Ternyata, mendekam dalam penjara Tanjung Gusta Medan gagal membuat Andrew menyadari kesalahannya. Padahal, 5 tahun bukan waktu yang sebentar untuk mengkaji diri. Paling tepat, penjara tempat Andrew untuk mereview semua tindakannya yang menyebabkan dirinya dijebloskan ke dalam penjara. Bahkan, akibat tindakannya telah membawa tiga rekannya, Joni, Raka dan Anton untuk merasakan kejamnya kehidupan dalam penjara. Namun, kehidupan keras dalam penjara menyebabkan semakin kentalnya dendam kesumat Andrew pada Aditya yang dianggap telah merebut kekasihnya. Dia masih tidak rela melepas Ana dari sisinya. Selama lima tahun ini, Andrew sangat merindukan Ana. Di hatinya hanya ada seorang cewek pujaannya, yaitu Ana. Sangat sulit baginya untuk melupakan Ana. Apalagi beralih dari Ana. Keinginannya pun semakin bulat, ingin merebut kembali Ana dari Aditya, apapun caranya. Walau kini dia tidak tahu di mana keberadaan Ana. Tapi itu masalah gampanglah, pikirnya. Ana harus berada di sisinya, tekadnya.
Malam itu, Anton, Raka dan Joni terlihat nongkrong di Champion Café Medan. Champion Café ini merupakan tempat tongkrongan kawula muda Medan, tepatnya terletak di Jl. Dr. Masyur No 134 Medan. So pasti, jadi tempat tongkrongan anak mahasiswa USU karena tempat ini tak jauh dari kampus USU. Maka jangan heran, kalau pengunjungnya didominasi oleh anak muda, ABG, bahkan banyak yang berpasang-pasangan, bercengkrama menjalin kasih. Memang desain lokasi dan ornament interior Champion Café ini sungguh berkelas dan sangat mengena seleranya anak muda masa kini. Tak kalah dengan café-café yang ada di Lembang Bandung. Apalagi suasana malam itu sungguh syahdu didukung iringan musik romantis dari group band café.“Anton, apa kau sudah dapat info tentang Ana, tuh?” tanya Joni penuh harap. Sudah tentu, Joni ingin sekali memuaskan keinginan Andrew agar dia segera memenuhi janjinya pada mereka.
Sore itu, Aditya merasa kesal bukan main, begitu membaca hasil diagnosis medical check up milik dirinya. Dari balik meja kerjanya, terlihat raut wajah Aditya kecewa banget dan rahangnya sampai kaku. Kedua tangannya terkepal kencang dan sampai menggeletar, sembari memegang lembaran kertas laporan hasil diagnosis. Mata Aditya mencorong tajam, tak bekedip menyelusuri kata demi kata yang tertera di laporan medis itu. Kalau boleh dibilang, emosi Aditya telah mencapai tingkat dewa. Teringat di benak pikirannya, bagaimana saat buah pelirnya berulang-kali dihajar dengan pukulan, tendangan dan injakan oleh mereka itu. Benturan keras itu yang menyebabkan penderitaannya kini. Masih terbayang, rasa sakit yang ditimbulkannya bukan kepalang sampai ke ubun-ubun kepala, bahkan rasanya mau jumpalitan menahan rasa sakit saat itu. Seandainya, orang yang menyebabkan emosi tingkat dewa Aditya itu muncul, mungkin sudah Aditya remukkan wajah orang itu. Itu pun belumlah cukup untuk membayar
Segarra Seaside Escape ini, kata orang merupakan tempat borjuis Jakarta. Mungkin tempat ini didesain dan disiapkan hanya untuk kalangan executive muda dan orang-orang tajir yang haus akan tempat yang dapat memanjakan jiwa dan menghibur diri dengan suasana romantis. Wajarlah, untuk memanjakan kalangan executive muda dan orang-orang tajir agar tidak ragu untuk mengeluarkan uangnya, maka desain enterior dan eksterior Segarra Seaside Escape disiapkan secara eksklusif sedemikian rupa untuk memenuhi standar selera kalangan mereka. Di samping itu, sudah pasti menu yang disajikan pun cukup spesial. Makanya jangan heran kalau terkesan mahal bagi kebanyakan orang. Tapi yang jelas tidak rugi loh, menikmati suasana Segarra Seaside Escape ini. Bagi mereka yang rela merogoh kocek lebih dalam, tentu sebanding dengan kesan dan kepuasan jiwa yang di dapat loh! Yang pasti dapat merasakan suasana romantis sajian high class Jakarta.Kapan lagi, makanya aku tak ingin menghilangk
Dari jauh, aku lihat Aditya berdiri di tepi pantai, menghadap ke laut. Dia sibuk dengan telepon hapenya. Dia serius banget. Dari wajahnya, aku lihat dia tak happy. Dia begitu tertekan. Aditya tidak menyadari, aku telah berada tak jauh darinya. “Ehm!” Yeah! Aku berdehem untuk memecah perhatian Aditya. Sontak, Aditya pun tahu diri, lantas menoleh dan memandangku. Lalu, dia buru-buru memotong pembicaraannya di hape dan mengakhirinya. Sesaat kemudian, Aditya pun segera menghampiriku. “Hai Ana, kok lama sekali?” “Antriannya panjang, Adit!” jawabku sekenanya. So pasti, aku tidak ingin ngomong kalau aku tak sengaja habis berpelukan dengan cowok lain. Bisa kacau, kalau Aditya tahu kejadian yang menimpaku tadi. Bisa-bisa merusak suasana kebersamaanku malam ini dengannya, batinku. Aku pun memutuskan untuk bersandiwara di hadapan Aditya dan merahasiakan kejadian yang menurutku sangat-sangatlah menggetarkan hatiku itu. “Habis menele
Aku tidak ingin tahu apa isi pembicaraan Aditya dengan neneknya itu. Bagiku hal yang wajar saja, jika seorang nenek kangen dengan cucunya. Walau kadang kebangetan, tak kenal waktu. Namun, apa mau dikata?! Makanya, Kakiku terus melangkah perlahan-lahan mengikuti gerak kata hatiku dan berlawanan dengan langkah Aditya. Bola mataku dengan liar celingukan, menjelajahi spot indah di seputar Segarra Seaside Escape dan kedua tanganku saling meremas jemari-jemariku. Semilir angin malam yang menyejukkan, menemaniku memanjakan mata menyelusuri lorong-lorong Segarra Seaside Escape yang bermandikan kilauan tata cahaya lampu warna-warni yang menawan. Pikiranku pun melayang dibuai simponi indah Segarra Seaside Escape. Tanpa aku sadari, tiba-tiba gerak langkahku mengusik perhatian sepasang mata yang berada pada venue eksekutif depan kolam renang. Dia memberi isyarat pada teman-temannya untuk menghentikan canda, begitu lihat diriku. Lalu, dia berdiri dan bertopa
Di sisi lain, Siang itu. Terlihat Anton, Joni dan Raka terperangkap perasaan gelisah. Mereka terlihat sedang duduk di depan bartender Café DapoeR Kinan yang terletak di Unnamed Road, Sei Mangke, Bosar Maligas, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Saat itu, Café DapoeR Kinan cukup ramai, bertepatan dengan jam makan siang. Apalagi, suasana di luar terlihat panas terik, maklum sedang musim kemarau.Tentu hal ini membuat perasaan tambah tak nyaman bagi Anton Cs. Mereka pun sudah memesan minuman silver queen untuk kedua kalinya untuk mendinginkan suasana hati mereka. Mereka sudah tidak sabar menanti kedatangan Andrew. Kini, mereka sangat berharap pada Andrew untuk dapat memberi jalan keluar dari kesulitan yang mereka hadapi. Tidak mudah bagi mantan napi untuk bertahan hidup, tanpa ada uluran tangan orang lain yang mau mengerti akan kondisi mereka. Untuk itu, mereka sudah punya modal untuk dibarter. Mereka yakin Andrew pasti senang dengar informasi tentang
Pikiran Andrew kacau. Makanya, tanpa tedeng aling-aling lagi dia ingin melampiaskan ganjalan di hatinya. Dia tahu kemana harus pergi untuk menenangkan diri. Untuk itu, dia memacu mobil Pajeronya menuju kafe DapoeR Kinan. Di sana teman-temannya telah lama menanti. Dia harap teman-temannya masih setia menunggunya di sana.Tak lama berselang, Andrew pun sampai di kafe DapoeR Kinan. Setelah memarkirkan mobilnya, dia langsung bergegas loncat turun dari mobilnya. Setengah berlari di memasuki cafe. Perasaannya sedikit lega begitu lihat teman-temannya masih duduk di depan meja bartender.“Hai Boss, mengapa wajahmu terlihat kusut gitu?” tegur Joni setengah bercanda, saat menyambut kedatangan Andrew.“Pusing kepalaku!” jawab Andrew. Dia pun mendudukkan pantatnya di kursi putar depan bartender. ”Aku disuruh kawin.”“Wouu…! Mantap itu Andrew,” timpal Anton.“Mantap kepalamu!” gerutu
“Fira, Aditya sekarang sudah berubah loh... Aku gak tau apa penyebabnya?!” cerocosku pada Safira saat kami ketemuan di Sumobo Mall Ambassador Casablanca. “Aditya beda dengan Aditya yang kita kenal dulu, sekarang orangnya temperamental. Dia mudah marah dan gampang tersinggung gitu deh!”Safira terperangah dengar ocehanku. Dia seperti tidak percaya Aditya telah berubah.“Masa sih Ana?! Bukankah Aditya itu orangnya cool dan pertimbangan banget dalam setiap langkahnya.”“Ya, itu dulu,” sanggahku dengan nada sedikit kecewa. Lalu aku memakan es krim yang ada di hadapanku, sebagai pelampias rasa gundah hatiku.“Apa gak kau tanya padanya, apa masalah yang menekannya?”“Itulah yang aku gak habis pikir. Dia bungkam dan menyembunyikan masalahnya. Dia seperti memendam sesuatu dan dia gak ingin aku tau hal itu.”“Apa mungkin quality time kalian kurang kali
Jum’at pagi. Aku pun berkemas-kemas untuk persiapan mengikuti acara family gathering yang diadakan oleh perusahaan tempatku bekerja. Safira pun bantu aku menyiapkan kebutuhanku untuk mengikuti acara family gathering.“Fira, aku minta kamu ya yang mengurus segala kebutuhan Aditya,” godaku pada Safira, sambil melemparkan pantatku ke sisi tempat tidur. Aku pun memandang Safira yang sedang menata pakaianku ke dalam koper. “Selama aku pergi. Aku serahkan sepenuhnya hak atas Aditya padamu…”“Iya, iya…aku yang melayani Aditya. Semuanya ditanggung beres deh soal itu. Puas kamu?” balas Safira. Dia pun berkacak pinggang, sambil menatapku. Senyum simpul pun menghias wajahnya. Yeah, aku lihat sorot matanya, balas menggodaku. Aku tau apa yang ada di benak Safira. Apalagi kalau bukan keinginannya untuk main enjot-enjotan dengan Aditya.“Ih, itu maumu, bukan?” aku kembali menggodanya, sambil mencekal lengannya
“Ah, sial…!” umpatku dalam perjalanan pulang dari kantor. Pikiranku terus terganggu oleh penampakan batang tongkat Cano tadi. Pemandangan mesum tadi pagi terus menghiasi benak pikiranku. “Memang gila Cano itu, Ah!” gumamku kembali. Jantungku berdetak kencang, hingga arus sirkulasi darahku pun jadi tak terkendali. Kepalaku pun jadi pusing. Apalagi, munculnya kedutan di tengah selangkanganku. Yeah…! Aku tahu berahiku bangkit. Makanya aku ingin cepat sampai di rumah. Aku minta Aditya juga buru-buru pulang. Aku sudah tak tahan lagi. Aku ingin Aditya menetralisir darahku yang bergejolak deras dan sudah memenuhi batang otakku. Dalam perjalanan pun tanganku jadi nakal. Berulang kali, tanganku menyentuh area sensitifku. Aku ingin pelepasan. Untungnya ada suara klakson mobil menyadarkanku, akan bahaya di depanku telah mengintaiku. Aku berusaha menepis pikiran mesum dari benak pikiranku dan fokus menyetir mobil. Sebagai teman perjalanan, aku setel radio F
Wow, ada penampakan…! Bola mataku langsung terbelalak lebar, gitu lihat pemandangan yang luarbiasa ada di hadapanku. Aku pun segera menutup mulutku yang terbuka lebar. Mulutku pun jadi terkunci dan tak bisa berkata sepatah katapun. Malah hatiku tergelitik ingin tahu. Mataku terus ingin lihat pemandangan yang menggetarkan jiwaku itu. Aku lihat tubuh Annya begitu putih mulus dan sempurna bagi seorang cewek. Aku lihat juga Annya begitu menikmati goyangannya. Tangannya pun meremas-remas bukit kembarnya sendiri di antara desah dan deru nafasnya yang meluncur bebas dari bibirnya. Sementara, Cano terus menyemangati Annya untuk terus menggerakkan pinggulnya. Darahku berdesir. Aku pun jadi hanyut ingin menikmati pemandangan yang mengusik berahiku juga. Wajahku jadi merona merah lihat permainan Cano dan Annya. Tubuhku pun jadi panas-dingin. Selangkanganku terasa berdenyut juga. Apalagi aku lihat batang tongkat Cano yang panjang dan besar yang menantang itu. Aku lihat berbeda dengan mil
Cano sudah memperhitungkan salah satu cara untuk bisa dekat dengan Ana. Untuk itu dia bungkus dengan logika yang wajar. Sebagai pimpinan perusahaan yang baru tentu butuh chemistry dengan organisasi perusahaannya. Cano pun ingin menunjukkan bentuk apresiasi kebersamaan dalam perusahaan terhadap para karyawan dan keluarga, maka PT. Camerro Investment Solutions akan mengadakan family gathering. Gathering juga merupakan suatu cara untuk bersama-sama rileks sejenak dari kepadatan rutinitas kerja dan menjalin keakraban satu sama lain sehingga terbangun suasana yang kondusif untuk perusahaan.Untuk mewujudkan rencananya, Cano suruh Annya untuk buat proposal acara Family Gathering. Annya senang hatinya dengar Cano akan mengadakan acara family gathering keluarga besar perusahaan. Artinya, mereka akan bersenang-senang dan dia akan lebih dekat lagi dengan Cano. Annya pun dengan cekatan menyusun proposal yang diminta dengan petunjuk Cano itu sendiri. Tak butuh waktu lama, proposal itu te
Malam itu, Pak Leo Candra dinner di rumah. Dia di dampingi oleh anak dan isterinya untuk menyantap makan malamnya. Momen ini dimanfaatkan oleh Jesica untuk menyampaikan nota protesnya. Sementara, Robert memilih diam dan tidak ikut campur masalah perusahaan. Dia memang awam dengan urusan perusahaan. Bukan passion dia soal perusahaan investasi.“Ayah! Mengapa Mardiana itu ayah bagi saham segala? 7,5 persen itu gak sedikit, Ayah…” seru Jesica “Aku sebagai anak ayah sangat keberatan soal itu.”“Iya Ayah! Aku pun jadi bingung lihat cara ayah memberi apresiasi. Ada apa sebenarnya, Ayah?” celetuk isterinya Pak Leo Candra, sembari makan.“Kalian tau apa tentang perusahaan?!” tukas Pak Leo Candra dengan dingin. “Asal kalian tau, pencapaian perusahaan sampai saat ini. Itu semua atas dedikasi kerja dia yang all out.”“Tapi yang bekerja kan bukan dia saja, Ayah. Banyak yang memberi andil…
Yeah…! Siang itu, ada yang merasa bersalah, setelah mengayuh biduk kenikmatan. Aditya dan Safira sudah kembali ke rumah. Aku menyambut kedatangan mereka berdua. Aku langsung memeluk Safira, sambil mencubit pinggangnya. Aditya pun membiarkan aku dan Safira saling berpelukan.“Gimana, seru gak tadi malam?!” bisikku menggoda.Tentu Safira tahu, kalau aku menggodanya telah melewatkan malam pertamanya itu. Wajahnya merona merah. Safira pun melontarkan senyum bahagianya dan memelukku erat-erat. Dia ciuminya pipiku.“Dahsyat! Makasih ya Ana,” bisik balik Safira. “Kamu telah membuatnya serba indah. Aku suka itu.”Aditya tersenyum kecut, curi dengar gurauanku. Dia jengah juga dengan godaanku. Apalagi dia terbayang apa yang telah dia dan Safira lakukan untuk melewatkan malam pertamanya itu. Siapa gak jengah, kalau kedua isteri sendiri yang bahas soal kehebohan senggama dirinya.“Ehem…enak dikau, tegang
Bagi orang yang menikah, tentu yang dinanti-nantikan adalah soal malam pertama. Malam pertama itu begitu sakral. Gimana pengantin baru melewati malam pertamanya? Apakah biasa-biasa saja, atau ingin dapat moment indah yang dapat dikenang seumur hidup? Sudah tentu, aku tidak biarkan Aditya dan Safira melewatkan malam pertamanya dengan biasa-biasa saja dan berlalu tanpa kesan. Aku sudah siapkan tempat istimewa buat mereka. Untuk itu, aku telah booking kamar unique suite di Putri Duyung Resort. Aku minta pihak wedding organizer untuk mempersiapkan segalanya, termasuk dekorasi tata ruang interior dan eksterior cottage tempat menginap. Aku ingin buat suasana yang berkesan romantis buat Aditya dan Safira. Pilihanku tepat di Putri Duyung Resort. Land scape Putri Duyung Resort begitu mempesona dan menarik sekali. Apalagi posisi tepat antara pemandangan hutan tropis yang teduh dan nyaman di tepi pantai teluk Jakarta yang eksotis dan di pinggir danau Kawasan Taman Impian Jaya Ancol. So pasti,
Sabtu siang itu, aku cukup puas lihat aula kantor urusan agama ramai oleh pengunjung yang diundang khusus menghadari akad nikah Aditya dan Safira, termasuk para tetangga di komplek perumahan tempatku tinggal. Tidak sedikit di antaranya yang menggeleng-gelengkan kepala dan salut padaku. Mereka sangat memuji tindakan dan ketulusanku membiarkan suami nikah lagi untuk yang kedua kalinya atas prakarsaku. Mana ada cewek di dunia yang rela dan tulus berbagi ranjang dengan cewek lain. Apalagi calon mempelai wanitanya itu pilihan isteri pertama itu sendiri. Aku dan dibantu panitia yang telah dipersiapkan oleh WO yang aku sewa dengan gembira menyambut para undangan di depan pintu masuk aula.
Pagi itu, suasana kantor sungguh hening, lain dari biasanya. Biasanya suasana kantor penuh dengan keceriaan. Maklum perubahan pimpinan biasanya membawa suasana baru juga. Karyawan pada menahan diri, wait and see. Walau mereka sebenarnya tidak ingin mengubah suasana kekeluargaan yang sudah terbangun selama ini. Mereka sudah terbiasa dengan etos kerja kekeluargaan, di mana mereka sudah merasa perusahaan merupakan bagian kehidupannya. Rasa memiliki mereka begitu kuat, hingga perusahaan bisa besar seperti sekarang ini. Mereka tidak ingin suasana kantor jadi kaku dan membosankan. Mereka tidak ingin dijadikan seperti robot, diperah saat dibutuhkan dan dibuang setelah tak produktif lagi.Mereka sedikit kuatir, karena mereka tahu pimpinan baru merupakan jebolan Singapura. Mereka pun takut pola kerja yang dibawa, sama dengan pola kerja yang berkembang di Singapura. Pekerja dipandang seperti robot, hingga kehilangan a sense of humanity. Apakah Cano sebagai direktur