Lelaki itu duduk di kursi kebesarannya, melirik pembatas kaca yang ditutup tirai, sudah bisa dia tebak jika Aisyah sudah ada di ruangan itu. Angga tersenyum, dia sudah bisa membayangkan jika setiap hari bisa memandang gadis itu.
'Ah... Rasanya cintaku bakal mentok di lantai tujuh.'
***
"Siapa sih, ganggu orang tidur saja," Umpat Aisyah kesal.
Sejenak Aisyah terdiam membaca pesan tersebut. Dia mengulangi lagi kata-kata di benda pipihnya itu."Selamat Anda diterima di perusahaan Daffa Furniture, silahkan datang ke kantor jam tujuh tiga puluh." Aisyah kembali terdiam, kedua sudut bibirnya membentuk lengkungan dan..."Aaa... Alhamdulillah ya Allah, makasih. Akhirnya..."Pagi harinya, Aisyah sudah siap dengan setelan blous berwarna peach di padu jilbab hitam, dia sengaja memakai sedikit make up agar tak terlihat pucat, Aisyah memang jarang memoles wajahnya, hari ini dia hanya ingin memberi kesan terbaik di hari pertama kerja, dia ingin membuktikan jika Daffa Furniture tidak salah sudah menerimanya.
Farha ibunya sudah menunggu di meja makan, begitu juga dengan Azalea, gadis yang tengah duduk di bangku SMA itu juga menunggu kakaknya. Saat Aisyah datang keduanya terdiam.
"Widiiih, cantik amat nih kakakku, mau kemana, kak? Tumben tuh bibir pakai lipstik, ngedate ya?" Tanya Azalea sambil mengunyah nasi goreng.
Aisyah hanya tersenyum, dia pun mengambil piring yang sudah berisi nasi goreng buatan ibunya. Setiap pagi mereka akan sarapan bersama, lebih sering dengan menu nasi goreng tanpa kecap karena itu makanan favorit Aisyah dan Azalea. Farha juga memperhatikan penampilan anak tertuanya itu, kini terlihat lebih dewasa dan cantik.
"Alhamdulillah, Bu. Aisyah diterima kerja di Daffa Furniture."
"Alhamdulillah..." Ucap Farha dan Azalea.
"Waaah... bisa ketemu dengan Pak Daffa dong."
"Kok kamu tahu, dek?" Tanya Aisyah penasaran."Tahu dong, siapa juga tak tahu tentang Daffa Angga, lelaki berwajah dingin, ganteng, CEO sukses, bukan cuma di bidang Furniture tapi juga ada tuh bisnis hotelnya. Apalagi hampir setiap tahun sekolah Patriot selalu mendatangkan pak Daffa sebagai pembicara."
Aisyah manggut-manggut membenarkan ucapan adiknya, bukan hanya di zaman Azale, saat dia masih di SMA Patriot, Daffa memang sering mengisi acara disana."Tapi panggilannya bukan Daffa lo, dek. Di Kantor dia lebih di kenal dengan pak Angga, lebih keren kan?"
"Ya ya tapi tetap saja, siapa namanya pak Daffa selalu jadi idola di sekolah. Apalagi beliau donatur tetap."
"Jadi, Kamu diterima sebagai apa, nak?" Tanya Farha yang sedari tadi hanya mendengarkan percakapan kedua anaknya.
Aisyah terdiam, dia pun belum tau ditempatkan di posisi yang mana.
"Hmm... Belum tau, buk. Setahu Aisyah, saat interview kemaren posisi yang kosong itu ada di staff bagian keuangan dan juga OB. Semoga saja Aisyah di staff keungan, atau jadi OB pun tak apa." Jawab Aisyah.
Farha tersenyum, "Tak apa, apapun pekerjaannya jika itu masih halal ibu akan selalu mendoakanmu."
"Ia, Bu. Sudah diterima kerja saja Aisyah sudah bahagia."
Farha mengusap kepala Aisyah, gadis kecilnya kini sudah dewasa, Aisyah memang anak yang mandiri, saat sekolah dulu dia selalu mendapatkan beasiswa berprestasi, mengurangi beban orang tuanya, tak jarang Aisyah juga mencari kerja sampingan untuk biaya kuliahnya.
Dari kecil, kedua orang tuanya sudah mengajarkan Aisyah untuk mandiri dan tidak manja, apalagi setelah ayahnya meninggal Farha susah payah membesarkan Aisyah dan Azalea, meski suaminya meninggalkan harta tetap saja itu tak akan cukup untuk membiayai Aisyah kuliah.
Aisyah melirik jam dinding yang sudah jam tujuh, dia pun pamit begitu juga dengan Azalea. Kedua kakak beradik itu beranjak, salim kemudian pergi dengan menaiki angkot. Farha tak mengizinkan Aisyah memakai motor, selain belum memiliki sim. Motor yang ada dia pakai untuk bekerja.
"Kak, apa pak Angga galak jika di kantor? katanya kalau CEO itu galak dengan bawahannya?" Tanya Azalea yang duduk di sampingnya.
"Kau tahu dari mana hal seperti itu?"
"Dari novel on line lah, kan banyak tuh cerita di novel kalau CEO itiu terkenal dengan jutek, cuek, galak plus dingin." Kekeh Azalea.
Aisyah pun tertawa, aneh sendiri dia dengan perkataan adiknya, sepenuhnya tidak juga salah ada benarnya, Aisyah kembali mengingat pertemuannya kemarin. Jika, Angga memang terlihat seperti CEO yang dingin dan jutek.
"Kak... Kok melamun sih?"
"Maaf, Kakak hanya membayangkan kata-katamu tadi, sepertinya... pak Angga itu sedikit jutek." Bisik Aisyah.
Kedua nya tertawa geli. Tak lama, Azalea turun karena posisi sekolah nya lebih dekat, dia melambaikan tangan dan di balas oleh Aisyah. Masih sangat dia ingat, pertemuannya dengan Angga ada di sekolah Patriot, sekolahnya kini berkembang pesat karena adanya donatur tetap, banyak siswa yang mendapat beasiswa khususnya bagi yang kurang mampu.
Aisyah menarik nafas panjang, masih ada sekitar dua puluh menit dia akan sampai di Daffa Furnitur, tapi jantungnya terus berdetak lebih kencang, entah apa yang membuatnya gugup, yang pasti Aisyah ingin menghindari tatapan Angga, dia tak ingin terpesona dengan wajah tampan sang pemimpin.
---
Aisyah memperbaiki jilbabnya di toilet, saat tiba tadi dia langsung berjalan ke toilet, tiba-tiba saja perutnya ingin buang air, setelah itu dia memperhatikan pantulan dirinya di kaca, dia memasang wajah ceria dan mencoba tersenyum terbaiknya.
"Semangat, Aisyah. Ini hari pertamamu kerja, jangan kecewakan ibumu." Lirih Aisyah menyemangati dirinya sendiri.
Setelah membuang nafas berlahan, dia pun menuju ruangan di lantai tujuh, Tadi resepsionis sudah memberitahunya jika Pak Reno dan Buk Mita menunggunya di salah satu ruangan di lantai tujuh.
Saat menaiki lift, dia memperhatikan karyawan-karyawan disana, pakaiannya santai tapi terlihat rapi, lalu dia kembali melihat busana yang dia pakai.
'Not bad,' Guman Aisyah.
Aisyah tersenyum kepada semua karyawan yang menyapa, dengan percaya diri Aisyah memasuki lantai tujuh, suasanya begitu hening, semua karyawan sudah masuk ke ruangan masing-masing. Satu persatu papan nama di dean ruangan dia baca, Bagian Keuangan, Manager, Sekretaris dan Ruangan CEO. Aisyah tertegun. Kenapa hanya ada empat ruangan saja. Sedangkan semuanya masuk di ruangan Keuangan. Aisyah bingung untuk masuk ruangan yang mana, di ujung sana tertulis ruang rapat. Aisyah pun berjalan, namun langkahnya terhenti saat namanya di panggil.
"Aisyah.." Sapa Reno.
Aisyah gelagapan, dia menunduk memberi salam, "Maaf, Pak. Saya belum tau di ruangan mana, jadi hanya melihat-lihat saja." Aisyah takut dianggap tak sopan karena mendekati ruangan CEO yang berdekatan dengan ruang rapat.
Reno tersenyum memandang sikap Aisyah, dia perhatikan gadis itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.
'Pantas saja Angga kepincut, gadis ini begitu sopan. Ara harus tau jika adiknya sudah ada gadis yang diincar.' Batin Reno.
"Apa kau sudah tau ruanganmu?" Tanya Reno memcah keheningan.
Aisyah menggeleng, "Tadi, kata resepsionis, saya hanya disuruh untuk ke lantai tujuh bertemu dengan bapak dan bu Mita." Jawab Aisyah masih menunduk.
"Jangan sungkan begitu, mari ku antar ke ruanganmu."
Aisyah mengikuti langkah sang Manager, bola matanya terbelalak saat Reno membuka ruang sekretaris, posisinya tepat di samping Ruangan Angga, dan ruangan itu di batasi kaca, Jadi Angga bisa melihat kegiatannya.
"Ini ruanganmu, kau tunggu saja disini, sebentar lagi Mita akan datang menjelaskan apa saja apa yang harus kau lakukan." Kata Reno.
"Hmm... Maaf, Pak. Saya kerjanya apa ya, Pak?" Tanya Aisyah polos.
Reno tersenyum, dia lupa jika Mita belum memberi tahu posisinya.
"Kamu akan menjadi sekretaris Pak Angga."
Aisyah terdiam, 'Apa aku salah dengar ya?' Batin Aisyah.
"Apa bapak tak salah?" Tanya Aisyah.
Reno pun terkekeh, kini nampak jelas dari segi mana Angga bisa menyukai gadis lugu ini, "Ya, apa perkataanku tadi kurang jelas? Kau akan jadi sekretaris pribadi pak Anga. Ini permintaan beliau langsung. Jadi, bekerjalah dengan benar, jika tidak... Aku langsung memecatmu."
"Siap, Pak. Aku akan bekerja dengan baik." Ucap Aisyah sambil berdiri lalu membungkuk.
Reno menahan tawanya, 'Benar-benar gadis lugu, tapi... dia sangat cerdas. Di hari pertamanya, dia datang sebelum Bocah tengik itu tiba.'
Reno meninggalkan ruang sekretaris dan menuju ruangan Angga, dia menutup tirai untuk sementara sampai Angga dan Sebastian datang. Reno menelpon seseorang dengan tawa, siapa lagi jika bukan Ara, kakak Angga yang saat ini fokus sebagai seorang ibu rumah tangga.
"Kau tenang saja, Ara. Bapak akan terus mengawasi bocah itu," Kata Reno menutup panggilan.
Disisi lain, Angga mencebik kesal karena dia datang terlambat, karena memikirkan Aisyah dia tak dapat tidur dan bangun kesiangan, sedangkah Sebastian hanya tertawa melihat kelakuan Angga. Seperti biasa hari ini Angga memakai baju Kemeja hitam, lengan dia gulung sampai siku, dengan memakai kaca mata hitam Angga memasuki kantor.
Securty dan resepsionis sudah menunggu dan menyapa keduanya.
"Apa karyawan baru itu sudah datang?" Tanya Angga membuat Sebastian mengernyit.
Resepsionis itu mengangguk.
Semenjak kapan bosnya perhatian dengan karyawan baru, Ah, baru dia ingat jika karyawan baru adalah sekretarisnya. Sebastian berjalan lebih dulu dan menekan tombol lift, keduanya masuk lift khusus CEO, dan menekan angka tujuh.
Angga memasang senyum terbaiknya saat di dalam lift, dia ingin terlihat tampan tanpa cela di hadapan Aisyah, bagaimanapun Angga ingin menjalankan misinya.
"Sudah tampan, Bos. Biasa aja kali," Celetuk Sebastian saat Angga menyugar rambutnya agar terlihat rapi.
"Apa tubuhku sudah wangi?" Tanya Angga tak memperdulikan perkataan asistennya itu.
"Sudah, Bos. Aman."
"Kau harus membantuku, Tian. Ingat, ini rahasia kita berdua, jangan sampai Om Reno tau. Jika sampai bocor akan ku potong gajimu."
Sebastian menelan salivanya, tadi malam sepanjang perjalanan Angga menjelaskan rencana konyolnya, ya bagi Sebastian rencana itu sangat konyol, tapi mau tidak mau dia harus menuruti kemauan Angga, jika tidak dia akan di usir dan di potong gaji. Sebastian mendengus dengan kesal, bos nya itu selalu saja memaksa sesuka hati.
Sesampainya di ruangan, betapa terkejutnya mereka karena om Reno sudah duduk manis disana.
"Kenapa melongo begitu? Kan sudah biasa aku menunggumu terlebih daulu. Lagian tumben, terlambat sampai jam sembilan." Kata Reno dengan sedikit marah.
"Hmm... Biasa, Om. Tadi malam begadang." Ucap Angga santai.
Lelaki itu duduk di kursi kebesarannya, melirik pembatas kaca yang ditutup tirai, sudah bisa dia tebak jika Aisyah sudah ada di ruangan itu. Angga tersenyum, dia sudah membayangkan jika setiap hari bisa memandang gadis itu.
'Ah... Rasanya cintaku bakal mentok di lantai tujuh.' Batin Angga.
Sebastian dan Om Reno saling lirik melihat Angga yang senyum-senyum sendiri tak seperti biasanya.
"Kalau cinta, Hargai dan biarkan bertumbuh. Sebab cinta bukan tentang memiliki akan tetapi tentang menghargai." *** "Kenapa melongo begitu? Kan sudah biasa aku menunggumu terlebih dahulu. Lagian tumben, terlambat sampai jam sembilan." Kata Reno dengan sedikit marah. "Hmm... Biasa, Om. Tadi malam begadang." Ucap Angga santai. Lelaki itu duduk di kursi kebesarannya, melirik pembatas kaca yang ditutup tirai, sudah bisa dia tebak jika Aisyah sudah ada di ruangan itu. Angga tersenyum, dia sudah membayangkan jika setiap hari bisa memandang gadis itu. 'Ah... Rasanya cintaku bakal mentok di lantai tujuh.' Batin Angga. Sebastian dan Om Reno saling lirik melihat Angga yang senyum-senyum sendiri tak seperti biasanya. "Kau sehat, Nak?" Angga terkesiap, tak seperti biasanya Reno memanggilnya dengan 'Nak', jika kata itu keluar maka ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, atau Reno mengetahui sesuatu yang sedang dia sembunyikan. "Hmm... Alhamdulillah aku sehat, Om." "Kalau sudah cinta bila
'Ish, dia seperti dispenser, sebentar cool sebentar panas, memang labil deh, sepertinya bosku punya kepribadian ganda, kandang ramah, kadang jutek.'---"Apa sih yang dia baca, serius amat, belum juga di kasih tugas udah pusing." Lirih Angga. Lelaki itu pun menoleh pada asisten pribadinya."Apa kau sudah memberi tugas pada Aisyah?"Tanya Angga.Sebastian menggeleng, "Aku ini tak sepertimu, bos. Tak akan aku siksa karyawan baru, aku sudah memberi tahu Mita, jika hari ini Aisyah hanya mempelajari pekerjaanmu, keperluanmu, makan siangmu dan..." Angga memicing tajam, "Dan apa?""Dan memberi tahunya jika kau itu bos galak dan keji." Kekeh Sebastian."Dasar gila." Umpat Angga.Kali ini dia mengalihkankan pandangannya, dia tak ingin terlalu lama memandang Aisyah, demi keamanan hatinya yang mulai tak wajar.DI meja kerjanya Aisyah terus mempelajari jadwal-jadwal rapat dan pertemuan Angga dengan perusahaan lain, kemudian dia tulis di buku kecil pribadinya, dia tulis dengan lengkap, jadwal mak
Muka tabung gas apanya sih, orang mukanya ganteng begitu, kaya Lee Min Ho kok. Mbak aja tuh yang rabun matanya, lelaki ganteng di bilang muka tabung gas, aneh.***Angga sedikit kecewa dengan pertanyaan Aisyah, kemudian dia pun berdiri dan kembali masuk ke ruangannya, membuat Aisyah melongo."Kamu boleh pulang." Titah Angga dingin.'Ish, dia seperti dispenser, sebentar cool sebentar panas, memang labil deh, sepertinya bosku punya kepribadian ganda, kandang ramah, kadang jutek.'Aisyah pun merapikan meja kerjanya, dan pulang dengan mengendarai ojek online.Sesampainya di rumah, Aisyah langsung membersihkan diri, lalu berbaring di atas kasur, merebahkan tubuhnya yang mulai letih.' Baru hari pertama, sabaaar... bener kata mbak Mita, kalau pak Angga itu super jutek, pokoknya dia itu dispenser, titik!!!' Batin Aisyah.Entah kenapa, gadis itu mengingat wajah Angga yang cepat berubah, dalam sekejap bisa berubah jutek dan dingin. ---Aisyah terbangun saat alarmnya berbunyi, dia bergerak ke
'Aku tak bisa diam begini, bisa-bisa dia digaet orang. tapi... hari ini pesonanya memang sangat cantik, polesan sederhana tapi memiliki vibe positif, pantas saja dari tadi banyak yang mengamati wajahnya, ini tak bisa dibiarkan.' ***"Saya bukan mengusir, Pak. Tapi....""Saya paham, Ok. Ayoo kita berangkat. Maaf ya, Bu... saya bawa Aisyah hari ini.""Tak apa, Nak. Lain kali mampir kesini lagi," Jawab Wanda ramah."Insyaallah." Angga pun salam dan mencium punggung wanita paruh baya itu.Tanpa menghiraukan Aisyah yang memberengut, Angga keluar dan masuk mobil.'Ish, memang manusia laknat.' Batin Aisyah lagi.Aisyah duduk di belakang kemudi, sedangkan Angga disisi sang sopir. Sepanjang perjalanan Aisyah menyimak pemaparan Angga tentang bahan rapat yang akan dia sampaikan, untuk saja Aisyah selalu membawa buku kecilnya, dia mencatat bagian-bagian pentingnya saja."Hmm, Jadi konsumen lebih suka dengan bahan kayu jati yang mana?" Tanya Aisyah.Dia jadi tertarik membahas tentang kayu jati, s
"Jomblo bukan berarti tak laku, tapi kita sebagai lelaki harus menjaga wibawa kita, jangan seperti play boy, lelaki cerdas itu harus punya taste, agar wanita yang melihat kita klepek-klepek"***"Tante..." panggil Fathan lagi, kali ini dia merenggangkan tangannya minta peluk. "Baiklah," Aisyah memeluk Fathan dengan senang hati. Namun siapa sangka jika Fathan membisikkan sesuatu hingga membuatnya terdiam. "Ssst... ini rahasia kita berdua, tante, Ok!' Ucap Fathan tertawa. Angga yang melihatnya pun mencebik. 'Asli nih bocil, aku saja belum penjajakan dia udah minta peluk aja.' Batin Angga kesal.Fathan berbalik dan menjulurkan lidahnya pada pamannya."Weeek...""Ish, siapa nih yang ngajarin bocil begini?" Tanya Angga pura-pura kesal. Rayyan dan yang lainnya hanya tertawa. "Dia itu seperti mu saat kecil, Angga. Jadi, tak usah kesal begitu." ucap Reno. Aisyah pun tertawa kecil mendengarnya, Sedangkan Angga hanya mendengus kesal. "Sudah-sudah berantem Mulu, Fathan... tak baik menjul
"Apanya yang tak cocok? menolong orang lain itu tidak di lihat dari busanannya, tapi cobalah kau lihat dari hatinya dan dari ketulusannya. Apa salahnya sih nerima pertolongan orang lain? Jangan menyusahkan diri sendiri, saya tulus membantumu""Coba kau fikir, jika kau mengangkat barang sebanyak ini, lalu kau penat dan jatuh sakit, bisa runyam urusannya, pekerjaan akan terbengkalai, kau sekretarisku, jadi... harus tetap sehat." ***Angga memijat pelipisnya, Dia juga tak tahu kenapa sulit sekali membuka hati untuk wanita, setelah berjumpa Aisyah delapan tahun yang lalu. Saat ini Aisyah sudah ada di depan mata, tapi dia ragu untuk mengungkapkan cinta. Aisyah menghela nafas, lalu memejamkan matanya, dari lubuk hatinya yang paling dalam dia ingin sekali mendekati Aisyah. Angga kembali membuka ponsel, sebuah pesan masuk mengabarkan jika Aisyah tak langsung pulang ke rumah. Alisnya mengkerut, "Kemana nih anak orang?"Angga pun beranjak dari duduknya, menyambar jas dan tas kerjanya, lalu m
'Mencintaimu dalam diam adalah caraku, dan memintamu di sepertiga malam adalah usahaku, bagiku kau adalah wanita spesial maka untuk mendapatkanmu juga harus dengan spesial. Aisyah... Ku harap, kau benar-benar jodohku.' ***"Mari masuk, Nak." Ajak Farha."Maaf, Ibu. Bukan saya menolak, tapi saya harus segera pulang."Wanita paruh baya itu pun hanya mengangguk, Angga kembali berpamitan, dia melirik Aisyah yang menunduk dan memilin ujung jilbabnya, Angga tersenyum dan meninggalkan rumah Aisyah.'Ah, begini rasanya jatuh cinta, rasanya aku ingin lebih dekat lagi dengannya' Lirih Angga tertawa kecil.Dia pun menghidupkan musik, mendengarkan lagu favoritnya sambil membayangkan wajah Aisyah yang semakin melekat di pikirannya. Dalam hati, Angga berharap ada keajaiban yang dapat menyatukan cintanya.---Aisyah bangun lebih awal, apalagi hari ini dia harus mengikuti Angga untuk pertemuan dengan relasi bisnisnya dari Bandung, Aisyah membaca jadwalnya hari ini sambil sarapan, lumayan padat dan p
"Tak apa, bukankah ini yang dinamakan simbiosis mutualisme, saling menguntungkan dan saling membutuhkan, untukmu... aku akan melakukannya,'***"Apa ponselmu itu begitu penting, sampai kau senyum-senyum sendiri," Tanya Angga. Aisyah terkesiap, "Ma-maaf, Pak, saya hanya sedang membalas pesan ibu," Dusta Aisyah. "Pesan apa sampai membuatku tersenyum seperti itu?" "Hmm... Alhamdulillah Risol hari ini habis, Pak," Lirih Aisyah. "Ooo..." Sebastian hanya geleng-geleng kepala, 'Dasar nih, Bos. Malu-malu kucing, bilang aja cemburu sama HP,' Dalam diam Angga menyembunyikan debar di hatinya.---Aisyah memperhatikan poin-poin penting dari hasil pertemuan hari ini, gadis itu mengusap wajahnya gelisah."Ya Allah, begini rasanya jadi sekretaris, harus jeli rupanya, semangat Aisyah kita ulang lagi dari awal." Lirik Aisyah menyemangati diri sendiri. "Desain furniture sudah... perjanjian kerjasama sudah... harga sudah... pesanan sudah... Alhamdulillah sudah beres." Aisyah meletakkan penanya d
Malam ini, kau akan menjadi istri seorang pengusaha, Aisyah. kehidupan nya dan kehidupan kita sangat berbeda, jadi ibu harap kau bisa menjadi istri yang baik bagi pak Angga, menyiapkan bajunya, sarapannya, menyambutnya dengan senyuman. Jangan pernah kau tinggikan suaramu dari suami mu, nak."***Azalea hanya nyengir saja. Dalam diam Aisyah merenungi kata-kata Farha dan juga pamannya. Selama ini dia memang tak pernah mematok standar pasangannya, dia hanya fokus bekerja dan memperbaiki diri agar menjadi lebih baik, dan Allah mendatangkan pasangan yang begitu tampan mendekati sempurna. Aisyah tersenyum, dia sangat bahagia melihat semua keluarganya juga bahagia atas pernikahannya. "Ya Allah... Terimakasih kau mengirimkan Mas Angga dalam hidupku, kau memberiku kehabagiaan yang berlipat ganda." Aisyah pun pamit kembali ke kamar karena merasakan handphone nya bergetar, dia melihat layar dan Angga menelpon. Dia tersenyum tiba-tiba saja jantungnya berdebar. "Duh, ini hanya panggilan telepo
"Jika kau ingin dapat lelaki sholeh, baik, kaya dan spek pangeran perbaiki dulu sikapmu, Nak. Dari sholatmu dan tingkah lakumu, baru kau bisa mendapatkan lelaki yang kau inginkan, kalau bahasa orang-orang zaman sekarang memantaskan diri."***"Aisyah... kenapa tak menjawabnya? kakiku sudah mulai gemetar." Kata Angga tertawa. Aisyah mengangguk. Tak terasa butir bening di matanya menetes, seperti anak kecil Aisyah tiba-tiba memeluk Angga dengan erat membuat Angga tersenyum meski kaget. Gadis itu sangat bahagia, setelah menyadari jika hatinya pun menginginkan Angga, lelaki yang sejak dulu dia kagumi. "Aku mencintaimu..." Bisik Angga membalas pelukan Aisyah.Aisyah terdiam sejenak, dia kehilangan kendali sampai memeluk atasannya dengan santai, Aisyah buru-buru melerai pelukan dan mengusap air mata yang tersisa, dengan canggung Aisyah berusaha tersenyum.Laki-laki dihadapannya saat ini adalah calon suami, yang dulu sangat ia kagumi. Siapa sangka jika semesta berpihak padanya.Malam sem
Aisyah memperhatikan punggung atasannya itu, lalu pandangannya turun ke tangan, Aisyah tersenyum. Hatinya menghangat, perlahan Aisyah merasakan ketenangan jika berada di dekat Angga. ***"Ok, kita makan steak saja ya ." Ucap Angga pada akhirnya.Dia sedang malas berdebat tentang makanan, saat ini Angga benar-benar lapar, tenaganya terkuras karena mengerjakan pekerjaan di kantor. Angga melihat Aisyah mengangguk dan hatinya kembali berdesir melihat senyuman di wajah Aisyah.'Ya Allah... Bisakah aku menikahi nya besok? rasanya sudah tak sabar untuk memeluknya.' Angga memberhentikan mobil di sebuah restoran khusus steak, dia keluar terlebih dahulu kemudian memutar membuka Pintu mobil untuk Aisyah. Dengan senyum simpul dia memberi kode agar turun, tapi Aisyah masih terdiam, dengan jarak yang begitu dekat, hati Aisyah berlahan kacau, seperti ada banyak kupu-kupu yang hinggap disana. 'Ini beneran pak Angga kah?' Batin Aisyah membeku.Angga mengibaskan tangannya di depan wajah Aisyah, sa
'Hadeeuh... Maklum terkuat di bumi ini memang aneh, di tanya selalu terserah, aku kan bingung.'***Dia pun meninggalkan lantai tujuh dan turun ke kantin sambil membawa bekalnya. Dia duduk di pojokan dengan perasaan bingung harus berbuat apa. Sudah beberapa kali Hanum merasa aneh dengan sikap Mita beberapa hari belakangan ini. 'Bu Mita seperti sedang melakukan sesuatu, tapi apa ya? Atau... dia cemburu dengan Aisyah? ya... ya... dugaanku bisa jadi benar, mungkin dia cemburu karena pak Angga memilih Aisyah menjadi tunangan nya.'Hanum menggeleng keras, berusaha menghindari pikirannya yang sedang kacau. Disisi lain, Aisyah sudah kembali ke ruangannya karena Sebastian datang dan ingin bicara berdua dengan Angga. Aisyah melirik ke ruangan Angga yang luas, kaca penghalang dia antara mereka berdua terbuka, Angga yang melarang Aisyah menutup tirai itu, dengan Alasan agar Angga bisa memantaunya. Awalnya, Aisyah risih namun saat melihat Angga yang fokus dengan beberapa berkas Aisyah pun bersy
'Ah dapat, ceroboh sekali Aisyah ini, dia tak memakai sandi di komputernya. ini sangat menguntungkan bagiku.' ***Angga menatapnya, wajah Aisyah seakan memiliki magnet tersendiri membuat Angga betah menatap bola mata gadis itu. Dia menarik nafas panjang dan mengeluarkannya berlahan. Angga faham Aisyah masih sok dengan pengakuannya. "Karena kau adalah gadis yang aku pilih, cinta itu tak butuh alasan, Aisyah." Jawab Angga. "Tanpa sebab apapun itu, hatiku sudah memilihmu dari dulu, dari saat kau pertama kali berdiri di podium sebagai ketua OSIS."Aisyah tertegun, benarkah???Hening...."Kau pasti tak percaya jika aku sudah memperhatikanmu sejak lama, aku sudah hafal semua kegiatanmu, makanan favoritmu, pekerjaanmu sampai..."Aisyah mendelik, Angga bisa sampai sedetail itu, 'Pantas saja dia sudah tau rumahku, apa dia yang menguntitku malam itu juga?' Batin Aisyah. "Sampai apa, pak?""Sampai kebiasaanmu yang kentut sembarangan pun aku tahu." Ucap Angga datar.Aisyah mencebik, hal yang m
"Jika makan sambal buatanmu aku tak akan sakit perut, Aisyah."***Angga memijat pelipisnya, tiba-tiba saja kepalanya pening, disaat dia ingin dekat dengan Aisyah selalu saja ada masalah di perusahaan. Karena itu lah, dia selalu fokus bekerja agar perusahaan yang sudah dia bangun tidak bangkrut. Tapi, Angga merasa dirinya sudah mantap untuk menikah, wajar saja pikirannya terpecah memikirkan Aisyah dan berusaha mendekatinya.'Fokus Angga... Fokus, kau pasti bisa menyelesaikan nya.' Batin Angga.Angga menghempaskan tubuhnya di atas shofa, dibiarkannya Sebastian yang masih berkutat di depan laptop.---Beberapa hari berlalu, Aisyah dan Angga masih seperti biasa, layaknya atasan dan bawahan, hanya saja Angga tidak sedingin dulu, sesekali Angga memberi perhatian pada Aisyah. "Apa kau sudah makan?""Belum, pak." Jawab Aisyah. Meski seratus Angga adalah calon suami, Aisyah masih memanggilnya "Pak" di kantor dan Angga memakluminya. "Siang ini kita makan di luar ya, ada yang ingin saya bic
"Namanya juga manusia, Bro. Bisa khilaf apalagi jika dihadapkan dengan uang, semuanya bisa berubah. Lumrah bagi wanita jika dia ingin merawat diri dan shopping, tapi cara dia salah."***"Ya ya ya... aku percaya." Kekeh Aisyah.Keduanya asyik bercerita sampai tak sadar jika Angga memperhatikan Aisyah, lelaki itu seakan tak bosan memandang wanitanya. Merasa di pandang, Aisyah pun kembali menoleh ke arah calon suaminya itu, dia tersenyum simpul. 'Ya Allah...Semoga saja dia benar-benar jodohku, Tapi... ah, sabar Aisyah jangan terburu-buru menyimpulkan perasaanmu, mungkin ini hanya sekedar kagum.' Batin Aisyah.Gadis itu kembali sibuk dengan teman-temannya. Dari kejauhan Ara dan juga Reno masih memperhatikan interaksi antara Aisyah dan Angga, yang sesekali saling lirik dan melempar senyum. Ara tahu, jika Angga tulus mencintai Aisyah. "Apa kita percepat saja pernikahan mereka?" Tanya Ara langsung.Geram sendiri dia dengan Angga, Mungkin karena Angga terlalu sibuk dan sudah biasa jutek p
Ya Allah...Semoga saja dia benar-benar jodohku, Tapi... ah, sabar Aisyah jangan terburu-buru menyimpulkan perasaanmu, mungkin ini hanya sekedar kagum***Gadis itu menyelami mata sendu Angga, dia menemukan kejujuran dari setiap kata-kata nya dan... Aisyah terpesona. "Terimakasih, Pak. Telah memilihku untuk menjadi makmummu," Lirih Aisyah. Kata-kata Aisyah membuat Angga lega, setidaknya gadis itu sudah menerima pertunangan ini, meski mungkin Aisyah belum mencintainya. Angga bertekad untuk tetap menunggu wanitanya, sampai kapanpun Aisyah akan menjadi wanita teristimewa di hatinya. Aisyah kembali menunduk, dipandangnya jari yang sudah terpasang cincin berlian, dalam diam dia mengagumi benda itu. 'Cantik.'---Naufal tak melepaskan pandangannya dari wajah Aisyah, gadis itu begitu cantik dengan gaun peach dan jilbab yang senada, Aisyah selalu memakai make up yang sederhana tak menor seperti wanita lainnya. Dia hanya tak nyaman jika memakai lipstik atau bedak tebal. Lelaki itu mengagum
"Untuk Aisyah, calon istriku... calon ibu dari anak-anak ku, percaya lah setiap detak rahsa yang ada, cinta dan rinduku selalu bertambah untukmu."***Naufal tersenyum, memandang pantulan dirinya di cermin, dia terlihat tampan dengan kemeja batik, tak lupa Angga memakai kaca mata hitam. Dia menghubungi teman-teman satu divisi dan berencana berangkat bersama mereka.Di Hotel orang sudah mulai berdatangan, memang tak terlalu ramai, Angga hanya ingin mengenalkan pada kolega dan juga para karyawan Daffa furniture saja, apalagi saat tahu jika banyak karyawan lelaki yang melirik Aisyah. Angga sudah siap dengan setelan jas hitam, di kamar pribadinya Angga menyunggingkan senyum saat Sebastian memberi kabar bahwa Aisyah sudah tiba di lobi, dia pun memperbaiki rambutnya yang sebenarnya sudah rapi. Angga tersenyum di depan cermin, " Aisyah...Aku akan membuatmu benar-benar jatuh cinta padaku."---Di Aula yang sudah di set sedemikan rupa, Aisyah memandang takjub ruangan itu, Farha sang ibu juga