Pagi hari...
Keyla membantu ibunya memasak memotong bawang merah, sedikit tak fokus sebentar melirik ke arah pintu yang berharap ayahnya datang. Pada hal ia sudah menunggunya semalaman suntuk, namun tak ada satu tanda pun yang menandakan kedatangan ayahnya.
Kembali melamun. Pada hal tangannya tergores pisau bahkan mengeluarkan darah. Tak bergeming atau merasakan sakit. Ibunya menepuk pundaknya, ia melirik namun saat melihat tangannya yang berdarah hanya sedikit bereaksi. Ibunya panik mengambil kotak p3k, hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan yang tiada henti dari ibunya.
"Keyla, kalau kamu lagi gak merasa enak badan. Kamu istirahat lagi aja, nanti kalau ayah datang ibu bangunkan kamu," kata ibunya sedikit mengkhawatirkan putrinya.
"Aku hanya mau tetap di sini, menunggu ayah," ungkap Keyla menegaskan keinginannya.
Tok, tok, tok.
Seseorang mengetuk pintu, Keyla tersenyum bahagia ingin secepatnya memeluk ayahnya lalu meminta maaf duluan. Ia m
See you, next part ➡️
Tetap mencoba membujuk Keyla merelakan kepergian ayahnya, karena harus secepatnya dimakamkan. Setelah beberapa saat Mexsi menjelaskan padanya, akhirnya ia mengerti namun air mata yang mengalir deras tak bisa terhenti.Tersadar. Ibu Keyla terbangun, lalu berdiri melihat putrinya yang sedang menangis dalam dekapan Mexsi. Ia berjalan terduduk disamping putrinya, Keyla melirik kearahnya langsung memeluknya dengan sangat erat.Mereka berdua menangis bersama. Tina, Will dan Tino tiba di depan rumahnya. Tina dan Will berlari ke arah mereka yang sedang kehilangan, berduka cita."Bu, aku, aku... belum bilang sama ayah. Kalau aku sudah memaafkannya, aku ingin makan bakso buatannya lagi... aku... ak.. " kata Keyla bicara terbata-bata masih dalam dekapan ibunya."Keyla, ayahmu pasti sudah mengetahuinya. Kamu jangan berpikir yang macam-macam, tenangkan dirimu... " kata ibunya menangis memeluknya semakin erat.
Sedikit merasa ada hal yang aneh dan sesuatu seperti rahasia yang Keyla sembunyikan. Mexsi hanya menatapnya dengan penuh harapan agar gadis itu benar-benar terlihat baik-baik saja, namun ia tetap percaya jika gadis itu luka di dalam."Ada pertanyaan lagi? Kalau gak ada gue mau cabut, mau masuk ke kelas bentar lagi bel," kata Keyla dengan santainya berjalan ke depan tanpa menoleh sedikitpun, lalu Sarah menarik tangannya.Menengok dan berbagai pertanyaan ada di pikirannya, sebenarnya apa yang akan dia lakukan?"Lo yakin, kecelakaan itu cuma kecelakaan tabrak lari? Bukan sesuatu yang direncanakan oleh orang lain?" tanya Sarah menarik tangannya dan membuat Keyla menatapnya dengan sangat terkejut."Apa maksud lo? Apa lo tahu sesuatu tentang kecelakaan ayah gue?" tanya Keyla dengan sangat serius menatapnya.Sarah berbisik kepadanya lalu berkata, "Kalau lo mau tah
Mexsi tak langsung bertanya hanya melihatnya dan terus memeluknya dengan sangat erat. Sampai Keyla mengajukan sebuah pertanyaan."Apa aku harus melanjutkan hidup? Apa aku harus tetap hidup?" tanya Keyla tanpa membalas pelukannya.Mendengar hal itu Mexsi sangat terkejut, bahkan ia sampai mengangkat tubuhnya. Ia menyandarkan dagunya di atas bahu Keyla sampai pipi mereka saling bersentuhan, tak langsung menjawab pertanyaannya ia hanya terdiam sejenak lalu menjawab."Setiap orang tentu memiliki ujian yang berbeda-beda, seperti halnya kamu sedang diuji jangan menyerah. Pada dasarnya setiap makhluk hidup pasti akan menemui yang namanya kematian, semuanya sudah ditentukan.""Lalu, jangan pernah berpikir bahwa kamu sendirian. Masih ada aku, yang tak akan meninggalkan kamu sendiri... " bagian terakhir ia memegang pundaknya dengan kedua tangannya lalu, menghadapkan wajah Keyla ke hadapann
Pagi-pagi sekali Mexsi menyiapkan sarapan untuk Keyla, lalu mencium wangi yang sangat harum sampai membuatnya membuka mata dan melihat ke arahnya. Ia tersenyum melihat Mexsi sedang berdiri membelakanginya menyiapkan makanan, mendekat. Memeluknya dari belakang.Mexsi terkejut."Aku selalu melakukan hal ini, jika ibu menyiapkan sarapan pagi. Hanya mengulang, jangan salah paham," kata Keyla semakin erat memeluknya.Membiarkannya tetap begitu, Mexsi tersenyum sambil membalikan badannya. Keyla tak ingin menatap wajahnya, karena saat ini wajahnya pun ikut memerah."Hanya mengulang, atau kau memang sedang merindukanku?" kata Mexsi bertanya padanya berbalik menggoda membalas perilakunya tadi malam."Ah, gak ko. Yaudah, aku mau siap-siap ke sekolah," kata Keyla mencoba menurunkan tangannya.Namun Mexsi membalas pelukannya. Semakin erat. "Aku ha
Kedua matanya membulat, mulutnya menganga, kedua alisnya terangkat. Terkejut melihat siapa wanita yang ada dihadapannya saat ini, ia melangkah dan berkata."Sa.. ra.. h." Keyla sedikit tegang."Haha... " Sarah sedikit tertawa saat mendengar hal itu darinya.Tak ingin berlama-lama di tempat itu, ia secepatnya mengatakan siapa yang sudah membunuh ayahnya? ingin melihat secara langsung video dengan jelas. Namun Sarah berkata padanya untuk bersabar, karena jika dia tahu mungkin itu akan mengganggu konsentrasinya juga kebahagiaannya.Hanya mencoba mengangguk dan mengikuti langkah Sarah yang saat ini berjalan ke ruang CCTV. Di sana terdapat 2 orang bertopeng, salah satunya memakai masker. keduanya memakai pakaian berwarna hitam, sampai Keyla sedikit takut saat mereka meliriknya.Sarah mengangkat satu jari mulai menunjukkan kodenya, salah satu di antara orang itu
Gelas itu hancur menjadi serpihan kecil, bagaikan hati Keyla saat ini. Melotot menatap orang tua itu, dia adalah pembunuh ayahnya. "Key," ucap Mexsi menegur Keyla. Namun Keyla tak bergeming beberapa saat, ia memegang dadanya yang semakin lama semakin sesak. Sakit rasanya, berlari keluar dari lestoran itu. Mexsi sempat memegang lengannya, namun ia mengernyitkan keningnya, bagaikan menahan sedih dan amarah. Tanpa Mexsi sadari, ia menurunkan lengan Keyla secara perlahan. Gadis itu pun melanjutkan pergi dari sana meninggalkan tempat itu. Berlari, pada hal saat ini ia sedang menggunakan sepatu hak tinggi. BRUGH! Keyla terjatuh. Tangan kirinya memegang dadanya yang terasa sangat sesak, sedangkan tangan kanannya memegang rumput. Hujan secara tiba-tiba turun, membasahi tubuhnya, lengkap sudah penderitaannya. "Apa ayah mengenalnya?" sontak Mexsi dengan pertanyaannya. Bertanya tanpa menatap wajah ayahnya. "Gak, ayah tidak mengenal wanita
"Gue gak paham, mending lo pergi dari sini. Pikirkan perasaan Tina. Dia lebih membutuhkan lo dibandingkan gue," kata Keyla bangkit meninggalkan Will. Will menangkap tangannya. "Baiklah, tapi gue mau lo pikirkan baik-baik perkataan gue barusan. Sampai kapan pun kalau lo mau kembali ke," ia mengangkat tangan Keyla meletakan didadanya. "Hati gue, akan selalu terbuka buat lo. Kapan pun itu, dan gue mau antar lo. Udah malam takut ada orang yang berbuat jahat sama lo." Daripada menolak, pasti Will akan terus memaksanya. Mengingat bagaimana pun juga dulu di antara mereka pernah memiliki hubungan khusus, jadi Keyla paham betul sifatnya. "Baiklah." Keyla sedikit mematuhi keinginan Will. Kenapa? Kenapa ayah menyembunyikan kenyataan bahwa ia telah menabrak ayahnya Keyla. Kenapa? Pikir Mexsi yang masih belum percaya apa yang saat ini terjadi. Dengan kecepatan penuh, Mexsi melaju begitu cepatnya. Didepannya terlihat seseorang yang sedang menyebrang, ia mem
"Keyla, aku telah berjanji pada dirinya. Untuk bisa membuatmu bahagia, untuk bisa membuatmu menghapus setiap tetes air mata, semua kesedihan yang kamu luapkan. Ternyata aku nggak bisa melakukan apa pun, aku hanya bisa membuatmu semakin terpuruk dan menderita. Baiklah, aku akan belajar untuk membiarkanmu meninggalkanku. Tapi, aku mohon padamu jangan memintaku untuk melupakanmu." Mexsi bangkit dari sana."Kenapa? Kenapa kau memilih untuk nggak melupakan aku?" tanya Keyla dengan serius menatapnya."Sampai kapan pun, kamu akan tetap berada di dalam hatiku," kata Mexsi menjawab pertanyaannya. Ia pun pergi dari sana, dengan tangis lalu sedikit tersenyum.Keyla mencoba tegar. Sejujurnya kakinya ingin tergerak mengejar, menghentikan Mexsi lalu kembali memeluknya. Namun, pikirannya menolak untuk melakukan hal itu.Belum lama Mexsi meninggalkannya sendirian di sana. Handphonenya
Kepala Keyla sulit sekali bergerak, ia tak mampu menengok ke belakang. Ia berjanji tidak akan menangis lagi, tetapi sulit baginya berhenti. Lelaki itu melingkarkan tangannya pada tubuh Keyla, lalu mendekapnya tanpa ragu dari belakang."Kau jahat sekali, kenapa berpura-pura tidak mengenaliku?" tanya Mexsi menopang dagunya di atas pundak Keyla. "Kau tahu aku begitu menderita, setiap hari harus meminum obat dan melupakan semua hal tentangmu." "Ba .. gaimana mungkin, kau mengingatku kembali. Harusnya kau tetap melupakanku, Mexsi!" Jerit Keyla dengan wajah sedih."Itu kah maumu?" tanya Mexsi mundur selangkah. Keyla tetap tidak berani berbalik, apalagi menatap wajahnya. "Baik kalau begitu, aku pergi .... "Keyla tiba-tiba saja memegang lengannya sambil menunduk, tangannya bergerak sendiri tanpa meminta izin pada pemiliknya. "Aku ... Aku takut menembakmu, aku sangat takut kehilanganmu.""Tatap mataku, Keyla," kata Mexsi. Gadis itu hanya dapat menggeleng. "Kubilang tatap mataku, Keyla!" Teri
Tina dan Ino terdiam sesaat, mereka berharap kalau Keyla tidak memikirkan perkataan Tino. Mereka meyakini jika sampai percaya maka apa yang akan terjadi pada sahabatnya, tiba-tiba saja Keyla berdiri, menatap segan ke arah Tino. "Keyla mau ke mana?" tanya Ino pelan."Keyla, di sini aja ya. Gak usah dengerin apa yang barusan Tino bilang, kita kan tahu kalau dia suka bercanda. Dan selalu membangkitkan emosi kita, iya kan Ino?" kata Tina melirik pelan ke arah Ino."Oh iya haha." Ino sedikit tertawa sambil memukul pelan pundak Tino.Selama ini Mexsi yang menemani Kayla dalam keadaan sesulit apapun, bahkan sampai detik-detik terakhirnya saja. Mexsi mampu membuat bahagia di masa sulitnya, apakah Keyla menyadari hal itu. Tentu saja, Keyla sangat memahami hubungan mereka berdua. Satu hal lagi yang belum Keyla tahu. "Gue sama Mexsi udah saling benci pada saat usia kanak-kanak."Tina langsung bertanya. "Apa penyebab kalian saling membenci?"Ino dan Tino hanya menatap ke dalam mata Keyla sambil m
Hanyut dalam dekapan ibu Ino membuat Keyla semakin tak sanggup menahan air matanya. Cukup lama ia menahannya, terbendung sudah hampir meluap keluar. Air matanya mengalir deras turun melewati pipinya yang kini memerah, ia tidak tahu kalau selama ini ia butuh dipeluk oleh seseorang dalam keadaannya yang sedang mencari informasi terkait kematian kakaknya.Ibu Ino berniat menceritakan sedikit tentang semasa hidup Kayla, waktu itu di mana geng Sarah menghancurkan usahanya. Sebagai ibu pemilik kantin di sekolah Ino dulu, Ibu Ino melepaskan pelukannya. Menatap Keyla yang saat ini sedang mengusap air matanya. "Kakakmu Kayla adalah gadis yang sangat baik, dia sangat berjasa bagi kami." Tiba-tiba saja ibu Ino membahas tentang kakaknya."Benarkah?" Kedua bola mata Keyla berbinar-binar saat mengatakannya."Tentu saja, Kayla maju digaris paling depan. Saat kantin kami sedang diobrak-abrik oleh Sarah dan teman-temannya, Kayla sempat terluka dia tidak menyerah sedikit pun. Demi membantu kami, dia sa
Ibunya mendongak ke atas menatap wajah putranya. "Aku tahu betul, jika tangan Bunda bergetar seperti ini. Artinya Bunda berbohong, apakah sangat sulit bagi Bunda memberitahuku yang sebenarnya?" tanya Mexsi masih tetap memegang tangan ibunya."Bunda sudah memesan tiketnya, lebih baik kita bergegas. Nanti ketinggalan pesawat.""Cukup Bunda!" Mexsi sedikit meninggikan suaranya, tapi masih dalam batas wajar. Ia melangkah pergi ke depan pintu."Mau kemana?" tanya ayahnya yang baru saja sampai di depan pintu."Ayah, cegah dia Yah. Mexsi kita mau pergi, dia tidak ingin ikut bersama kita kembali ke Singapura. Ayo Ayah cegah dia," kata istrinya merasa ketakutan yang amat sangat dalam.Suaminya menggeleng. "Biarkan saja.""Apa maksud Ayah?""Biarkan saja Mexsi tinggal dan melanjutkan studynya di sini."Mexsi berhenti melangkah, membulatkan matanya, menengok ke arah ayahnya sedang bicara. Ternyata ayahnya malah memilih membela dirinya ketimbang ibunya sendiri. Selama ini, ayahnya selalu tunduk d
Puk. Sekotak kecil menimpa kepalanya, sampai Mexsi mengelus kepalanya beberapa kali tanpa bersuara. Kotak kecil itu patah, sehingga terlihat isinya sedikit. Ia memegang kotak itu lalu memperhatikannya dengan seksama, nampak tidak asing baginya. Ia mengambil buku diary ingin membuka selembar kertas. "Mexsi!" Jerit ibunya dari luar kamar. Mexsi sampai menjatuhkan buku diary milik kakaknya, ia jongkok mengambil buku diary itu. Ibunya langsung merebut buku itu darinya, ia mengangkat kedua alisnya."Bunda kembalikan, buku diary itu milikku." Pinta Mexsi merengek dengan sedikit bergurau."Nggak, mulai detik ini, buku diary ini. Milik Bunda," jawab ibunya tersenyum masam."Kenapa begitu?" Mexsi menaikan sebelah alisnya karena tak terima buku itu tiba-tiba diambil ibunya."Gak usah banyak tanya, kalau kamu mau buku diary ini. Maka kembalilah ke Singapura, Bunda pasti memberikannya padamu." Ibunya melangkah pergi dari sana setelah mengatakannya.Mexsi hanya terdiam sambil memikirkan segala ke
"Biar gue tarik kata-kata gue waktu itu, beres kan?" jawab Keyla lalu bertanya padanya."Bisa gak, jangan egois. Ambil keputusan secara sepihak begitu, kita.""Kenapa, kenapa, nyawa kalian bisa dalam bahaya jika terus bareng gue. Kalian tahu sendiri kan, ayah gue udah jadi korban. Dan gue gak mau kehilangan lagi, gue mohon sama kalian jangan pedulikan untuk kali ini saja, jangan menoleh. Cukup berpaling aja," ungkap Keyla yang bersungguh-sungguh takut kehilangan lagi.Tina dan Ino terdiam sesaat, lalu Tina maju selangkah menujunya. "Terus lo pikir kita juga mau gitu kehilangan sahabat kita lagi?""Kenapa kalian sampai segitunya, harusnya kalian gak usah melakukan hal ini.""Karena kita ini sahabat," jawab Ino dengan tersenyum sambil menutup matanya."Huaaaa!" Keyla menangis sejadi-jadinya di tempat itu. Tina dan Ino kembali saling pandang, mereka memeluk Keyla bersamaan. Mereka menumpahkan kesedihan, kerinduan, serta persahabatan menangis bersama di sana. Beberapa saat Ino menghapus a
Para pelayan itu kembali setelah beberapa saat, Mexsi mulai bingung dengan dirinya sendiri. Terkejut dengan apa yang baru saja ia pesan, ternyata makanan itu sama dengan apa yang dipesan gadis itu. Tapi makanan itu sangat familiar untuknya, rasanya ia sudah pernah memberikan makanan itu pada seseorang tetapi siapa?Keyla bukan tanpa sebab memilih berada di lestoran itu, ia merindukan sahabatnya yaitu Ino berada di sana. Tanpa gadis itu sadari Ino telah berada dihadapannya, duduk di sana sembari terus memperhatikannya.Mexsi sedang mengunyah makanannya, seseorang menepuk pundaknya dari belakang. Ia menoleh dengan santai, setelah mengetahui siapa orang itu ia tetap melanjutkan makan. "Gue cari lo kemana-mana ternyata lo ada di sini, lagi enak makan lagi. Bla, bla." Dito ngedumel dengan seribu bahasanya.Dirasa cukup lelah membacot sendirian, akhirnya ia memilih duduk memesan minum. Kembali menatap wajah Mexsi. "Udah makannya kan?" tanya Dito sambil menyeruput segelas kopi hangat."Iya,"
"Iya Keyla, maksudku kanker itu kantong kering," jawab Dito sedikit membekap mulutnya sendiri. Terdengar cekikikan kecil di sana. Keyla mengerutkan keningnya. "Aku mau beli bunga buat dimakam, masalahnya aku gak bawa uang. Gimana ya?" lanjutnya kembali melirik Keyla dengan penuh harap.Tanpa berpikir panjang Keyla langsung mengambil dompetnya dari dalam tas selempangnya. Ia mengeluarkan beberapa sejumlah uang dari sana, memberikannya pada lelaki itu tentu saja sudah mengerti Dito tak mau mengambilnya. "Apa lagi, masalahnya?" tanya Keyla sedikit geram.Dito malah melangkah dengan cepat memegang tangan Keyla. Entah kenapa Mexsi merasa kesal setengah mati, ketika melihat Dito memegang tangan gadis itu. "Bisa tolong pilihkan, aku gak paham caranya memilih bunga yang bagus. Aku mohon banget sama kamu. Bantu aku untuk kali ini aja ya, ya." Dito mengatakannya dengan penuh harap. Dengan amat sangat terpaksa Keyla mengangguk. "Emang kamu mau ziarah ke makam siapa?""Kak Morgan, terus aku sam
Dito meraih daun pintu mobilnya, lalu menyuruh Mexsi masuk ke dalam. Ia langsung tancap gas, ditengah perjalanan menancap rem sampai tubuh Mexsi sedikit terpental ke depan. Lelaki itu menatapnya sinis, sedangkan Dito menoleh ke belakang dengan mengerutkan keningnya. "Ada apa?" tanya Mexsi sedikit kesal dibuatnya."Gue baru inget Mexsi," selorohnya dengan nada sombongnya."Inget apaan?" Kembali bertanya dengan menaikan sebelah alisnya."Mau pergi ke mana?""Ck," Mexsi berdecak heran. "Mangkannya tanya dulu, cari aja di Maps. Makam terdekat taman indah buana," katanya melipat kedua tangannya di atas dada."Oke!" Mereka kembali melanjutkan perjalanannya.Sesampainya mereka di tempat tujuan. Dito turun dari balik pintu mobil, ia mulai sigap membukakan pintu mobil untuk Mexsi. Kenapa demikian? Mexsi berpikir jika Dito tak membukakannya pintu nanti akan disuruh masuk kembali. Seperti kejadian di waktu yang lalu, saat mereka berada di Singapura. Ingatan Mexsi tajam mengenai hal itu, tapi ia