"Terus kenapa papa masih kasih Sekar hukuman. Diskors dua minggu lagi. Padahal papa tau gimana kelakuan nakal Epelin. Yang ini pasti juga akal-akalannya dia aja, pa."
"Papa sebenarnya juga gak yakin, sayang. Tapi mau gimana lagi, Sekarnya gak mau bela diri sedikit pun." Broto menghela nafas. Dia tak berdaya jika Sekar sendiri yang tak ingin dibantu.Anna mencebikkan bibirnya. Kenapa juga Sekar harus mengalah dari jelmaan ular sawah itu.***"Jadi setengah bulan ini kamu mau ngapain aja kalo gak sekolah?"Sekar menghela nafas panjang dan menatap langit-langit di atasnya."Enaknya Sekar ngapain?" Sekar menoleh menatap Kayden yang juga sedang menatapnya."Abang gak tau. Kamu maunya apa?""Sekar kayaknya mau nongkrong aja di warungnya mang Sapri biar bisa ngecengin cowok-cowok ganteng di Smansa. Aww!" Sekar terkekeh genit dan menggigit bibirnya."Stres lu." Kayden terkekeh. "Lagian cowok paling ganteng di SBella mengangguk sungguh-sungguh."Ayo kita minta rekamannya sama pak Jarwo." Anna menggandeng tangan Bella dengan semangat. Tapi baru beberapa langkah Anna berhenti."Kak Anna sakit, kah?" Tanya Bella.Anna menggeleng. "Lo jalan duluan. Gue nyusul bentar lagi. Nanti Shaka curiga liat gue jalan sama lo."Bella mengangguk. Dia kemudian berpisah dengan Anna.***"Kar, angkat dong."Kayden bolak-balik dengan ponsel di telinganya."Mungkin udah tidur kali, Kay." Sean berucap.Kayden menoleh padanya. "Baru jam sepuluh. Belum jam tidurnya. Dia juga udah gak ngangkat telpon dari sore. Tuh anak ke mana~""Gak diam-diam ketemu Gio lagi, kan?"Kayden langsung melotot pada Petra. "Gak mungkin. Gue lacak posisinya masih di apartemennya. Dia gak ke mana-mana.""Kalau gitu kemungkinannya ya ketiduran aja. Bisa aja Sekar kecapekan makanya pulas banget tidurnya."Kayden menggelengkan
Wajah Sekar masam. Pamannya ini kadang suka kepo seperti ibu-ibu."Dih gak dijawab." cibir Louis.Sekar cemberut, "iya cuma dua minggu abis itu Sekar diputusin. Padahal Sekar udah cinta mati. Sekar jadi trauma sama cinta." Sekar mengusap air matanya yang tidak ada.Louis memutar mata. Halah drama."Iya, kamu kenapa bisa ke Prancis tiba tiba?" Louis baru ingat pertanyaan penting itu sekarang.Sekar terkekeh, "Sekar kena skors dua minggu."Louis melotot. "Kamu diskors?""Kerjaannya Evelyn. Sekar juga malas nyari pembelaan. Mayan lah dua minggu Sekar bisa ke sini."Louis terkekeh. "Iya juga. Pas banget timingnya. Ternyata anak itu ada gunanya juga."Sekar terbahak. Dia juga sebenarnya berterima kasih karena Evelyn sudah memfitnahnya."Eh tapi Kayden jadi marah-marah karena gak bisa ikut." kata Louis lagi. Tadi dia menyimak obrolan Sekar dan Kayden di telepon. Cowok itu memang kesal karena tidak bi
Reine hanya terkekeh melihat kelakuan tiga cucunya. "Paman mau mesra-mesraan dulu, ya, Kar. Gabisa bantuin kamu." Louis terkekeh lalu memeluk Eleonore dari samping. "Paman gak boleh mesra-mesraan di depan tiga jomblo. Itu adalah dosa besar!" celetuk Sekar. Dia mengatur nafasnya setelah Aldric dan Andrew melepaskannya. Tidak di Indonesia, tidak di Prancis dia selalu saja digelitiki. "Lu aje. Gue mah ada pacar." Andrew bisa sombong di depan Sekar dan Aldric. Sekar menatap Andrew sebal. Dia lalu beringsut mendekati Aldric. "Memang cuma baby Aldric yang setia sama Sekar." Tak lupa Sekar mencium sebelah pipinya. "Heh gue gak dikasih cium." protes Andrew karena setelah mencium Aldric, Sekar tidak menciumnya juga. "Andrew gak diajak." Sekar menjulurkan lidah. Tapi kemudian Sekar duduk di sampingnya. Dia mencari-cari ponsel Andrew. "Kalo ponsel gue kebanyakan ceweknya." Bisik Andrew saat Sekar mulai mengintip isi ponselny
Anna mendengus, "Om Dewo juga bentar lagi nyampe.""Hah? Maksud lo apa sih?"Anna mengendikkan bahu. "Liat aja nanti." Katanya. Dia sedang fokus dengan ponselnya. Dia memilih sebuah video dan menguploadnya ke akun gosip sekolah mereka. Jika Evelyn bisa bermain licik untuk menjatuhkan Sekar maka Anna akan menunjukkan kebenaran di depan mata semua orang.Anna tersenyum saat postingannya sukses terkirim. Dia menatap Evelyn di sampingnya dan tersenyum miring."Sorry To, agak macet di jalan." Dewo menyalami Broto begitu tiba. "Hmm... Duduk, Wo!" Broto mempersilakan Dewo. Broto tanpa sadar menatap anaknya yang fokus dengan ponselnya."Jadi ini ada apa lagi, ya? Gue kaget pas Anna ngabarin nyuruh buru-buru ke sini. Ada Ilen juga." Dewo mengusap rambut Evelyn. "Sekar gak gangguin kamu lagi kan, sayang? To, lo udah skors anak itu kan?""Maaf om, sebenarnya yang minta om ke sini itu Anna. Papa gak tau apa-apa." Anna menyela pembi
Shaka berdecak. "Gak penting banget pertanyaan lo."Shaka ingin memutuskan sambungan telpon. "Shak, Shak." Panggil Devan."Apa lagi!" sungut Shaka. "Ada rekaman cctv Sekar sama Evelyn waktu itu.""Ya terus apa!" Shaka kesal karena lagi-lagi teringat Sekar.Jika tau akan serindu ini, dia tidak akan melaporkan Sekar ke kepala sekolah. Lagipula biar saja Evelyn terluka. Selama ini juga gadis itu sering membully orang lain. Anggap saja ini adalah karmanya. Devan meneguk ludah. Seperti ada batu besar di tenggorokannya."T-ternyata Sekar dijebak. D-dia gak bully Evelyn sama sekali.""Bangs-at!" Shaka memutus telponnya begitu saja dan segera membuka kiriman video dari Devan.Di sana dia melihat bagaimana Evelyn mendorong Sekar. Dia juga menampar diri sendiri dan mengacak pakaiannya setelah seseorang menelponnya. Pasti itu saat Shaka akan menghampirinya dan Fiona mengabari Evelyn. Gadis busuk itu benar benar
"Jawab! Gagu lo gabisa ngomong!" Shaka membentaknya lagi. "I-iya." Evelyn menunduk. Setetes air matanya jatuh. Dia ketakutan. Seumur hidup dia tidak akan berani menyentuh Shaka lagi.Shaka dengan sengaja menginjak telapak tangan Evelyn saat berjalan meninggalkan gadis itu.Bara dan yang lain mengikuti Shaka dari belakang.Tapi tiba-tiba Vernon berbalik. Dia kemudian mengambil kursi dan duduk di tengah pintu. "Masing-masing boleh nampar mereka dua kali." Kata Vernon.Para murid yang memang memiliki dendam mulai mendekati mereka. Vernon tersenyum sinis melihat mereka mulai menampar tiga orang itu.Salah seorang melayangkan telapak tangannya pada Viona. "Ini karena lo udah rebut pacar gue setahun yang lalu!" "Shh." Viona meringis. Kepalanya langsung pusing karena tamparan itu. Plak. Gadis itu melakukannya sekali lagi. "Dan ini karena lo udah bikin gue jadi bahan lelucon di Garuda."Gadis itu mundur. Dan
"Ayo jalan~" ajak Andrew.Sekar menggeleng. "Nanti abang jual!" Andrew terbahak mendengarnya. Sekar menyentil bibir Andrew. "Jangan berisik! Nanti oma keganggu istirahatnya." Sekar melototi Andrew. Dia kemudian merapikan lagi selimut Reine. Andrew menggaruk tengkuknya. Dia kemudian meletakkan jarinya di bibir. Tapi senyumnya tak bisa ditahan. Ingatannya kembali pada saat kemarin saat Sekar jalan-jalan bersama Elroy. Dia ikut bergabung di tengah jalan. Saat pulang Andrew menawarkan diri untuk mengantarkan Sekar pulang ke rumah sakit, Sekar setuju karena dia yakin abangnya Elroy yang berprofesi model itu pasti sibuk. Sekar tak ingin terlalu banyak menyita waktunya. Saat perjalanan pulang , Andrew tidak langsung mengantarnya ke rumah sakit. Andrew mengajak Sekar bertemu teman-temannya terlebih dahulu.Andrew juga memperkenalkan Sekar sebagai pacarnya dari Indonesia. Pacar nomor tiganya bulan ini. Raut Sekar masam. Apalagi saat b
"Kenapa, apa sesuatu terjadi?"Sekar mengangguk. "Habis lulus Gio mau pindah ke Jepang. Gio pasti gak mau di sini karena sedih terus. Sekar gak mau Gio pindah. Nanti di sana siapa yang jaga kalo Gio sakit~" Mata Sekar mulai berembun. Hatinya sakit membayangkan Gio benar-benar pergi meninggalkannya dan Kayden. Andrew memeluknya. "Yaudah nanti gue minta temen gue buat bantu lo. Gue juga bantu dari sini."Sekar mendongak. "Beneran?" tanyanya.Andrew mengangguk. "Iya. Dia orang Indonesia yang kuliah di sini. Mumpung dia pulang lama ke Indonesia.""Bener, Aya?" Sekar memastikan.Andrew mengecup puncak kepalanya. "Iya~. Dah jangan sedih lagi. Adek gue gak boleh cengeng."Sekar tersenyum. "Makasih Andrew."Andrew mengacak rambutnya dengan gemas.***"Kay, ada anak Garuda nyari lo di gerbang. Cewek." Seorang murid pergi ke kelas Kayden untuk mengabarinya.John dan yang lain menatap Kayden pen
"Lo beneran bego." Sekar menaikkan sudut bibirnya melihat seseorang yang juga terborgol di seberangnya. Gadis itu meringkuk. Meski kondisi ruangan mereka disekap remang-remang tapi Sekar dapat melihat wajah gadis itu yang lebam-lebam. Terdapat bulatan besar berwarna kehitaman di mata kirinya. Entah siapa yang sudah melayangkan kepalan tangannya."Shh..." Gadis itu meringis saat membuka mulutnya."Mulut lo robek. Mending diem kata gue mah." Sekar terkekeh dan melanjutkan ucapannya. "Tapi gue penasaran, mata lo ditonjok siapa? Anjir GG banget pukulannya. Jangan bilang cowok lo si Brian?"Evelyn menggertakkan giginya. Matanya melirik tajam Sekar. "Berisik. Mending lo pingsan aja kayak tadi.""Gue bangun karena tiba-tiba lapar. Tau gak, pas lo nelpon tadi posisi gue lagi nunggu pesenan makanan gue. Demi nyelametin kakak yang akhirnya mau nerima gue makanya gue langsung ke sini jemput lo, taunya kena prank." Sekar terkekeh. Kebetulan perutnya keroncong
"Mau ke mana kamu, kak?" Shaka terlonjak kaget saat ruang tengah yang awalnya gelap menjadi terang benderang. Di belakangnya Ratna muncul dengan tangan bertengger di pinggang. "M-mama." Shaka menarik tangannya menyembunyikan sepatu yang ditentengnya di belakang tubuhnya. "Kamu mau ke mana lagi jam satu malam begini! Bentar lagi ujian, bukannya belajar di rumah." Mata Ratna tertuju pada tangan Shaka yang bersembunyi di belakang tubuhnya. "Kakak harus keluar, ma. Penting." Shaka memberikan tatapan memohon. "Udah larut malam, kak. Bahaya. Sekarang begal lagi marak. Lagian bisa tunggu besok pagi aja, kan." Ratna menatap gemas sekaligus kesal. "Mending balik ke kamarmu. Mama gak kasih izin kamu pergi sekarang. "Ma," Shaka menggelengkan kepalanya. "Kakak baru aja dapat kabar kalo Sekar diculik. Kakak mau bantu cari Sekar." "Lagi-lagi perempuan matre itu lagi?" Ratna menyugar rambutnya
"Masuk!" Kata suara dari dalam. Sekar berdecih dalam hati. Matanya berkilat jijik mendengar suara Brian itu. Dia berjalan santai setelah seorang pemuda membukakan pintu. Begitu masuk mata Sekar langsung melotot melihat sosok di depannya. Matanya berkilat ngeri sesaat. Dia berbalik dan ingin keluar dari ruangan itu tapi seseorang sudah terlebih dahulu menutup pintu dan menguncinya dari luar. Seseorang yang duduk di balik meja menaikkan sudut bibirnya. Dia berjalan menghampiri Sekar. Sekar meneguk ludahnya. Kakinya bergerak mundur tanpa sadar. Pemuda itu berhenti di depan Sekar. Dia menyesap rokok di tangannya dan menghembuskan asapnya tepat ke depan wajah Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menahan sekuat tenaga agar tidak kelepasan batuk. "Long time no see, baby girl~" Kata pemuda itu. Sebelah tangannya mengelusi pipi kiri Sekar. Sekar memejamkan matanya dan menolehkan wajahnya k
Ponsel Sekar berdering. Gadis itu merogoh isi tasnya untuk memeriksa ponselnya. Dia tertegun menatap layar ponselnya. "Ilen?" Gumamnya tanpa suara. Keningnya berkerut. Dia menggeleng kemudian mengembalikan ponselnya ke dalam tas setelah menolak panggilan. Belum selesai menyimpan ponselnya, nada dering kembali bergema. Sekar berdecak dan dengan cepat menggeser ikon telepon berwarna hijau di layar. "Kenapa?" Tanya Sekar ketus. "Kar, tolongin gue. G-gue takut~" "Hah?" Sekar melototkan matanya. Dia menjauhkan ponselnya dari telinga. Matanya sekali lagi memastikan nama penelepon. "Kar, gue takut." Suara Evelyn terdengar lagi. "Len, lo baik-baik aja, kan?" Tanya Sekar cemas. Evelyn menggelengkan kepalanya di seberang sana. "Selametin gue, Kar. G-gue... Hiks. Gue takut." "Len, lo tenang, oke. Lo bisa ceritain semuanya pelan-pelan." "Brian, d-dia nipu gue. S
"Dulu aku merasa kau adalah manusia paling menjijikkan yang rela melakukan apa saja demi harta, tapi ternyata jalang di sampingmu jauh lebih menjijikkan. Kalian pasangan yang serasi." Oda tersenyum sinis. Dia puas karena Dewo terdiam lama di seberangnya tanpa bisa menjawab. "Dan untuk isi catatan sebenarnya aku sudah lupa di mana menyimpannya, yang jelas...." "A-apa?" Dewo menahan nafas. Tangannya berkeringat. "Seandainya suatu hari nanti kau kecelakaan yang sangat parah dan membutuhkan donor darah dari anak-anakmu, maka hanya ada satu anakmu yang bisa melakukannya." Hati Dewo menjadi dingin. "Apa maksud perkataanmu?" Oda tersenyum sinis. "Dewo Maryoto, kau mampu merampok kekayaan tanteku dengan otak pintarmu, apa hal kecil seperti ini saja kau tidak mampu mengartikannya." Oda kemudian menekan logo telepon merah di layar ponselnya. Pemuda itu berdecak jijik setelahnya. Dia kemudian menghubungi sebuah nomor. Tak lama panggilannya diangkat. "Bawa dua orang itu ke markas b
"Kar~" Shaka langsung bangkit saat melihat Sekar muncul di belokan lantai apartemennya. Hatinya yang tergantung seharian ini akhirnya bisa merasakan kelegaan. Shaka mendekat dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. "Kamu ke mana aja~? Seharian aku ngawatirin kamu. Aku takut kamu kenapa-napa." Tubuh Sekar membeku. Shaka tak menyadari keanehannya. Tangannya mengusap puncak kepala Sekar dengan sayang. "Sayang?" Shaka menundukkan kepalanya hingga wajahnya sejajar dengan Sekar. Sekar mundur ke belakang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kata-kata orang tua Shaka kemarin terngiang lagi di benaknya. Mata Sekar berembun lagi. "Kar, kamu kenapa?" "A-aku gak papa." Sekar menolehkan wajahnya ke samping saat tangan Shaka hendak menyentuh dagunya. "A-aku capek mau istirahat. Kamu sebaiknya pulang." Sekar mendorong bahu Shaka kemudian segera membuka pintu apartemennya dan segera menguncinya dari dalam. Shaka tak bisa berpikir jernih sesaat. Saat dia menyadarinya, Sekar sudah m
"Iya, tapi kita kan posisinya juga lagi bolos. Ntar lo bebas mau galakin kalo lo lagi gak bolos. Ini kita sama jatohnya. Kagak malu lo?" Gio mengembalikan spatulanya ke tangan Kayden. "Aduk lagi. Jan lupa tambahin aer dikit." Perintahnya. Gio kemudian mendekati Sekar lagi. Gio menepuk puncak kepala Sekar dua kali sambil mengedipkan sebelah matanya. Sekar mengulum senyumnya. "Seneng, kan, lo sekarang ada yang bela." Kayden melototi Sekar. Sekar berpura-pura tidak melihatnya. "Sekali ini gue gak marah. Tapi besok-besok janji jangan bolos lagi." Kata Kayden lebih lembut. Sekar menganggukkan kepalanya dengan patuh. Setelahnya baru dia berani mendekati Kayden. "Bang Kay masak apa?" Tanyanya manja. "Mie rebus." Kata Kayden. Dia lalu menyerahkan spatula di tangannya. "Bantu adukin." Katanya. Dia lalu mulai memecahkan tujuh butir telur. "Banyaknya~" Sekar membulatkan mulutnya melihat mie di dalam panci. "Iya kan buat rame-rame." Kayden menjawab. "Kan kita cuma bertiga. Emang ha
Kayden terkekeh. Dia dengan semangat menunggu bagaimana Gio akan menghadapi Sekar yang curigaan. "Beneran habis putus. Astaga. Kan liat sendiri selama gue dirawat di rumah sakit gak ada yang jenguk gue. Kalo ada pacar kan gak mungkin gue gak dijenguk." Gio mendelik sebal. Sekar terkekeh. "Terus kok kenapa bisa putus?" "Kepo lu!" Gio mengusap wajah Sekar dengan telapak tangannya. "Paling habis diselingkuhin kan lo?" Kayden tersenyum mengejek. Gio bungkam. Hanya matanya yang melirik sinis Kayden. Kayden terbahak-bahak dan memukul pahanya sendiri. "Anji-ng. Beneran habis diselingkuhin?" "Setan lu!" Gio menarik bagian depan rambut Kayden. Bibirnya cemberut. Sekar terkekeh lucu. "Gio jomblo aja juga, biar kayak Sekar sama bang Kay~" Sekar mengh
Mata Kayden berkedut kesal. "Biasa juga gue. Ada lu aja makanya jadi elu." "Ya berarti selama ini pelayanan lu kagak memuaskan. Gitu aja kagak ngarti." "Heh mulut lu!" Kayden melototkan mata. Kemudian adegan jambak menjambak terjadi lagi. Sekar beralih duduk di single sofa. Dia melanjutkan memakan cikinya dan cengengesan melihat kelakuan keduanya. "Kok lo gak misahin gue sama Kayden?" Gio menahan tangan Kayden yang hampir menyentuh rambutnya yang acak-acakan. Dia menatap Sekar tak puas. Begitu juga Kayden. "Abang berantemnya seru. Sekar mau nonton." Sekar memamerkan senyumnya. Mata Gio dan Kayden berkedut kesal. Mereka lalu berpisah dan duduk diam seperti semula. "Sini lagi," Kayden menunjuk tengah-tengah sofa yang kosong. Sekar dengan cemberut kembali duduk di sana. "Rasa apa? Abang mau." Kayden menunjuk bungkus snack di tangan Sekar dan membuka mulutnya. Sekar menyuapkan snack panjang berbentuk jari keriting tersebut. "Rasa seafood. Enak gak?" Kayden mengacungkan je