“Kok masih pake baju rumah? Kamu enggak kerja?” tanya Bee dengan kening terlipat saat melihat sang suami hanya memakai kaos dan celena pendek juga sendal rumah, menyusulnya ke halaman belakang.Seperti pagi-pagi sebelumnya, Bee sedang menjemur Aarash dan Aarav sambil menunggu Akbi selesai mandi lalu pamit bekerja dan ia dibuat terkejut ketika melihat suaminya tampak santai dengan pakaian rumahan.“Enggak,” jawab Akbi singkat kemudian mengangkat Aarash dari bouncer.“Anak Daddy wangi banget sih!” ujarnya sambil mengecup anak pertamanya yang berumur tiga bulan.Meski si kembar tidak lagi disebut baby born tapi Bee masih suka menjemur mereka sehabis mandi agar tubuh si kembar sehat karena terpapar sinar matahari yang mengandung vitamin D.“Loh, kenapa?” tanya Bee lagi kemudian mengangkat Aarav lalu ikut duduk di kursi malas yang berbentuk bulat dengan bantal empuk yang dapat menampung tubuh mereka berdua termasuk dua bayi mungil yang anteng dalam gendongan Mommy dan Daddynya.“Kamu engga
Kesedihan jelas tercetak di wajah Akbi dan Bee ketika menuruni mobil tepat di depan loby gedung Pengadilan Agama.Keduanya tiba menggunakan mobil yang sama, dengan Pak Wawan yang kala itu bertugas sebagai driver.Aaarav dan Aarash juga ikut menumpang mobil lain bersama Ibu Aneu dan Diana didampingi Jessie.Beni yang selalu ditemani Aldo tidak ingin ketinggalan untuk mengikuti putusan sidang cerai tersebut, Beni sampai rela memundurkan rapat demi menghadiri putusan sidang perceraian Akbi dengan menantu kesayangannya.Bukan hanya mereka, Zidan dan Raka juga Verro sudah tiba di sana terlebih dahulu.Kala itu Verro terlihat geram, lama tidak berjumpa malah kabar duka ini yang ia dapatkan dari Bee.Banyak yang ingin ia tanyakan pada Bee, hatinya masih belum bisa percaya atau mungkin menolak percaya dengan perceraian ini karena sepengetahuannya, Akbi dan Bee saling mencintai jadi ia pikir meski ada janji-janji yang harus mereka tunaikan kepada pihak lain tapi setidaknya Akbi dan Bee berusah
“Kak ... aku mau ke makam Ayah sama Bunda,” pinta Bee sambil menatap kosong ke arah jendela. Aldo melirik Bee sekilas, tanpa bertanya atau menolak ia memutar kemudi membalikan arah menjauhi jalan pulang.Beberapa menit kemudian mobil yang Aldo kemudikan tiba di pemakaman umum.Langkah Bee terasa berat ketika menapaki jalan bersemen menuju pusara Ayah dan Bundanya.Aldo dengan setia mengikuti dari belakang dan cukup yakin bila Bee sedang berusaha menghapus air matanya yang semakin menderas.Bee memperlambat langkahnya ketika beberapa meter di depan sana sudah terlihat tempat peristirahatan terakhir Johan bersanding dengan sang istri tercinta.Langkah kecil itu pun terhenti seketika padahal Bee belum sampai di tempat yang seharusnya.Ia tidak sanggup, apa yang akan dikatakannya kepada Miranda dan Johan?Beberapa hari sebelum menikah dengan Akbi, ia sempat berkunjung untuk meminta restu dan setiap minimal sebulan sekali ia datang bersama Akbi ke sini.Sekarang, saat pernikahannya gagal
Suara pintu yang dibuka secara kasar membuat Akbi dan Rani yang sedang terlibat diskusi serius mengenai pekerjaan, menoleh mencari tau siapa manusia tidak sopan yang memaksa masuk ke ruangan.Sosok Anggit muncul dari balik pintu dan keduanya langsung memasang tampang kesal.“Akan saya perbaiki sesuai perintah Bapak, setelah selesai nanti saya kirim lewat email,” Rani berujar sambil membereskan berkas di atas meja.Untung saja diskusinya dengan Akbi memang sudah selesai, jadi Rani tidak perlu menyeret perempuan itu keluar dari ruangan sang Bos.Ia sudah menduga bila Anggit adalah dalang dari perceraian sang Bos dengan sang istri, dan semenjak itu ia membayangkan mengusir Anggit dengan cara menjambak rambutnya.Dari awal Rani memang tidak menyukai Anggit dan lebih menyukai Bee yang ramah dan lembut. Akbi mengangguk memberi tanda bila Rani sudah boleh pergi kemudian berpindah duduk ke kursi kebesarannya, menghiraukan Anggit yang berdiri sambil melipat tangan di dada sambil memandangi fo
Bee terhenyak ketika mendengar suara bell pintu rumahnya berbunyi.Baru tersadar bila sedari tadi ia melamun menatap ruang televisi dengan satu cangkir kopi yang telah mendingin di tangan.Berarti sudah cukup lama ia hanya berdiri mematung di tempatnya hingga kopi yang tadinya panas telah berubah suhu.Ia larut dalam ingatannya tentang Akbi dan si kembar yang sering bermain di ruangan itu.Gelak tawa menggema ketika Akbi dengan kejailannya meniup perut Aarash kemudian Aarav secara bergantian.Ia merindukan kehangatan itu bisa terjadi lagi di ruang televisi rumah pemberian suaminya.Bee menyimpan cangkir kopi tersebut di atas meja makan, melangkah gontai menuju pintu depan mencari tau siapa orang yang sepagi ini mengunjunginya.Ia tidak berpikir bila itu Ibu Aneu atau Jessie, karena tadi malam beliau mengajaknya untuk bersepeda santai pagi ini namun Bee menolak dengan alasan ia harus menyelesaikan kebaya pesanan istri salah satu Mentri untuk acara pernikahan anak artis terkenal minggu
“Pergilah Bee, biar si kembar sama Ibu ...,” kata Ibu Aneu, membujuk Bee agar mau menghadiri pesta pernikahan salah satu anak artis terkenal dengan seorang youtuber.“Ibu aja deh, aku titip salam sama hadiah ...,” tolak Bee secara halus.“Ibu udah males dateng ke acara-acara seperti itu, Bee ... lagian Ibu mau ada tamu sebentar lagi.” Ibu Aneu masih bersikeras membujuk Bee.“Kamu tuh jadi jendes enggak ada semangat-semangatnya sih, Bee ... di sana, kamu bisa cari mangsa, sapa tau ada anak pengusaha macem Akbi gitu yang bisa kamu jadiin suami,” celoteh Jessie membuat Bee memutar bola matanya.“Mana ada yang mau sama emak-emak kaya aku,” Bee melirih, tangannya sibuk mengerjakan salah satu kebaya pesanan keluarga Gunadhya.“Yuk ... sama Gio yuk ke kondangannya, sapa tau kita juga bisa duduk di pelaminan ... nanti,” seloroh Gio yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu.Kini Ibu Aneu yang merotasi bola matanya, malas menanggapi sang anak yang sampai saat ini belum menemukan tambatan hati.
Langkah Bee terpaksa berhenti ketika satu tangan kokoh melingkar di pundaknya dan satu tangan kokoh lainnya melingkar di pinggangnya.Bee memejamkan mata saat bibir Akbi menyusuri lehernya memberi banyak kecupan lembut seringan bulu membuat kinerja jantung Bee menaikan tempo.Lelaki itu itu bahkan dengan kurang ajar menurunkan kain brukat di ujung pundak Bee kemudian memberikan kecupan dalam melibatkan lidah hingga tercipta tanda merah di sana.Bee tidak bisa bergerak seberapa pun ia ingin karena tubuhnya terkunci oleh kungkungan pria itu.“Kamu milik aku, Bee ... selamanya akan begitu!” Akbi menggeram, ibu jarinya mengusap maha karya berwarna merah di pundak Bee.“Kamu ngelecehin aku, Bi ... kamu anggap aku apa?” Kalimat tadi tidak terlontar dengan nada ketus atau sinis, lebih terdengar pilu dan terdapat muatan kekecewaan.“Aku anggap kamu wanita yang sangat aku cintai, Ibu dari anak-anak ku,” balas Akbi penuh keyakinan dan penekanan disetiap kata.Akbi berubah pikiran, keegoisan me
“Aku sengaja belajar masak untuk kamu loh, Bi ... aku usaha banget jadi istri terbaik buat kamu,” kata Anggit seraya menyimpan piring berisi lauk-pauk hasil masakannya.Tidak berniat menanggapi, Akbi mengambil satu piring kosong kemudian mengisinya dengan nasi dari dalam mangkuk besar.Baru memasak saja perempuan itu sudah sangat bangga, sedangkan Bee melayaninya dari mulai bangun tidur hingga akan tidur lagi tidak pernah sedikitpun merasa bangga.Bee melakukannya dengan ikhlas semenjak pertama kali mereka menikah padahal saat itu keduanya sepakat hanya bersandiwara dengan pernikahan tersebut.“Mau sampe kapan kamu cuekin aku, Bi?” tanya Anggit sambil menopang dagunya dengan tangan di atas meja.Menatap sang calon suami yang begitu lahap menghabiskan makan malam buatannya. Bukan karena enak tapi agar makan malamnya segera berakhir dan ia bisa secepatnya pergi dari apartemen Anggit.Anggit menghubungi Akbi tadi sore, mengajak makan malam di luar namun pria itu menolak keras.Tidak ing