“Heh! Ngapain kamu di sini, keluar sana ... keluar!!” Ibu Aneu berteriak seraya mengibaskan tasnya pada tubuh Anggit yang sedang berbaring di sofa panjang.Wanita paruh baya itu begitu geram hingga membabi buta mengusir Anggit.Pagi sekali dirinya diberitau Jessie bila sang menantu dilarikan ke rumah sakit, maka dari itu buru-buru ia pergi ke rumah sakit sampai melupakan olah raga rutin yang ia lakukan setiap pagi tapi setibanya di rumah sakit malah menemukan betina tidak tau diri itu di ruang rawat menantunya.Anggit mengerjap kemudian mendudukan tubuhnya masih mencari kesadaran setelah direnggut paksa dari alam mimpi. Sementara Akbi dan Bee yang masih tertidur pulas dengan saling memeluk di atas ranjang hydrolick juga tersentak kaget, seketika bangun dari tidur yang baru terlelap beberapa jam lalu.“Ibu Aneu?” gumam Anggit.“Iya, ini saya ... sekarang keluar kamu!” Ibu Aneu berseru geram. “Jessie, seret dia keluar! Saya tidak ingin melihat dia di ruangan menantu saya!” Berhubung
Hati orang tua mana yang tidak sakit melihat rumah tangga anaknya di ambang perpisahan.Sama seperti hati Ibu Aneu yang sakit saat mengetahui Beni justru menyerahkan semua keputusan kepada Bee.Bukan keputusan biasa karena ini menyangkut kebahagiaan dan keutuhan rumah tangga sang anak angkat tersayang.Baru kemarin Anggit melempar hinaan yang seakan mendesak Bee agar segera melepaskan Akbi sementara yang menjadi alasan Bee masih bertahan memperjuangkan rumah tangga dan cintanya adalah Beni.Ibu Aneu tau betul bila Bee sangat mencintai Akbi terlepas dari sikap Akbi yang tempramental tapi kenyataannya lelaki itu telah berubah karena rasa cintanya yang besar kepada Bee.Lalu bila Bee dan Akbi memang saling mencintai, bersedia menerima segala kekurangan dan kelebihan juga mampu menekan ego masing-masing demi kebahagiaan satu sama lain maka sungguh sangat disayangkan bila mereka harus berpisah hanya karena masalah yang timbul dari pihak luar.Lain hal dengan dirinya dan sang suami yang mem
“Tuan sedang beristirahat, jadi saya harap Nyonya tidak mengganggunya dulu ...,” kata Aldo menahan Diana yang akan masuk ke dalam kamarnya.Sekertaris suaminya itu tampak sibuk dengan laptop dan tab saat baru saja ia tiba di lantai tiga.Dan ia juga tidak menemukan Beni di manapun sehingga ia mencari suaminya di dalam kamar dan ternyata dugaannya benar namun ia berang ketika Aldo menghadangnya.“Sejak kapan kamu berani melarang saya? Saya Nyonya di rumah ini dan saya berhak masuk ke bagian manapun di rumah ini justru kamu yang hanya pegawai suami saya dan saya bisa saja mengusir kamu sekarang juga!” Diana berseru geram membalas Aldo yang menurutnya telah lancang.Aldo menunduk kemudian tersenyum tipis, sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan Diana bahkan dibalik senyum tipisnya tersirat secuil penghinaan karena wanita yang telah jelas-jelas berkhianat kepada keluarga pemilik syah rumah ini masih mengaku sebagai Nyonya rumah.“Maaf Nyonya, saya diperintahkan Pak Beni untuk menahan
“Apa Bapak akan memproses laki-laki itu secara hukum?” Aldo bertanya kepada Beni sesaat setelah mereka memasuki ruangan Beni-pimpinan paling tinggi di perusahaan itu.Beni mengembuskan nafas, ia duduk di kursi kebesarannya dengan tampang kuyu padahal sinar mentari yang begitu cerah seharusnya bisa membuat siapa saja bersemangat.Laki-laki yang dimaksud Aldo pasti simpanan istrinya, jujur ia tidak ingin memikirkan itu lagi. Demi apapun hal itu sangat melukai hatinya, ia tidak bisa janji untuk mempercayai Diana lagi setelah pengkhianatan sang istri padanya.Ia ingin lari sejauh mungkin dari masalah ini, jantungnya selalu terasa nyeri bila benaknya mulai memikirkan ke arah sana.“Nanti dia akan berkoar-koar di depan media dan malah akan mencoreng nama baik perusahaan dan keluarga saya,” balas Beni lemah.“Maksud saya karena telah membuat Akbi terluka hingga mengalami gegar otak ringan,” Aldo meralat meski ia tau akan berujung sama karena Beni menjunjung perusahaan dan nama baik keluarga
“Jadi Mama pergi dari rumah?” Beni menoleh kepada anaknya. “Enggak mungkin Papa yang pergi karena itu rumah peninggalan orang tua Papa ... bukan gono-gini.” Akbi mengangguk mengerti, pandangannya ia kembalikan ke arah kolam ikan yang berada di halaman belakang rumahnya.“Rumah ini udah atas nama Bee, apartemen juga ... jadi setelah bercerai nanti, Akbi yang harus pergi ya, Pa?” Beni mengusap pundak sang anak, menatapnya prihatin. “Apa kamu enggak bisa merubah keadaan agar kalian enggak perlu bercerai? Papa udah bikin alasan loh dengan meminta cucu, kamu maju lah selangkah lagi ... dobrak pertahanan Bee, biar kalian enggak bercerai.” “Papa tau tentang perjanjian Akbi sama Bee?” Beni tersenyum, ia luruskan pandangannya ke depan memutus tatapan Akbi yang baru saja di arahkan padanya.“Apa yang Papa engga tau?” “Alaaaah, bukannya Papa baru kecolongan diselingkuhin Mama?” Beni tersenyum sedikit lebar, ia sandarkan punggungnya pada sun lounger kemudian meluruskan kakinya.“Papa bisa
“Ini apa?” Bee bertanya dengan suara pelan, terdapat kerutan di antara alisnya.Tangannya mengangkat kemeja Akbi yang terdapat banyak noda darah yang telah mengering di sana.Tentu saja Akbi gelagapan, ketika pulang tadi istrinya tampak telah terlelap, mengecup pipi Bee sekilas kemudian bergegas membersihkan tubuhnya di kamar mandi.Ia tadi terburu-buru membuka pakaiannya dan meletakan di lantai depan pintu kamar mandi, bermaksud akan memasukan ke keranjang cucian setelah dirinya selesai dari kamar mandi.Namun sayang ternyata sang istri terjaga dan langsung mempertanyakan noda darah Dicky di kemejanya.Akbi mengerjap pelan, tangannya sibuk mengeringkan rambut dengan handuk kecil, ia pun melangkah mendekat.Bee mundur satu langkah. “Ini darah siapa, Akbi?” Bee tidak akan berhenti bertanya sebelum Akbi menjawab meski ia sudah bisa menduga darah siapa yang ada di kemeja putih suaminya.Helaan nafas terdengar, Akbi menunduk sambil memejamkan mata sekilas.Ia letakan kedua tangannya di pi
Hari ini adalah jadwalnya kontrol kandungan Bee yang sudah menginjak trimester dua akhir, perutnya begitu besar berbanding terbalik dengan postur tubuhnya yang kecil.Bila biasanya Ibu hamil terlihat gemuk dan mengembang, lain halnya dengan Bee yang semakin kurus.Padahal semenjak menginjak trimester dua napsu makannya tidak terbendung, muntah dan mual menghilang sehingga ia bisa makan dengan lahapnya.Apa karena semua makanan yang ia makan terserap oleh janin kembar yang ada di dalam perutnya?Akbi menyerongkan tubuhnya, merentangkan tangan di sepanjang sandaran kursi yang Bee duduki lalu mengusap perut Bee lembut.Selalu saja ada pergerakan di dalam sana ketika Akbi menyentuh perut Bee, seperti saat ini tonjolan demi tonjolan muncul membuat Akbi menelan saliva, menatap ngeri perut Bee.Bee sedikit mendongak mempertemukan netra mereka, keduanya tersenyum tipis merasa canggung.Semenjak pertengkaran mereka dua hari lalu sebagai bentuk protes keras Bee terhadap Akbi yang main hakim sen
“Akbi,” panggil Diana melirih saat menyadari sang anak sudah berada di ambang pintu entah sejak kapan.“Keluar Ma ... keluar dari rumah Akbi,” usir Akbi dengan nada rendah.Saking kecewanya, Akbi sudah tidak meledak-ledak lagi. “Akbiii ... .” Diana berjalan mendekati Akbi yang malah mundur selangkah untuk menjauh seakan Diana adalah seseorang dengan penyakit menular yang mematikan.“Tolong pergi dari rumah Akbi, Ma ... jangan nodai rumah Akbi dengan sifat dan sikap Mama yang buruk,” ucap Akbi layaknya pedang yang menghunus tepat di jantung Diana.“Akbiii,” tegur Bee dan seketika mendapat sorot mata tajam dari suaminya.Akbi sedang tidak ingin mendapat teguran atau omelan dari Bee, kekecewaan yang sangat besar itu memberi Akbi akses VIP untuk mengambil sikap kepada Mamanya.Baik, Bee akan diam di depan Diana tapi mungkin nanti ia akan sedikit mempengaruhi Akbi untuk mengingatkan pria itu kembali bila Diana adalah wanita yang telah melahirkannya ke dunia.Air mata luruh membasahi wajah