juga tidak bermaksud untuk mundur.Sonia menarik napas dalam-dalam. Dia berusaha menenangkan perasaan kalutnya, lalu mengangkat panggilan. “Melvin?”“Sonia, malam ini kita tidak bisa makan bersama. Tiba-tiba ada masalah di Augrila. Aku harus segera ke sana!”Hati Sonia terasa syok. “Kamu pergi sekarang?”Suara Sonia terasa serak. Melvin mendengar ada yang aneh. “Sonia, kamu lagi di mana?”Tatapan Reza seketika menjadi dingin. Tiba-tiba dia menjilat daun telinga Sonia.Hampir saja Sonia menjerit. Namun, dia berusaha untuk menahannya. Sonia mendorong pundak Reza dengan satu tan
Pada hari Senin, Sonia pergi bekerja di lokasi syuting.Dalam satu minggu ini, hari-hari dilewati dengan tenang. Pekerjaan juga sangatlah lancar. Selain pertemuan mereka waktu itu, Reza juga tidak mencari Sonia lagi.Ketika bertemu dengan Thalia, Sonia juga spontan kepikiran dengan Reza. Apa lelaki itu sedang gila? Makanya dia baru bisa begitu keras kepala?Hubungan Thalia dan Liana sangatlah bagus. Liana sengaja mengungkit Reza di hadapan Sonia, Thalia pun tersenyum bahagia bagai wanita yang sedang larut dalam kolam cinta saja.Hari-hari dilewati seperti biasa. Hanya saja, hal yang mengejutkan Sonia adalah sikap Wakil Sutradara Hardy seketika menjadi baik.Sebelumnya Sonia menolak tawaran Hardy untuk menjadi artis. Alhasil, Hardy kesal lantaran merasa Sonia tidak tahu diri. Kemudian, dia mulai mempersulit Sonia. Namun sejak minggu ini, sikap Hardy berubah 180 derajat. Tiba-tiba dia bersikap sopan seperti dahulu kala.Hardy menghadiahkan Sonia lipstik, bunga, dan juga camilan. Meski se
Saat perjalanan kembali ke ruangan, Sonia bertemu Liana di luar sana.Ketika melihat keberadaan Sonia, Liana sengaja mengangkat botol minuman di tangannya. “Sonia, ayo minum bersama!”Tatapan Sonia sangatlah tenang. Dia melihat Liana tanpa berbicara sama sekali.Ujung bibir Liana melengkung ke atas. Dia masuk ke dalam ruangan, lalu menunggu sejenak di depan pintu. Setelah Sonia masuk, dia baru mengangkat botol minuman di tangan, lalu berkata kepada semuanya, “Hari ini Sonia traktir kita minum. Ayo semuanya terima kasih sama Sonia!”Sonia langsung memalingkan kepala untuk melihat Liana.Liana pun mengangkat-angkat alisnya dengan puas. Semua orang pun melihatnya dengan kaget.“Anggur merah semahal ini? Wah, Sonia, kamu royal sekali! Belakangan ini kamu lagi dapat orderan gede, ya?”“Sonia, nggak disangka, ternyata kamu kaya banget, ya!”“Terima kasih, Sonia. Sini, biar aku bersulang kepadamu. Ini pertama kalinya aku minum anggur merah semahal ini!”Raut wajah Sonia tidak berubah sama sek
Pelayan menyerahkan tagihan kepada Sonia. Sutradara Teddy merasa tidak enak hati, dia langsung mengambil tagihan itu. “Biar aku saja yang bayar!”“Nggak usah!” Sonia tersenyum, lalu merebut tagihan itu. Dia mengeluarkan ponsel, berencana untuk melunasi tagihan.Darren bergumam, “Uangmu cukup tidak?”“Emm!” Sonia mengangguk.Thalia dan Liana yang berada di samping saling bertukar pandang. Liana pun berbisik, “Wanita itu memang susah ditebak. Dia bahkan nggak marah sama sekali!”Seusai berbicara, Liana melanjutkan dengan kecewa, “Sayang sekali nggak ada pertunjukan seru. Ternyata dia sanggup melunasi tagihan semahal itu!”Berbeda dengan Thalia, dia tidak sedikit pun merasa syok. Dia tahu Sonia sudah lama bersama Reza. Mana mungkin Reza akan memperlakukannya dengan buruk?Setelah itu, Thalia memberi isyarat mata kepada Hardy. Hardy pun memahaminya.Hardy segera berjalan maju untuk menghalangi Sonia, lalu berkata dengan penuh pengertian, “Sonia itu anak baru tamat kuliah, mana mungkin dia
Setelah melihat Kase berjalan ke dalam, Sonia baru pergi ke kafe. Dia memesan secangkir kopi dan juga sepotong kue tar coklat. Baru saja mencicipi kopinya, tiba-tiba dia menerima panggilan dari Kase.Sonia mengangkatnya. “Halo?”“Ruila!” Suara Kase terdengar buru-buru. “Perbincangan tidak berakhir menyenangkan ….”Tiba-tiba panggilan terputus. Sonia langsung berdiri, kemudian bergegas keluar kafe, berlari ke istana.Sekuriti yang berjaga di depan pintu gerbang hendak menghalangi langkah Sonia. Namun, kerah pakaiannya diremas oleh Sonia. Kemudian, kepalanya dihantam keras di pintu kayu.Sebelumnya Sonia sudah pernah ke dalam. Dia cukup familier dengan letak ruangan di dalam istana. Tanpa menunda waktu, Sonia langsung berlari ke lantai tujuh. Dia langsung mendobrak pintu ruangan, kemudian tampak Kase sedang diikat di bangku. Dia menatap Sonia dengan kedua mata terbelalak lebar.“Bamm!” Pintu ruangan ditutup. Lima orang pria bertubuh kekar di belakang menyerbu ke sisi Sonia.Sonia melomp
Raut wajah Kase langsung berubah. “Kamu tahu?”“Tentu saja!”Kase memang pernah mencari faktor kematian Suki. Hanya saja, masalah kematian Suki juga tergolong rahasia di internal. Ditambah lagi Kase bukan berasal dari lingkaran tentara militer, dia pun semakin kesulitan dalam mengaksesnya.Setelah kematian Suki, semua informasi tentangnya telah dihapus. Seolah-olah Suki tidak pernah datang ke dunia ini saja. Meski telah mengerahkan banyak tenaga, Kase tetap tidak berhasil menemukan petunjuk apa pun.Masalah ini sudah berlalu lama dan terus menjadi simpul di hati Kase. Sepertinya Rayden bukan hanya memahami kejadian waktu itu, dia juga menyelidikinya.Kase menyipitkan matanya menatap Rayden. Tiba-tiba dia merasa orang ini sangat mengerikan!…Saat Kase kembali ke vila, Sonia masih belum tidur.Sonia baru saja selesai bertelepon dengan Reza. Saat dia hendak turun ke lantai bawah untuk minum, dia melihat Kase berjalan ke dalam rumah dengan sedikit kaget. Kenapa pulangnya cepat sekali?Kas
Ketika Kase memasuki kafe, Sonia sedang bosan membolak-balik majalah. Melihatnya masuk, Sonia bertanya sambil mendongak, "Kamu sudah bertemu Rayden?""Sudah," jawab Kase sambil duduk dan meletakkan lengannya dengan santai di sandaran kursi. Dia berujar dengan nada mengejek, "Sama seperti yang diceritakan orang, dia memakai topeng dan berlagak misterius. Entah apa yang dia sembunyikan.""Gimana hasil pembicaraan kerja samanya?" tanya Sonia."Lumayan. Masih perlu membahas beberapa detail." Kase menoleh ke arahnya dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, lalu bertanya, "Sebenarnya, siapa yang kamu cari di sini?"Sonia melihatnya dengan tatapan yang sulit ditebak. Setelah beberapa saat, dia menjawab pelan, "Kakakku."Kase bertanya sambil tersenyum, "Kakakmu? Dia ada di Hondura?""Ya, seseorang pernah melihatnya di sini," balas Sonia.Kase bertanya lagi, "Apa kamu punya fotonya? Coba tunjukkan. Mungkin aku bisa membantumu mencarinya."Sonia merespons, "Makasih, tapi nggak perlu. Biar aku yang
Kase tertegun sejenak. Namun, Sonia sudah berbalik dan naik ke lantai atas. Sambil minum isi gelasnya, pria itu merasa sedikit kesal. Dalam pikirannya, adakah orang di dunia ini yang lebih hebat darinya?Kase meremehkan pernyataan Sonia. Dia meyakini bahwa gadis itu sebenarnya hanya bucin. Hanya orang yang terlalu memuja cinta yang tidak bisa membedakan antara kenyataan dan fakta.Bahkan, Kase sempat tergoda untuk meminta Sonia memanggil pacarnya agar mereka bisa membuktikan siapa yang lebih unggul.....Keesokan harinya, pagi-pagi sekali seseorang dari pihak Winston datang menemui Kase dengan pesan bahwa Rayden telah kembali dan ingin bertemu dengannya untuk berdiskusi.Kali ini, Kase tidak lagi menolak. Dia mengajak Sonia untuk ikut bersamanya. Setibanya di sana, Sonia tetap menunggu di kafe yang sama seperti sebelumnya, sementara Kase mengikuti Winston melewati pintu putih besar hingga menghilang di dalamnya.Sonia sebenarnya penasaran ingin melihat seperti apa sosok Rayden yang mis
Jelas sekali, Kase sudah tidak ingin melanjutkan pembicaraan dengan Winston. Setiap malam, Sonia mengantar camilan tetapi dia belum berhasil menemukan orang yang dia cari. Apakah mungkin orang itu begitu disiplin hingga bahkan tidak makan camilan?Sonia juga sudah mencoba pergi ke lantai bawah tanah ke-11, tetapi tetap tidak mendapatkan hasil apa pun. Namun, tidak menemukan apa pun juga merupakan kabar baik. Setidaknya itu berarti kakaknya tidak termasuk dalam kelompok orang yang dijadikan subjek eksperimen.Sonia memutuskan untuk beristirahat selama dua hari. Bagaimanapun, pelayan yang setiap hari dia samarkan identitasnya itu, sering bangun dengan keluhan leher yang sakit dan bahkan sudah memutuskan untuk pergi ke dokter.Malam itu, Sonia dan Kase duduk berdampingan di bar. Mereka mengobrol santai sambil menikmati suasana.Hallie datang mengenakan seragam pelayan yang dirancang khusus untuk bar itu. Dia menyerahkan dua gelas minuman pada Sonia dan Kase, lalu berujar sambil tersenyum
Begitu pintu lift terbuka, Sonia melangkah keluar. Di hadapannya, terbentang lorong panjang dengan lampu neon putih yang dingin dan suram menggantung di atas kepala.Sonia keluar dari lift dan melangkah ke koridor. Di kedua sisi koridor, terdapat laboratorium dan ruang penyimpanan. Melalui pintu-pintu kaca, dia bisa melihat berbagai macam alat yang aneh dan rumit. Dia terus berjalan lebih dalam.Suasana di sekitarnya begitu sunyi hingga terasa mencekam. Tiba-tiba, telinganya menangkap suara aneh, seperti kuku yang menggores kaca, bercampur dengan suara geraman liar yang menyerupai auman binatang buas.Sonia mengikuti arah suara itu. Tak jauh di depan, sebuah pintu besar terlihat berdiri kokoh. Pintu itu terlihat sangat kuat dan dilengkapi dengan sistem pengamanan berbasis sandi. Dia segera mengirim perintah ke Frida.Dalam waktu 30 detik, Frida berhasil membobol sistem pengamanan tersebut. Setelah memasukkan kode yang diberikan, pintu itu perlahan terbuka secara otomatis. Ketika Sonia
Sonia menggigit kue cokelat di depannya, lalu bertanya, "Apa kamu sudah tanya, kapan Rayden akan kembali?"Kase menatapnya tajam sembari balik bertanya, "Kamu sangat suka cokelat?"Sonia mengangkat alis dengan tenang. Dia membalas, "Hampir semua wanita menyukainya."Senyum Kase penuh pesona ketika menimpali, "Kupikir, kamu berbeda dari yang lain."Sonia mengulang pertanyaannya, "Jadi, kapan Rayden akan kembali?"Kase mendekatkan tubuhnya ke arah Sonia, menatap matanya dengan intens, lalu berucap pelan, "Aku curiga Rayden sebenarnya masih ada di Istana Fers.""Lho?" Sonia mengangkat kepala. Dia jelas sangat terkejut.Mata Kase bertemu langsung dengan tatapan Sonia dan memancarkan kesan yang menggoda. Dia menjelaskan, "Winston adalah perwakilan Rayden, tapi untuk proyek sebesar ini, dia nggak mungkin mengambil keputusan sendiri.""Aku rasa Rayden sebenarnya nggak meninggalkan Istana Fers. Dia cuma nggak mau menemui orang." Dugaan Kase memang sangat sesuai dengan karakter Rayden yang dike
Kase mengangkat lengannya dan menoleh ke arah Sonia. Di balik kerudung sutra tipis itu, Sonia mengangkat tangan dan merangkul lengan Kase, lalu berjalan bersamanya menuju ruangan.Saat mereka masuk, di balik meja kerja besar, duduk seorang pria yang bukan Rayden. Melihat hal ini, Kase bertanya sambil tersenyum. "Kenapa bukan Rayden?"Pria di belakang meja itu berdiri. Dia terlihat seperti penduduk asli Benua Delta, dengan rambut agak keriting dan mengenakan setelan jas hitam. Dia menjawab dengan sopan, "Maaf sekali, Pak Rayden menerima pesan yang sangat mendesak pagi ini.""Satu jam yang lalu, dia sudah meninggalkan Istana Fers. Dia memintaku untuk menyambut Pak Kase dan melanjutkan pembahasan kerja sama. Perkenalkan, aku adalah sekretaris Pak Rayden. Namaku Winston," lanjut pria itu.Sonia merasa sedikit kecewa. Dia sempat berharap bisa bertemu Rayden secara langsung dan mungkin bisa mengenali suaranya atau postur tubuhnya untuk memastikan apakah dia adalah orang yang dia kenal. Namun
Hallie harus mencari tahu apa yang sebenarnya dilakukan Regan di tempat ini. Itu adalah urusan pribadi Hallie. Sonia tentu saja tidak bisa mencampuri.Apalagi, meski saat ini belum ada kepastian apakah Hallie adalah cucu dari gurunya, sekalipun sudah pasti, Sonia tetap tidak akan mengambil keputusan untuk gadis itu.Sonia membalas sambil mengangguk. "Apa pun yang ingin kamu lakukan, keputusan ada di tanganmu. Tapi, tempat ini sangat berbahaya. Aku yakin kamu sudah merasakannya semalam."Hallie menjawab dengan tegas, "Aku akan mencari cara untuk melindungi diriku sendiri."Kase mengeluarkan suara tawa kecil yang mencemooh. Ketika dia mendapati Hallie menatapnya dengan kening berkerut, dia segera berucap sambil tersenyum, "Jangan salah paham, Nona. Aku bukan lagi mengejekmu. Aku cuma tiba-tiba merasa ingin tertawa."Hallie merasa canggung mendengar itu. Sonia melirik sekilas ke arah Kase, lalu berucap, "Bantu dia."Kase mengangkat alis dan tersenyum penuh arti. Dia bertanya, "Apa keuntun