Dewo sebenarnya tidak puas dengan jumlah segitu tapi dia tidak mengatakan apa-apa. Apalagi Sekar sudah bawa-bawa Oma.
"Omong-omong kakakmu bulan depan ulang tahun. Ada koleksi perhiasan keluaran baru kalau kamu mau kasih kado." Dewo mengingatkan Sekar."Hmm" jawab Sekar singkat. Sebuah keharusan untuk Sekar mewujudkannya."T-tangan ayah kenapa?" tanya Sekar pelan."Ketumpahan kopi sama OB di kantor."Dewo tak berlama-lama lagi. Setelah menyampaikan keperluannya, dia meninggalkan Sekar tanpa menyentuh kopi yang dipesankan Sekar.Sekar menatap punggung ayahnya yang semakin mengecil dengan tatapan sendu. "Sekar ulang tahun bulan kemarin, jangankan nyiapin kado. Ayah ingat aja Sekar gak yakin."***"Loh, balik lagi?"Sekar menatap Kayden sinis. Tidak ada larangan untuk menjenguk pasien lebih dari satu kali. Kenapa pula Kayden repot-repot mengurusinya."Calon imamkuh," Sekar tak meladeni Kayden la"Gue ke kelas lagi aja deh." Sekar melengos."Ih becanda, Sekar." Bella merengek. Dia memegangi tangan Sekar agar tidak benar-benar meninggalkannya."Tapi kata anak-anak lo udah baikan sama kak Shaka." Bella berbisik pelan."Mana ada!" Sekar ngegas."Katanya tadi pagi Kak Shaka nyamperin lo ke kelas. Dia senyum-senyum habis dari sana." Bella bertanya lagi."Dia senyum bukan berarti ada sangkut-pautnya sama gue." Sekar mendengus sebal. Apalagi menyadari hampir seluruh pasang mata di sana memperhatikan ke arahnya dan Shaka bergantian. Dia merasa murid di Garuda ini tidak ada kerjaan sampai mengurusi kehidupan orang lain."Ternyata belum baikan, ya?" Bella meluruhkan pundak. Padahal dia sudah sangat berharap mereka benar-benar berbaikan.Di sudut kantin, Evelyn mengaduk nasi gorengnya dengan ganas. Dia tidak suka dengan cara Shaka menatap Sekar. Shaka miliknya. Hanya miliknya.°°°Pagi berikutnya, dengan s
Gio mengangguk. "Gue selalu bawa kotak itu kemana pun satu bulan ini. Jaga-jaga kalau gak sengaja ketemu lo. Suka, kan?"Sekar mengangguk, Gio langsung memasangkannya di tangan kanan Sekar."Sebenarnya gue bikin dua lagi, buat Kayden juga. Tapi dia gak mungkin mau nerima sekarang." Tak lupa Gio menunjuk gelang dengan model yang sama yang melingkar di tangan kanannya.Sekar terdiam. Dia juga tidak bisa apa-apa. Padahal dulu mereka tidak terpisahkan sampai banyak yang mengira mereka kembar tiga. Tapi sekarang...."Bang Kay ngapain aja pas nyerang lo?"Gio cemberut. Mukanya sudah sehancur ini, apa masih harus bertanya lagi. "Hobi banget lo bikin orang kesel.""Ya emang salah lo, ya." Sekar merebut telur gulung di tangan Gio. Miliknya sudah habis duluan.Sebenarnya masih ada tiga bungkus siomay dan bakso bakar, tapi Sekar rencananya ingin menyimpan untuk dia bawa pulang."Kayden gak cerita ke lo? kasian." Gio menjul
Sekar bertepuk tangan saat mendapati tidak hanya tiga, tapi lima batang cokelat begitu dia memeriksa laci. "Woahh. Ada lima!"Shaka yang diam-diam mengintipnya terkekeh gemas. Sekarang dia percaya dengan yang dibocorkan Bella bahwa Sekar memang pecinta makan. Shaka meninggalkan kelas Sekar dengan hati yang berbunga-bunga. Dia tersenyum di sepanjang koridor°°°"Udah berapa kali gue peringatin lo buat jauhin Shaka gue!"Sekar membuang pandangan. Dia sedang makan cokelat manis dari Shaka tadi pagi tapi rasa manisnya langsung hilang karena kemunculan Evelyn."Gue lagi ngomong sama lo!" Evelyn menggeram karena Sekar tak mendengarkan. Kakinya menghentak kesal. Sekar meliriknya malas. Ckck bocah. Sekar mendumel dalam hati."Gue gak tertarik sama dia!"Evelyn tak percaya. "Lo ngomongin apa sama Shaka tadi pagi di gerbang sampai bisik-bisik?"Sekar terkekeh. "Lo penasaran?" Sekar mendekatkan wajahnya, "tanya aja sama Sh
"Sudah selesai?" Dimas bertanya seperti orang yang tidak saling mengenal.Sekar segera mundur. Dia memonyongkan bibirnya karena diabaikan. Tadi saja sok suci menegur dia. Jika bukan orang tua pasti sudah Sekar tonjok.Dimas memperhatikan Sekar yang mulai mengendarai motornya. Pandangannya rumit. Dia sebenarnya sudah lupa siapa nama gadis itu. Dimas ingat anak itu suka mengintili anaknya sejak Kayden kelas tiga SD. Dimas jarang pulang ke rumah, tapi saat dia pulang dia akan selalu melihatnya di sekeliling Kayden.Sampai saat masuk SMA Kayden memilih tinggal di apartemen, Dimas tidak pernah melihat gadis itu lagi. Dia hanya tau dari Rendi bahwa Kayden sering mengunjungi Farah bersama gadis itu. Dia tidak tau Kayden ada hubungan apa dengannya. Dia juga sebenarnya tidak begitu peduli. Yang dia pedulikan di dunia ini hanya Farahnya seorang.°°°"Hai, babu babuku."Sekar memasuki Rumah Sendiri dengan bertingkah seperti berjalan di atas
"Maafin gue dulu.""Ga-""Lo yakin? Limapuluh cokelat loh ini. Kalo lo gak mau, cokelatnya gue bagiin ke anak-anak.""Jangan." Itu kan sudah punyanya."Jadi gue dimaafin, kan?" Shaka menatapnya penuh harap.Sekar terdiam sebentar. Sekar sadar Shaka tidak akan berhenti mengganggu sebelum mendapatkan maafnya. "Kalo gue maafin lo, janji jangan ganggu gue lagi."Shaka tersenyum. Perasaan lega memenuhi hatinya. "Oke. Tengkyu, sayang.""Jijik." Sekar mendorongnya ke samping. Dia segera berlari turun menuju parkiran. Cokelatnya harus diamankan sebelum Shaka berubah pikiran.Shaka masih menatapnya yang semakin jauh. Perasaannya sungguh lega. Akhirnya dia bisa juga mendapatkan maaf Sekar. Sekarang tinggal satu langkah untuk menjadikan Sekar pacar.***Sekar kaget saat seseorang tiba-tiba duduk di sampingnya. Dia mencebik kesal setelah melihat orang itu."Hai," Shaka tersenyum manis dari samping
Louis terkekeh gemas. Sekar mengikuti istrinya memanggil laptopnya sebagai selingkuhan Louis.Paman GulaPadahal paman kangen tau ghibah sama kamu. Tadi di bawah gak bebas, keluarga Dewo menyebalkan. Sok akrab sama paman.Sekar terkekeh. Dia berbalik telentang di atas kasurnya sambil membalas chat Louis.Sekar CantikPaman sih ngasih oleh-olehnya cuma buat Sekar. Mahal pulak. Kan mereka iri 🤣🤣Paman GulaSengaja🤣🤣Sekar CantikAstaga paman. Tapi Sekar suka kok🤣🤣Tok tok tokPintu kamar Sekar diketuk. Lalu Louis masuk setelah mendapat izin Sekar.Louis masuk dengan laptop dan kopi hitamnya. Dia ikut bergabung di atas kasur.Sekar menatapnya sinis. Percuma pamannya di sini kalau tetap sibuk dengan laptopnya."Sini nyender sama paman." Louis terkekeh dan menarik Sekar untuk bersandar di pundaknya. Sekarang Sekar bisa melihat apa yang dikerjakan Louis di laptopnya."K
Shaka mengangkat bahu acuh. Tapi sudut bibirnya berkedut. "Gatau. Tapi kantinnya emang udah pindah."Sekar mengernyitkan bingung. Dia tidak berontak lagi. Dia mengikuti ke mana Shaka menggandengnya.Tapi semakin lama arah yang mereka lewati semakin mirip dengan arah kantin yang lama. Apalagi saat mereka benar-benar memasuki kantin. Posisinya benar-benar tidak bergeser seinchi pun. Wajah Sekar sudah sangat masam.Shaka terkekeh. Dia telah diam-diam memperhatikan raut wajah Sekar sejak dia menggandengnya dari kelas. Dia menahan gemas sepanjang jalan."Polos banget sih." Shaka mengacak rambut Sekar dengan gemas.Sekar yang malu langsung berlari saat menemukan meja di mana Bella menunggunya dengan sahabat-sahabat Shaka."Lo kok ninggalin gue!" Sekar memeluk bahu Bella. Dia menyembunyikan wajahnya di sana. Rasanya dia ingin menangis saja.Dia malu karena mau-mau saja dibohongi Shaka. Apalagi barusan Shaka mencubit pipinya di
Sekar menggeleng dan kemudian tersenyum miris. "Ibu gue gak pernah dimakamin. Jasadnya belum ketemu sampai sekarang."Shaka lagi-lagi terdiam. Tangannya mengepal tanpa sadar. Betapa ba-jingannya dia kemarin telah mengatai orang tua Sekar. "Bukan hal mudah buat gue ngungkit tentang ibu lagi. Gue udah maafin lo. Gue harap ini terakhir kali lo bahas ibu gue.""Dan gak usah natap kasihan gue kayak gitu. Gue gak butuh dikasihani!" tandasnya. Shaka yang dari tadi menatap gadis itu mau tidak mau mengalihkan pandangannya. Mendadak dia tidak tau apa yang harus dikatakan. °°°Sekar menatap gugusan bintang di atas sana dari balkon apartemennya. Sebatang rokok terselip di antara jari-jarinya yang lentik. Sekar menyesap rokoknya dalam-dalam dan menghembuskan asapnya ke udara. Dia memperhatikan kepulan asap itu yang perlahan menghilang menyatu bersama udara yang dingin. Sekar terkekeh pedih. "Pasti enak kalo hidup jadi asap. Ringan. Ringkas
"Kak An?" Bella memanggil lagi. "Kamu salah. Cowok itu masih di belakang kita. Kayaknya dia emang lagi ngikutin kita." Anna mengencangkan pegangan tangannya. Punggungnya jadi semakin lurus. Apalagi saat motor pengendara itu sudah beriringan di sampingnya dan menggerakkan dagu isyarat untuk Anna dan Bella mengikutinya. Motor itu berbelok di depan sebuah kafe. "Kak," Bella pucat saat melihat Anna ikut berbelok mengikuti pengendara itu. "Gak ada cara lain. Pengendara itu jelas emang udah ngincer kita." Ucap Anna. Dia merasakan telapak tangannya berkeringat. "Siap-siap telpon Kayden atau Shaka. Kalau misalnya terjadi apa-apa, lo masih sanggup lari, kan?" Tanya Anna berbisik. Bella mengangguk. Raut wajahnya tegang. Dia melepaskan helmnya mengikuti Anna. Tangannya sedikit bergetar. Dengan bergandengan mereka menghampiri pengendara itu yang masih duduk di atas motornya. Dari balik helmnya, Kayden tersenyum geli meli
Sekar cepat menyambar. "Mana ada. Gak boleh kan bang Oda ngajak cowok ke apart?" Oda mengangguk kemudian memandang Kayden di sampingnya. "Kamu ini curigaan sekali." Dia kemudian mengalihkan tatapannya pada Sekar. "Tadi abang cuma becanda. Kamu boleh kok tidur di apart. Harus dipertahanin rajin belajarnya, ya. Jangan pas mau ujian aja." Sekar menggertakkan giginya dan mengangguk sungguh-sungguh. "Maafin Sekar ya Allah, Sekar udah bohongin abang-abang Sekar." Sekar bergumam tanpa suara. Dia melanjutkan langkahnya menuju kamarnya. "Kamu ini kenapa suka sekali mencurigai Sekar. Nanti yang aslinya tidak ada niatan menjadi ada karena kamu." Oda berucap setelah Sekar tidak terlihat lagi. Kayden terkekeh dan menyandarkan punggungnya ke sofa. "Kali aja dia beneran berani nyelundupin cowok ke apart. Tapi bang Oda tau ga," Kayden mencondongkan tubuhnya dan memelankan suaranya. "Semingguan ini Kayden kira ada ya
"Ternyata orang itu benar selingkuhan wanita itu. Mereka berhubungan sejak masih tinggal di desa." Oda menghisap rokoknya kemudian menghembuskan asapnya ke udara.Kayden berdecih melihat video rekaman di ruang hotel itu dan mencocokkan lagi dengan wajah laki-laki itu dengan selembar foto di tangannya dan selembar lainnya adalah foto Evelyn."Bukalah." Oda menunjuk berkas yang masih terbungkus rapi di atas meja."Bang Oda gak mau liat duluan?" Tanya Kayden. Tapi tangannya sudah membuka segel berkas itu.Oda terkekeh, "buat apa? Tanpa melihat pun aku sudah tau apa hasilnya."Oda memperhatikan raut wajah Kayden yang masam dan menaikkan sudut bibirnya dengan sinis. "Apa kataku." Katanya sambil tertawa."Seharusnya Kayden senang karena lampir itu terbukti bukan anak kandung om Dewo, tapi rasanya sakit liat Sekar selama ini diperlakukan gak adil sama om Dewo. Orang itu lebih mentingin ngebesarin anak yang ternyata bukan anak kandungnya
"Jadi tujuh tahun lalu, tantenya temennya abang Sekar tiba-tiba bilang sama orang tuanya abang Sekar kalo temennya abang Sekar ini liat abang Sekar sendiri yang dorong adeknya ke tengah jalan raya sampai ketabrak waktu itu. Padahal gak. Ab-" "Maksud lo tante Desi? Jadi dia tiba-tiba pindah ke luar negeri gara-gara itu?" Ricko melototkan matanya. Suaranya tanpa sadar meninggi membuat beberapa orang dari meja lain memperhatikan mereka. "Beneran tante Desi?" Tanya Ricko lagi setelah beberapa saat. Suaranya lemah. Sekar mengangguk. "Gue juga gak nyangka. Selama ini tante Desi selalu baik sama kita." Musthofa mengerutkan dahi, "jadi lo curiga tante Desi ini terlibat? Atau paling gak dia tau pelaku aslinya? Gak mungkin dia tiba-tiba iseng aja bilang begitu, kan?" Sekar mengangguk. "Gio juga bilang dia gak pernah cerita tentang kejadian itu sama tante Desi sama sekali, tapi tante Desi bisa tiba-tiba datengin ayahnya abang Sekar. Pasti ada seseorang yang merintahin dia buat fitnah ab
Kayden segera menutup matanya dengan tangan. "Bang," katanya jengah. Dia menatap sinis Oda setelah Oda menjauhkan kembali laptopnya. "Kayden baru tau abang bisa nyebelin kayak gini." Sungutnya. Oda tersenyum miring. "Kalau sudah tinggal lama memang begitu. Keluar semua sifat bobroknya." Dia lalu meniupkan asap rokoknya ke udara. Kayden cemberut. "Jadi yang cewek yang di video itu siapa?" Oda menghembuskan nafasnya kemudian terkekeh. "Sari. Ibu tirinya Sekar. Dan lawan mainnya adalah selingkuhannya. Bukan Dewo. Dilihat dari cara mereka berinteraksi, kemungkinan mereka sudah berhubungan sejak lama. Anak buahku masih menyelidikinya." Kayden menggelengkan kepalanya sambil bergidik. "Benar-benar keluarga istimewa." "Bayangkan bagaimana jika tua bangka itu tau dia ternyata diselingkuhi selama ini." "Karma." Bisik Kayden pelan. Dia terbayang Sekar yang selama ini terabaikan. Pria itu malah sibuk denga
Mata Shaka melotot lebar-lebar. "Aku juga baru tau bulan lalu. Tapi aku yakin Ricko gak punya niat jahat. Lagipula sama kayak aku, aku adek Kayden tapi aku sekolah di Garuda gak niat jadi mata-mata. Ricko juga pasti sama." "Ini kenapa jadi kamu kayak lagi belain dia?" Shaka menatap sebal Sekar. Dia mengangkut gadis itu ke pelukannya. "Kamu percaya aku, kan?" Sekar mendongakkan kepalanya menatap Shaka. Shaka menghembuskan nafasnya. "Kayak kamu. Kalau memang kalian niat jadi mata-mata pasti geng Garuda gak damai-damai aja kayak sekarang. Aku cuma kecewa kenapa Ricko gak ngomong jujur aja." Sekar menyipitkan matanya, "kamu ngira ngomong sama kamu itu gampang. Belum dijelasin juga pasti udah dikasih bogem." Shaka terbahak. Dia memegangi sisi kepala Sekar dan mengecupi seluruh permukaan wajah Sekar. "Ini calon suami lagi berusaha buat berubah, sayang. Janji nanti gak emosian lagi." "S
Sekar meneguk ludah, "j-jangan." Raut wajah Shaka berubah masam. Dia membuang muka tak ingin Sekar melihatnya. "S-Shaka," panggil Sekar lembut. Hening. Shaka masih tak mau melihat wajahnya. "S-Shak," Sekar meraih tangan Shaka. Dia memberanikan diri menggenggam tangan itu. "Kenapa?" tanya Shaka getir. Matanya masih betah menatap keluar. "Apa kamu lebih suka sama yang lemah lembut kayak Ricko. Yang pikirannya dewasa, gak kekanakan kayak aku. Kamu pasti capek kan hadepin aku. Bentar-bentar emosi. Manja. Tukang modus. Suka maksa." Sekar terdiam. Dia merasa sedih tanpa alasan. "Kalau kamu bener mau kayak gitu, aku janji akan berubah. Tapi gak bisa instan. Aku butuh waktu buat buang semau sifat buruk aku ini. Tapi kamu jangan pergi. Temenin aku." "Shaka," Sekar menggelengkan kepalanya. Matanya berembun. "Gak ada yang perlu
Sekar melotot. Kenapa malah ke situ. "Tapi begitu aku sadar aku langsung dorong dia kok jauh-jauh." Shaka mengangguk-anggukan kepalanya. Bibirnya kerucut. "Aku juga udah mandi kembang tujuh rupa di rumah. Besoknya juga mandi pakai air tanah liat. Tanya aja Bella." Bella mengacungkan jempolnya dari kerumunan paling depan. Mandi dengan tanah adalah idenya. Sekar terkekeh geli mendengarnya. Shaka tersenyum lega melihat tawa Sekar. "Kamu cantik." Sekar langsung berdehem. Bisa-bisanya dia malah membayangkan Shaka mandi tanah liat dengan dada telanjangnya. "Kamu maafin aku, kan? Plis, sayang, dua hari aja hukumnya. Hari ini kita baikan, ya~" Sekar meneguk ludahnya. Kenapa Shaka sangat menggemaskan sekarang. "Maafin. Maafin." Bella mulai bersorak dan diikuti murid-murid lain. Suasana berangsur ramai. Shaka tersenyum dan mengacungkan jempolnya pada Bella
"Maaf ya, aku kemarin aku ngikutin kamu pulang diam-diam. Aku gak punya niat apa-apa. Aku cuma mau mastiin kamu sampai rumah dengan selamat." Bahkan saat Shaka masih salah paham dan tidak tau kebenaran tentang hubungan Kayden dan Sekar, Shaka sering diam-diam mengikuti Sekar pulang ke apartemen lamanya untuk memastikan gadis itu pulang dengan selamat. Shaka bahkan sering mengabaikan Evelyn yang berstatus pacarnya. "Lo gak punya kewajiban untuk itu." Sekar membuang muka. Jantungnya mendadak berdebar luar biasa. Shaka mengintip Sekar lewat spion. "Aku ngelakuin itu karena keinginan hati aku. Aku gak bisa tenang kalo belum mastiin kamu baik-baik aja." Shaka menghentikan motor besarnya di depan lobi gedung apartemen mewah Sekar. Dia mengulurkan tangannya untuk pegangan Sekar. Shaka membantu Sekar melepaskan helmnya. "Besok aku jemput, ya~" Shaka mengusap rambut Sekar sebelum menjalankan motornya. Dia tidak sabar