"Kar~" Shaka langsung bangkit saat melihat Sekar muncul di belokan lantai apartemennya. Hatinya yang tergantung seharian ini akhirnya bisa merasakan kelegaan. Shaka mendekat dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya.
"Kamu ke mana aja~? Seharian aku ngawatirin kamu. Aku takut kamu kenapa-napa." Tubuh Sekar membeku. Shaka tak menyadari keanehannya. Tangannya mengusap puncak kepala Sekar dengan sayang. "Sayang?" Shaka menundukkan kepalanya hingga wajahnya sejajar dengan Sekar. Sekar mundur ke belakang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kata-kata orang tua Shaka kemarin terngiang lagi di benaknya. Mata Sekar berembun lagi. "Kar, kamu kenapa?" "A-aku gak papa." Sekar menolehkan wajahnya ke samping saat tangan Shaka hendak menyentuh dagunya. "A-aku capek mau istirahat. Kamu sebaiknya pulang." Sekar mendorong bahu Shaka kemudian segera mem"Aarghhh... Tolooong....""Tolooong... Siapa pun tolong."Di suatu pagi yang cerah terdengar jeritan seorang perempuan muda. Dari dalam rumah berlantai dua itu tampak gerombolan pria menggotong gadis itu menuruni tangga. Empat orang masing-masing memegangi kaki dan tangan gadis itu sedangkan dua orang lagi berada di belakang mereka dengan tangan terlipat di dada.Beberapa orang hanya berani melihat mereka dari samping dan memberikan jalan. Tidak ada yang berani menolong gadis itu."Tolooong!" Gadis itu berteriak lagi dengan suaranya yang hampir habis. Air matanya menggenang. "Diam." Pemuda yang memegangi tangan sang gadis melototinya. Sekar, gadis itu, merasakan jantungnya berdegup kencang. Dia meringis kala pemuda itu mencengkeram tangannya lebih erat. "Tangan Sekar sakit." Sekar mencicit. Air matanya tak sengaja menetes. "Jangan sampe luka. Dia berharga." Salah satu dari dua lelaki yang berjalan di belakang mereka mengingatkan. Pemuda yang memegangi tangan kiri Sekar mendelik tap
"Sekar gak mau! Kalian semua penculik!" Sekar merengek saat mereka mulai menggotongnya. Bibirnya cemberut. Wajahnya sudah semasam air cuka. "Nanti Sekar laporin ke pamannya Sekar!" Sekar menggeliat. Menarik-narik tangan dan kakinya agar terlepas dari cengkeraman mereka. "Diem aja sih, Kar!" John mendelik. "Ini penindasan terhadap anak kecil!" Rengek Sekar.Satu pemuda lagi yang tidak kebagian tugas dengan inisiatif sendiri meraih kunci motor scoopy Sekar di atas meja dan berjalan setengah berlari mendahului mereka menuju parkiran rumah itu. Dengan semangat dia membawa motor Sekar ke depan gerbang dan memanaskan motor gadis itu. Komplotan itu mendudukkan Sekar di atas motornya. Kayden menepuk-nepuk kepala Sekar. Dia menjawil bibir gadis itu yang masih saja cemberut. "Senyum dong~""Huh!" Sekar membuang wajah ke samping dan melipat tangan di dada.Kayden menepuk lagi kepala gadis itu kemudian menyampirkan ransel bunga-bunga ke bahu Sekar. "Ingat jangan nakal di sekolah. Jangan godain
"Pas lagi di perpus-" Ucapan Devan terpotong karena Ricko sudah berdiri dan memeriksa dahi Shaka. "Gak demam. Apa jangan-jangan lo kerasukan arwah kakek gue makanya lo bisa nyasar ke sarangnya orang pinter?" Shaka berdecak dan menjauhkan tangan Ricko. "Kakek lo masih sehat dua-duanya. Lo gue aduin kakek Ali biar disuruh cari duapuluh jangkrik!" Ricko terkekeh dan menggeplak kepala Shaka. "Masih inget aja lo hukuman jaman kita bocah! Kakek yang gue maksud tuh opah Albert Einstein. Kagak tau aja lu gue cucunya. Makanya kepinteran belio nurun ke gue." Ricko mengangkat kerah seragamnya sambil menolehkan kepala bangga. Bara menggeplak kepala Ricko dengan emosi. Padahal dia sudah menyimak dengan serius tadi. "Malu lo sama calon propesor Devan. Orang pinter mah diem-diem, ya Van?" "Orang pinter mah minum to-lak angin." Devan terkekeh. Bara, Shaka, Ricko dan Vernon sontak menggeleng. Detik berikutnya tawa mereka menggema. "Coba lagi. Anda belum beruntung." Shaka menepuk bahu Devan prihati
"Ngagetin aja abang nih!" Sekar memukul bahu John. Jantungnya hampir copot tadi."Lo mau ngerahasiain apa dari Kayden? Lo kalo ketahuan pasti dikelitikin sampe nangis." John mengacungkan telunjuknya. Matanya melotot menakuti."Sekar mau rahasiain kalo kemaren bang Jono pecahin cangkir kesayangan bang Kay diem-diem.""Eh k-kapan? Jangan nuduh sembarangan kalo gak ada bukti.""Tengah malam kemaren, jam 02:45 abang ngapain ngendap-ngendap bawa kresek hitam lewat pintu belakang?"Mata John melotot."Sekar sudah amanin barang buktinya." Sekar berbisik pelan. "Tadinya mau Sekar rahasiain sama Sean, tapi yaudah kalo bang Jono mau semuanya dibongkar. Huh~" Sekar mengibaskan rambutnya sebelum menggandeng Sean masuk."Beneran pecah cangkirnya?" Sean menoleh ke samping. Sekar mengangguk dan melirik Jhon di belakang mereka. "Padahal itu kan cangkir yang bang Kay bawa dari rumahnya. Peninggalan bunda."John mengejar langkah Sekar dan Sean."Adek abang yang paling cantik, tetap kita rahasiain aja ya
Arabella tersenyum puas melihat reaksi Sekar. Dia bersorak riang. "Tuh kan, bener tebakan gue! Gak sia-sia dua minggu ini gue merhatiin lo!" Sekar melongo. Bella terkekeh dan menggeser duduknya lebih dekat. "Awalnya gue heran aja di saat semua murid baru sibuk nyari temen dan bentuk circle masing-masing lo malah narik diri. Padahal ya, lo itu cantik banget, blasteran lagi. Lo tuh gampang banget kalau mau jadi famous meskipun baru kelas sepuluh."'Bahkan ada foto lo di ponsel kakak gue.' bathin Arabella. "Lo jangan aneh-aneh deh. Gue gak kenal siapa itu kak Evelyn yang lo maksud." Sekar menggeleng kemudian bangkit. Arabella langsung menahan lengan Sekar. "Lo gak perlu bohong. Gue liat pas Kak Evelyn narik lo ke gudang belakang kemarin. Meskipun gue gak tau apa yang dia lakuin di sana, tapi itu pasti bukan sesuatu yang baik." Arabella menahan Sekar dan mengajaknya duduk kembali.Sekar menghela nafasnya. Dia kembali duduk di samping Arabella. "Kalaupun itu benar, gue tetep gak bisa tem
Langit sudah hampir gelap saat Sekar kembali ke apartemennya yang sepi. Di sebelah tangannya dia menenteng paperbag dengan logo restoran terkenal. Sekar memasuki apartemennya dengan helaan nafas yang besar dan berat. Tapi dia kemudian tersenyum saat melihat sepatu laki-laki tersimpan di rak sepatunya. Apalagi saat melihat seseorang yang sedang duduk di sofa membelakanginya. Cowok itu sedang fokus dengan layar televisi di depannya yang sedang menyayangkan siaran tinju. Sekar buru-buru melepas sepatunya dan menyimpannya di sebelah sepatu cowok itu. Sekar kemudian berlari dengan kaki telanjangnya dan langsung memeluk cowok itu dari belakang. Cowok itu mengecup lengan yang melingkari pundaknya kemudian menatap Sekar dari samping. "Gimana sekolah hari ini? Kok sore banget pulangnya?""Aaa kangeeen... Bang Kay kenapa gak bilang dulu sih kalau mau ke sini?" Sekar melepas tas di punggungnya juga paperbag nya dan meletakkan ke atas meja. Dia kemudian bergabung menonton tv di sampingnya. Kayd
Sementara itu di tempat yang berbeda, Shaka sedang cengar-cengir menatap deretan angka di layar ponselnya.Dia berdeham sebentar sebelum menyentuh logo telepon berwarna hijau di layar.Shaka tersenyum melihat panggilnya diangkat. Dia buru-buru menempelkan ponselnya ke telinga."Hai." Shaka menyapa dengan suaranya yang paling merdu."..."Wajah Shaka mengeras kemudian segera memutuskan panggilan secara sepihak."Arghhh... Gue harap lo cuma becanda, Kar." Shaka melempar ponselnya ke tengah ranjang Vernon.Vernon, Bara, Ricko dan Devan yang sedang duduk di balkon kamar Vernon melongokkan kepala dari luar."Arghhh Sekaar." Shaka frustrasi. Dia menyugar rambutnya ke belakang kemudian memejamkan mata. Empat sahabat Shaka saling berinteraksi lewat mata. "Pak bos gak abis kesambet setan kamar mandi rumah lo pan?" Bara menundukkan kepala untuk berbisik-bisik di antara mereka. Vernon menggeleng polos."Tumben-tumbenan dia nyebut nama cewek sefrustrasi itu." Celetuk Bara ikut-ikutan. "Biasa dia
"Gak. Soalnya kemaren pak Jarwo udah cerita." Jawab Sekar. Dia terkekeh melihat wajah kesal Sadi. "Eh, itu pesenan Sekar deh kayaknya." Sekar mendekati gerbang saat melihat mamang gopud. Dia berdecak puas saat sudah menerima dua plastik besar pesanannya. Sekar kembali ke pos satpam dan mengeluarkan tiga bungkus bakso ke atas meja. "Buat bapak-bapak." "Aduh neng, jadi ngerepotin." Sadi tersenyum sungkan. "Padahal baru kemarin neng beliin kita rokok mahal, sekarang dikasih makanan gratis pula." "Gak papa. Lagian bukan duit Sekar juga." Sekar terkekeh. "Kalo gitu sampein makasih kita buat pacarnya neng, ya." Ucap Jarwo. "Iya." Sekar terkekeh saja. Dia membayangkan pasti Kayden akan mengamuk kalau Sekar mengaku-ngaku pacarnya. Sekar kemudian pamit pada bapak-bapak itu. °°°°° "Lo dari mana aja? Gue udah keliling-keliling nyari lo tau." Bella mendumel saat melihat Sekar baru saja tiba di taman. Bella sudah lama menunggunya. "Aak!" Sekar bersendawa. Dia mengesampingkan bungkus bening
"Kar~" Shaka langsung bangkit saat melihat Sekar muncul di belokan lantai apartemennya. Hatinya yang tergantung seharian ini akhirnya bisa merasakan kelegaan. Shaka mendekat dengan senyum yang tak lepas dari bibirnya. "Kamu ke mana aja~? Seharian aku ngawatirin kamu. Aku takut kamu kenapa-napa." Tubuh Sekar membeku. Shaka tak menyadari keanehannya. Tangannya mengusap puncak kepala Sekar dengan sayang. "Sayang?" Shaka menundukkan kepalanya hingga wajahnya sejajar dengan Sekar. Sekar mundur ke belakang dan menundukkan kepalanya dalam-dalam. Kata-kata orang tua Shaka kemarin terngiang lagi di benaknya. Mata Sekar berembun lagi. "Kar, kamu kenapa?" "A-aku gak papa." Sekar menolehkan wajahnya ke samping saat tangan Shaka hendak menyentuh dagunya. "A-aku capek mau istirahat. Kamu sebaiknya pulang." Sekar mendorong bahu Shaka kemudian segera mem
"Iya, tapi kita kan posisinya juga lagi bolos. Ntar lo bebas mau galakin kalo lo lagi gak bolos. Ini kita sama jatohnya. Kagak malu lo?" Gio mengembalikan spatulanya ke tangan Kayden. "Aduk lagi. Jan lupa tambahin aer dikit." Perintahnya. Gio kemudian mendekati Sekar lagi. Gio menepuk puncak kepala Sekar dua kali sambil mengedipkan sebelah matanya. Sekar mengulum senyumnya. "Seneng, kan, lo sekarang ada yang bela." Kayden melototi Sekar. Sekar berpura-pura tidak melihatnya. "Sekali ini gue gak marah. Tapi besok-besok janji jangan bolos lagi." Kata Kayden lebih lembut. Sekar menganggukkan kepalanya dengan patuh. Setelahnya baru dia berani mendekati Kayden. "Bang Kay masak apa?" Tanyanya manja. "Mie rebus." Kata Kayden. Dia lalu menyerahkan spatula di tangannya. "Bantu adukin." Katanya. Dia lalu mulai memecahkan tujuh butir telur. "Banyaknya~" Sekar membulatkan mulutnya melihat mie di dalam panci
Kayden terkekeh. Dia dengan semangat menunggu bagaimana Gio akan menghadapi Sekar yang curigaan. "Beneran habis putus. Astaga. Kan liat sendiri selama gue dirawat di rumah sakit gak ada yang jenguk gue. Kalo ada pacar kan gak mungkin gue gak dijenguk." Gio mendelik sebal. Sekar terkekeh. "Terus kok kenapa bisa putus?" "Kepo lu!" Gio mengusap wajah Sekar dengan telapak tangannya. "Paling habis diselingkuhin kan lo?" Kayden tersenyum mengejek. Gio bungkam. Hanya matanya yang melirik sinis Kayden. Kayden terbahak-bahak dan memukul pahanya sendiri. "Anji-ng. Beneran habis diselingkuhin?" "Setan lu!" Gio menarik bagian depan rambut Kayden. Bibirnya cemberut. Sekar terkekeh lucu. "Gio jomblo aja juga, biar kayak Sekar sama bang Kay~" Sekar mengh
Mata Kayden berkedut kesal. "Biasa juga gue. Ada lu aja makanya jadi elu." "Ya berarti selama ini pelayanan lu kagak memuaskan. Gitu aja kagak ngarti." "Heh mulut lu!" Kayden melototkan mata. Kemudian adegan jambak menjambak terjadi lagi. Sekar beralih duduk di single sofa. Dia melanjutkan memakan cikinya dan cengengesan melihat kelakuan keduanya. "Kok lo gak misahin gue sama Kayden?" Gio menahan tangan Kayden yang hampir menyentuh rambutnya yang acak-acakan. Dia menatap Sekar tak puas. Begitu juga Kayden. "Abang berantemnya seru. Sekar mau nonton." Sekar memamerkan senyumnya. Mata Gio dan Kayden berkedut kesal. Mereka lalu berpisah dan duduk diam seperti semula. "Sini lagi," Kayden menunjuk tengah-tengah sofa yang kosong. Sekar dengan cemberut kembali duduk di sana.
Sekar sedang duduk di atas permadani dengan berbagai bumbu dapur menghampar di depannya. Di sebelah gadis itu masih menyala laptop yang layarnya menampilkan beragam informasi tentang bumbu-bumbuan beserta gambarnya. "Yang ini pedas!" Sekar menjauhkan butiran kecil berwarna putih di tangannya. Dia baru saja membauinya. Rasa pedas memenuhi rongga hidungnya. "Lagi apa?" Sekar menoleh ke belakang dan langsung tersenyum lebar. "Bang Kay~ Bang Kay datang sama Gio~" Sekar lekas menumpahkan butiran merica di tangannya ke dalam mangkuk. Dia mengibas-ngibaskan tangannya ke ujung kaosnya kemudian mendekati Kayden dan Gio. Senyumannya semakin lebar saja. "Awas robek bibirnya senyum lebar-lebar." Kayden mencubit gemas sebelah pipi Sekar. "Biarin!" Sekar menjulurkan lidahnya. Senyumnya semakin lebar. Dia lalu menyerobot untuk berdiri di tengah-
Sekar menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Iya." Jawabnya. Shaka tersenyum puas. Dia mengacak gemas pucuk kepala Sekar. "Yaudah kalo gitu aku tinggal dulu, ya." Sekar langsung menaikkan pandangannya menatap Shaka. Shaka tersenyum manis dan meraih tangan Sekar. "Bentar aja. Ini barang bang Mustopa ada yang kebawa sama aku. Dia butuh sekarang." Sekar mengeratkan genggaman tangannya. Dia takut melihat pandangan tidak suka Ratna di belakang punggung Shaka. "Ya. Bentar doang kok. Janji abis itu gak kelayapan ke mana-mana. Lagian kan di rumah ada mama. Kalian bisa masak-masak seru lagi. Bisa belajar masak karedok juga. Itu tuh masakan sunda kesukaan aku. Kamu harus belajar bikin itu. Biar aku tambah tergila-gila sama kamu." Shaka membisikkan kalimat terakhir. "Ya ma, Shaka
Sekar mengernyitkan dahinya melihat banyak bangunan yang dilewatinya. Dia menarik ujung jaket Shaka di depannya. Shaka menatapnya lewat spion. "Kenapa?" Tanyanya. "Ini bukan jalan ke apart aku. Katanya mau nganter pulang?" "Iya. Tapi kita ke rumah orang tuanya Bella dulu, ya." Mata Sekar melotot. "Rumah orang tua kamu dong?" Katanya horor. Shaka terkekeh. "Iya, rumah calon mertua kamu juga dong. Aku mau ngenalin kamu ke mereka." "Shaka ini-" Sekar menggigit bibirnya. Dia bahkan tak tau harus mengatakan apa. Dia panik. "Gapapa kok. Orang tua aku gak galak. Kamu tenang aja." "Tapi kita baru pulang sekolah." "Kan emang jam pulang sekolah." "Masa gak siap-siap dulu. Gak bawa buah tangan juga." "Apa yang mau disiapin sih, cantik. Jangankan ke rumah aku, ke KUA
Sekar berlari kecil memasuki rumah sendiri. Dari jauh dia tersenyum melihat Kayden duduk berdampingan dengan Gio. "Abang~" Sekar memanggil dan kedua orang itu langsung menengadahkan kepalanya. "Gue yang dipanggil." Kayden berdecak tidak puas pada Gio. Dia menepuk sisi sofa yang kosong di kanannya. "Gue juga abangnya." Gio memutar mata. Dia lalu bergeser sehingga menciptakan jarak di antara dia dan Kayden. Dia lalu menarik tangan Sekar untuk duduk di sana. Kayden menatapnya dengan tidak puas. "Lu baru tiga hari di sini udah semena-mena ya!" Gio terkekeh dan mengibaskan tangannya tak peduli. Dia lalu merapikan anak rambut Sekar yang menempel di dahi. "Ke mana aja tadi sama Shaka? Itu bawa apa?" Gio melirik kantung plastik hitam yang mengeluarkan aroma yang sudah dihapal Gio. "Telur gulung." Sekar terkikik senang. "Tadi Shaka belinya banyak banget, sebagian udah Sekar kasih sama ban
Sekar menjentikkan jarinya. "Iya, tante Alice. Sekar baru ingat namanya. Tante ini yang suka sok akrab sama bang Kay itu, kan? Yang bibirnya merah kayak cabe." Kayden mengangguk. Tangannya mengepal erat. Matanya kemudian bertemu dengan Gio yang berbaring di atas ranjang. Kayden melihat dari bahu hingga lengan pemuda itu berbalut perban. "Gue gak pernah ngianatin lo, Kay. Lo udah kayak saudara kandung gue. Sekali pun gue gak pernah punya niat gak baik sama lo." Kayden berjalan menghampiri Gio. "Gue minta maaf." "Ngomong apa. Gue gak pernah nyalahin lo sama sekali." Gio tersenyum. Matanya berkaca-kaca. "L-lo gak benci gue? Gue pasrah kalo lo mau mukulin gue." Gio menggeleng kemudian merentangkan tangannya. "Gue cedera begini lo suruh mukulin. Mending peluk gue. Kangen gue sama lu." Pemuda itu terkekeh. Kayden berjengit jijik tapi detik berikutnya Kayden benar-benar memeluk Gio. Mat