“Tuan sedang beristirahat, jadi saya harap Nyonya tidak mengganggunya dulu ...,” kata Aldo menahan Diana yang akan masuk ke dalam kamarnya.Sekertaris suaminya itu tampak sibuk dengan laptop dan tab saat baru saja ia tiba di lantai tiga.Dan ia juga tidak menemukan Beni di manapun sehingga ia mencari suaminya di dalam kamar dan ternyata dugaannya benar namun ia berang ketika Aldo menghadangnya.“Sejak kapan kamu berani melarang saya? Saya Nyonya di rumah ini dan saya berhak masuk ke bagian manapun di rumah ini justru kamu yang hanya pegawai suami saya dan saya bisa saja mengusir kamu sekarang juga!” Diana berseru geram membalas Aldo yang menurutnya telah lancang.Aldo menunduk kemudian tersenyum tipis, sama sekali tidak terpengaruh dengan ucapan Diana bahkan dibalik senyum tipisnya tersirat secuil penghinaan karena wanita yang telah jelas-jelas berkhianat kepada keluarga pemilik syah rumah ini masih mengaku sebagai Nyonya rumah.“Maaf Nyonya, saya diperintahkan Pak Beni untuk menahan
“Apa Bapak akan memproses laki-laki itu secara hukum?” Aldo bertanya kepada Beni sesaat setelah mereka memasuki ruangan Beni-pimpinan paling tinggi di perusahaan itu.Beni mengembuskan nafas, ia duduk di kursi kebesarannya dengan tampang kuyu padahal sinar mentari yang begitu cerah seharusnya bisa membuat siapa saja bersemangat.Laki-laki yang dimaksud Aldo pasti simpanan istrinya, jujur ia tidak ingin memikirkan itu lagi. Demi apapun hal itu sangat melukai hatinya, ia tidak bisa janji untuk mempercayai Diana lagi setelah pengkhianatan sang istri padanya.Ia ingin lari sejauh mungkin dari masalah ini, jantungnya selalu terasa nyeri bila benaknya mulai memikirkan ke arah sana.“Nanti dia akan berkoar-koar di depan media dan malah akan mencoreng nama baik perusahaan dan keluarga saya,” balas Beni lemah.“Maksud saya karena telah membuat Akbi terluka hingga mengalami gegar otak ringan,” Aldo meralat meski ia tau akan berujung sama karena Beni menjunjung perusahaan dan nama baik keluarga
“Jadi Mama pergi dari rumah?” Beni menoleh kepada anaknya. “Enggak mungkin Papa yang pergi karena itu rumah peninggalan orang tua Papa ... bukan gono-gini.” Akbi mengangguk mengerti, pandangannya ia kembalikan ke arah kolam ikan yang berada di halaman belakang rumahnya.“Rumah ini udah atas nama Bee, apartemen juga ... jadi setelah bercerai nanti, Akbi yang harus pergi ya, Pa?” Beni mengusap pundak sang anak, menatapnya prihatin. “Apa kamu enggak bisa merubah keadaan agar kalian enggak perlu bercerai? Papa udah bikin alasan loh dengan meminta cucu, kamu maju lah selangkah lagi ... dobrak pertahanan Bee, biar kalian enggak bercerai.” “Papa tau tentang perjanjian Akbi sama Bee?” Beni tersenyum, ia luruskan pandangannya ke depan memutus tatapan Akbi yang baru saja di arahkan padanya.“Apa yang Papa engga tau?” “Alaaaah, bukannya Papa baru kecolongan diselingkuhin Mama?” Beni tersenyum sedikit lebar, ia sandarkan punggungnya pada sun lounger kemudian meluruskan kakinya.“Papa bisa
“Ini apa?” Bee bertanya dengan suara pelan, terdapat kerutan di antara alisnya.Tangannya mengangkat kemeja Akbi yang terdapat banyak noda darah yang telah mengering di sana.Tentu saja Akbi gelagapan, ketika pulang tadi istrinya tampak telah terlelap, mengecup pipi Bee sekilas kemudian bergegas membersihkan tubuhnya di kamar mandi.Ia tadi terburu-buru membuka pakaiannya dan meletakan di lantai depan pintu kamar mandi, bermaksud akan memasukan ke keranjang cucian setelah dirinya selesai dari kamar mandi.Namun sayang ternyata sang istri terjaga dan langsung mempertanyakan noda darah Dicky di kemejanya.Akbi mengerjap pelan, tangannya sibuk mengeringkan rambut dengan handuk kecil, ia pun melangkah mendekat.Bee mundur satu langkah. “Ini darah siapa, Akbi?” Bee tidak akan berhenti bertanya sebelum Akbi menjawab meski ia sudah bisa menduga darah siapa yang ada di kemeja putih suaminya.Helaan nafas terdengar, Akbi menunduk sambil memejamkan mata sekilas.Ia letakan kedua tangannya di pi
Hari ini adalah jadwalnya kontrol kandungan Bee yang sudah menginjak trimester dua akhir, perutnya begitu besar berbanding terbalik dengan postur tubuhnya yang kecil.Bila biasanya Ibu hamil terlihat gemuk dan mengembang, lain halnya dengan Bee yang semakin kurus.Padahal semenjak menginjak trimester dua napsu makannya tidak terbendung, muntah dan mual menghilang sehingga ia bisa makan dengan lahapnya.Apa karena semua makanan yang ia makan terserap oleh janin kembar yang ada di dalam perutnya?Akbi menyerongkan tubuhnya, merentangkan tangan di sepanjang sandaran kursi yang Bee duduki lalu mengusap perut Bee lembut.Selalu saja ada pergerakan di dalam sana ketika Akbi menyentuh perut Bee, seperti saat ini tonjolan demi tonjolan muncul membuat Akbi menelan saliva, menatap ngeri perut Bee.Bee sedikit mendongak mempertemukan netra mereka, keduanya tersenyum tipis merasa canggung.Semenjak pertengkaran mereka dua hari lalu sebagai bentuk protes keras Bee terhadap Akbi yang main hakim sen
“Akbi,” panggil Diana melirih saat menyadari sang anak sudah berada di ambang pintu entah sejak kapan.“Keluar Ma ... keluar dari rumah Akbi,” usir Akbi dengan nada rendah.Saking kecewanya, Akbi sudah tidak meledak-ledak lagi. “Akbiii ... .” Diana berjalan mendekati Akbi yang malah mundur selangkah untuk menjauh seakan Diana adalah seseorang dengan penyakit menular yang mematikan.“Tolong pergi dari rumah Akbi, Ma ... jangan nodai rumah Akbi dengan sifat dan sikap Mama yang buruk,” ucap Akbi layaknya pedang yang menghunus tepat di jantung Diana.“Akbiii,” tegur Bee dan seketika mendapat sorot mata tajam dari suaminya.Akbi sedang tidak ingin mendapat teguran atau omelan dari Bee, kekecewaan yang sangat besar itu memberi Akbi akses VIP untuk mengambil sikap kepada Mamanya.Baik, Bee akan diam di depan Diana tapi mungkin nanti ia akan sedikit mempengaruhi Akbi untuk mengingatkan pria itu kembali bila Diana adalah wanita yang telah melahirkannya ke dunia.Air mata luruh membasahi wajah
“Anda tidak perlu datang, Pak ... akan banyak media di Pengadilan Agama nanti,” Aldo yang berdiri di belakang Beni berujar demikian.Bosnya sedang sibuk mengancingkan kemeja sambil bercermin dengan tatapan kosong.“Nanti setelah kamu menikah, jangan pernah menomor dua ‘kan istri kamu, Al ... uang bisa dicari tapi kebahagiaan rumah tangga itu ternyata harus dibentuk,” Beni meracau, tatapannya masih kosong ke arah cermin.Aldo menunduk menatap ujung sepatunya, tidak bisa ia pungkiri bila ia juga merasakan sakit dan kecewa yang Beni rasakan padahal ia hanya sebagai penonton dalam drama rumah tangga Beni.Lalu bagaimana dengan Beni sendiri sebagai pemeran utama dan berada disituasi itu, mungkin kata sakit hati dan kecewa saja tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaan yang sebenarnya..Yang paling besar mendominasi hatinya saat ini yaitu penyesalan, Beni merasa ia bisa berbuat sesuatu sebelum semuanya terjadi tapi dirinya tidak peka hingga terjadilah masalah ini.Andai ia lebih peka dan le
“Bu ... biar Bibi aja yang pergi, kalau Ibu pergi nanti Bapak marah sama Bibi.” Bi Darti berusaha menahan sang majikan yang keras kepala ingin pergi berbelanja sendiri.“Saya diantar Pak Wawan, Bi ... jadi enggak sendiri, kalau Bi Darti mau ikut ayo ... saya tunggu di mobil, ya!”Bi Darti mengesah, tidak mampu menahan tapi khawatir terjadi sesuatu pada istri kesayangan majikannya.Maka ia akan ikut bersama Bee membeli bahan-bahan makanan.Meski sudah hamil besar, Bee tidak pernah absen memasak untuk Akbi.Mulai dari masakannya yang tidak berasa ataupun keasinan lalu banyak belajar dengan Ibu Aneu kemudian rutin memasak setiap hari dan kini skill memasaknya patut di acungi jempol.Bergegas Bi Darti menyusul Bee yang sudah masuk ke dalam mobil yang dengan sabar menunggunya mengganti pakaian.Tidak ada raut kesal di wajah wanita yang semakin cantik dengan kehamilannya itu, begitu asyik memantengi layar ponselnya.Bee memilih mengisi waktun dengan menggambar di ponsel yang dibelikan suami