POV BRAM
Aku masih ingat pertemuan pertamaku dengan Manda. Saat itu usiaku 10 tahun dan Manda 8 tahun.Aku dan kedua orang tuaku berkunjung ke rumah Nenek. Rumah Nenekku satu kampung dengan rumah Simbahnya Manda.Sebenarnya aku dan keluargaku tinggal di Kebumen. Tapi dalam waktu dekat, Bapak memiliki rencana untuk kembali ke kampung halamannya, yaitu di Purworejo.Hari itu aku sedang bermain bersama sepupuku. Kami berkeliling kampung dengan naik sepeda. Saking asyiknya berkeliling, membuat kami kecapekan. Maklum kampung Nenekku ini luas.Laju sepeda kami berhenti di sebuah warung kecil. Aku menunggu sambil duduk di atas sadel sepeda, sementara sepupuku membeli minuman.Tiba-tiba seseorang menepuk pundakku dari belakang. Aku menoleh, lalu melihat dua orang gadis kecil."Namamu siapa?" tanya salah satunya."Bram," jawabku."Namaku Ayu dan ini sahabatku, Manda,"Manda yang kulihat waktu itu,POV BRAMHari ini rasanya aku tidak bersemangat untuk belajar di sekolah. Pertengkaranku dengan Bapak dan Ibu semalam membuatku lesu.Aku masih tidak habis pikir. Kenapa mereka menjodohkanku dengan Amalia tanpa sepengetahuanku. Aku memang kenal Amalia. Dulu sewaktu kecil, kami sering bermain bersama. Tapi setelah aku pindah ke Purworejo, aku tidak pernah lagi berhubungan dengannya. Lagipula, aku sama sekali tidak punya perasaan padanya. Bagaimana bisa aku akan menikahinya?***Kriiiinggg .... suara bel istirahat sekolah berbunyi.Aku pergi ke kantin sekolah bersama teman sebangku-ku. Dari kejauhan, aku melihat Manda dan Ayu sedang berjalan menuju ke kantin.Ayu melihatku. Dia melambaikan tangannya padaku. Ayu mengajak Manda menghampiriku.Aku meminta temanku untuk memesankan makanan untukku, sementara aku menunggu Ayu dan Manda."Manda," sapaku."Mas Bram," sapa balik Manda."Kapan pulang
POV AUTHOR"Mas ...," Manda berlari menghampiri Arman di teras depan.Arman tidak menggubris panggilan Manda, hingga Manda harus berdiri di depannya untuk menghentikan langkah kaki Arman."Nanti siang ... apa Manda bisa menemui Mas di kantor? Ada yang ingin Manda bicarakan soal semalam," pinta Manda dengan gugup."Hari ini Mas akan sibuk seharian. Gak ada waktu," jawab Arman dengan dingin.Arman melanjutkan langkahnya menuju ke mobil. Kemudian dia melajukan mobilnya meninggalkan halaman rumah.Manda hanya bisa berdiri melihatnya dengan perasaan galau.Sejak kejadian semalam di rumah Daniel, Arman tidak mau berbicara dengannya. Dia marah karena Manda sudah membohonginya soal Bram."Kasihan sekali. Apa Arman mengabaikanmu?" ledek Sarah yang berdiri di dekat pintu masuk.Manda berjalan kembali masuk ke dalam rumah, tanpa memedulikan omongan Sarah."Mama ingin bicara padamu," ucap Sarah.
POV AUTHORPara anggota keluarga sedang berkumpul untuk makan malam bersama di meja makan.Suasana hening sesaat sebelum Mama Andien memulai pembicaraan."Sarah, are you okay? Kamu terlihat lesu. Kamu gak nafsu makan?" tanya Mama Andien setelah memerhatikan Sarah yang hanya memainkan sendok di atas makanannya."Arman gak mau mengajakku pergi bersamanya, Ma. Masa aku mau ditinggal selama sebulan," gerutu Sarah."Pergi sebulan?!" pekik Manda yang terkejut.Mama Andien dan Sarah menatap Manda dengan pandangan sinis."Besok Mas akan pergi ke Perancis selama sebulan," sahut Arman dengan nada dingin, tanpa melihat ke arah Manda.Manda merasa kecewa dan sedih karena baru mengetahui kabar ini."Karena itu aku boleh ikut ya, Sayang? Aku gak bisa pisah lama darimu," bujuk Sarah."Ajak saja, Man. Kasihan Sarah. Dulu Mama juga sering ikut Papa business trip. Lagipula kamu juga gak bakal kerja seharian
POV AUTHOR"Sarah, kalian bertengkar lagi di kamar?" tanya Mama Andien penasaran."Iya, Ma. Arman tetap menolak mengajakku. Aku kesal sekali. Semalam dia meninggalkanku di kamar. Katanya mau tidur di kamar tamu," gerutu Sarah."Arman dan Papanya sama-sama keras kepala. Mama juga kesal sama Papa. Tadi malam Mama dipermalukan di depan Manda," keluh Mama Andien."Semua ini gara-gara gadis desa itu. Kalau saja dia gak ada di antara kita, hidup kita akan tenang, Ma,""Iya, kamu benar. Seharusnya Arman menceraikan perempuan itu dari awal,""Ehem! Pagi-pagi sudah bergosip," sindir Papa Hendra yang tiba-tiba muncul dari belakang mereka."Siapa yang bergosip, Pa? Kami hanya mengobrol kok," sangkal Mama Andien."Terserahlah. Papa mau berangkat kerja. Di mana Arman?""Di sini, Pa," sahut Arman sambil menuruni anak tangga dengan menggandeng tangan Manda.Sarah dan Mama Andien tercengang melihat mereka
POV AUTHORManda sedang sibuk membantu karyawannya melayani para pembeli di Bakery. Hari ini jumlah pembeli yang datang lebih ramai dari biasanya."Kue ultahnya akan siap besok, Bu. Ini nota pengambilannya. Silakan ke kasir untuk pembayarannya. Terima kasih," ucap sopan Manda pada seorang pembeli sambil menyerahkan selembar kertas nota."Sama-sama, Mba," balas si pembeli, lalu pergi menuju ke kasir."Saya juga mau pesan kue, Mba," sapa seseorang yang menghampiri Manda."Iya, sila ...," Manda terkejut ketika melihat Bram ada di depannya."Hai, Nda," Bram tersenyum padanya.Wajah ceria Manda berubah menjadi panik."Din, tolong layani pembeli ini," pinta Manda pada salah satu karyawannya."Baik, Bu,"Lalu Manda segera pergi meninggalkan counter depan. Bram mencoba mengejarnya."Nda?"Langkah Bram dihentikan oleh Ayu. Dia menarik tangan Bram, lalu membawanya keluar Bakery.
POV AUTHORBeberapa hari kemudian...."Ahh, senang sekali akhirnya aku bisa membeli dress ini. Tinggal satu item lagi. Untung cepat aku ambil duluan. Kamu lihat kan wanita tadi. Dia juga mengincar dress ini," ucap Tamara sambil mengapit lengan Manda."Dressnya memang cantik sih, Kak. Gak heran langsung habis,""Aku udah belanja banyak hari ini. Buatku, anak-anak, dan Kak Daniel," ujar Tamara menunjukkan beberapa tas belanjaan yang ditentengnya."Kenapa kamu gak beli baju lagi, Nda? Di butik tadi bagus-bagus lho koleksi bajunya,""Gak, Kak. Satu dress ini aja cukup,"Manda sebenarnya tidak suka menghamburkan uang untuk belanja barang-barang yang tidak terlalu penting. Sejak dia kecil, orang tuanya selalu mengajarkan untuk hidup hemat dan sederhana. Kebiasaan ini terbawa hingga dewasa. Walaupun sekarang kondisinya sudah berbeda, dia memiliki banyak uang untuk bisa membeli barang-barang yang diinginkannya, tapi Manda
POV AUTHORManda menarik selimut di bawah kakinya. Dia bersiap untuk tidur lebih awal malam ini. Badannya lelah setelah seharian mengurus bakery dan menemani Tamara shopping di mall.Saat merebahkan kepalanya di atas bantal, ponselnya berbunyi. Manda mengambil ponsel di atas bifet kecil di sebelah ranjangnya."Mas Arman?" panggilan video dari suaminya.Manda segera duduk dan merapikan rambutnya dengan tangan. Lalu menerima panggilan video itu."Halo, Mas," sapa Manda sembari tersenyum."Hai. Sudah tidur?" sapa balik Arman."Belum, Mas. Mas Arman ada di mana?""Di hotel,""Sudah selesai kerja?""Iya, sudah. Barusan Mas nyampe di hotel. Tiba-tiba saja ingin menelponmu," Arman duduk di sofa sembari mengendurkan ikatan dasinya."Ada apa, Mas?""Gak ada apa-apa. Hanya ingin mengobrol saja,""Mas Arman sehat?""Alhamdulillah. Kamu?""Alhamdulillah, Ma
Manda masuk ke dalam sebuah coffee shop untuk menemui kedua sahabatnya, Cheryl dan Anita."Manda, sini," panggil Anita ketika melihat Manda sedang berdiri di pintu masuk coffee shop.Manda segera menghampiri mereka. Setelah menyapa dan memberi ciuman di pipi kedua sahabatnya, Manda ikut bergabung duduk."Aku dah pesenin minuman buat kamu, Nda," ucap Anita menyodorkan segelas ice cappucino pada Manda."Makasih, Nit,""Eh Manda, kamu jadi datang ke Bali bersama Arman kan?" tanya Cheryl penasaran."Belum tahu, Cher. Mas Arman belum tahu kapan pulangnya. Manda berharapnya Mas Arman bisa pulang sebelum acara,""Semoga cepat pulang, ya. Kan lumayan bisa hadir di pernikahan Anita sekalian kalian berdua bulan madu di Bali," ujar Cheryl sembari tersenyum genit."Apaan sih," Manda tersipu malu."Yah, itupun kalau gak ada yang menghalangi kalian," timpal Anita."Siapa?" tanya Cheryl."Ya sapa lag
Mobil Toyota Alphard dan Mercedes-Benz terpakir di halaman rumah keluarga Hadiwijaya.Pak Setya sedang berdiri di depan mobil Alphard, menunggu kedua majikan kecilnya muncul dari dalam rumah.Tak lama berselang, Chandra dan Tya yang sudah rapi dalam balutan seragam sekolahnya, berjalan dengan riang menuju teras depan rumah.Mereka didampingi oleh kedua orang tua, oma, dan babysitter barunya."Chandra, Tya, belajar yang rajin ya. Jangan nakal di sekolah," ujar Manda mengusap lembut kepala kedua anaknya."Iya, Ma," jawab si kembar hampir bersamaan. Kemudian mereka mengecup punggung tangan mamanya."Have fun at school." Arman memeluk hangat kedua anaknya."Okay, Pa," si kembar membalas pelukan Arman.Chandra dan Tya menghampiri Nyonya Adele untuk mengecup punggung tangannya."Cucu Oma yang cantik dan ganteng," puji Nyonya Adele sembari memeluk kedua cucunya.Setelah selesai berpamitan, Chandra dan Tya segera menghampiri mobil yang akan mereka tumpangi."Nyonya, saya berangkat dulu mengan
Arman masuk ke dalam kamarnya. Dia melihat Manda sedang berbaring di atas ranjang, dengan posisi tidur membelakanginya.Manda menoleh ketika suaminya duduk di tepi ranjang."Anak-anak sudah tidur, Mas?" tanyanya sembari beranjak duduk."Sudah. Kamu belum tidur?""Manda menunggu Mas Arman,""Mau ditimang-timang ya biar bisa tidur?" ucap Arman dengan memainkan mata genitnya."Iih, Mas," Manda tersipu malu.Arman bergerak mendekati istrinya. Dia merangkul tubuh Manda."Gak usah malu. Bilang saja kalau pelukanku bikin kamu nyaman, kan," goda Arman."Genit, ah," Manda menepuk lembut dada suaminya.Arman menyandarkan punggungnya ke headboard bed sambil mendekap istri tercintanya di dada.Keduanya diam sejenak, menikmati kehangatan satu sama lain."Mas lama sekali tadi? Anak-anak susah ya disuruh tidur?" tanya Manda kemudian."Enggak. Abis dari kamar mereka, Mas mengobrol sebentar sama Tante,"Manda mengangkat setengah badannya untuk menatap wajah Arman."Apa Mas berhasil membujuk Tante?" t
"Kamu beruntung bisa bekerja di sini. Gajinya besar. Bahkan lebih besar dari gaji di tempat kerjamu dulu, kan," sambut Santi dengan riang."Iya, aku bersyukur bisa diterima kerja di sini," jawab Rianti sembari tersenyum senang."Kamu harus berterima kasih sama Nyonya Adele. Kalau bukan karena dia, kamu gak akan bisa bekerja di rumah ini. Manda kan sudah menolakmu,""Nyonya Manda," Kiki yang tiba-tiba muncul di depan kamar Rianti, mengoreksi ucapan Santi.Kemudian Kiki masuk ke dalam kamar Rianti, dan ikut bergabung untuk mengobrol."Kamu aja yang anggap dia Nyonya. Aku sih gak mau. Cuman di depannya aja aku terpaksa panggil dia Nyonya, daripada aku dipecat. Males banget!" cibir Santi.Rianti heran dengan sikap tak sopan Santi pada majikannya."Kenapa ... kamu hanya memanggil namanya?" tanya Rianti."Untuk apa aku memanggilnya Nyonya? Dia dan aku sama. Kami satu level. Nasibnya aja yang mujur karena dinikahi Tuan Arman," cemooh Santi."Maksudnya?""Manda itu perempuan kampung, sama sep
"Jahat sekali Tante Adele bikin persyaratan seperti itu?!" ucap kesal Ayu dari balik telpon."Manda rasa Tante sengaja melakukannya. Dia tahu kalau Manda gak akan membiarkan Kiki dipecat. Jadi mau tak mau, Manda terpaksa menerima babysitter itu," ujar Manda dengan sedih."Lalu Arman?""Mas Arman sudah berusaha membujuk Tante Adele, tapi percuma saja. Tante gak mau mengubah keputusannya,""Menyebalkan sekali!" umpat Ayu."Sepertinya kami harus mengalah. Daripada masalahnya makin besar," ujar Manda dengan pasrah."Manda, aku boleh tanya sesuatu?" ucap Ayu."Soal apa?""Kamu pernah bilang kalau kamu takut si kembar akan lebih sayang sama babysitter mereka, makanya kamu gak mau memakai jasanya. Tapi aku rasa itu bukan satu-satunya alasan," ujar Ayu dengan curiga.Manda mengangkat punggungnya yang bersandar di headboard bed. Dia terkejut dengan pernyataan sahabatnya itu."Memangnya ... ada alasan apa lagi? Pertanyaanmu aneh," ujar Manda dengan gugup."Beberapa waktu yang lalu, aku gak seng
Keesokan harinya ...."Bi, Pak Setya dan anak-anak sudah pulang?" tanya Manda saat berpapasan dengan Bibi Sari."Belum, Nyonya,""Manda tunggu saja di ruang tengah," jawab Manda sambil melihat ke jam di layar ponselnya."A-anu ... Nyonya. Di ruang tengah sedang ada tamu,""Tamu siapa?""Hmmm ...," Bibi Sari ragu untuk menjawab pertanyaan Manda."Siapa, Bi?" selidik Manda."Tamunya Nyonya Adele,""Kenapa raut wajah Bibi jadi gugup begitu? Memang siapa tamunya?" tanya Manda penasaran."I-itu ... dia ... babysitter yang waktu itu,""Ha?" Manda terkejut.Kemudian Manda bergegas menuju ke ruang tengah untuk menemui tamu Nyonya Adele.Bibi Sari yang merasa khawatir, ikut menyusul Manda ke ruang tengah.Manda menghentikan langkahnya seketika setelah melihat Rianti sedang mengobrol dengan Nyonya Adele di ruangan."Bu Manda," Rianti segera bangun dari duduknya untuk menyapanya.Sementara Nyonya Adele mengabaikan kehadiran istri keponakannya itu."Kamu sudah paham aturan rumah yang saya sampaik
"Alhamdulillah Nyonya sudah pulang," sambut hangat Bi Sari."Iya, Bi. Senang rasanya bisa pulang," sahut Manda dengan tersenyum lega."Anak-anak belum pulang sekolah, Bi?" tanya Arman."Belum, Tuan. Tapi Pak Setya sudah jemput ke sana,""Baguslah. Sayang, kamu istirahat dulu di kamar, ya," ujar Arman."Manda mau ke ruang tengah saja, Mas. Nungguin anak-anak,""Mas antar ke sana," jawab Arman sambil menggandeng tangan istrinya."Tasnya biar saya taruh di kamar, Tuan,""Makasih, Bi," Arman menyerahkan travel bagnya pada Bibi Sari.Kemudian dia mengajak Manda pergi ke ruang tengah."Duduklah di sini. Mau nonton tv?" tanya Arman sambil menata bantal sofa."Gak usah, Mas," jawab Manda sembari duduk."Selamat datang, Nyonya Manda. Nyonya mau minum teh?" Kiki menyusul ke ruang tengah."Kok kamu gak ikut jemput anak-anak, Ki?" tanya heran Manda."Gak, Nyonya. Soalnya Nyonya Adele minta Kiki di rumah saja," jawab Kiki dengan salah tingkah."Pak Setya yang jemput sendirian?""Gak, Nya. Tadi pag
Arman berjalan menuju ke ruang tengah sambil menenteng travel bag kecil di tangannya."Bagaimana si kembar?" tanya Nyonya Adele yang sedang duduk di sofa sambil membaca majalah."Mereka baik-baik saja, Tan. Arman sudah menidurkan mereka,""Kamu mau kemana bawa tas?""Arman mau ke rumah sakit,""Kamu mau meninggalkan anak-anak setelah kejadian tadi?" Nyonya Adele mengerutkan keningnya."Si kembar gak apa-apa, Tan. Makanya Arman berani pergi. Lagipula di sini ada Tante. Arman minta tolong jaga anak-anak malam ini. Besok Arman sudah kembali,""Ini bukan masalah mereka gak apa-apa atau ada Tante yang jaga di sini. Si kembar butuh kamu, Arman. Bagaimana kalau tengah malam mereka merengek kesakitan dan mencarimu? Lagipula Manda itu udah dewasa. Dia bisa jaga dirinya sendiri. Gak perlu kamu manjakan seperti ini!" ucap kesal Nyonya Adele.Arman menghela nafas. Dia meletakkan travel bagnya di bawah, lalu duduk di samping
"Tante Adele di rumah?" Manda terkejut."Iya. Tante memberi kabar mendadak. Karena Mas gak bisa menjemput, Mas minta Pak Setya yang datang ke bandara," jawab Arman sambil menyuapkan sesendok nasi ke mulut istrinya."Sudah, Mas. Manda sudah kenyang," tolak halus Manda."Tinggal satu sendok lagi. Sayang kalau dibuang. Ayo," bujuk Arman."Gak mau. Rasanya mual," Manda menutup mulutnya dengan tangan."Ya, sudah," Arman melahap satu sendok nasi terakhir."Berapa lama Tante akan tinggal di rumah, Mas?""Mas gak tahu. Kan Mas belum sempat mengobrol sama Tante," jawab Arman setelah selesai menelan makanannya."Ooh," ujar Manda dengan nada lesu."Kenapa? Kok wajahmu jadi murung?" tanya Arman sembari memberikan segelas air putih pada Manda."Gak apa-apa, Mas," jawab Manda sembari tersenyum tipis.Manda menerima gelas itu, lalu meminum airnya
Arman mempercepat langkahnya menyusuri koridor rumah sakit. Raut wajahnya cemas setelah mendengar kabar buruk yang menimpa istrinya.Arman mengecek satu persatu nomor yang tertera di depan pintu kamar pasien.Dia berhenti di depan pintu kamar yang dicarinya. Arman pun segera masuk ke dalam tanpa mengetuk terlebih dulu.Perhatian Arman tertuju pada istrinya yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit."Mas," sapa Manda."Ada apa? Apa yang terjadi? Bagaimana keadaanmu? Bagaimana bayi kita?" tanya Arman dengan panik."Mas, Manda gak apa-apa. Anak kita juga baik-baik saja," jawab Manda menenangkan suaminya."Kamu yakin? Dokter bilang apa?" tanya Arman yang masih ragu."Kata dokter, gak ada yang perlu dikhawatirkan. Manda hanya kaget saja karena itu perut Manda jadi sakit,""Syukurlah," Arman bernafas lega."Apa yang sebenarnya terjadi di rumah