"Gue ke kelas lagi aja deh." Sekar melengos.
"Ih becanda, Sekar." Bella merengek. Dia memegangi tangan Sekar agar tidak benar-benar meninggalkannya."Tapi kata anak-anak lo udah baikan sama kak Shaka." Bella berbisik pelan."Mana ada!" Sekar ngegas."Katanya tadi pagi Kak Shaka nyamperin lo ke kelas. Dia senyum-senyum habis dari sana." Bella bertanya lagi."Dia senyum bukan berarti ada sangkut-pautnya sama gue." Sekar mendengus sebal. Apalagi menyadari hampir seluruh pasang mata di sana memperhatikan ke arahnya dan Shaka bergantian. Dia merasa murid di Garuda ini tidak ada kerjaan sampai mengurusi kehidupan orang lain."Ternyata belum baikan, ya?" Bella meluruhkan pundak. Padahal dia sudah sangat berharap mereka benar-benar berbaikan.Di sudut kantin, Evelyn mengaduk nasi gorengnya dengan ganas. Dia tidak suka dengan cara Shaka menatap Sekar. Shaka miliknya. Hanya miliknya.°°°Pagi berikutnya, dengan sGio mengangguk. "Gue selalu bawa kotak itu kemana pun satu bulan ini. Jaga-jaga kalau gak sengaja ketemu lo. Suka, kan?"Sekar mengangguk, Gio langsung memasangkannya di tangan kanan Sekar."Sebenarnya gue bikin dua lagi, buat Kayden juga. Tapi dia gak mungkin mau nerima sekarang." Tak lupa Gio menunjuk gelang dengan model yang sama yang melingkar di tangan kanannya.Sekar terdiam. Dia juga tidak bisa apa-apa. Padahal dulu mereka tidak terpisahkan sampai banyak yang mengira mereka kembar tiga. Tapi sekarang...."Bang Kay ngapain aja pas nyerang lo?"Gio cemberut. Mukanya sudah sehancur ini, apa masih harus bertanya lagi. "Hobi banget lo bikin orang kesel.""Ya emang salah lo, ya." Sekar merebut telur gulung di tangan Gio. Miliknya sudah habis duluan.Sebenarnya masih ada tiga bungkus siomay dan bakso bakar, tapi Sekar rencananya ingin menyimpan untuk dia bawa pulang."Kayden gak cerita ke lo? kasian." Gio menjul
Sekar bertepuk tangan saat mendapati tidak hanya tiga, tapi lima batang cokelat begitu dia memeriksa laci. "Woahh. Ada lima!"Shaka yang diam-diam mengintipnya terkekeh gemas. Sekarang dia percaya dengan yang dibocorkan Bella bahwa Sekar memang pecinta makan. Shaka meninggalkan kelas Sekar dengan hati yang berbunga-bunga. Dia tersenyum di sepanjang koridor°°°"Udah berapa kali gue peringatin lo buat jauhin Shaka gue!"Sekar membuang pandangan. Dia sedang makan cokelat manis dari Shaka tadi pagi tapi rasa manisnya langsung hilang karena kemunculan Evelyn."Gue lagi ngomong sama lo!" Evelyn menggeram karena Sekar tak mendengarkan. Kakinya menghentak kesal. Sekar meliriknya malas. Ckck bocah. Sekar mendumel dalam hati."Gue gak tertarik sama dia!"Evelyn tak percaya. "Lo ngomongin apa sama Shaka tadi pagi di gerbang sampai bisik-bisik?"Sekar terkekeh. "Lo penasaran?" Sekar mendekatkan wajahnya, "tanya aja sama Sh
"Sudah selesai?" Dimas bertanya seperti orang yang tidak saling mengenal.Sekar segera mundur. Dia memonyongkan bibirnya karena diabaikan. Tadi saja sok suci menegur dia. Jika bukan orang tua pasti sudah Sekar tonjok.Dimas memperhatikan Sekar yang mulai mengendarai motornya. Pandangannya rumit. Dia sebenarnya sudah lupa siapa nama gadis itu. Dimas ingat anak itu suka mengintili anaknya sejak Kayden kelas tiga SD. Dimas jarang pulang ke rumah, tapi saat dia pulang dia akan selalu melihatnya di sekeliling Kayden.Sampai saat masuk SMA Kayden memilih tinggal di apartemen, Dimas tidak pernah melihat gadis itu lagi. Dia hanya tau dari Rendi bahwa Kayden sering mengunjungi Farah bersama gadis itu. Dia tidak tau Kayden ada hubungan apa dengannya. Dia juga sebenarnya tidak begitu peduli. Yang dia pedulikan di dunia ini hanya Farahnya seorang.°°°"Hai, babu babuku."Sekar memasuki Rumah Sendiri dengan bertingkah seperti berjalan di atas
"Maafin gue dulu.""Ga-""Lo yakin? Limapuluh cokelat loh ini. Kalo lo gak mau, cokelatnya gue bagiin ke anak-anak.""Jangan." Itu kan sudah punyanya."Jadi gue dimaafin, kan?" Shaka menatapnya penuh harap.Sekar terdiam sebentar. Sekar sadar Shaka tidak akan berhenti mengganggu sebelum mendapatkan maafnya. "Kalo gue maafin lo, janji jangan ganggu gue lagi."Shaka tersenyum. Perasaan lega memenuhi hatinya. "Oke. Tengkyu, sayang.""Jijik." Sekar mendorongnya ke samping. Dia segera berlari turun menuju parkiran. Cokelatnya harus diamankan sebelum Shaka berubah pikiran.Shaka masih menatapnya yang semakin jauh. Perasaannya sungguh lega. Akhirnya dia bisa juga mendapatkan maaf Sekar. Sekarang tinggal satu langkah untuk menjadikan Sekar pacar.***Sekar kaget saat seseorang tiba-tiba duduk di sampingnya. Dia mencebik kesal setelah melihat orang itu."Hai," Shaka tersenyum manis dari samping
Louis terkekeh gemas. Sekar mengikuti istrinya memanggil laptopnya sebagai selingkuhan Louis.Paman GulaPadahal paman kangen tau ghibah sama kamu. Tadi di bawah gak bebas, keluarga Dewo menyebalkan. Sok akrab sama paman.Sekar terkekeh. Dia berbalik telentang di atas kasurnya sambil membalas chat Louis.Sekar CantikPaman sih ngasih oleh-olehnya cuma buat Sekar. Mahal pulak. Kan mereka iri 🤣🤣Paman GulaSengaja🤣🤣Sekar CantikAstaga paman. Tapi Sekar suka kok🤣🤣Tok tok tokPintu kamar Sekar diketuk. Lalu Louis masuk setelah mendapat izin Sekar.Louis masuk dengan laptop dan kopi hitamnya. Dia ikut bergabung di atas kasur.Sekar menatapnya sinis. Percuma pamannya di sini kalau tetap sibuk dengan laptopnya."Sini nyender sama paman." Louis terkekeh dan menarik Sekar untuk bersandar di pundaknya. Sekarang Sekar bisa melihat apa yang dikerjakan Louis di laptopnya."K
Shaka mengangkat bahu acuh. Tapi sudut bibirnya berkedut. "Gatau. Tapi kantinnya emang udah pindah."Sekar mengernyitkan bingung. Dia tidak berontak lagi. Dia mengikuti ke mana Shaka menggandengnya.Tapi semakin lama arah yang mereka lewati semakin mirip dengan arah kantin yang lama. Apalagi saat mereka benar-benar memasuki kantin. Posisinya benar-benar tidak bergeser seinchi pun. Wajah Sekar sudah sangat masam.Shaka terkekeh. Dia telah diam-diam memperhatikan raut wajah Sekar sejak dia menggandengnya dari kelas. Dia menahan gemas sepanjang jalan."Polos banget sih." Shaka mengacak rambut Sekar dengan gemas.Sekar yang malu langsung berlari saat menemukan meja di mana Bella menunggunya dengan sahabat-sahabat Shaka."Lo kok ninggalin gue!" Sekar memeluk bahu Bella. Dia menyembunyikan wajahnya di sana. Rasanya dia ingin menangis saja.Dia malu karena mau-mau saja dibohongi Shaka. Apalagi barusan Shaka mencubit pipinya di
Sekar menggeleng dan kemudian tersenyum miris. "Ibu gue gak pernah dimakamin. Jasadnya belum ketemu sampai sekarang."Shaka lagi-lagi terdiam. Tangannya mengepal tanpa sadar. Betapa ba-jingannya dia kemarin telah mengatai orang tua Sekar. "Bukan hal mudah buat gue ngungkit tentang ibu lagi. Gue udah maafin lo. Gue harap ini terakhir kali lo bahas ibu gue.""Dan gak usah natap kasihan gue kayak gitu. Gue gak butuh dikasihani!" tandasnya. Shaka yang dari tadi menatap gadis itu mau tidak mau mengalihkan pandangannya. Mendadak dia tidak tau apa yang harus dikatakan. °°°Sekar menatap gugusan bintang di atas sana dari balkon apartemennya. Sebatang rokok terselip di antara jari-jarinya yang lentik. Sekar menyesap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskan asapnya ke udara. Dia memperhatikan kepulan asap itu yang perlahan menghilang menyatu bersama udara yang dingin. Sekar terkekeh pedih. "Pasti enak kalo hidup jadi asap. Ringan. Ringkas
"Ke mana?" Sekar mengernyitkan dahi. Shaka tidak menjawab. Dia langsung menarik Sekar memasuki gedung sekolah mereka. Melewati sepanjang koridor dan anak tangga hingga sampai ke tempat tujuan."Lo ngajak gue ke sini?" Sekar ragu sejenak saat Shaka menariknya menuju satu-satunya ruangan di rooftop itu yang katanya tempat terlarang di SMA Garuda, markas geng Garuda. Kata Bella tidak ada yang diizinkan ke sana selain anggota geng mereka sendiri."Kenapa? Ini markas anak Garuda. Tenang, mereka semua baik, kok."Sekar menggeleng. "Gue balik aja.""Kar... Kar," Shaka menahan tangan Sekar. "Kenapa? Gue mau ngenalin lo sama anak-anak Garuda di sini." Biar mereka tau calon ibu negara."Gue rasa gak etis kalau gue masuk ke sana. Itu kan ruangan khusus anak geng lo. Gue balik aja." Sekar berbalik."Yaudah kita duduk di sana aja, ya." Shaka kemudian mengajaknya ke kursi yang ada di dekat pagar pembatas. Lagi pula masih banyak waktu
"Jadi tujuh tahun lalu, tantenya temennya abang Sekar tiba-tiba bilang sama orang tuanya abang Sekar kalo temennya abang Sekar ini liat abang Sekar sendiri yang dorong adeknya ke tengah jalan raya sampai ketabrak waktu itu. Padahal gak. Ab-" "Maksud lo tante Desi? Jadi dia tiba-tiba pindah ke luar negeri gara-gara itu?" Ricko melototkan matanya. Suaranya tanpa sadar meninggi membuat beberapa orang dari meja lain memperhatikan mereka. "Beneran tante Desi?" Tanya Ricko lagi setelah beberapa saat. Suaranya lemah. Sekar mengangguk. "Gue juga gak nyangka. Selama ini tante Desi selalu baik sama kita." Musthofa mengerutkan dahi, "jadi lo curiga tante Desi ini terlibat? Atau paling gak dia tau pelaku aslinya? Gak mungkin dia tiba-tiba iseng aja bilang begitu, kan?" Sekar mengangguk. "Gio juga bilang dia gak pernah cerita tentang kejadian itu sama tante Desi sama sekali, tapi tante Desi bisa tiba-tiba datengin ayahnya abang Sekar. Pasti ada seseorang yang merintahin dia buat fitnah ab
Kayden segera menutup matanya dengan tangan. "Bang," katanya jengah. Dia menatap sinis Oda setelah Oda menjauhkan kembali laptopnya. "Kayden baru tau abang bisa nyebelin kayak gini." Sungutnya. Oda tersenyum miring. "Kalau sudah tinggal lama memang begitu. Keluar semua sifat bobroknya." Dia lalu meniupkan asap rokoknya ke udara. Kayden cemberut. "Jadi yang cewek yang di video itu siapa?" Oda menghembuskan nafasnya kemudian terkekeh. "Sari. Ibu tirinya Sekar. Dan lawan mainnya adalah selingkuhannya. Bukan Dewo. Dilihat dari cara mereka berinteraksi, kemungkinan mereka sudah berhubungan sejak lama. Anak buahku masih menyelidikinya." Kayden menggelengkan kepalanya sambil bergidik. "Benar-benar keluarga istimewa." "Bayangkan bagaimana jika tua bangka itu tau dia ternyata diselingkuhi selama ini." "Karma." Bisik Kayden pelan. Dia terbayang Sekar yang selama ini terabaikan. Pria itu malah sibuk denga
Mata Shaka melotot lebar-lebar. "Aku juga baru tau bulan lalu. Tapi aku yakin Ricko gak punya niat jahat. Lagipula sama kayak aku, aku adek Kayden tapi aku sekolah di Garuda gak niat jadi mata-mata. Ricko juga pasti sama." "Ini kenapa jadi kamu kayak lagi belain dia?" Shaka menatap sebal Sekar. Dia mengangkut gadis itu ke pelukannya. "Kamu percaya aku, kan?" Sekar mendongakkan kepalanya menatap Shaka. Shaka menghembuskan nafasnya. "Kayak kamu. Kalau memang kalian niat jadi mata-mata pasti geng Garuda gak damai-damai aja kayak sekarang. Aku cuma kecewa kenapa Ricko gak ngomong jujur aja." Sekar menyipitkan matanya, "kamu ngira ngomong sama kamu itu gampang. Belum dijelasin juga pasti udah dikasih bogem." Shaka terbahak. Dia memegangi sisi kepala Sekar dan mengecupi seluruh permukaan wajah Sekar. "Ini calon suami lagi berusaha buat berubah, sayang. Janji nanti gak emosian lagi." "S
Sekar meneguk ludah, "j-jangan." Raut wajah Shaka berubah masam. Dia membuang muka tak ingin Sekar melihatnya. "S-Shaka," panggil Sekar lembut. Hening. Shaka masih tak mau melihat wajahnya. "S-Shak," Sekar meraih tangan Shaka. Dia memberanikan diri menggenggam tangan itu. "Kenapa?" tanya Shaka getir. Matanya masih betah menatap keluar. "Apa kamu lebih suka sama yang lemah lembut kayak Ricko. Yang pikirannya dewasa, gak kekanakan kayak aku. Kamu pasti capek kan hadepin aku. Bentar-bentar emosi. Manja. Tukang modus. Suka maksa." Sekar terdiam. Dia merasa sedih tanpa alasan. "Kalau kamu bener mau kayak gitu, aku janji akan berubah. Tapi gak bisa instan. Aku butuh waktu buat buang semau sifat buruk aku ini. Tapi kamu jangan pergi. Temenin aku." "Shaka," Sekar menggelengkan kepalanya. Matanya berembun. "Gak ada yang perlu
Sekar melotot. Kenapa malah ke situ. "Tapi begitu aku sadar aku langsung dorong dia kok jauh-jauh." Shaka mengangguk-anggukan kepalanya. Bibirnya kerucut. "Aku juga udah mandi kembang tujuh rupa di rumah. Besoknya juga mandi pakai air tanah liat. Tanya aja Bella." Bella mengacungkan jempolnya dari kerumunan paling depan. Mandi dengan tanah adalah idenya. Sekar terkekeh geli mendengarnya. Shaka tersenyum lega melihat tawa Sekar. "Kamu cantik." Sekar langsung berdehem. Bisa-bisanya dia malah membayangkan Shaka mandi tanah liat dengan dada telanjangnya. "Kamu maafin aku, kan? Plis, sayang, dua hari aja hukumnya. Hari ini kita baikan, ya~" Sekar meneguk ludahnya. Kenapa Shaka sangat menggemaskan sekarang. "Maafin. Maafin." Bella mulai bersorak dan diikuti murid-murid lain. Suasana berangsur ramai. Shaka tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Bella
"Maaf ya, aku kemarin aku ngikutin kamu pulang diam-diam. Aku gak punya niat apa-apa. Aku cuma mau mastiin kamu sampai rumah dengan selamat." Bahkan saat Shaka masih salah paham dan tidak tau kebenaran tentang hubungan Kayden dan Sekar, Shaka sering diam-diam mengikuti Sekar pulang ke apartemen lamanya untuk memastikan gadis itu pulang dengan selamat. Shaka bahkan sering mengabaikan Evelyn yang berstatus pacarnya. "Lo gak punya kewajiban untuk itu." Sekar membuang muka. Jantungnya mendadak berdebar luar biasa. Shaka mengintip Sekar lewat spion. "Aku ngelakuin itu karena keinginan hati aku. Aku gak bisa tenang kalo belum mastiin kamu baik-baik aja." Shaka menghentikan motor besarnya di depan lobi gedung apartemen mewah Sekar. Dia mengulurkan tangannya untuk pegangan Sekar. Shaka membantu Sekar melepaskan helmnya. "Besok aku jemput, ya~" Shaka mengusap rambut Sekar sebelum menjalankan motornya. Dia tidak sabar
Ricko menatapnya sebal. "Gue bakal coba. Tapi gue gak bisa maksa kalo dia gak mau ketemu sama lo." "Bilang aja gue adeknya Andrew." "Yaudah. Buruan kita ketemu Shaka. Makin lama makin marah dia ntar." Ricko berjalan paling duluan. Sekar buru-buru bangkit dan mengejar langkah Ricko. "Ko," panggilnya. "Hm," Ricko meliriknya jengah. "Ternyata seru juga ya temenan sama lo." Ricko berdecih. "Gak. Gak tertarik gue punya temen modelan lu." Ricko mempercepat langkah kakinya. "Heh mulut lu. Gini-gini gue banyak duitnya ya!" Sekar menyingsingkan lengan bajunya dan mengejar langkah Ricko. Ricko terkekeh, "percuma banyak duit tapi doyan gratisan." "Itu namanya tidak menolak rezeki, Iko~" "Eh?" Ricko menghentikan langkahnya. Dia menatap heran Sekar. Sekar menggaruk tengkuknya, "kata Gio itu nama lo jaman bocah." "Ya ta
Ricko terpaksa menyerahkan ponselnya. Dia berdoa semoga Sekar tidak menyebutkan nama Gio nanti. "Kok lama sih, Ko? Lo ke mana aja?" "..." Raut Shaka sudah sangat masam. Sekar mengabaikan telponnya dari kemarin, tapi malah beramah tamah dengan cowok lain. Apalagi suara Sekar terdengar ramah dan manja. Berbeda sekali jika sedang bersamanya yang selalu ketus. "Nanti pulang gue titip nasi padang ya, yang deket sekolah, pak-" "Kar, lo gak boleh selingkuh sama Ricko." "Anj-" Sekar melototkan matanya. Dia buru-buru memutus panggilannya. Gio terkekeh melihat wajah shock Sekar. "Ngapa lu?" "Shaka yang ngangkat. Untung gue gak ada nyebut nama lo." "Pasti dia lagi cemburu berat. Apalagi lo dari kemaren ngacangin dia." "Gue gak mau berurusan lagi sama mantan!" Sekar mengibaskan rambut dengan songongnya. *** "Kar," "Hmm" Sekar hanya berdehem. Dia masih sibuk mengunyah burger di tangannya. Akhirnya Ricko gagal membelikannya nasi padang. "Shaka minta lo balas chatnya." "Lo
"Ko," Shaka mengintili Ricko sejak bel istirahat. Bahkan sepanjang jam pelajaran, Shaka menendang kaki kursi Ricko dari belakang tiap tiga menit. Ricko menarik nafas dalam. Ingat Ko, yang di depan lo ini ketua geng Garuda. Lo ngeplak kepalanya, lo bukan anggota geng lagi. Ricko mengingatkan dirinya sendiri. "Kasih tau ngapa, Ko. Atau jangan-jangan lo emang ada niatan lagi mau nikung." Ricko menatap sinis Vernon yang sengaja menyiram bensin ke dalam api. Benar saja. Shaka langsung melototi Ricko. "Tanya Sekarnya langsung deh. Gue gabisa ngomongnya." Ricko tak berdaya. Saat awal Shaka tau Sekar kenal dengan ketua Fonza saja Shaka mengamuk. Apalagi jika ditambah lagi sekarang dengan Gio, leader 4.20. "Gue bisa datengin markas Fonza sekarang juga kalo lo masih diem." Ancam Shaka. Ricko memutar mata. "Kayden gak tau Sekar gak masuk hari ini." Kayden ketemu Gio makin rumit yang ada. Kepala Ricko ingi