“Iya, kau harus tinggal bersama kami. Aku minta kau bantu Aditya menemukan dirinya kembali.” “Tapi Ana, aku gak ingin jadi duri dalam hubungan kalian,” sergah Safira, kebingungan. “Enggak mengapa Fira! Aku tulus memintamu. Aditya sangat butuh kehadiranmu. Hanya kau yang bisa mengerti akan Aditya.” “Aku gak bisa dekat dengan Aditya, Ana. Aku gak sanggup,” keluh Safira. “Kamu gak usah kuatir. Kau juga berhak untuk menemukan kebahagiaanmu. Kebahagiaanmu, kebahagiaanku juga. Aku siap berbagi denganmu.”
Aditya jadi bengong begitu dia sampai di depan pintu rumah dan Safira yang membukakan pintu dan menyambutnya. “Selamat sampai di rumah tuan yang terhormat,” sapa Safira dari balik pintu rumah, sembari memberikan senyuman manis untuk menyambut kepulangan Aditya. “Fira!” seru Aditya seperti tidak percaya dengan penglihatannya. Dia sampai mengucek-ngucek matanya. Setelah dia merasa sedang tidak melamun. Lalu Dia buru-buru mencekal kedua tangan Fira, “Benarkah kau ini, Fira?!” “Ya, iyalah…! Masa hantu sih Aditya…!” sahut Fira dengan manjanya. Aditya pun tak kuasa menahan gejolak hatinya. Dia langsung memeluk Safira dan mendekapnya dengan erat. Dia begitu merindukan orang yang sangat peduli akan dirinya. Tanpa dia sadari, matanya mulai berkaca-kaca. Safira pun sungguh terharu akan pertemuannya dengan Aditya. Di hati kecilnya, dia sangat merindukan Aditya yang sangat dicintainya. Dia pun membalas pelukan Aditya dengan melingkarkan tangannya dipingg
Sebagai seorang isteri, ada perasaan bersalah dari dalam hatiku pada Aditya. Setelah 5 tahun kami berumah tangga, sementara aku terlalu sibuk mengejar karierku. Hingga aku lebih banyak mengabaikan Aditya. Aku lebih sering pulang malam. Begitu Aku sampai di rumah langsung rasa letih mengglayuti diriku, hingga lebih banyak aku langsung tertidur lelap. Sebaliknya, karena cinta Aditya begitu dalam, hingga dia lebih banyak mengalah dan membiarkanku asyik dengan karierku. Sebagai seorang suami, wajarlah kalau Aditya ini membutuhkan perhatian lebih dari seorang isteri. Itu yang tak dapat aku lakukan. Kelelahanku tak mampu memberi lebih seperti yang diinginkan Aditya. Aku tak mampu memuaskan dahaga Aditya.Tanpa aku sadari, airmata membasahi pipiku. Ketika aku sadar, aku langsung menarik diri. Aku perlahan-lahan melangkahkan kakiku kembali menuju ke beranda rumah. Aku duduk di teras rumah untuk memberi ruang waktu sejenak buat Aditya dan Safira. Berdosakah aku? Entahlah…
Tengah malam, aku sempat terbangun dan bersamaan dengan itu mataku lihat pintu kamar terbuka sedikit. Aku pun menduga itu pasti kerjaan Aditya yang membuka pintu kamar sedikit. Dari celah pintu kamar yang terbuka sedikit itu, aku lihat ada bayangan gerakan Aditya mundar-mandir di depan pintu kamar. Kadang dia mengintip ke dalam kamar, memperhatikan diriku dan Safira. Lantas, aku pun pura-pura tidur. Dari gelagatnya, aku tahu Aditya sudah tidak tahan lagi. Sesaat kemudian, dia berlahan-lahan mendekati tempat tidurku. Aku pun menggeliatkan tubuhku dan merebahkan tubuhku telentang. Baju dasterku pun tertarik ke atas, hingga memperlihatkan belahan pahaku. Mata Aditya tidak bekedip lihat belahan itu. Lalu, aku rasakan Aditya telah duduk di sisi tempat tidurku. Tapi dia tidak berani menjamah tubuhku. Aku pun dengan sengaja memiringkan tubuhku mengarah padanya. Aditya terkejut, saat tanganku merangkul pinggangnya. Aku anggap saja dia sebagai gulingku. Bahkan, tanganku menarik tubuhnya unt
Di tengah perjalanan. Saat itu mobilku lagi meluncur di Jl. Gatot Subroto, tiba-tiba terdengar suara hapeku berbunyi. ‘Huh! Siapa nih yang menelepon? Dia apa gak tau jalanan lagi padat, begini,’ umpatku dalam hati. Tapi aku tetap melirik sesaat ke monitor yang berada di dasboard mobilku. Untungnya, aku sebelum berangkat sudah waspada. Kebiasaanku, aku selalu menghubungkan Hapeku dengan monitor yang ada di dasboard mobil via Bluetooth. Aku ingin tahu, siapa yang sedang menghubungiku itu.Wow…! Pagi-pagi begini sudah ada panggilan dari Bapak Benny Cokro Simatupang S.H., notaris perusahaan tempatku bekerja. Tumben banget, pikirku. Namun, aku pun tak berani mengabaikannya. Urusannya bisa runyam dan menimbulkan preseden buruk bagiku. Jika Pak Benny ini lapor pada owner perusahaan, bisa celaka aku nanti dibuatnya, batinku. Aku langsung memencet tombol yang ada di headset yang menempel di telingaku. Kebetulan aku menggunakan headset wereless, sehingga memudahka
Kehadiran Safira dapat membuat Aditya lupakan kegetiran hidupnya. Tentang kemandulan dan penyebabnya. Kini, dia terasa bebas untuk tersenyum dan memandang calon isteri keduanya, Safira. Dia tidak duga, Ana mau menghadiahkan kejutan yang luarbiasa dalam hidupnya. Ana mau membelah hatinya, demi kebahagiaan dirinya. Sungguh mulia hati Ana, batinnya.“Apa yang kau pikirkan, Adit?” tanya Safira, saat dia lihat wajah Aditya begitu ceria.Aditya menoleh sejenak, memandang Safira. Dia pun memperlihatkan senyumnya pada Safira.“Enggak ada Safira. Cuma hatiku lagi bahagia. Sungguh beruntung diriku, bakal punya dua isteri yang cantik-cantik.”Safira pun tersenyum juga. Dia pun dapat merasakan kebahagiaan yang sama.“Berterima kasihlah kamu pada Ana yang telah menyatukan kita.”“Tentu Fira! Itu yang ada dibenakku. Pengorbanan Ana yang luarbiasa buat membahagiakan hatiku. Sangat langka di dunia ada o
Di ruang tamu, roman wajah para pemegang saham terlihat begitu cerah. Apalagi mereka telah mendapat bocoron tingkat pertumbuhan atau growth perusahaan Camerro Investment Solutions melesat tajam. Artiya, pundi-pundi kekayaan mereka pasti bertambah besar juga. Mereka pun berbincang-bincang dengan gembira, sambil menikmati hidangan yang tersedia di sana. Terlihat di sana-sini penuh diisi dengan canda-tawa. Begitu juga, saat Cano dan adik-adiknya turut bergabung dengan para pemegang saham. Mereka pun menyambut calon pimpinan perusahaan itu dengan antusias. Mereka pun memberi dukungannya pada Cano untuk menduduki kursi CEO PT Camerro Investment Solutions berikutnya.Tak lama kemudian, Pak Leo Candra memasuki ruangan diiringi oleh beberapa staf dan diantar oleh beberapa panitia yang aduhai cantiknya. Para pemegang saham pun satu-persatu memberi salam pada Pak Leo Candra. Pak Leo Candra pun berbincang-bincang sejenak dengan para pemegang saham. Apalagi para pemegang saham ini mer
Jam 16.00 Sore itu, aku kembali ke ruang kerjaku. Kebetulan ruang kerjaku itu terhubung dengan ruang kerja direktur melalui pintu khusus. So pasti, pada masa peralihan CEO ini tentu membuatku lebih sibuk. Aku wara-wiri antara ruang kerjaku dengan ruang kerja direktur. Aku harus siapkan berkas-berkas yang akan diserah-terimakan pada direktur yang baru pada besok pagi. Di samping itu, aku juga harus memberesi barang-barangku untuk pindah ruangan, boo… Kini, aku sudah jadi Ketua Komisaris gitu loh…!Saat aku sibuk siapkan berkas-berkas itu dan tanpa sepengetahuanku, tiba-tiba pintu ruang kerja direktur dibuka dari luar. Tahu enggak, Cano menyelonong masuk ke dalam ruangan. Dia sudah tidak sabar untuk menduduki kursi kerjanya sebagai Direktur PT. Camerro Investment Solutions. Dia langsung menuju meja kerjanya dan coba duduk di posisinya itu. Mata Cano pun mengamati setiap detail ruangan kerjanya itu yang terkesan sangat artistik dan mengagumkan. Dinding ruangan d
Aku sudah gak sabar untuk ketemu Safira. Aku ingin berbagi banyak cerita padanya. Aku ingin berbagi kebahagiaan bersamanya. Tapi yang jelas, aku gak bakalan cerita soal kenakalan Cano padaku. Itu biar aku saja yang tahu. Untuk itu, aku sudah menelepon dia. Aku yang akan jemput dia di kantornya sore ini. Aku juga sudah kirim pesan pada Aditya. Aku beritahu dia, aku yang akan jeput Safira pulang. Sebaliknya, Aditya jadi heran, tumben aku pulang lebih awal hari ini, pikirnya. Rasa ingin tahunya pun jadi membuncah. Padahal, Aditya sudah berangan-angan pulang bersama calon isteri keduanya itu. Buyar deh angan-angannya itu. Tapi, biarlah ketemu di rumah saja, pikirnya. Dia pun memutuskan pulang lebih awal juga.Aku pun langsung meluncur ke Jalan Sudirman. Tak lupa, aku menyalakan radio FM di dashboard mobilku sebagai teman pengiringku. Namun entah mengapa aku kepikiran terus tentang Cano itu. Perbuatannya itu sungguh mengejutkanku. Aku membayangkannya jadi panas-ding