"Tenanglah kita akan mencari dananya. Aku akan membantumu untuk mencari pinjaman," ucap Luna menenangkan sahabatnya. "Dari mana? 30 juta bukan uang yang sedikit Luna! Dari mana kita bisa mendapatkan uang itu, ibuku, ibuku sudah sangat kesakitan." Uuna menangis mencurahkan seluruh isi hati dan pikirannya. "Aku tahu, jika seperti ini pun kita tidak bisa menyelesaikan masalah, Uuna! Kamu harus kuat demi ibumu!" Luna terus mengusap punggung sahabatnya, berusaha menenangkan gadis malang itu. "Iya, aku harus kuat, demi Ibu," ucap Uuna lirih. Uuna melihat jam di tangannya, kemudian dia tersadar harus berangkat bekerja di sebuah kantin rumah sakit, "Aku harus pergi, aku sudah sangat terlambat." Ucapnya bangkit dari duduk. "Apa kamu yakin akan bekerja?" tanya Luna cemas. "Iya! Aku harus mengumpulkan banyak uang untuk ibuku," sahutnya seraya merapikan pakaiannya yang berantakan. "Hemm, hati-hati lah .... semangat!" Luna memberi dukungan. Di rumah sakit Uuna berjalan dengan sangat cepat
Keesokan harinya. Siang itu Dokter Nadia turun tangan langsung terhadap Uuna yang sedang melakukan pemeriksaan kesehatan sebagai tahapan awal. Memang tidak banyak yang tahu inseminasi yang dilakukan terhadap Uuna, banyak pihak yang harus tutup mulut dan mata demi menjaga kesejahteraan mereka dan kelangsungan dari penerus Malik Hayes Corp. Sejak hari itu dimana Uuna bersedia menyewakan rahimnya karena terdesak oleh biaya pengobatan ibunya, dengan terpaksa menyetujui semua yang ditawarkan oleh dokter Nadia walaupun hatinya menolak semua fakta yang ada. Di mana dia harus merelakan bayi yang ia kandang kepada orang lain yang bahkan Uuna sendiri tidak tahu jati dirinya. Uuna harus menelan pil pahit bahkan sebelum anak itu sendiri lahir ke dunia demi sang ibu yang sedang terbaring lemah di ranjang pesakitan. Bukan hanya tes kesehatan yang dilakukan oleh Uuna, tapi juga tes IQ. Keluarga Malik Hayes tidak ingin sembarangan memilih ibu dari keturunan mereka, walaupun dari latar bakalan yan
Bab 3 Menanam benih Dengan nafas yang masih memburu Darren pergi ke bedroom yang ada di sana dan membersihkan diri. Darren bergidik ngeri membayangkan dirinya bisa melakukan hal konyol dan menjijikan itu, bahkan keringatnya mengalir deras di seluruh tubuhnya. Dengan bantingan yang sangat keras, Darren berjalan keluar dari ruangan dokter Nadia dan meminta obat pada sekretarisnya yang selalu ia bawa kemanapun. Keringat mengucur deras di seluruh tubuhnya, rasa mual mulai dirasakan akibat menghirup cairan yang ia semburkan sendiri. Darren sendiri masih tidak bisa mengerti dengan apa yang ia rasakan atas yang baru saja terjadi. Dengan cepat Darren meneguk obat itu dan berjalan pulang agar bisa menenangkan dirinya yang sedang merasa tidak dalam keadaan baik-baik saja. ** Di ruangannya, dokter Nadia langsung melakukan tindakan terhadap benih yang telah dikeluarkan oleh Darren. Dengan langkah cepat Nadia berjalan ke arah
Keesokan harinya. Uuna hanya termenung sambil menunggu telpon dari dokter Nadia di kantin kampusnya. Pagi ini bibinya sudah 10 kali lebih menanyakan keberadaan Uuna dan memastikan soal biaya operasi ibunya. Bibi Uuna yang bernama Aminah atau biasa dipanggil Bi Ami oleh Uuna sudah tidak sanggup lagi mendengar setiap rintihan dari ibunya Uuna. Uuna terperanjat kaget ketika sahabatnya Luna menepuk bahunya karena mendengar suara ponsel miliknya yang terus berdering. "Yun. Ponsel Kamu bunyi terus." Uuna hanya menoleh masih belum sadar dengan apa yang dibicarakan oleh Luna. "Heh.. apa Lun?" "Hp kamu Yoona...." "Namaku Uuna, bukan Yoona dan aku asli Indonesia buka orang Korea idola kamu itu...!" sarkas Uuna tidak terima namanya diganti oleh Luna dari Uuna menjadi Yoona. "Iya, iya. Tuh hp kamu getar lagi, angkat gih, siapa tahu penting." ucapnya sambil menunjuk ponsel milik Uuna yang terus bergetar di atas meja kantin yang mere
Nadia berjalan dengan langkah lebar menuju ruang laboratorium. Sesampainya di sana Nadia langsung bertanya pada suster penjaga. "Sus coba cari tau siapa yang memeriksa sampel darah Uuna Mikhayla dan siapa saja yang melakukan tes kehamilan pada saat itu!" Dokter Nadia menyerahkan salinan hasil tes kepada suster dan memintanya untuk segera mengabarinya jika sudah mendapatkan apa yang dia mau. Sementara di Apartemen milik Darren Hayes. Dokter terapis yang biasa menangani Darren ketika penyakitnya kambuh, sedang merasa kalut dikarenakan penyakit pasiennya yang tiba-tiba kambuh. Padahal selama ini Darren tidak pernah bertemu dengan wanita manapun terkecuali ketika ia berkunjung ke Mansion ibunya, itu pun ketiak sudah dilakukan pensterilan sebelumnya. Huek huek huek, Darren memuntahkan semua makan yang di makannya sepanjang hari ini. Wajahnya sudah sangat pucat pasi. Darren keluar dari kamarnya dan membuang apapun yang ada di sana. Huek huek huek, Darren terus memuntahkan
Di sebuah rumah sakit Dokter Nadia berlari kencang ke arah mobilnya terparkir dengan map yang ia pegang. Nadia tidak memperdulikan banyak pasang mata yang melihat karena wajah cantiknya yang terlihat begitu bersinar di tengah kepanikan. Didalam map itu menunjukkan hasi leb yang positif atas nama Darren Hayes. Selebihnya tidak ada informasi apapun lagi karena itu memang sudah sesuai dengan perjanjian yang mereka sepakati sebelumnya. Pagi ini Nadia mendapatkan informasi mengenai kegagalan inseminasi yang ia lakukan terhadap Uuna. Ternyata sampel darah milik Uuna Mikhayla tertukar dengan pasien lainnya yang juga tengah menjalankan tes darah untuk kehamilannya. Saat Nadia mengetahui ternyata Uuna positif hamil, dia begitu bahagia dengan apa yang dibaca dan dia dengar langsung dari hasil lab yang tertukar beberapa minggu lalu. Sangking senangnya, Nadia bergegas menuju kediaman Ibrahim Hayes untuk mengatakan langsung kabar gembira ini tanpa memberitahu Uuna t
Una menitipkan rumahnya kepada salah satu tetangga yang sudah begitu baik kepada dirinya dan almarhum ibunya. Uuna meminta agar rumah itu dikontrakan atau ditempati oleh tetangganya agar rumah mendiang orang tuanya bisa terawat dengan baik. Sesampainya di kota, Una dan bibinya tiba di kost tempat Uuna selama ini tinggal. Pagi itu hari masih terlalu pagi bahkan matahari seolah enggan untuk memperlihatkan sinarnya. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul 05:20. Sepertinya cuaca mendung yang menjadi penyebab utama matahari enggan untuk memancarkan sinar seterang mungkin. Kamar kost Uuna tidak begitu luas, tapi cukup untuk ditinggali oleh dua orang jika digunakan hanya untuk tidur saja. Pagi itu setelah membersihkan dan membereskan barang-barangnya Una dan bibi terlelap begitu nyenyak karena kelelahan. Bahkan tubuh Uuna begitu lemah walaupun hanya digerakkan saja. Bibi Ai yang terbangun lebih dulu merasa kasihan melihat wajah Uuna yang kelelahan bahkan terlihat puc
"Aku tidak tahu, Lun. Ini semua karena aku membutuhkan biaya untuk operasi ibuku," ucap Uuna dan mulai menceritakan seluruh kejadian yang membuatnya hamil.Luna percaya seluruh cerita dari sahabatnya adalah kebenaran karena Luna tahu, Uuna gadis baik yang tidak dekat dengan siapapun selama ini selain dirinya dan mantan kekasih Uuna tentunya."Jika seperti itu, kamu dan bibi tinggal saja di apartemenku agar tidak ada yang menggunjingmu, Uuna." pinta Luna pada sahabatnya.Bibi mengeluarkan sebotol minuman lemon agar mual di perut Uuna berkurang dan keponakannya bisa makan roti dengan lahap."Luna benar, Uuna. Di apartemen kebanyakan pemiliknya tidak pernah usil dengan urusan orang lain. Yah, walaupun yang kamu lakukan tetep tidak baik di mata hukum dan agama. Tapi demi kenyamanan, kita harus tinggal di sana, paling tidak sampai kamu melahirkan. Bibi akan bekerja dengan giat agar keponakan dan cucu bibi tidak kekurangan." ucap bibi mulai membuka bungkusan ro
Darren begitu tidak berdaya, ia hanya dapat melihat semuanya dari jauh. Seharusnya ia ada sana, memeluk wanita itu dan membuatnya tentang, bukan malah disini dan hanya melihat semua kesakitannya."Cepat suruh dokter itu berhenti! Apa dia tuli!""Tenanglah, Tuan! Jika lukanya tidak ditutup itu akan infeksi!" tangkas Dokter Faisal. Ia semakin kuat menahan bahu Darren.Dokter itu dan dua pengawal lainnya sedang menahan bahu dan tubuh Darren agar tidak mendekati Uuna dan menghentikan pengobatannya. Mereka sampai kewalahan dibuatnya."Tapi Uuna kesakitan! Ayolah, meminta dokter itu menyingkir!" pinta Darren semakin frustasi. Darren hampir hilang kendali hingga mambuat pengawal dan dokter itu kewalahan.Darren ingin mendekat, tapi tidak bisa. Darren pasti akan muntah jika mendekati dokter wanita itu dan pastinya akan terlihat tidak cool di mata Uuna. Jelas Darren tidak mau itu. Ia ingin membuat Uuna terkesan dengan penampilan dan sikapnya yang gentle."Tidak bisa, itu sedikit lagi, Tuan. Co
"Kamu bisa teriak kalau mau, jangan ditahan!" Ujar pria itu berusaha kembali menenangkan Uuna. Dia tahu ini terasa sangat pedih."Ta-tapi itu perih! Biar aku sendiri!" Uuna menarik paksa kapas ditangan Darren. Tapi, pria itu menolaknya dengan tegas."No, sedikit lagi, oke!" desak Darren, dan Uuna pun mau tidak mau mengangguk.Tangan Darren, kembali terangkat dan mengarah ke arah pelipisnya dengan wajahnya yang semakin dekat dengan Uuna. Pria itu memonyongkan bibirnya, meniup dengan sangat hati-hati. Perlakuan lembut pria itu membuat pertahanan Uuna runtuh, bahkan pria ini tidak sekalipun membentak atau membalas serangan tangannya. 'Kenapa dia seperti ini? Sebenarnya apa maunya?' Uuna terus meringis menahan rasa perih yang seperti membakar kulitnya. Entah apa yang dioleskan oleh pria ini. Uuna ingin menangis, tapi apa alasannya? Pria ini sudah berjanji akan menjaga keluarganya, bukan? Tidak mungkin Uuna menangis hanya karena rasa perih. Dia tidak selemah itu!Darren semakin kuat meni
Dengan tangan dan kaki yang penuh berlumuran darah, Aisyah berlari kencang mengejar mobil Daren yang sudah jauh membawa tubuh Uuna pergi. Wanita itu terus berlari mengerahkan seluruh tenaganya, memanggil nama keponakannya berulang kali."Uuna, tunggu Bibi, Uuna! Uuna…!" Wanita itu terus berlari kencang mengabaikan suara klakson yang terus memekakkan telinga agar ia minggir dan menjauh dari tengah jalanan.Akan tetapi, Aisyah tidak peduli, wanita itu terus berlari dan berlari meninggalkan jejak kakinya yang penuh dengan darah."Uuna!" Kakinya terseok-seok hingga tidak mampu lagi menopang tubuhnya, ia terkulai dan tersungkur dengan wajah yang menyentuh aspal. "Uuna!"Luna yang baru saja bebas dari cengkraman kedua algojo Darren Hayes langsung mengendarai motor matic milik salah satu pegawainya. Motor itu melaju sekencang mengejar mobil berlogo kuda loncat yang membawa tubuh Uuna. Ia ingin berhenti untuk menyematkan Aisyah, akan tetapi saa
Suara bariton itu membuat semua orang menoleh ke arah sumber suara dengan tatapan penuh tanya. Siapa pangeran yang datang dengan kuda besi berwarna merah itu? Apa benar dia adalah ayah dari bayi yang dikandung oleh wanita ini? Bagaimana wanita ini mengabaikan pria setampan itu dan lebih memilih bekerja keras dan membanting adonan roti setiap hari?! Dan ada banyak lagi pertanyaan di benak penonton dan pengunjung yang datang. Tapi sayangnya, mereka semua hanya bungkam dengan mulut ternganga. Tidak ada satupun dari mereka berani menyuarakan isi pikiran mereka. Entah mengapa, pria itu langsung mendominasi keadaan. Pria itu memiliki aura penguasa yang tidak bisa diabaikan. Semua orang yang sedang bergelut dengan Luna pun tiba-tiba menghentikan serangan mereka. Luna tengah-tengah dengan tangan menjambak rambut keriting dan mencakar wajah wanita bergaun kuning, berusaha mengendalikan amarahnya. Jelas pria di hadapannya ini tengah
Beberapa hari kemudian."Kamu tenang aja, Uuna. Mungkin pemilik Hotel itu hanya menggertak kamu atas kelalaian yang kita lakukan, sekarang kamu lebih baik fokus sama bayi kamu aja, deh!" pinta Luna sambil mengaduk jusnya.Luna begitu mengkhawatirkan sahabatnya, dia bahkan tidak bisa fokus mengurus tokonya sendiri. Setiap hari hanya memastikan keadaan sahabatnya ini baik-baik saja. Luna bahkan memilih untuk tinggal di apartemen bersama dengan Una dan Bi Ai.Uuna hanya menatap makanannya nanar. Dirinya tidak bisa berpikir jernih dalam tiga hari ini. Jika terjadi sesuatu pada toko sahabatnya, entah apa yang bisa dia lakukan."Terkadang buaya bersikap cukup tenang sebelum dia mencapai mangsanya," ungkap Uuna.Faktanya, tidak akan ada orang yang akan menyia-nyiakan kesempatan yang sangat bagus, apalagi jika menyangkut soal ganti rugi. Ini perusahaan besar yang memiliki banyak keterkaitan dengan perusahaan-perusahaan lainnya yang juga tidak ingin d
Tubuh Uuna terkulai lemas dalam dekapan Hanun. Kembali mengingat jumlah denda sebesar dua puluh milyar kembali membuat Uuna tidak sadarkan diri. Hampir seluruh pengunjung toko menoleh ke arah sumber keributan. Sebagian bahkan ada yang berlari ke arah dimana Uuna duduk dan ikut panik melihat pemilik toko yang sering mereka lihat tidak sadarkan diri. "Ada apa ini?" "Kenapa dia pingsan? "Bagaimana keadaannya?" "Kenapa?" Dan ada banyak lagi pertanyaan dari para pengunjung toko. Bi Ai langsung mengambil alih tubuh Uuna dan memeluknya erat. Wanita setengah baya dengan kacamata kotak itu terlihat sangat cemas dengan linangan air matanya. Jika terjadi sesuatu pada keponakannya, ia lebih baik memilih mati! Untuk apa hidup jika tidak memiliki tujuan yang berarti, itulah yang ada di dalam benak Bi Ai. "Uuna, sebenarnya ada apa? Kenapa sampai seperti ini?" tanya bi Ai sambil terus mengusap wajah Uuna. Luna berlari kencang k
"Ya, sepertinya begitu. Tuan Darren lebih mengerikan dengan senyum itu!" timpal dokter Faisal nyaris seperti gumam.Melihat kedua orang yang bersikap aneh, dengan mudah Uuna menerobos keluar dari pagar orang yang berdiri menghalangi pintu. Lagi pula, orang yang dibelakang tubuhnya diam saja tanpa suara.'Dan mereka sama gilanya dengan orang itu,' pikir Uuna.Uuna langsung berlari mengabaikan beberapa orang yang menatapnya penuh selidik. Sedangkan dokter Faisal dan Dokter Mifta mulai tersadar dari lamunan mereka."Tuan, anda baik-baik saja? Apa wanita itu bisa menyembuhkan Anda? Kenapa anda membiarkan wanita itu pergi begitu saja?"Semua pertanyaan itu terlontar dari bibir dokter Mifta dalam satu tarikan napas."Kita akan mendapatkannya, tapi dengan cara yang terhormat dan atas kemauannya sendiri," jelas Darren masih dengan senyum aneh di bibirnya.Senyum itu sebenarnya sangat menawan, tapi karena Darren Hayes hampir tidak
Darren meneguk habis air mineral dan membasuh wajahnya dengan handuk basah yang diberikan oleh dokter Faisal. Setelah melihat pasiennya lebih baik, dokter Faisal melakukan apa yang diperintahkan oleh Darren. Memastikan dokter Wanita itu telah selesai memeriksa Uuna, dan membawa kembali pasiennya ke dalam. "Apa kita harus menyemprot ruangan ini?" Tanya Dokter Mifta setelah dokter wanita itu pergi dan dan memberikan resep obat untuk dikonsumsi oleh Uuna. "Tidak perlu, Tuan Darren ingin melakukan terapinya sendiri," jelas dokter Faisal sedikit ragu. "Terapi? Dengan apa? Kita tidak memiliki apapun disini, dokter Sonya sudah membuat Tuan Darren memuntahkan isi perutnya," ujaranya masih tidak habis pikir. Jelas-jelas pasien mereka masih memiliki trauma itu. Dan sampai saat ini mereka masih belum memiliki solusinya. "Tubuh Nyonya itu!" tunjuk dokter Faisal pada Uuna yang masih terbaring lemah di atas ranjang dengan selang infus yang mengg
"Tuan, tapi Nyonya ini harus segera diperiksa. Kasian bayi dalam kandungannya!" ujar dokter Faisal.Darren bangun dari posisinya berbaring, pria itu mulai melangkah mendekati tubuh Uuna yang masih terbaring lemah. Tanpa keraguan dan membuat dua dokter itu tercengang, Darren mengangkat tubuh Uuna dan membawanya ke dalam kamar pribadi pria itu yang ada di dalam kantornya."Pasien kita sudah sembuh hanya dengan kedatangan wanita itu," bisik dokter Mifta. Sekarang bukan hanya pasiennya yang syok, tapi juga dirinya."Kita masih harus mengujinya, Tuan Darren harus melakukan beberapa serangkaian tes untuk membuktikan bahwa beliau sudah benar-benar sembuh," timpal dokter Faisal tak kalah berbisik dengan pandangan yang selalu mengikuti langkah Darren yang saat ini sudah membaringkan tubuh Uuna dengan sangat hati-hati."Cari dokter wanita untuk memeriksa keadaan wanita ini!" pinta Darren. Pria itu merapikan selimut sampai menutup sebatas dagu.Darren m