Share

Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya
Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya
Author: Sandra Kizanaya

BAB 1

last update Last Updated: 2023-06-24 17:20:00

Malam itu, langit gelap melingkupi Desa Kunti. Hujan tampaknya akan turun tak lama lagi. Seorang wanita terseok-seok menyusuri jalanan setapak. Napasnya terengah-engah, keringat bercucuran di kening wanita itu.

"Duhai, janganlah hujan. Biar saya cepat sampai," gumamnya.

Wanita bernama Nyai Sri itu bergegas, mencoba sampai sebelum hujan turun. Kali Brani akan meluap jika hujan, dan dia harus menyeberang sebentar lagi.

Nyai Sri telah sampai di Kali Brani, dengan hati-hati dia menyusuri jembatan dengan lebar setengah meter itu. Jembatan rapuh yang sudah tua itu masih digunakan warga untuk menyeberang dari pemukiman satu ke lainnya. Hanya itu jalan tersingkat yang ada, jika dibandingkan dengan jembatan beton yang jauhnya lima kilometer dari situ.

Nyai Sri, bidan kampung itu harus lekas-lekas, sebab seorang perempuan memerlukan bantuannya.

Saat Sri ingin menyeberang, tiba-tiba saja air bah datang dari kanan sungai. Perempuan itu berteriak kemudian terlempar. Jembatan kayu itu mendadak putus dan air menenggelamkan semuanya.

Sri terapung-apung. Kepalanya timbul tenggelam karena diterjang air. Napasnya tersengal. Perempuan itu mencoba berenang, tetapi air menerjangnya entah ke mana. Dia juga tidak tahu apakah berada di tengah atau di tepian. Gelapnya malam berselimut mendung itu membuat segalanya makin mencekam, meskipun magrib baru saja usai.

Sri akhirnya pasrah pada alam.

Malam itu adalah akhir hidup dari bidan kampung bernama Nyai Sri tersebut.

***

Sementara itu di rumah lain.

"Ke mana Nyai Sri ini?" Tarman keluar masuk kamar dan sesekali menengok ke luar melalui jendela.

"Hujan bentar lagi turun, ini gimana dengan Maya?" Seorang wanita paruh baya juga turut khawatir.

"Tenang, berdoa aja," sambung seorang pria paruh baya.

"Ibu dan Ayah tenang, Nyai Sri mungkin sedang di perjalanan," ucap Tarman mencoba menenangkan ayah dan ibu mertuanya.

Sementara itu, Maya yang sedang berjuang melahirkan anaknya di kamar hanya mampu berteriak saat gelombang itu datang.

"May, sabar May!" ucap Dea sembari mengelus pinggang Maya.

"Aaaarggh!" Maya mengerang lagi. Kali ini makin keras. "Uda gak kuat aku, Dea. Tolooong!" pekik Maya sembari menangis.

Dea hanya bisa menangis. Dia tidak tahu harus berbuat apa pada iparnya itu. Dia juga pernah melahirkan, dua anak malahan, tetapi belum pernah mengalami seperti si Maya.

"May, tenang May, tarik napas, embuskan," kata Dea.

Maya menarik napas dan mengembuskan. Dia mengejan lagi, tetapi saat Dea cek, tidak ada apa pun yang keluar dari diri Maya. Hanya darah dan air ketuban yang banyak.

Dea gusar, dia keluar. "Gimana ini Bang, Maya kesusahan!" pekik Dea pada Zuhal, suaminya sekaligus abang kandung Maya.

"Kita bawa ke rumah sakit ajalah, Buk," tandas Zuhal.

"Ya Allah gimana mau ke rumah sakit, Hal, rumah sakit aja jauhnya buka main!"

"Terkejar ndak ya, Bang? Kasian Maya!" cecar Tarman.

"Ndak, tapi kita usahakan ajalah, Man!"

"Kalau gitu Abang tolong hubungi Pak Lurah, sediakan mobil. Nanti aku gendong Maya ke rumah dia," kata Tarman.

Zuhal sudah bersiap-siap akan pergi, tetapi teriakan Maya di dalam menghentikan geraknya.

"Aaarrgh!" Lagi-lagi Maya mengerang.

Dea segera melihat ke kamar itu. "Tolong, Bang! May ... May kejang-kejang!" pekik dea.

Semua orang panik dan buru-buru ke kamar Maya. Marini, Dea, sudah ada di dalam. Meraka hanya bisa menangis saat melihat Maya mengejang.

"Ya Allah, Maay, Maaaaay!" Pekik Marini, ibunya.

Dea menangis, sementara itu Tarman memeluk istrinya dan tergugu.

"Dek! Dek! Sadar Dek, lailaahailallah! Ngucap, Dek," ucap Tarman sedih sembari memeluk kepala Maya.

Namun, tangisan-tangisan mereka takkan membantu wanita itu. Maya mengejang, matanya melotot, tubuh wanita itu kaku dan sedetik kemudian ia terdiam.

"Dek! Deeek!" Tarman menepuk-nepuk wajah istrinya.

"Deeek! Bangun Dek! Deeek!" Tarman kian menjadi-jadi.

Kacau, darah ada di mana-mana. Tarman berteriak histeris, sementara Marini dan Dea hanya menangis.

"Ya Allah, ya Allah anakku!" Pekik Roslan melihat Maya tak bergerak.

"Gimana ini? Gimana?" teriak Roslan. "Pak Lurah udah sediakan mobilnya, kita bawa aja cepaat!"

Roslan ingin mengangkat tubuh Maya, tetapi Tarman menghentikannya. "Jangan Pak, Maya udah meninggal!" ucapnya.

Ya Allah!

Roslan terduduk di lantai yang dingin mendengar fakta anaknya meninggal. Sementara itu Zuhal turut menangis mendengar adik satu-satunya tiada. Semua orang yang ada di sana larut dalam duka.

Malam itu hujan turun dengan lebat, seolah-olah ikut berduka akan kehilangan keluarga tersebut. Malang tak dapat dihindari, itulah yang bernama kematian.

***

Warga Desa Kunti berkumpul di rumah Pak Roslan saat mendengar kabar Maya meninggal saat akan melahirkan anaknya. Waktu itu baru pukul 8 malam, setengah jam setelah Maya mengembuskan napas terakhirnya. Para warga berniat akan melakukan kepengurusan jenazah malam itu juga. Hujan lebat yang hanya terjadi di selama 15 menit tadi tidak menghalangi para warga melakukan kebiasaan mereka.

Warga Desa Kunti yang meninggal karena melahirkan harus dikubur malam itu juga sebab desas-desusnya kuntilanak merah akan mengacau jenazah sepanjang malam jika tidak segera dikuburkan. Terlebih ibu yang meninggal dengan anak masih di dalam perutnya.

"Sudah kubilang, bawaklah ke rumah sakit, kalian semua tak mendengar. Percayanya ke dukun, dukun, dukun, dan dukun terus. Cobalah diubah kepercayaan itu. Cobalah dibawa ke rumah sakit. Maya mungkin masih hidup sekarang!" ucap zuhal berapi-api di hadapan kedua orang tuanya.

"Bukan begitu, Nak. Nyai Sri kan udah jadi dukun kampung selama 30 tahun. Dia juga yang menyambut kalian berdua waktu ibuk melahirkan kalian dulu," balas Marini.

"Iya, Buk. Zuhal tau, tapi zaman sekarang sudah modern apalagi kita ini berada di desa terpencil yang jauh dari fasilitas rumah sakit. Ada baiknya Maya kemarin dibawa ke rumah kami dulu. Rumah kami kan, dekat dengan rumah sakit, Buk. Kalau ada apa-apa, langsung saja pergi rumah sakit tanpa harus menunggu ini itu, ini itu. Ujung-ujungnya kan jadi begini," cecar Zuhal kesal.

"Sudahlah, semua sudah terjadi mau bagaimana lagi," potong Roslan mencoba menenangkan mereka.

"Iya, Pak. Tapi ini sebagai pelajaran bagi kita semua juga, bagi semua warga kampung, jangan terlalu terikat dukun dan kepercayaan-kepercayaan kuno. Kita ini sudah hidup di abad 21, Pak. Fasilitas rumah sakit itu sudah bagus, tinggal kita mau gaknya aja. Berobat udah gratis!" Zuhal kian emosi. Air mata tak henti mengalir dari netranya.

"Sudahlah, Bang," ucap Dea menenangkan suaminya sembari mengelus punggung Zuhal.

Zuhal menarik napas, dia tidak ingin berdebat dengan orang tuanya atau dengan iparnya sendiri. Banyak kata-kata yang ingin dia ucapkan tetapi Zuhal berpikir lebih baik menyimpan semua itu di dalam hati.

Tentang keleletan Tarman dalam menghadapi persalinan istrinya dan juga pasrahnya kedua orang tua mereka kepada Nyai Sri yang bahkan sampai sekarang belum juga datang.

Zuhal menyimpan itu dalam-dalam. Dia bukannya tidak mau membantu adiknya, dia sudah menyiapkan kamar khusus di rumah mereka untuk sang adik dan mereka sudah mengatakan akan mengambil Maya agar melahirkan di rumah mereka saja

Di sana ada fasilitas puskesmas, rumah sakit, bidan praktik, dan segala macam keperluan medikasi yang mungkin lebih baik daripada dukun di kampung in. Namun orang tua mereka lebih percaya kepada dukun dan menyangkal omongan Zuhal.

Yang lebih mengesalkan lagi, mereka mengabarkan kalau Maya akan melahirkan tepat di detik-detik saat Maya sudah sekarat. Jika saja mereka mengabarkan kepada Zuhal lebih lebih awal, mungkin Maya bisa tertolong.

"Sudahlah, Bang. Kematian itu sudah menjadi urusan Allah, Maya sudah berada di pelukan Allah sekarang. Abang tahan emosi, jangan sampai gara-gara ini hubungan keluarga menjadi retak, Bang," bujuk Dea sembari mengelus bahu suaminya.

Zuhal memegang tangan Dea dan meremasnya. "Abang sedih, Dek. Adik abang satu-satunya di dunia ini meninggalkan abang. Sekarang abang cuman punya kamu dan anak-anak," ujarnya sembari melap air mata.

"Kita tak boleh menyalahkan sebab, Bang. Karena itu sama dengan menyalahkan takdir Allah. Kita terima saja, Bang. Toh nyawa Maya tidak bisa lagi kita kembalikan bukan?"

Zuhal mengangguk. "Iya, Dek. Abang paham. Abang hanya berduka. Tadi abang merasa seolah-olah mendampingi kamu melahirkan Dek, jadi perasaan abang kacau balau rasanya."

Dea mengusap punggung suaminya dan menenangkan pria itu. Apa lagi yang bisa dia lakukan selain hal tersebut?

Warga sudah berdatangan dan akan melakukan kepengurusan jenazah. Beberapa orang wanita sudah siap dengan peralatan memandikan mayat dan beberapa pria sudah menyediakan berbagai bak air untuk memandikan jenazah. Penggali kubur juga sudah melakukan tugas mereka. Tenda telah digelar di luar rumah dan beberapa pria warga kampung pun telah berkumpul untuk menjaga rumah warga yang keluarganya sedang meninggal.

"Lebih baik kita segera melakukan kepengurusan jenazah sebelum malam semakin larut," ucap Mak Sari, ketua dari fardhu kifayah Desa Kunti.

Semua orang bersiap-siap termasuk Dea. Dia bantu mengemasi kekacauan yang terjadi di kamar tadi, termasuk mengganti kain Maya yang terkena darah dengan kain baru.

Saat menyingkap kain sarung yang terkena darah, terlihat kepala bayi Maya sudah keluar dari jalan lahir. Kepala dan leher janin itu sudah berada di luar, sedangkan tubuhnya masih ada di dala. Mereka berhati-hati.

Saat Dea, Mak Sari, dan beberapa wanita ingin mengangkat tubuh Maya, tiba-tiba saja janin yang tersangkut itu bergerak. Sontak beberapa wanita yang membantu Mak Sari berteriak sehingga membuat warga di luar bertanya-tanya.

Related chapters

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 2

    Zuhal ingin masuk ke dalam dan melihat apa yang terjadi tetapi Mak Sari melarangnya."Kenapa, Mak?" tanya Zuhal dari luar."Jangan masuk kau, Zuhal. Jangan ada laki-laki yang masuk ke kamar ini. Tolong hormati jenazah, jangan sampai menimbulkan fitnah.""Tapi saya mau tahu apa yang terjadi sama adik saya, Mak Sari!"Karena tidak tahan dan merasa tidak pernah didengarkan, Zuhal merangsek masuk. Saat itu dia melihat Dea berdiri di samping jenazah Maya dengan wajah sendu. Dia juga melihat janin sang adik yang tersangkut di jalan lahir."Ya Allah, ndak bisa dikeluarkan itu?" tanya Zuhal."Wanita yang meninggal bersama janinnya harus dikubur jadi satu dan tidak bisa dikeluarkan.""Tapi ... tapi bayinya gerak dan dia belum tentu meninggal juga. Lebih baik kita cek, siapa tahu bayinya masih hidup, Mak. Kita coba keluarkan," kata Dea."Jangan mengada-ngada deh, ya. Sejak dulu jika ada yang meninggal melahirkan baik janinnya keluar setengah atau keluar dengan keadaan meninggal tetap dikuburkan

    Last Updated : 2023-06-24
  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 3

    Bayi itu menangis dengan keras. Tubuhnya yang semula membiru kini telah memerah, menandakan sang bayi sehat dan selamat. Semua orang yang ada di sana takjub melihat kejadian ini, bagaikan keajaiban dari Allah SWT. Dea memberikan bayi merah itu kepada suaminya dan mencuci tangan. Setelah mencuci tangan, dia mengambil kembali sang bayi dan membungkusnya dengan kain. Dia memeluk bayi tersebut dan mendekatkannya ke dada."Kita harus bawa bayi ini ke bidan atau puskemas untuk pemeriksaan, Bang. Sementara ini kita urus dulu Maya," kata Dea kepada suaminya.Tak lama kemudian, Dea menyerahkan bayi tersebut kepada mertuanya."Ibuk tolong urus bayinya, ya. Kita urus Maya dulu."Ibu mertuanya yang tadi benci, menerima sang cucu itu dengan tangis haru. Kemudian, dia membawanya keluar."Bapak, maafkan Dea, tapi kita harus panggil Mak Sari kembali buat urus jenazah," kata Dea kepada ayah mertuanya."Iya, bapak coba panggil dulu," sahut ayah mertuanya.Pak Roslan langsung menuju ke luar, mencari ke

    Last Updated : 2023-06-24
  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 4

    Kuburan-kuburan itu jumlahnya ratusan. Tersebar dari ujung pemakaman ke ujung lainnya. Nisan yang ada di atasnya bertuliskan berbagai nama. Namun, yang aneh adalah, usia lahir dan wafat sang penghuni liang lahat adalah di hari yang sama!"Apa semua ini? Ya Allah, ya Rabbi!"Dia menatap nanar sekeliling, dibalik pintu yang dia buka adalah pemakaman. Yang lebih menyeramkan, rumah mertuanya sudah menghilang. Dia terdampar di pemakaman antah-berantah yang tidak diketahui letaknya di desa mana.Dea mencoba berjalan, tetapi saat hendak melangkah sesuatu menahan kakinya. Saat dia melihat ke bawah, tangan-tangan kecil memegangi betisnya!"Ya Allah!" Dia berteriak.Wanita itu mengibas-ngibaskan kakinya dengan keras agar tangan tangan itu terlepas. Tangan-tangan kecil yang penuh dengan tanah dan berbau busuk itu tercampak ke sana kemari. Saat tangan tangan itu terlepas, tangan lain muncul dari dalam tanah dan menggantikannya.Dea terus menghentakkan kakinya, sambil menangis ia mencoba melafalka

    Last Updated : 2023-06-24
  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   BAB 5

    Tujuh hari setelah kematian Maya, suasana kembali seperti semula. Orang-orang sudah melupakan kematian tragis yang dialami wanita muda itu. Namun, keberanian Dea masih menjadi buah bibir.Cerita itu tersebar dari mulut ke mulut, dari rumah ke rumah, dari pos kamling ke pos kamling, dan kampung ke kampung. Tentunya, beberapa orang menambah-nambahi kabar itu. Ada yang mengatakan kalau Dea mewarisi ilmu itu dari orang tuanya yang merupakan guru ngaji di kampung sebelah. Ada juga yang mengatakan kalau Dea memang sejak dahulu ada yang menjaganya. Sosoknya berwarna putih dan bercahaya, orang menyebutnya sebagai orang kebenaran. Katanya mereka melihat orang kebenaran itu selalu mengikuti ke mana Dea pergi. Ada juga yang mengatakan kalau kematian Maya itu karena santet.Seperti biasa, kalau sebuah cerita sudah menyebar dari mulut ke mulut pasti ada banyak tambahan dan bumbu-bumbu. Mungkin hanya 1% saja yang benar dan itu pun sisanya berupa gosip tak berdasar.Dea dan zuhal tidak terganggu ak

    Last Updated : 2023-07-19
  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   BAB 6

    "Bagaimana dia mau mengasuhnya ya Allah. Kasihan kamu, Nak" kata Dea dalam hati.Sekarang bayi itu sudah tertidur kembali setelah diberi minum susu formula dan digendong oleh Dea."Lagi apa, Dek?" tanya Zuhal saat melihat istrinya menggendong bayi sembari memasak."Ya Allah, mana bapaknya Dek?" tanya Zuhal.Zuhal sudah tahu Tarman ada di mana, dia hanya kesal saja pada iparnya yang labil itu. Dea yang melihat raut marah di wajah suaminya langsung menggeleng dan memberikan isyarat pada Zuhal agar bersabar. Zuhal menghela napas."Sudah punya anak masih saja kayak orang bujang," gerutu pria beranak dua itu."Sudahlah Bang," kata Dea. "Jangan buat keributan pagi-pagi begini."Zuhal menghela napas. "Sudahlah. Sini bayinya, kamu masak dulu setelah itu baru urus yang lain oke?" kata Zuhal.Dea menyerahkan bayi tersebut kepada Zuhal dan meneruskan acara memasaknya. Zuhal adalah seorang ayah yang telaten dan seorang suam

    Last Updated : 2023-07-20
  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 7

    Dea menatap suaminya sebentar kemudian kepada ibu dan bapak mertua nya. Zuhal mengangguk dan memberi isyarat kepada Dea untuk membantu Makcik."Baik Makcik, Dea akan mengecek terlebih dahulu, tapi dia nggak janji bisa bantu. Dea hanya orang biasa, bukan dukun beranak atau bidan," kata Dea."Iya ... Tolong sekali ini saja, Dea." Makcik memohon."Bang titip anak-anak, kompor sudah Dea matikan," ujar Dia kemudian bergegas memakai sandal.Zuhal yang merasa tidak enak membiarkan istrinya pergi sendiri, kemudian memberikan bayi kepada orang tuanya."Zuhal mau menemani Dea, tolong jaga anak-anak ya Pak Buk?" Tak lama setelah itu, zuhal pun menyusul Dea dan Makcik yang telah terlebih dahulu pergi. Kabut tebal mengiringi perjalanan mereka. "Duh kenapa tiba-tiba ada kabut pagi-pagi gini. Tadi pas pulang dari pasar cerah terang benderang kok," kata Dea kepada Makcik."Sudahlah Dea, ayo kita cepat. Kabut gini biasa terjad

    Last Updated : 2023-07-21
  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 8

    Setelah selesai, wanita itu meminumkan airnya kepada Suci. Sisanya dia percikkan. Setelah itu, semuanya hening. Tidak terjadi apa pun. Suci yang lemah, kian bertambah lemah. Orang-orang yang menungguinya pun semakin resah."Insya Allah dengan pertolongan Allah, anak ini akan lahir. Tiada Tuhan yang dapat disembah dan tiada sebaik-baiknya menolong kecuali Allah." Dea menutup rangkaian doanya sambil memegang perut Suci.Tiba-tiba saja entah bagaimana, suci yang sudah terkulai kembali menegakkan kepalanya. Dia berkata, "Tolong, Suci mau ngeden, Buk."Dea langsung pergi ke ke ujung ranjang, dia menunggu di bawah. Bidan yang tadi keluar, tiba-tiba masuk kembali. Mereka ikut membantu Dea.Lalu, dengan tiga kali, dorongan bayi tersebut terlahir ke dunia.Semua orang yang ada di sana serempak mengucapkan alhamdulillah tatkala mendengar suara tangisan bayi. Mereka terharu, wajah-wajah yang tadinya gusar kini telah lega. Sang bayi diambil

    Last Updated : 2023-07-25
  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 9

    Setelah ketegangan di pagi itu, Dea akhirnya bisa menikmati istirahat di malam hari bersama anak dan suaminya. Setelah melaksanakan salat isya, dia berbaring di kasur bersama suaminya. Tadi sore mereka pun telah resmi menamai anak si Tarman. Abdurrahman Farizi nama bayi laki-laki itu. Tepat di hari ke-7 kematian Maya, bayi itupun akhirnya punya nama.Sita dan Ayu sangat senang, mereka yang sejak dulu menginginkan adik kecil laki-laki memperlakukan Farizi dengan penuh kasih sayang.Setelah drama Suci melahirkan tadi pagi, warga berbondong-bondong datang ke rumah Pak Roslan, mereka semua ingin bertemu Dea. Beberapa juga mengantarkan hasil kebun, ternyata mereka semua adalah keluarga Suci."Terima kasih sudah menyelamatkan Suci, Nak. Kalau ndak ada kamu, mungkin dia sudah lewat," kata ibu Suci.Wanita berusia setengah abad yang sering dipanggil Mbah itu, menyalami Dea dan hampir mencium tangannya. Namun, Dea mencegah beliau melakukan itu."S

    Last Updated : 2023-07-27

Latest chapter

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 34

    "Bunuh anak ini, Nak. Dia akan mengacaukan segalanya di masa depan. Seperti saya, mungkin Farizi pun akan kembali ke desa ini suatu saat dan membangkitkan iblis itu. Bunuh dia, Nak." Nek Saidah memohon sembari menggenggam tangan Dea. "Jangan lakukan kesalahan seperti kakek buyutmu. Dia menolak membunuh saya padahal dia tahu saya akan jadi malapetaka," katanya kemudian.Dea terdiam dan menatap wanita tua itu. Dari raut wajahnya, dia begitu memerlukan pertolongan. Wajah pucat dan keriput itu begitu memprihatinkan. Dea kasihan padanya. Namun sesaat dia tersadar kalau semua ini tidak benar."Bayi yang suci dan tidak berdosa ini bukanlah penyebab kutukan itu kembali." Suara seseorang berbisik di telinga Dea. "Jangan tertipu bujuk rayu setan!"Dea mengambil Farizi dan menggendongnya. "Mungkin saya harus kembali ke ruang tamu, Mbah. Saya sudah selesai," kata Dea.Wanita itu ingin berlalu, tetapi Nek Saidah menggenggam pergelangan tangan Dea. Wajahnya ber

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 33

    Dea menarik pegangan kursi roda nenek Saidah dan mendorong perempuan tua itu menuju kamar Farizi. Rumah kuno ini sangat luas. Sebelum menuju kamar keponakannya, Dea melewati lorong dengan banyak kamar di dalamnya. Padahal mereka hanya beberapa orang, tetapi kenapa banyak sekali kamar?Wanita itu juga melewati dapur, ada Dewi dan Uni yang sedang bekerja di dapur. Saat Dea dan nenek Saidah melewati mereka, kedua perempuan itu hanya menatap dengan tatapan kosong."Mereka berdua tidak menikah, makanya masih tinggal dengan saya," kata Nek Saidah kepada Dea."Maaf, Mbah, Pak Sopian dan Pak Bejo juga?" tanya Dea ingin tahu."Iya," kata Saidah.Keduanya melewati dapur dan menuju kamar Farizi. Sesaat kemudian sampailah mereka di sana. Farizi sedang tertidur di kasur ketika Dea sampai. Anak itu tampak begitu pulas dan tenang.Dea duduk di kasur dekat Farizi dan memandangi bayi tersebut."Kasian dia, ibu bapaknya sudah berpulang."

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 32

    Hari itu adalah hari yang sangat mengejutkan dan mengubah hidup banyak orang, termasuk Dea dan keluarganya.Setelah tidak sadarkan diri selama satu minggu di rumah sakit sejak operasi karena tusukan pisau itu, Dea akhirnya bisa kembali ke rumahnya.Tentu saja Zuhal dan para warga kampung tidak tinggal diam. Mereka sudah melaporkan Tarman jauh-jauh hari ke polisi, tetapi semuanya terlambat. Lelaki itu ditemukan gantung diri di kamarnya sehari setelah menusuk Dea.Polisi tentu saja menanyai keluarga tersangka, tetapi tidak mendapatkan apa pun. Tarman sendiri tidak meninggalkan surat, catatan, dan rekaman apa pun tentang kenapa dia menusuk Dea. Polisi tidak tau dan tidak bisa menyimpulkan apakah itu dilandasi oleh dendam kesumat atau sebagainya. Keluarga Tarman juga tidak memberikan penjelasan yang kongkrit. Jadi, kasus itu ditutup begitu saja karena tersangka bunuh diri.Sementara itu, setelah pulang, Dea dijaga betul oleh Zuhal dan keluarganya. Mer

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 31

    Dea mendekat, diikuti sang pemuda. Banyak warga berkumpul di sana, tetapi tidak ada satu pun yang bergerak untuk memadamkan apinya.Dea panik melihat itu, dia begitu gusar sehingga menyuruh pemuda yang mengaku sebagai qorin kakek buyutnya itu untuk membantu."Siapa tahu ada warga di dalam," kata Dea.Pemuda itu tak menggubris Dea, dia memandangi wanita itu dengan tatapan yang tidak bisa Dea artikan. Wanita tersebut lantas tidak menyerah, dia memberitahu warga desa yang ada di sana untuk menolong. Namun, teriakannya bagaikan suara tak kasat mata Begi mereka. Tidak ada satu pun yang bergerak ketika Dea berteriak."Percuma, mereka tidak akan mendengar suaramu," kata pemuda itu.Dea diam, lantas menyadari kalau saat ini yang dia lihat adalah semu semata. Wanita itu akhirnya menyerah dan memilih menyaksikan kebakaran tersebut bersama yang lainnya.Saat itu Dea melihat seorang pemuda yang begitu mirip dengan orang yang mengaku qorin ka

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 30

    Dea mencoba meraih portal itu, dia mengulurkan tangan dan ingin menjangkaunya. Detik berikutnya, kaki Dea mengambang dan perlahan-lahan tubuhnya terangkat.Dea tersenyum, perasaannya bahagia sekali. Aura teduh dan menenangkan yang datangnya dari portal itu membuat Dea ingin segera memasukinya. Namun mendadak, sebuah tangan terasa menggenggam pergelangan kaki Dea.Otomatis Dea melihat siapa yang mengusik dirinya. Ternyata seorang pemuda tampan berpakaian serba putih tengah tersenyum padanya.***Dea berjalan keluar dari gedung yang menurut Dea tampak seperti rumah sakit itu didampingi oleh pemuda yang tadi menahannya memasuki portal.Sejak tadi keduanya hanya diam. Dea tidak bertanya apa pun, pemuda itu juga tidak mengatakan sebarang kalimat. Dea pun berpikir kenapa pemuda itu menariknya? Apakah Dea mengenalinya? Orang-orang tidak melihat keberadaan Dea, tetapi kenapa pemuda itu bisa melihat dan menyentuhnya?"Bukan waktumu untuk

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 29

    Marini dan Pak Roslan pergi ke sawah, sedangkan Sita dan Ayu di rumah Aini. Zuhal pergi entah ke mana setelah zoom meeting tadi pagi. Hari ini wanita itu memasak jantung pisang lodeh dengan sambal terasi dan ikan goreng. Tak lupa dia membuat kue untuk makan keluarganya. Saking seringnya memakan makanan buatan Dea, Zuhal dan anak-anaknya sangat sehat. Marini yang walaupun masih kurang suka terhadap menantunya pun tidak memungkiri kalau masakan Dea sangat enak. Perempuan itu jadi suka makan ketika sang menantu tinggal di sini. Sementara Dea, seperti kebanyakan ibu rumah tangga biasa, sangat senang kalau anggota keluarganya menghabiskan semua makanan yang dia buat. Wanita itu seolah tak kehabisan akal mengolah hasil kebun yang selalu dia dapatkan dari warga desa. Kebetulan para warga yang bersawah dan berkebun sering lewat di depan rumah Pak Roslan, karena jalan ke kebun ya lewat situ saja. Warga desa sering memberi hasil kebun buah Dea. Mereka sangat mengagumi Dea

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 28

    Dea berpikir ada benarnya juga. Namun larangan dari suami Ningsih ditambah gunjingan serta pandangan tuduhan dari warga membuat dia tak berani maju. Zuhal menghampiri istrinya dan mencoba menahan Dea. Bisa jadi masalah jika Dea tidak mengindahkan. Sebagai gantinya, Zuhal meminta Pak RT untuk bermufakat dengan pejabat desa setempat agar membujuk keluarga Ningsih. Keluarga Ningsih dan Prayitno juga terpecah menjadi dua. Ada yang setuju membiarkan Dea menolong, ada yang tidak."Kubur aja, anaknya sudah meninggal. Mungkin itu cuma kebetulan!" seru salah seorang ibu-ibu."Gimana kebetulan, Cu? Coba Cu lihat sendiri, janinnya masih gerak! Lihat!" kata Intan sembari menunjuk ke jenazah Ningsih. "Kalian semua nggak mikirin itu permintaan tolong dari sang bayi! Nggak mikir kalian?" pekik gadis itu. Semua yang ada di sana terdiam. Dea kagum melihat Intan yang masih muda tetapi sangat pemberani. Sejak tadi hanya gadis itu yang memihaknya. Dea pun tidak bisa bicara b

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 27

    Wajah Dea memucat, jantungnya seolah berhenti Dea terkejut saat Mbah dengan kasar menepis tangannya."Mbah, kenapa?" tanya Dea.Mbak Menik menangis, air mata berjatuhan di wajah keriputnya. "Kalau kamu ndak menyarankan ke rumah sakit, pasti Ningsih masih ada sekarang," kata perempuan itu sembari menunjuk muka Dea.Dea gemetaran, sendinya seketika lunglai. Wanita itu tidak menyangka Mbah Menik akan menyalahkan dirinya. Apakah dia memang benar-benar bersalah atas kematian Ningsih? Apa kesalahannya sesungguhnya? Batin Dea. Wanita beranak dua itu bingung ingin merespon masalah ini ini dengan cara apa."Maafkan Dea, Mbah. Sa-saya pikir kalau di rumah sakit, Ningsih akan bisa melahirkan. Lagian Dea bukan dukun bera .....""Pikar, piker! Katanya jenengan itu bisa bantu orang susah beranak. Ngapain ke rumah sakit kalau jenengan bisa. Jangan-jangan ilmu jenengan cuma bualan aja!" maki Mbah Menik.Dea gemetaran, air matanya mulai menggenan

  • Janin Tersangkut di Jalan Lahir Ibunya   Bab 26

    Mbah yang sudah sepuh itu akhirnya mengangguk melihat ketulusan dalam hati Dea. Kemudian dia berkata, "Sing dicoba ya, Nak?"Dea mengangguk. Wanita itu lalu menyuruh pemuda yang tadi untuk mengangkat Ningsih. Dibantu Zuhal, mereka membawa Ningsih ke mobil menggunakan tandu. Sebelum pergi, Dea menyuruh Ningsih meminum air yang telah diberikan. Tak lupa botol itu pun dia bekalkan untuk Ningsih. Di dalam mobil sudah ada anak Pak RT, Mbah Menik, dan juga pemuda tadi. Mereka berangkat begitu semuanya selesai. Rumah gubuk itu terlihat sepi rumah seiring dengan kepergian semua penghuninya. Dea menutup pintu rumah dan bersiap untuk pulang. Pak RT sudah mendahului tadi, katanya mau mengabari RT setempat tentang kepergian warganya ke rumah sakit. Sekaligus mengurus surat keterangan tidak mampu yang diminta oleh Mbah tadi. Dea dan Zuhal pun naik ke motor untuk berangkat pulang. Di perjalanan, mereka mengobrol sedikit."Adek mau bicara sama siapa

DMCA.com Protection Status