POV AUTHOR
Manda masih tenggelam dalam kesedihannya. Dia berbaring sendirian di ranjang kamarnya. Air matanya masih mengalir di pipi, hingga jatuh membasahi bantal yang ditidurinya.
Manda masih tidak percaya, pernikahannya menjadi berantakan seperti ini. Kesetiaannya dibalas dengan pengkhianatan.
Dalam kesunyian malam, suara dering ponselnya berbunyi. Manda mengambil ponsel yang dia letakkan di bufet kecil, di samping ranjang.
IBU, nama yang muncul di layar ponsel. Manda terkejut. Dia segera menghapus air matanya. Manda menenangkan dirinya terlebih dulu sebelum mengangkat panggilan dari ibunya.
"Assalamu'alaikum, Bu," ucap Manda dengan nada tenang.
"Wa'alaikumsalam, Nda. Kamu sudah tidur, Nda?" jawab Bu Ningsih.
"Belum, Bu. Ibu juga belum tidur?"
"Belum. Ini lagi duduk sama Bapak, sambil nonton tv,"
POV ARMAN9 Tahun Lalu ....Namaku Arman Hadiwijaya. Aku anak bungsu dari 2 bersaudara. Papaku, Hendra Hadiwijaya, pemilik perusahaan Wijaya Group. Mamaku, Andien Gunawan, seorang ibu rumah tangga yang memiliki banyak kegiatan di luar rumah.Karena kesibukan kedua orang tuaku, aku lebih sering menghabiskan waktu bersama Nenek dan Kakakku, Daniel.Saat ini aku sedang kuliah di University of Chicago, mengambil jurusan bisnis.Tunanganku, Denise juga kuliah di tempat yang sama. Dia mengambil jurusan psikologi.Aku mengenal Denise sejak kami duduk di bangku SMP. Awalnya kami bersahabat. Tapi seiring berjalannya waktu, perasaan kami berubah menjadi cinta.Selain wajah cantik, Denise juga memiliki kepribadian yang baik, ceria, dan supel. Dia selalu menyebarkan aura positif ke orang-orang di sekitarnya. Tak heran, banyak yang menyukai dan menyay
POV ARMANAku dan Denise melanjutkan waktu kami dengan menonton film di bioskop. Hari sudah malam, saat kami keluar dari gedung bioskop.Aku melajukan mobilku meninggalkan area parkir gedung bioskop. Selama perjalanan pulang, kami masih bercanda gurau di dalam mobil. Tidak ada lelah yang kami rasakan. Hari itu benar-benar menyenangkan bagi kami."Yang, berhenti dulu di mini market ya. Ada yang mau aku beli," pinta Denise."Oke, Princess. As you wish,"Tak lama kemudian, kami sampai di mini market."Gak perlu turun, Yang. Sebentar aja kok," Denise melepaskan sabuk pengamannya."Mau beli apa? Sini biar aku yang belikan,""Gak usah. Biar aku aja. Gak lama kok,""Oke,"Denise keluar dari mobil. Aku memperhatikannya hingga berjalan masuk ke dalam mini market.&
POV ARMAN7 tahun berlalu sejak kepergian Denise. Aku sudah menyelesaikan kuliahku, dan sekarang aku bekerja.Hari-hariku tidak lagi sama tanpa Denise. Kebahagiaan yang kurasakan saat bersamanya, tidak pernah aku dapatkan lagi. Setiap hari aku selalu merindukannya.Aku belum bisa membuka hatiku pada wanita lain. Tidak ada seorangpun yang bisa menggantikan Denise di hatiku. Dia cinta pertamaku, dan mungkin akan jadi yang terakhir.***Ting ... tong ...Aku mengintip di balik lubang kaca pintu apartemenku, sebelum membukanya.Aku menghela nafas setelah tahu tamu di balik pintu adalah Sarah. Mau tak mau, aku tetap harus membukakan pintu untuknya."Hai, Arman," ucap Sarah dengan tersenyum senang."Hai, Sarah. Sedang apa di sini?" tanyaku dengan sedikit malas."
POV ARMANHari ini cukup melelahkan bagiku. Untungnya aku berhasil menyelesaikan pekerjaanku dengan baik. Malam ini aku tidak perlu lembur lagi. Aku bisa santai di apartemen."Arman?" panggil Sarah, yang menungguku di depan pintu apartemenku."Mau apa lagi, Sar?" tanyaku dengan malas."Aku ingin menemuimu,""Sarah, hari ini aku capek. Biarkan aku istirahat, oke?""Aku tidak akan menganggumu. I just want to give you this," Sarah memberikan box kardus kecil padaku."Apa ini?""Aku membelikanmu kue,""Thanks," aku menerimanya dengan ragu."Aku mau jalan-jalan keliling Eropa bersama teman-temanku. Mungkin selama 2 bulan. Aku hanya datang ingin berpamitan,""Selamat bersenang-senang,""Aku harap kamu bisa ikut bersama kami,"
POV ARMANRekan-rekan kerja memberiku ucapan selamat atas pernikahanku, ketika aku tiba di kantor.Sebagai ganti karena tidak mengundang mereka ke acara pernikahan, aku berjanji akan mentraktir mereka makan.Sebelum itu, aku harus menyelesaikan beberapa pekerjaan yang aku tinggalkan selama cuti.***"Jadi bagaimana?" tanya Ben, menghampiri ruang kerjaku."Apanya?" jawabku, sambil menyelesaikan pekerjaan."Istrimu. Manda. Dia baik?""Ya, di gadis yang baik," aku menghentikan kegiatanku."Kamu menyukainya, kan?"Aku mengangguk sembari tersenyum tipis."Kapan kamu mau mengajaknya kemari?""Aku harus menyiapkan rumah dulu untuknya,""Rumah? Kan kamu ada apartemen?""Aku berencana untu
POV ARMANTing tong, ting tong, ting tong!!!Aku terbangun dari tidur ketika mendengar suara bel pintu yang ditekan berkali-kali. Kulihat jam wekerku. Jam 2 dini hari.Siapa yang bertamu di jam segini? Gak sopan sekali.Dengan malas, aku beranjak dari ranjangku. Bel pintu masih terus dibunyikan."Wait!!" bentakku, ketika mendekati pintu.Aku langsung membuka pintu dengan perasaan kesal."Sarah?" aku terkejut.Sarah hanya diam menatapku. Matanya basah karena air mata. Cara dia menatapku, seperti tatapan orang yang sedang marah."Apa yang kamu lakukan di sini? Bukannya kamu sedang berlibur ke Eropa?"Sarah mendorongku, lalu masuk tiba-tiba ke dalam apartemenku.Dia berjalan menuju ke dapur. Mengambil piring, lalu memecahkannya ke lantai.
POV ARMANAku menceritakan kejadian semalam pada Ben, ketika kami sedang istirahat makan siang."Dasar psycho. Untung kalian gak jadian," ujar Ben kesal."Aku gak mungkin bersama Sarah. Dia bukan tipeku. Dan aku sama sekali gak ada perasaan padanya," jawabku dengan santai."Untung kamu belum bawa istrimu ke sini. Coba bayangkan, jika Manda di sini dan dia bertemu Sarah. Mereka pasti bertengkar hebat,""Aku hanya berharap, kali ini Sarah benar-benar menjauhiku,""Kamu yakin? Kalau aku sih gak yakin. Dia gak akan berhenti, Man. Dia itu psycho,""Hei, teman macam apa kamu. Seharusnya kamu menenangkanku, bukan malah membuatku tambah pusing," ujarku kesal.Ben hanya tertawa meledekku."Karena aku temanmu. Makanya aku minta kamu hati-hati,""Dasar,"
POV ARMANPermintaan Ibu Sarah membuatku tidak bisa tidur semalam. Aku belum memberikan jawaban padanya. Aku tidak bisa membuat keputusan sendiri.Malam itu juga, aku langsung menelpon Mamaku. Aku menceritakan semuanya pada Mama. Aku memintanya datang untuk membantuku.Karena frustasi, fokus kerjaku menjadi berantakan. Aku selalu salah mengerjakan laporan. Dan hasilnya aku dimarahi oleh atasanku.Ben tahu aku sedang gelisah. Tapi aku sengaja menyimpan masalahku darinya. Karena ini masalah sensitif, aku tidak mau orang lain tahu dan ikut campur.***"Arman," Mama berada di depan pintu apartemenku, sambil membawa kopernya.Aku memeluknya. Aku lega akhirnya Mama datang.Mama menepuk punggungku dengan lembut."Mama di sini. Kamu jangan khawatir," hibur Mama menenangkanku.
Mobil Toyota Alphard dan Mercedes-Benz terpakir di halaman rumah keluarga Hadiwijaya.Pak Setya sedang berdiri di depan mobil Alphard, menunggu kedua majikan kecilnya muncul dari dalam rumah.Tak lama berselang, Chandra dan Tya yang sudah rapi dalam balutan seragam sekolahnya, berjalan dengan riang menuju teras depan rumah.Mereka didampingi oleh kedua orang tua, oma, dan babysitter barunya."Chandra, Tya, belajar yang rajin ya. Jangan nakal di sekolah," ujar Manda mengusap lembut kepala kedua anaknya."Iya, Ma," jawab si kembar hampir bersamaan. Kemudian mereka mengecup punggung tangan mamanya."Have fun at school." Arman memeluk hangat kedua anaknya."Okay, Pa," si kembar membalas pelukan Arman.Chandra dan Tya menghampiri Nyonya Adele untuk mengecup punggung tangannya."Cucu Oma yang cantik dan ganteng," puji Nyonya Adele sembari memeluk kedua cucunya.Setelah selesai berpamitan, Chandra dan Tya segera menghampiri mobil yang akan mereka tumpangi."Nyonya, saya berangkat dulu mengan
Arman masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat Manda sedang berbaring di atas ranjang, dengan posisi tidur membelakanginya.Manda menoleh ketika suaminya duduk di tepi ranjang."Anak-anak sudah tidur, Mas?" tanyanya sembari beranjak duduk."Sudah. Kamu belum tidur?""Manda menunggu Mas Arman,""Mau ditimang-timang ya biar bisa tidur?" ucap Arman dengan memainkan mata genitnya."Iih, Mas," Manda tersipu malu.Arman bergerak mendekati istrinya. Dia merangkul tubuh Manda."Gak usah malu. Bilang saja kalau pelukanku bikin kamu nyaman, kan," goda Arman."Genit, ah," Manda menepuk lembut dada suaminya.Arman menyandarkan punggungnya ke headboard bed sambil mendekap istri tercintanya di dada.Keduanya diam sejenak, menikmati kehangatan satu sama lain."Mas lama sekali tadi? Anak-anak susah ya disuruh tidur?" tanya Manda kemudian."Enggak. Abis dari kamar mereka, Mas mengobrol sebentar sama Tante,"Manda mengangkat setengah badannya untuk menatap wajah Arman."Apa Mas berhasil membujuk Tante?" t
"Kamu beruntung bisa bekerja di sini. Gajinya besar. Bahkan lebih besar dari gaji di tempat kerjamu dulu, kan," sambut Santi dengan riang."Iya, aku bersyukur bisa diterima kerja di sini," jawab Rianti sembari tersenyum senang."Kamu harus berterima kasih sama Nyonya Adele. Kalau bukan karena dia, kamu gak akan bisa bekerja di rumah ini. Manda kan sudah menolakmu,""Nyonya Manda," Kiki yang tiba-tiba muncul di depan kamar Rianti, mengoreksi ucapan Santi.Kemudian Kiki masuk ke dalam kamar Rianti, dan ikut bergabung untuk mengobrol."Kamu aja yang anggap dia Nyonya. Aku sih gak mau. Cuman di depannya aja aku terpaksa panggil dia Nyonya, daripada aku dipecat. Males banget!" cibir Santi.Rianti heran dengan sikap tak sopan Santi pada majikannya."Kenapa ... kamu hanya memanggil namanya?" tanya Rianti."Untuk apa aku memanggilnya Nyonya? Dia dan aku sama. Kami satu level. Nasibnya aja yang mujur karena dinikahi Tuan Arman," cemooh Santi."Maksudnya?""Manda itu perempuan kampung, sama sep
"Jahat sekali Tante Adele bikin persyaratan seperti itu?!" ucap kesal Ayu dari balik telpon."Manda rasa Tante sengaja melakukannya. Dia tahu kalau Manda gak akan membiarkan Kiki dipecat. Jadi mau tak mau, Manda terpaksa menerima babysitter itu," ujar Manda dengan sedih."Lalu Arman?""Mas Arman sudah berusaha membujuk Tante Adele, tapi percuma saja. Tante gak mau mengubah keputusannya,""Menyebalkan sekali!" umpat Ayu."Sepertinya kami harus mengalah. Daripada masalahnya makin besar," ujar Manda dengan pasrah."Manda, aku boleh tanya sesuatu?" ucap Ayu."Soal apa?""Kamu pernah bilang kalau kamu takut si kembar akan lebih sayang sama babysitter mereka, makanya kamu gak mau memakai jasanya. Tapi aku rasa itu bukan satu-satunya alasan," ujar Ayu dengan curiga.Manda mengangkat punggungnya yang bersandar di headboard bed. Dia terkejut dengan pernyataan sahabatnya itu."Memangnya ... ada alasan apa lagi? Pertanyaanmu aneh," ujar Manda dengan gugup."Beberapa waktu yang lalu, aku gak seng
Keesokan harinya ...."Bi, Pak Setya dan anak-anak sudah pulang?" tanya Manda saat berpapasan dengan Bibi Sari."Belum, Nyonya,""Manda tunggu saja di ruang tengah," jawab Manda sambil melihat ke jam di layar ponselnya."A-anu ... Nyonya. Di ruang tengah sedang ada tamu,""Tamu siapa?""Hmmm ...," Bibi Sari ragu untuk menjawab pertanyaan Manda."Siapa, Bi?" selidik Manda."Tamunya Nyonya Adele,""Kenapa raut wajah Bibi jadi gugup begitu? Memang siapa tamunya?" tanya Manda penasaran."I-itu ... dia ... babysitter yang waktu itu,""Ha?" Manda terkejut.Kemudian Manda bergegas menuju ke ruang tengah untuk menemui tamu Nyonya Adele.Bibi Sari yang merasa khawatir, ikut menyusul Manda ke ruang tengah.Manda menghentikan langkahnya seketika setelah melihat Rianti sedang mengobrol dengan Nyonya Adele di ruangan."Bu Manda," Rianti segera bangun dari duduknya untuk menyapanya.Sementara Nyonya Adele mengabaikan kehadiran istri keponakannya itu."Kamu sudah paham aturan rumah yang saya sampaik
"Alhamdulillah Nyonya sudah pulang," sambut hangat Bi Sari."Iya, Bi. Senang rasanya bisa pulang," sahut Manda dengan tersenyum lega."Anak-anak belum pulang sekolah, Bi?" tanya Arman."Belum, Tuan. Tapi Pak Setya sudah jemput ke sana,""Baguslah. Sayang, kamu istirahat dulu di kamar, ya," ujar Arman."Manda mau ke ruang tengah saja, Mas. Nungguin anak-anak,""Mas antar ke sana," jawab Arman sambil menggandeng tangan istrinya."Tasnya biar saya taruh di kamar, Tuan,""Makasih, Bi," Arman menyerahkan travel bagnya pada Bibi Sari.Kemudian dia mengajak Manda pergi ke ruang tengah."Duduklah di sini. Mau nonton tv?" tanya Arman sambil menata bantal sofa."Gak usah, Mas," jawab Manda sembari duduk."Selamat datang, Nyonya Manda. Nyonya mau minum teh?" Kiki menyusul ke ruang tengah."Kok kamu gak ikut jemput anak-anak, Ki?" tanya heran Manda."Gak, Nyonya. Soalnya Nyonya Adele minta Kiki di rumah saja," jawab Kiki dengan salah tingkah."Pak Setya yang jemput sendirian?""Gak, Nya. Tadi pag
Arman berjalan menuju ke ruang tengah sambil menenteng travel bag kecil di tangannya."Bagaimana si kembar?" tanya Nyonya Adele yang sedang duduk di sofa sambil membaca majalah."Mereka baik-baik saja, Tan. Arman sudah menidurkan mereka,""Kamu mau kemana bawa tas?""Arman mau ke rumah sakit,""Kamu mau meninggalkan anak-anak setelah kejadian tadi?" Nyonya Adele mengerutkan keningnya."Si kembar gak apa-apa, Tan. Makanya Arman berani pergi. Lagipula di sini ada Tante. Arman minta tolong jaga anak-anak malam ini. Besok Arman sudah kembali,""Ini bukan masalah mereka gak apa-apa atau ada Tante yang jaga di sini. Si kembar butuh kamu, Arman. Bagaimana kalau tengah malam mereka merengek kesakitan dan mencarimu? Lagipula Manda itu udah dewasa. Dia bisa jaga dirinya sendiri. Gak perlu kamu manjakan seperti ini!" ucap kesal Nyonya Adele.Arman menghela nafas. Dia meletakkan travel bagnya di bawah, lalu duduk di samping
"Tante Adele di rumah?" Manda terkejut."Iya. Tante memberi kabar mendadak. Karena Mas gak bisa menjemput, Mas minta Pak Setya yang datang ke bandara," jawab Arman sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulut istrinya."Sudah, Mas. Manda sudah kenyang," tolak halus Manda."Tinggal satu sendok lagi. Sayang kalau dibuang. Ayo," bujuk Arman."Gak mau. Rasanya mual," Manda menutup mulutnya dengan tangan."Ya, sudah," Arman melahap satu sendok nasi terakhir."Berapa lama Tante akan tinggal di rumah, Mas?""Mas gak tahu. Kan Mas belum sempat mengobrol sama Tante," jawab Arman setelah selesai menelan makanannya."Ooh," ujar Manda dengan nada lesu."Kenapa? Kok wajahmu jadi murung?" tanya Arman sembari memberikan segelas air putih pada Manda."Gak apa-apa, Mas," jawab Manda sembari tersenyum tipis.Manda menerima gelas itu, lalu meminum airnya
Arman mempercepat langkahnya menyusuri koridor rumah sakit. Raut wajahnya cemas setelah mendengar kabar buruk yang menimpa istrinya.Arman mengecek satu persatu nomor yang tertera di depan pintu kamar pasien.Dia berhenti di depan pintu kamar yang dicarinya. Arman pun segera masuk ke dalam tanpa mengetuk terlebih dulu.Perhatian Arman tertuju pada istrinya yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit."Mas," sapa Manda."Ada apa? Apa yang terjadi? Bagaimana keadaanmu? Bagaimana bayi kita?" tanya Arman dengan panik."Mas, Manda gak apa-apa. Anak kita juga baik-baik saja," jawab Manda menenangkan suaminya."Kamu yakin? Dokter bilang apa?" tanya Arman yang masih ragu."Kata dokter, gak ada yang perlu dikhawatirkan. Manda hanya kaget saja karena itu perut Manda jadi sakit,""Syukurlah," Arman bernafas lega."Apa yang sebenarnya terjadi di rumah