Satrio menyelesaikan praktik sorenya setengah jam lebih cepat. Dia meninggalkan ruang kerjanya begitu saja dan pergi ke apoteknya. Langkah lebarnya terlihat santai dan senyumnya tersungging disertai anggukan kepala ramah saat beberapa orang menyapanya. Seorang petugas kebersihan sempat menyapa dan mengabarkan kalau Alfredo menitipkan sesuatu di meja pendaftaran. Satrio juga hanya mengangguk tanpa repot-repot untuk berbalik dan mengambil titipan temannya.
Fokusnya hanyalah kantor Ocean. Dia lelah dan ingin membersihkan diri sesegera mungkin. Memasuki kantor Ocean, Satrio melihat istrinya itu sedang sibuk dengan komputernya. Fokusnya tak teralihkan meski pintu dia tutup agak kencang. Satrio menghempaskan dirinya di sofa panjang dan menatap Ocean dalam diam.
Ocean dan pekerjaannya,rasanya seperti melihat sebuah dunia yang selama ini belum pernah dilihat oleh Satrio. Ocean yang sulit untuk ramah dan bersosialisasi menjadi sosok yang berbeda keti
Ocean sedang berada di gudang ketika bedak dan keperluan bayi datang, disusul popok sekali pakai yang seketika membuat Ocean sakit kepala. Dia tidak menyangka dengan semua ide-ide bisnisnya, gudang milik Satrio ternyata tidak mempunyai kapasitas besar. Tidak mungkin mengembalikan beberapa karton produk itu mengingat diskon maksimal yang sudah dia dapatkan.Ketika truk pengiriman sudah pergi, sakit kepalanya semakin menjadi. Gudangnya penuh dan hanya tersisa sedikit tempat untuk produk yang akan datang hari ini juga. Jika yang datang obat, maka tidak akan menjadi masalah karena untuk obat mereka mempunyai tempat tersendiri. Bagaimana jika yang datang adalah susu untukibu hamil? Sudah pasti dia harus mengirimkan sebagian besar barang yang sudah di-order oleh beberapa toko grosir dan minimarket di beberapa tempat dan itu adalah hari ini.Ocean ... kelar nasibmu, berbisnis nggak lihat-lihat kapasitas gudang, batinnya. Dia lupa
Satrio bukannya tidak tahu kalau istrinya masuk dan keluar secepat kilat tanpa mengatakan apa-apa. Sejujurnya dia ingin Ocean marah, mengomel, atau protes di saat yang sama. Sekalipun Ocean bertindak barbar, dia tetap akan menyukainya karena Satrio menganggap bahwa itu menunjukkan emosi sehat ketika seseorang mengusiknya.Satrio ingin merasa dimiliki seperti Alfredo dan Raphael dimiliki oleh istri-istri mereka. Bagaimana istri kedua temannya itu tampak begitu perhatian. Bahkan kedua temannya juga terlihat memuja wanita yang menjadi istrinya dan tidak malu-malu untuk menunjukkannya.Satrio ingin Ocean berteriak untuk mengatakan bahwa dia adalah suaminya. Sebenarnya itu hanyalah keinginan sederhana, tetapi sangat sulit dia dapatkan mengingat Ocean yang tidak peduli padanya. Istrinya lebih memilih pergi daripada mempertahankan apa yang sudah menjadi miliknya.Melihat Ocean yang tetap pasif, Satrio sadar bahwa cara untuk mengemba
Ocean sedang serius dengan laptopnya saat suara pintu ruang tamu terbuka. Ocean tidak repot-repot bangkit untuk melihat siapa yang datang. Sudah bisa dipastikan kalau itu adalah Satrio. Tidak akan ada tamu yang datang saat waktu menunjukkan pukul sembilan. Mungkin ada dan yang pasti akan mengetuk pintu terlebih dahulu.Ocean membiarkan saja Satrio melangkah ke kamar mereka tanpa menyapanya. Dia juga tidak peduli pada kantong plastik yang diletakkan Satrio di depannya, tepat di samping laptopnya. Posisi duduknya yang memang di karpet membuat Ocean nyaman dan malas untuk bangkit mengambilkan minum untuk suaminya.Hampir 30 menit kemudian, Satrio muncul kembali. Mengenakan celana pendek sepanjang lutut berwarna krem dan kaos hitam longgar. Ocean melirik pria itu sekilas dan melihat wajah segar Satrio. Rambut bagian depannya masih sedikit basah dan tidak di sisir, ada cambang tipis yang menghiasi dagunya dan Ocean segera mengalihkan kembali pandangannya. Fokus pada pekerjaan
Satrio tidak mempermasalahkan apa pun yang sudah dilakukan oleh Ocean. Dia juga tidak protes saat istrinya itu terlihat tidak antusias ketika dia membawakan makanan sepulang kerja. Satrio juga tidak keberatan Ocean terus asyik dengan pekerjaan yang dia bawa pulang tanpa menyambut atau menyiapkan makan malamnya seperti biasa. Apa saja tidak akan dia komplain asalkan tidak bertemu Delta. Pria itu adalah batas kerasnya menyangkut segala hal yang berhubungan dengan Ocean.Ocean mengatakan sakit kepalanya membaik, tetapi selama tiga hari berturut-turut istrinya itu selalu menelan obat pereda sakit. Ocean tampak lesu dan malas selama beberapa hari serta terus menghindarinya tanpa alasan yang jelas. Jujur saja Satrio bingung. Dia tidak merasa membuat kesalahan yang bisa membuat kemarahan Ocean muncul. Namun, mengapa istrinya mendadak berubah menjadi segalak landak dan siap melemparkan duri-durinya.Sampai sejauh itu pun Satrio masih tidak mengeluh hingga dia mendapat kabar kala
Tiga hari setelah kepulangannya dari rawat inap, Ocean sudah masuk kerja. Bagaimanapun Satrio menghalangi, dia tidak mendengarkan. Ocean hanya mengatakan kalau semakin lama di rumah maka semakin dia merasakan bosan hingga Satrio mengalah. Ocean pergi dengan menggunakan kendaraan online saat Satrio masih mandi.Sampai di kantornya, Ocean langsung menyalakan komputer dan memeriksa semua produk masuk dan keluar. Baginya semua harus sesuai dengan intruksi yang diberikannya. Dia bersyukur bahwa Supri, sopir baru, yang dia pekerjakan mengerti dengan maksudnya. Orang baru itu adalah karyawan Ocean saat masih menangani minimarket, jadi dia sudah tahu dengan baik ke mana saja harus mengirim produk sesuai dengan petunjuk Ocean. Boleh dikatakan kalau Supri itu hafal semua rekanan Ocean.Pagi itu juga sekitar pukul sembilan, Ocean sudah berada di gudang. Dia puas gudangnya hanya berisi obat-obatan seperti semula sementara stok lain hanya cukup
Satrio senang memperhatikan Ocean yang semakin bersemangat setiap harinya. Kemudahan bekerja dengan beberapa penambahan fasilitas dan tenaga kerja nyatanya sanggup membuat Ocean sibuk tanpa harus merasa lelah. Istri cantiknya itu bisa pulang tepat waktu atau keluar menikmati sore bersama Athena atau Aegea.Satu-satunya hal yang belum Satrio bereskan adalah rekan Ocean yang bernama Delta. Rasanya pria itu sudah seperti virus yang menyerang kehidupannya dan dia harus berusaha untuk mengenyahkannya sesegera mungkin. Bagaimanapun caranya, Delta harus keluar dari lingkaran kehidupannya. Batasan-batasan itu harus jelas karena dia sudah rela seandainya Ocean benar-benar melupakan kepemilikannya atas minimarket yang baginya hanya merupakan sesuatu yang tidak penting.Suasana hati Satrio sedang baik. Dia baru saja mengunjungi mertuanya dan melihat Bapak sudah benar-benar sehat serta kembali bekerja dan menurut beliau sudah sesibuk sebelumnya. Bekerjanya kembali sang mertua, membu
Ocean benar-benar merasa muak dengan yang terjadi dalam hidupnya yang menurutnya tidak biasa. Dia tidak pernah ingin hidup dalam kemewahan bersama Satrio, tetapi tanpa ketenangan sama sekali. Ocean lebih memilih hidup sederhana di rumah orang tuanya dan menjalani hari demi hari dalam ketenangan. Untuk apa semua kemewahan yang dia dapatkan jika setiap hari merasakan gundah yang tidak pernah berhenti.Satrio menuntut Ocean untuk menjelaskan semua kesalahan yang menurut pria itu tidak pernah dia lakukan. Tentu saja Satrio merasa tidak bersalah, pria itu adalah jenis makhluk paling tidak sensitif yang suka mengentengkan segala sesuatu. Mengaku simpel, tetapi selalu masa bodoh. Ocean bosan dengan hidupnya yang tertekan.Desakan Satrio untuk mengetahui semua perasaan bencinya memang benar-benar menjengkelkan. Namun, melihat situasinya maka Ocean memang harus mengatakan semuanya. Lebih baik melemparkan semuanya ke wajah Satrio yang menyebalkan lalu
Satrio memang terlihat tenang dalam menghadapi Ocean. Dia mulai paham dengan apa yang terjadi hingga Ocean menutup diri. Secara otomatis ingatannya melayang pada sedikit percakapan dengan Athena mengenai berhenti dekat-dekat dengan wanita, juga ucapan Raphael yang menyatakan dia kurang peka. Satrio mengakui mereka berdua benar dan itu membuatnya berpikir tentang banyak hal, termasuk membuat istrinya itu kembali seperti dulu.Memendam emosi yang sebenarnya sudah naik hingga ubun-ubun, Satrio terus menatap Ocean yang hilir mudik di dapur. Prioritas utamanya adalah menangani Ocean. Dia sudah mengatakan kepada perawatnya untuk mengalihkan semua pasien pribadinya untuk konsultasi setelah tiga hari atau periksa ke dokter yang telah dia minta untuk menggantikannya. Masalah yang lain akan dia tangani belakangan, yang terpenting adalah istrinya terlebih dahulu.Setelah semua telepon panjangnya, di sinilah Satrio berada. Di vila orang tuanya yang ada
Saat kehamilan Ocean semakin besar, Satrio benar-benar mengurangi jam praktiknya. Di sore hari dia praktik hanya satu jam, itu pun dengan perjanjian tepat waktu. Pasien lainnya dia tangani pada praktik pagi. Beberapa pasien mengatakan kalau dokter mereka sedang menjadi suami siaga. Satrio menanggapinya dengan senyum ramah dan meminta maaf jika perubahan yang dia lakukan membuat tidak nyaman, tetapi pasiennya mengerti dan tidak keberatan dengan jadwal baru Satrio.Selepas praktik sore, waktu menunjukkan pukul lima lewat sepuluh. Satrio sudah keluar dari ruang kerjanya dan sudah pasti dia akan pergi menemui istrinya. Dia disapa beberapa pasien yang memilih untuk pindah periksa ke rekannya. Satrio tetap membalas sapaan itu dengan ramah.Ketika hampir sampai di pintu masuk apoteknya, Satrio melihat Ocean yang sedang berjalan keluar. Dengan perut membuncit seperti itu, istrinya terlihat begitu seksi. Setidaknya begitulah di mata Satrio. Tidak ada sedetik pun waktu terlewat
Ocean tidak menyangka bahwa kehamilan itu akhirnya datang setelah dia memutuskan untuk menghentikan seluruh program yang ditawarkan oleh Satrio. Dia memegang janji Satrio bahwa mereka akan tetap bersama meski kehamilan itu akan terjadi lima atau bahkan sepuluh tahun lagi. Dalam gurauannya, Satrio juga mengatakan kalau tidak keberatan saat Ocean mengandung di masa menjelang menopause sekalipun. Satrio hanya ingin Ocean bahagia hidup bersamanya dan itulah yang sudah dilakukan oleh Ocean.Mengingat semua itu membuat Ocean terharu. Kadang-kadang dia bangun tengah malam dan menyalakan lampu di sampingnya hanya untuk memandangi wajah Satrio. Suaminya itu diam-diam telah memberikan perawatan untuknya. Sejak keputusannya untuk berhenti program kehamilan, sejujurnya Ocean sudah tidak peduli dengan asupan yang masuk ke tubuhnya. Cukup baginya apa yang disediakan oleh Simbok dan dia selalu memakannya tanpa mengeluh.Dalam hari-hari yang dijalani Ocean, tak sedikit pun perempuan i
Satrio tersenyum sendiri begitu keluar dari ruang kerja pribadinya di rumah sakit. Dia berjalan menyusuri lorong panjang seperti biasa sebelum mencapai area parkir. Beberapa perawat dan staf menyapanya dan dibalas dengan anggukan serta sedikit senyum. Pikirannya hanya tertuju pada Ocean yang sudah pasti sedang duduk mengamati komputer sambil mengunyah emping belinjo.“Tingkahmu sudah seperti orang gila yang perlu rawat inap.”Satrio tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang tengah berbicara padanya. Orang yang berani berbicara dengan kalimat mengejek hanyalah dua orang. Pertama adalah Alfredo yang saat ini pasti sedang sibuk di meja operasi dan yang lainnya adalah Raphael. Keduanya sama-sama mempunyai mulut dengan kadar ketajaman melebihi pisau. Meskipun begitu, dia menyukai para sahabatnya yang super royal terhadap satu sama lain.“Memang repot kalau punya teman yang nggak pernah tahu rasanya bahagia,” komentar Satrio tak kalah pedas.
Hal yang membuat Ocean bersemangat adalah mengisi rumah barunya dengan perabotan yang dia sukai. Satrio memercayakan urusan itu padanya dan Ocean menerima pekerjaan dengan senang hati. Untuk hal-hal yang sekiranya akan digunakan oleh Satrio, Ocean bertanya satu atau dua kali untuk meminta pendapat. Selebihnya dia memilih sendiri segala sesuatunya dan langsung disetujui oleh Satrio.Hanya dalam seminggu rumah itu telah rapi dengan seluruh perabot pilihan Ocean mengisi seluruh ruangannya. Ocean memilih perabot fungsional dan dengan bijaksana membuat rumah itu menjadi terkesan hangat, elegan, dan menyenangkan. Tinggal menanyakan kepada Satrio kapan mereka bisa pindah secara resmi.Sejak Ocean meminta liburan ke vila, mereka memang tidak pernah kembali lagi ke rumah lama Satrio. Entah mengapa, Ocean begitu malas melihat rumah itu. Bukannya tidak indah, justru rumah lama Satrio bisa dikatakan mewah. Semua yang ada di sana meneriakkan rupiah yang tak bisa dibayangkan oleh Oc
Satrio merasa harinya semakin menyenangkan. Ocean menjadi sangat manis dan manja serta tidak mau berpisah darinya untuk waktu yang lama. Pekerjaannya lancar dan apoteknya semakin besar. Entah apa yang sudah dilakukan Ocean hingga semuanya berkembang sepesat itu. Klinik bersalinnya juga tak luput dari campur tangan istrinya. Kebijakan baru yang diterapkan oleh Ocean terbukti mudah untuk dilakukan. Ocean juga menambahkan beberapa dokter praktik di sana dengan jadwal yang sudah dia tetapkan.Saat jam praktiknya telah selesai, Satrio masih duduk dalam ruang kerjanya untuk beristirahat sejenak sebelum menjemput Ocean dan pulang ke vila. Sudah hampir sebulan mereka tinggal di sana sementara Ocean membuat jadwal Satrio menjadi satu jam lebih awal. Satrio tersenyum sendiri menyadari kecerdasan istrinya. Ada saja caranya untuk memperoleh apa yang dia mau dan sejujurnya hal itu membuat Satrio senang.Menyelesaikan pekerjaan pada pukul delapan adalah hal yang sangat menyenangkan.
Ketika waktu pemeriksaan tiba dan Dokter Suroso berhalangan hadir karena sakit, Ocean memeriksakan dirinya pada Dokter Ayu tanpa sepengetahuan Satrio. Hanya untuk mengetahui tentang dirinya sendiri, begitu yang dia pikirkan. Dokter Ayu pun tak keberatan membantunya untuk sekadar memeriksa. Saat itulah Ocean mengetahui bahwa dia memiliki tiga sel telur matang dan mestinya dia siap untuk proses kehamilan.Setelah mengucapkan terima kasih pada Dokter Ayu, Ocean keluar dari ruang praktiknya. Dia bergegas kembali ke apotek dan menunggu suaminya selesai bekerja. Kali ini perasaannya begitu ringan. Ocean tidak lagi memikirkan tentang kehamilan dan prosesnya yang selain membutuhkan waktu ekstra serta segala sesuatu yang serba lebih. Lebih di sini adalah waktu dan tenaga. Dia berpikir untuk menikmati banyak waktu dengan Satrio saja.Memasuki ruang kerjanya, Ocean melihat Satrio sudah berada di sana. Dia heran dan melirik jam di pergelangan tangannya. Baru pukul delapan dan Ocea
Ocean memasuki minimarket miliknya setelah sekian bulan tidak pernah datang meski hanya untuk memeriksa. Delta memastikan semuanya lancar bersama satu orang teman lainnya. Belakangan Delta juga membayar tunai semua produk yang dikirimnya, tidak peduli berapa pun banyaknya tagihan. Melangkah lagi di tempat yang pernah begitu akrab dengannya di masa lalu seperti memanggil semua ingatan kelam yang pernah dilewatinya sendirian.Pikirannya kembali melayang pada beberapa tahun silam, ketika dirinya masih begitu bodoh dan memercayai segala yang pernah didengarnya tanpa memedulikan perasaan Satrio. Dia begitu cepat menghakimi lalu mengasingkan diri dalam kesakitan panjang hingga bertahun-tahun. Syukurlah Satrio memang jodohnya hingga dengan cara apa pun mereka kembali bersama.“Sam, aku ke minimarket untuk menyelesaikan sesuatu. Jemput aku setelah kamu selesai bekerja.”Ocean mengirimkan pesan itu sebelum masuk ke tempat kerja lamanya. Dia membuka pintunya dan
Beberapa hari belakangan Ocean merasa jauh lebih baik. Kesabaran Satrio menghadapinya benar-benar bisa diacungi jempol. Dia tidak menyangka, mengingat cara pernikahan mereka yang tidak biasa semuanya bisa menjadi sebaik saat ini. Apa pun yang terjadi di masa lalu mereka, Ocean sudah tidak mau mengingatnya lagi. Belakangan dia banyak merenung bahwa semua yang terjadi adalah kesalahannya. Seandainya dia tidak langsung percaya pada ucapan orang lain maka dia dan Satrio pasti sudah bahagia sejak lama.Beruntung Satrio tetap memilih Ocean dan masih memiliki perasaan yang sama. Pria itu juga dengan sabar membimbingnya dan berusaha untuk menyembuhkan semua ketakutannya. Ocean merasa beruntung bisa dicintai begitu besar oleh Satrio. Dia bertekad untuk mempertahankan pernikahan mereka dan mengusir semua halangan yang ada. Berdua dengan Satrio semuanya tampak begitu mudah. Rasanya memang belum ada kesulitan berarti jika suaminya itu turun tangan. Ditambah dukungan te
Satrio mengurangi jam praktiknya dan memilih fokus pada Ocean. Istrinya sedang membutuhkan dirinya lebih dari yang sudah-sudah. Hatinya begitu tidak senang ketika tahu Ocean lebih banyak menyendiri dan meratapi inseminasi yang tak kunjung terlaksana karena standar yang ditetapkan oleh Dokter Suroso.Satrio bukannya tidak tahu kalau Ocean diam-diam menangis setelah mengira kalau dia terlelap. Satrio juga tahu Ocean menangis dalam perjalanan pulang dari tempat praktik Dokter Suroso dengan berpura-pura melihat keluar jendela. Semua tingkah laku Ocean tidak ada yang luput dari mata Satrio.Seperti hari itu. Setelah pemeriksaan semalam, Ocean terdiam dan tidak banyak bicara. Istrinya hanya mengeluarkan kata-kata seperlunya. Itu pun harus ditanya terlebih dahulu. Ocean tidak punya inisiatif untuk memulai sesuatu. Kabarnya, orang-orang gudang juga tidak bisa menemuinya. Semua pekerjaan disampaikan Ocean melalui aplikasi percakapan sementara dia men