Mario mengecup perut buncit Violet, kandungannya sudah memasuki bulan melahirkan. Mungkin tinggal satu-dua minggu lagi, hingga saatnya tiba. Mario berjanji akan menjadi ayah yang baik.
“Sayang, kamu harus berjanji untuk lebih menjaga kesehatan yaa. Pulang nanti mau dibelikan apa?” tanya Mario berjongkok di depan Violet yang duduk di teras.
“Gak usah, ayah datang selamat aja sudah bagus,” Violet mengecup pipi Mario lembut. Dia memasukkan bekal makanan ke dalam tas Mario.
“Makasih sayang. Rencana hari ini mau kemana?” tanya Mario memanaskan motornya.
“Hmm kayaknya ke masjid Al-Azhar, ada pengajian dan sekalian mau mantau event. Katanya mau adakan bazaar buku. Mau ketemu sama EO nya, barangkali ada peluang untuk memperluas buku-buku ini,” jawab Violet meluruskan kakinya.
“Aku jemput disana, ya?” Violet tersenyum menyalami tangan Mario.
Dia masuk ke rukonya yang berlantai dua. Akhir-akhir ini usaha loundry nya sepi pelanggan, mungkin sudah
Cinta dapat merusak persahabatan dan dan menghilangkan permusuhan.
Tidak perlu waktu lama bagi Edo untuk mempersiapkan pernikahannya dengan Cintya, karena orang kaya seperti Edo mudah mengurus segala sesuatu. “Bu, kamu yakin mau pergi? Hpl masih lama, kan?” tanya Mario sambil merapikan jasnya, dan membetulkan jilbab Cintya. “Iya, lah yah…tenang aja, aman. Masih dua minggu lagi, nanti ibu duduk aja deh…biar ayah yang jadi seksi sibuk. Mario menghela napas kasar, Violet kalau sudah ada maunya pasti begini. Dia mengecek m-banking nya, tabungannya hanya segini. Ah…semoga cukup untuk biaya melahirkan nanti. Loundry sudah lama belum beroperasi, mungkin Violet belum sempat mengurus semuanya sendiri. “Kenapa, yah?” tanya Violet mengoleskan lipstik di bibir sensualnya. Bagian yang paling disukai Mario. “Oh, gak apa. Udah selesai? Yuk kita pergi. Eh, kak Via gak ikut?” “lagi di Bandung ama Dio. Mungkin agak lama. Yuk, yah!” Violet menggandeng Mario dan membawanya keluar ruangan. Merekapun pergi dengan t
Violet duduk di kursi taman perumahan ibu yang luas, menikmati minggu pagi sambil mengajak Gaffin mengenal dunia luar bersama Mario yang asik menikmati batagornya. “Yah, buncit itu perut lama-lama, gak berhenti makan.” Mario hanya tersenyum dan terus mengunyah batagor di piring kecilnya, tanpa ingin menawarkan pada Violet. Sinar mentari pagi menghangatkan tubuh mereka, begitu juga Gaffin yang sibuk bermain sendiri di keranjang dorong dekat Violet. Di kejauhan dia melihat dua pasangan yang sangat mereka kenal, berjalan santai sambil mendengarkan musik dengan satu headphone. “Yah, ssst yah…lihat itu!” Violet menimpuk Mario dengan batu kecil dan menunjukkannya pada pemandangan yang mulai tak asing semenjak persalinan dadakan di pesta pernikahan Edo dan Cintya. Mario menoleh, matanya membulat tak percaya. “Berarti benar, bu. Mereka ada apa-apanya,” kata Mario cepat menghabiskan makanannya lalu menunggu mereka mendekat dan menimpuk mereka den
Proyek Mario mulai meningkat, dan loundry Violet pun mulai beroperasi kembali. Bulan demi bulan berlalu, sudah dua pernikahan mereka lewati. Pernikahan Riri dan Reno, ala hawaii. Berkumpul di pantai Pangandaran saat liburan panjang. Sebulan setelahnya, pernikahan Evy dan Gilang. Di rumah ibu. Ibunya Violet! Yah…mereka hanya pasrah jika memang itu maunya Evy, toh ibu memang dianggapnya orang tua kandung. Tapi setelah semua itu berlalu, mereka menyebar. Cintya mengikuti Edo ke Brunei, Evy mengikuti Gilang ke Bandung dan Riri kembali ke kampungnya Reno di Medan. Mereka semua memulai usahanya. Tinggallah Violet dengan Mario di Jakata, benar-benar menghabiskan waktu bersama para pelanggan loundry dan keluarga mereka. Matahari siang itu sangat menyengat, Violet melap peluh yang mengalir dari dahinya sambil merapikan pakaian loundry dan sesekali melihat Gaffin yang asyik bermain di depan tv dengan mainan yang hampir tak terhitung. Entah kenapa perasaan
Kamar bernuansa putih orange itu sangat indah dan bersih, hanya ada Mario sendiri. Jadi rumayanlah, dia bisa tenang. Violet berbicara di luar dengan dokter selagi Mario menonton tv sambil meminum jus jeruknya. “bu, bapak harus rutin kontrol ya kalau sudah keluar dari sini. Dan…andainya ada sesak napas, dada nyeri cepat bawa ke rumah sakit khusus jantung. Di sini adalah rumah sakit umum. Sejauh ini kondisinya bagus, kalau masih stabil…besok pun bisa pulang hanya harus rawat jalan. Bisa kan, usahakan?” Violet mengangguk mendengar kata-kata dokter. Menunggu memang membosankan, tapi setidaknya dia bisa mengamati perkembangan suaminya. Bulan makin tinggi, Violet tertidur di sebelah Mario, memeluk lengan putihnya yang dipenuhi bulu halus. “Terimakasih, sayang. I love you much.” Mario mencium dahi Violet. “Hmm i love you more…” suara Violet berganti dengan tarikan napas lembut. Selembut hatinya, Mario mengusap rambut Violet dan tertidur dengan harapan baik.
Sarah berdiri bingung di luar bandara. Yang mana ya, kak Violet? Selama 3 tahun mereka menikah, Sarah hanya mengetahui Violet dari video call dan photo. “Halo, dek,” seseorang menepuk pundak Sarah. Mata Sarah membulat melihat orang yang dirindukan ada di hadapannya. “Abang!” mereka berpelukan dan tertawa bahagia karena sudah lebih 8 tahun tidak bertemu.Mario mengenalkan Violet pada Sarah, jelingan Sarah membuat Violet malu. Kakak iparnya ternyata begitu cantik dan baik. Pantaslah Mario begitu ingin menikah dengan Violet. Sepeninggal isteri pertama, Mario tidak pernah mengenalkan wanita manapun pada keluarganya kecuali Violet. Mobil yang dikendarai Mario melaju pelan. Mobil pinjaman dari kantor lama Edo. Ya, akhirnya Mario menerima permintaan Edo untuk kembali mengelola kantornya. Bahkan Edo memberikan surat pengalihan kekuasaan dan kepemilikan kepada Mario. Edo menyadari kalau pasangan itu adalah pasangan tertulus yang pernah dia kenal, setelah seki
“Kita mau kemana, kakak?” leher Sarah bergerak ke kanan dan ke kiri, memperhatikan bangunan tinggi tetapi akhirnya memasuki wilayah yang sangat padat dengan jalan hanya muat untuk satu mobil. Gaffin tepuk tangan kegirangan di jok belakang, makin membuat Sarah bingung. Dia melirik Violet yang hanya diam sambil tersenyum. Akhirnya mobil memasuki halaman yang luas dengan rumah sederhana dan beberapa pondok kecil yang berjejer di samping kiri. Mereka turun dari mobil, membawa beberapa bungkus makanan dan minuman. Beberapa anak berlarian menyambut mereka, memeluk Violet dan menggendong Gaffin juga, lalu mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah, langsung ke ruang kreativitas. “Kenalkan, ini Sarah. Adik ipar kakak yang baru datang dari Medan.” Violet mengenalkan Sarah pada mereka yang berjumlah hampir tiga puluh orang. Mereka menyalami Sarah yang terlihat sangat takjub dengan keakraban yang mereka perlihatkan. “Rumah ini namanya Rumah
Mereka kembali lagi ke Rumah Jalanan untuk menyaksikan pembangunan yang telah berjalan, kini Rumah Jalanan terlihat sesak karena pemuda dan bapak-bapak di kampung bergotong royong mengerjakan, para pemudi dan ibu-ibu sibuk menyiapkan makan siang di dapur, sedangkan anak-anak mereka dialihkan untuk berkreativitas dan memainkan mainan yang tersedia. Kepala tukang yang diambil dari perusahaan konstruksi Edo, mengawasi jalannya pembangunan. Dua minggu, pondasi sudah berdiri dan siap dibentuk menjadi bangunan lain. Violet terlihat sibuk bersama para Gengs Cuantiq, membicarakan program pembelajaran. Mereka ingin membuat suasana pembelajaran yang berbeda dari yang lain.Sarah seperti biasa, bermain dengan permainan edukatif bersama anak-anak usia TK dan sekitarnya. Suasana yang penuh dengan canda tawa riang mereka,membuat Edo dan Violet tersenyum. “Cantik, seperti pelangi…” gumam Edo pelan, memperhatikan Violet yang mengobrol dengan beberapa ibu-ibu dan bapak-bapak
Setelah beberapa kali pertemuan di villa Riri,akhirnya Riri dan Evy memutuskan tinggal di villa mereka agar dapat terus berkumpul dengan Gengs Cuantiq. Sebulan sekali, mereka akan memantau kegiatan di Rumah Jalanan dan Rumah Calistung. Mengikuti hampir semua kegiatan yang dilaksanakan di tempat tersebut dan selalu meluangkan waktu untuk menghabiskan waktu senggang. Semua kegiatan berjalan lancar. Sarah sibuk di Rumah Calistung, Evy masih menjadi pelatih tari seminggu sekali dan seringkali mengadakan pementasan, begitu juga dengan Riri yang sudah memiliki studio rekaman sendiri, Elisa masih fokus ke job MC dan kelas Public Relation. Dia menjadi pimpinan di klubnya, dibantu dengan pak Juan. Dosen muda idaman para mahasiswi di kampusnya. Sekarang sudah menjadi dosen tua, karena sudah tua belum menikah. Ahaay. “Hei Elisa, kamu benar-benar gak tertarik apa sama dosen ganteng sejagat raya itu?” tanya Evy di acara nujuh bulanan Violet. Elisa mengikuti ar