Dalam hidupku penuh dengan kehampaan dan kesengsaraan di bandingkan dengan kebahagian. Semua mata memandang diriku dengan pandangan yang memuakan. Mereka seolah melihat sesuatu yang tidak seharusnya berada. Bahkan dalam dekapan malam yang sunyi diriku sempat menitikan air mata. Dibalik selimut air mata terus membasahi pipiku hingga diriku terlelap. Hari demi hari ku lewati tanpa adanya senyuman ketulusan yang terpancar. Rasanya keberadaanku lenyap, hidup terasa seperti kematian.
“Membosankan, apa lagi yang harus ku kerjakan?” ucap diriku
“Ini lebih membuatku gila dibandingkan dengan tugas kuliah.”
“Menyebalkan!”
Setiap hari emosi menyelimuti diriku hingga mencapai puncaknya dan membuat seisi rumah memusuhi diriku. Semakin beranjak dewasa, ini adalah awal dari keputusanku. Meskipun diriku hidup di abad modern dimana semua orang telah memiliki aturan dalam hidup mereka dan memulai suatu keputusan berdasarkan akal sehat. Dimana seorang perempuan dihormati karena adanya emansipasi. Namun, hidupku tidak seperti itu. Bahkan diriku diatur dalam peraturan yang tidak masuk akal.
Namaku Alice Cooper diriku terlahir sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara dan merupakan satu-satunya perempuan. Kedua kakak laki-laki ku sering kali meledek diriku karena payah. Kakak pertamaku bernama Alex Cooper dan kakak kedua bernama Antonio Cooper. Ayahku merupakan seorang fisioterapi bernama Alexander Cooper dan ibuku bernama Margaretha Jolie. Ibuku kini tidak lagi tinggal di rumah ini dia lebih memilih tinggal bersama dengan keluarga barunya di kota Landmile. Sebuah kota di dekat perbukitan Milefoul. Semenjak mereka berpisah kini diriku tidak bisa lagi bertemu dengannya.
“Alice kau sedang apa? cepat pergi ke toko dan belikan ini,” ucap Antonio sambil memberikan sebuah nota yang berisi barang yang harus di beli.
“Iya. Tunggu sebentar.”
“Jangan lama!”
“Iya-iya.”
“Anak itu.”
Sebenarnya diriku ingin pergi dengan ibu karena disini menyebalkan. Tapi, pacar barunya seperti tidak menyukai diriku. Karena itulah meski ini membuatku mederita setidaknya sampai diriku menginjak dewasa. Saat itulah aku akan pergi meninggalkan tempat ini. Keesokan harinya ketika diriku baru saja membuka mata, orang-orang sebelah rumah selalu saja berisik. Suara perbaikan rumah membuatku steres dan pergi ke luar.
“Alice kau mau kemana?,” teriak Antonio kepadaku.
“Aku akan pergi keluar sebentar. Kenapa?”
“Tolong belikan cemilan dong.”
“Beli saja sendiri.”
“Hey bocah itu,” teriak Antonio suaranya yang berisik membuat seisi rumah heboh. Dan sekarang Alice pergi ke luar.
Di tengah kota yang panas, semua orang tengah beramai-ramai menghiasai jalanan kota. Mereka berjalan-jalan sepertiku tidak ada sesuatu yang seru semuanya terlihat sama saja. Sampai akhirnya, Alice datang ke sebuah kedai yang disana menyajikan berbagai macam kuliner. Dia dengan senang kemudian duduk di kursi dan memesan beberapa makanan. Alice yang baru saja tengah selesai memakan makananya, dia langsung pergi. Melihat pemandangan kota di pagi hari rasanya biasa saja. Setelah itu Alice pergi ke sebuah tempat yang terlihat seperti taman. Saat Alice asik bersantai tiba-tiba datang seseorang dengan berpakaian olahraga sepertinya dia habis berolahraga di sekitar orang itu merupakan teman kuliah Alice dia bernama Marcel.
“Alice.”
“Eh iya?”
“Sendirian saja? Dimana teman-temanmu?”
“Kau meledek ku? Kau tahu sendiri aku tidak punya teman.”
“Maaf-maaf boleh aku duduk di sini?”
“Kau pikir ini tempat pribadiku? Duduk saja tidak perlu bertanya.”
“Wah seperti biasanya ya Alice memang super galak.”
“Ada apa? kau baru saja habis olahraga?”
“Ah tidak ada apa-apa aku hanya ingin kemari kebetulan tadi habis joging. Alice sedang apa di sini?”
“Menikmati kesuramanku.”
“Eh?”
Alice dan Marcel terus mengobrol tiada habis. Mereka memang terlihat dekat karena sesama teman di kampusnya. Alice merupakan anak yang baik dan dia juga memiliki wajah yang super cantik bukan hanya itu saja dia juga sangat pintar. Tapi dia tidak punya teman. Selama ini dia selalu menghabiskan waktu sendirian. Selama mengobrol dengan Alice di lihat dari wajahnya, Marcel sepertinya menyukai Alice. Mereka terus mengobrol sampai akhirnya mereka pindah tempat ke sebuah cafe yang tidak jauh dari sana.
“Kau mau pesan apa?” tanya Marchel kepada Alice yang tengah melihat daftar menu.
“Hmm.... pasta sepertinya enak.”
“Kau akan pesan itu?”
“Kurasa iya. Bagaimana denganmu?”
“Aku juga akan memesan itu.”
“Okay.”
“Permisi,” ucap Alice kepada seorang pelayan dan kemudian pelayan itu menghampirinya.
“Anda mau pesan apa?” ucap pelayan
“Dua pasta dan dua lemonade.”
“Baiklah di tunggu.”
“Okay.”
Sambil menunggu makanannya datang, Alice mengecek ponselnya dan ternyata ada beberapa pesan yang masuk. Alice kemudian membacanya dan ternyata itu hanya pesan dari pihak perpustakaan mengenai buku yang di pinjamnya. Tidak lama kemudian, makanannya datang.
“Makanannya sudah datang.”
“Tidak lama juga ya.”
“Kelihatannya enak.”
“Cobalah bagaimana rasanya?”
“Ini enak kau mau?”
“Ah itu aku juga memesan makananku hehe tapi jika itu boleh tidak masalah.”
Mereka berdua tengah menghabiskan makanan yang mereka pesan. Keharmonisan yang membuat suasana menjadi hangat. Sebenarnya Alice merupakan anak yang tidak pernah membuka diri kepada siapa pun dan dia hanya memikirkan dirinya sendiri. Kadang sikap independentnya itu membuat orang disekitarnya menjadi iri dengki dan bahkan merasa rendah diri. Kecuali Marcel dia memang tidak mempedulikan hal tersebut dan terus saja mengajak Alice mengobrol yang awalnya tidak pernah mengajak Alice mengobrol. Karena suatu hal mereka jadi lebih dekat seperti teman baik.
“Setelah ini kau mau kemana?” tanya Marcel kepada Alice.
“Kurasa aku akan berjalan-jalan lagi.”
“Bagaimana kalau pergi ke cafe internet?”
“Oke.”
Keduanya sama-sama suka bermain game dan benar saja mereka memang pergi ke sana bersama. Tidak jauh dari tempat mereka tadi makan cafe internet berada di lantai dua. Di sana kebetulan sedang tidak terlalu ramai dan searang mereka duduk di kursi yang bersebelahan. Kemudian menyalakan monitor dan mulai bermain game. Tempat itu memang sering didatangi oleh banyak anak muda karena merupakan tempat yang bagus dan juga terdapat kantin yang menyediakan makanan. Jadi tidak akan kelaparan meskipun bermain sampai larut malam. Di abad ini internet memang sudah banyak digunakan bahkan sudah seperti kebutuhan dasar manusia dan lagi hampir semua orang sudah dapat mengeksesnya dan memilii komputer di rumah masing-masing. Meski begitu bisnis cafe internet masih menjadi populer dan kini berbagai macam dengan menyediakan fasilitas yang uni membuat anak muda tetap pergi ke cafe internet.
“Ah sial aku kalah.”
“Kau harus battle royal jika tidak mau cepat kalah. Jangan main sendirian.”
“Ah itu merepotkan.”
“Tidak juga. Kalau begitu aku invite ya.”
“Terserah.”
“Lihat aku sudah mengundangmu. Sekarang cepat acc.”
“Iya iya sudah kok.”
Mereka berdua terus bermain bahkan satu jam sudah berlalu. Memang tempat ini sangat cocok untuk bermain game seharian bahkan sampai subuh tidak masalah karena pemilik tempat selalu memperbolehkan menginap asalkan membayar saja. Sangat menarik semua orang yang datang kemari tidak terpaut usia mereka yang merasa tertarik dan memiliki hobi main game pasti akan datang. Tidak lama kemudian Alice mendapat telepon dari Antonio.
“Hey kau dimana cepat pulang.”
“Sedang ada urusan sebentar. Memangnya ada apa?”
“Pokonya cepat pulang. Kau tidak dengar.”
“Iya iya,” ucap Alice dan kemudian dia menutup teleponnya.
“Siapa itu?” tanya Marcel
“Saudaraku. Dia menyuruhku pulang.”
“Kau akan pulang secepat itu?”
“Mau bagaimana lagi, jika tidak dia akan mengomeliku seumur hidupnya.”
“Kalau begitu hati-hati.”
“Okay. Sampai jumpa.”
Alice kemudian pergi dari Cafe Internet dan hendak pulang. Tiba-tiba Antonio mengirim pesan kepadanya dan menyuruhnya untuk membelikan sandwich. Dengan ekspresi kesal Alice mengumpat.
“Sialan. Anak ini bisanya hanya memperbudak. Kenapa tidak beli saja sendiri aghhhh,” gerutu Alice
Setelah itu ada panggilan masuk ke ponselnya dan Alice langsung mengangkatnya.
“Halo?”
“Halo Alice. Kau sekarang ada di mana?”
“Oh, Theresia. Maaf aku sedang ada di luar. Ada apa? apa terjadi sesuatu?”
“Tidak. Sepertinya kau sedang sibuk. Lain kali aku akan meminta bantuanmu.”
“Kenapa tidak sekarang saja?”
“Ah, tidak apa-apa. sampai nanti.”
Theresia mematikan panggilannya. Alice yang tengah berdiri di seberang jalan kemudian di buat bingung. Namun, dia harus melakukan permintaan Antonio. Membelikannya cemilan. Alice kemudian menyebrang dan menuju ke sebuah toko kue yang ada di sana. Sayangnya, toko ini sedang penuh oleh pengunjung karena itu dirinya harus menunggu untuk beberapa saat.
“Permisi, saya pesan sandwich apa pun itu satu kotak,” ucap Alice
“Baik di tunggu ya.”
“Iya.”
Ketika Alice sedang menunggu pesanannya, lagi-lagi Antonio mengirimkan pesan teks lagi yang menyuruhnya untuk membelikan ice americano. Alice yang sudah muak dengan permintaannya itu kemudian menelponnya.
“Halo, Antoni!”
“Ada apa? kau sudah selesai membawa pesananku?”
“Kau pikir aku apa! lain kali beli saja sendiri! Memangnya aku pembantumu hah!”
“Hoh, kau mulai protes rupanya.”
“Apa-apaan dengan reaksimu itu.”
“Ayolah. Aku hanya memintamu membelikannya nanti juga aku membayarnya.”
“Hentikan omong kosongmu dan pergi saja sendiri. Kau ini merepotkan.”
Alice langsung mematikan panggilannya dan sekarang dia sudah membawa satu kotak sandwich yang di pesannya itu. Dirinya kemudian berjalan menuju ke halte bus. Setibanya di sana, Alice harus menunggu bus selama beberapa menit sampai akhirnya dirinya terjebak oleh hujan.
“Hari ini sial sekali,” gumam Alice
“Padalah aku hanya ingin minggu tenang tanpa beban.”
Dirinya terus bergumam di bawah derasnya hujan. Ketika dia duduk di sana, seorang gadis dengan basah kuyup datang dan duduk di samping Alice. Melihanya yang seperti itu, Alice kemudian melepasakan jaketnya dan memberikannya kepada gadis itu agar tidak kedinginan.
“Ini, pakailah,” ucap Alice sambil memberikan jaketnya
“Apa tidak apa-apa? bagaimana dengan anda? Anda juga bisa kedinginan.”
“Tidak masalah. Tubuhku tidak mudah sakit.”
“Oh, terimakasih.”
“Iya sama-sama.”
Hujan semakin deras dan bus belum juga datang. Alice mulai merasa kesal akan hal itu namun dia mencoba untuk menahannya. Tidak lama kemudian, ketika dirinya asik memainkan game, bus itu akhirnya datang.
Saat itu juga Alice pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, dia hanya di suruh membersihkan rumahnya. Alasan sebelumnya Antonio menyuruhnya pulang adalah karena di rumahnya tidak ada yang mengurus rumah. Ketika Alice selesai membersihkan rumahnya, dia kemudian masuk ke kamarnya dan mengerjaan tugas yang sebentar lagi mendekati deadline dengan cepat dirinya mengerjakan tugas itu sampai larut malam. Tidak terasa waktu berjalan lebih cepat dari pada yang dia duga, sekarang dia harus mandi dan bersiap untuk tidur. Namun, sebelum dia hendak mandi dia kemudian menyiapkan makan malam. Setelah semuanya selesai, akhirnya dirinya bisa beristirahat dengan tentram tanpa ada yang memanggilnya untuk di suruh-suruh. Setelah malam tiba Alice di balik selimutnya dia membayangkan dirinya yang masih bahagia karena keluarganya lengkap. Ingatan itu terus bermunculan seperti tamu yang tidak di undang. Dirinya yang sudah merasa kantuk kemudian tertidur. Dia tertidur dengan lelap. Keesokan harinya, dirin
Ketika semua orang tengah berkumpul di acara perkumpulan angkatan ini tidak di sangka bahwa selama ini membuat Alice merasakan sensasi yang berbeda kerena sebelumnya dirinya tidak pernah datang ke acara seperti ini. Alice dan temannya kemudian duduk di kursi tidak jauh dari tempat mereka semua berada dengan perasaan sedikit canggung kemudian acara ini dimulai dengan beberapa perkataan ketua angkatan yang sudah seperti ceramah motivator. Di sana suasananya sangat ramai namun tidak tahu kenapa rasanya tidak nyaman dan setelah makanannya datang Alice langsung menikmatinya tanpa berlama-lama. Melihat teman-temannya yang sedang asik bercanda tiba-tiba saja Alice merasa ingin pergi ke toilet. Dan kemudian dirinya pergi ke sana. “Aku pergi ke toilet dulu.” “ Oh okay.” Suasananya semakin ramai dan terus seperti itu sampai acaranya selesai. Ketika Alice berada di dalam toilet dirinya membuka kotak obat dan kemudian dia mengambil beberapa obat untuk dia telan. Akhir-ak
Makanan yang tersaji di hadapan mereka berdua terlihat sangat menggiurkan. Tidak di sangka bahwa semua ini akan terjadi. Berawal dari sebuah ketidak sengajaan menjadikan dirinya pembicaraan orang sungguh luar biasa. Selama ini dirinya memang tidak mempedulikan hal yang tidak penting dan karena itulah hanya berfokus kepada diri sendiri. Alice tumbuh dalam lingkungan yang terbilang memiliki keanehan sehingga membuat dirinya hanya terfokus akan apa yang menjadi tujuannya. Walau banyak sekali persoalan yang membuat dirinya tertekan namun semua itu tidak membuat dirinya goyah dalam sekali serangan bahkan beribu kali pun. Semakin lama dirinya itu hidup maka akan semakin besar hambatan yang ada dihadapannya. Sekarang waktu senggang untuk menikmati istirahat sebelum akhirnya kembali menikmati belajar di kampus. Alice dan juga Theresia berada di cafetaria sambil menikmati makanan yang mereka pesan sebelumnya. Tidak perlu menunggu waktu lama akhinya pesanan yang mereka pesan datang dihadapan
Malam ini, Alice masih berada di sebuah bar di jantung kota. Di sana dirinya yang sebelumnya terlihat begitu kacau, kini sudah mulai membaik. Dengan berjalan perlahan sambil sempoyongan, Alice menemukan sebuah kursi dan kemudian dirinya duduk di sana sekedar menghilangkan rasa pusing. Tidak lama kemudian datanglah seorang pelayan yang menawarkan alkohol kepada dirinya. Meski pikirannya sudah di ambang ke warasan, Alice tetap mengambilnya dan kemudian meneguk segelas alkohol itu sampai habis. Rasa frustasi yang di alaminya sangat banyak. Kehidupan yang tidak lepas dari masalah yang datang bertubi-tubi kepada dirinya. Malam ini suasana di bar yang penuh dengan orang-orang membuatnya merasakan kehidupan dunia yang berbeda. Alice yang masih duduk di sana, tidak lama kemudian seorang gadis muda yang berambut hitam pendek melihat dirinya di sana. Dari kejauhan gadis itu memperhatikannya. “Eh? Sepertinya aku mengenal orang itu,” gumam gadis tersebut. Karena merasa penasaran dengan
Alice dan Theresia masih berada di perpustakaan bahkan sampai sore hari. Tugas yang mereka kerjakan akhirnya selesai juga. Setelah itu, Alice membereskan semua buku-buku yang di bawanya beserta buku catatannya. Mereka berdua kemudian pergi dari perpustakaan untuk pulang. Namun, sebelum pulang Theresia mengajaknya untuk pergi makan sup usus kuah pedas yang menjadi makanan kesukaannya. Alice pun mengangguk pertanda menyetujui ajakannya. Mereka berdua berjalan di sekitar wilayan itu dan kemudian menemukan restoran yang menyajikan berbagai macam sup usus. Theresia dengan semangat datang memasuki tempat tersebut. Alice juga memasukinya sambil melihat-lihat meja yang kosong. Begitu mereka berdua sampai di dalam restoran, sayangnya meja yang ada di tengah semuanya penuh. Ketika nyaris kecewa, ada dua orang yang baru saja menyelesaikan makannya. Kedua orang itu kemudian langsung pergi ke kasir untuk membayar makanannya. Melihat hal itu, Theresia langsung mengajak Alice untuk duduk di meja i
Keesokan harinya di kediaman keluarga Cooper. Alice terbangun dari tidurnya yang nyenyak semalaman. Dia mulai meregangkan kedua tangannya sebelum akhirnya beranjak dari tempat tidur. Setelah itu, Alice pergi ke kamar mandi dan 30 menit kemudian dirinya sudah selesai mandi. Pagi hari yang cukup sibuk membuat dirinya harus segera bersiap untuk pergi ke kampus sambil menyiapkan sarapan untuk ayah dan kakaknya. Ketika Alice sudah selesai menyiapkan sarapan, tiba-tiba Antoni berteriak kepada dirinya dengan nada marah. Alice yang menyaksikan akan hal itu kemudian merasa tersentak oleh nada bicaranya. Antoni kemudian duduk di meja makan sambil menikmati sarapannya. Di sisi lain, Alice yang merasa kesal mencoba untuk menahan diri. Setelah itu, Alice langsung berangkat dengan alasan kelas di mulai lebih awal. Begitu Alice berjalan di sekitar trotoar, dirinya melihat toko roti yang ada di sekitar wilayah itu. Dengan perlahan, dirinya memasuki tempat itu. “Silahkan,” ucap seorang perem
Alice yang masih mendengarkan curhatan Grace, tetap berada di sana hingga sore hari. Grace memang tidak tanggung-tanggung dalam bercerita. Dia nyaris menghabiskan waktu lama untuk sekedar menceritakan masalah yang sedang di hadapinya. Alice yang sudah yakin dengan tindakannya untuk membantu Grace apa pun yang terjadi. Melihat Alice yang mengulurkan tangan kepadanya membuat Grace seketika menahan haru. Selama ini dirinya hanya hidup seorang diri, terus bertumbuh bahkan sampai nyaris menyerah. Namun, karena mimpinya yang cukup besar tidak membuatnya menyerah begitu saja. Kali ini Alice mengajak Grace untuk pergi BBQ di restoran BBQ yang ada di sekitar pusat kota. Matahari sudah mulai terbenam, mereka berdua kemudian pergi ke restoran untuk menikmati makannan sekaligus melepaskan beban di pikiran. Sesampainya di sana, rupanya tempatnya sangat ramai. Alice dan Grace duduk di kursi yang delat dengan dinding. Tidak lama kemudian, seorang pelayan datang menghampiri mereka berdua. “
Hari ini Alice setelah bersiap untuk pergi ke kampus, dirinya sarapan terlebih dahulu. Penghuni rumah yang biasanya membuat dirinya muak kini terasa sepi. Mereka semua sudah berangkat sedari pagi. Alice yang hanya seorang diri sambil menikmati makanannya dia melihat grup chat kelasnya. Di sana, mereka sedang di hebohkan oleh berita hari ini. Alice terus membaca seluruh pesan di grup kelas tersebut dan mereka lagi-lagi berkomentar yang sama. Tidak lama kemudian, Alice berangkat ke kampus dengan menaiki bus. Tepat jam 10 pagi, Alice berangkat dari rumahnya karena hari ini kuliah di mulai pukul 11 pagi. Ketika di dalam bus, dirinya melihat banyak sekali orang yang berbicara mengenai sebuah berita. Alice kemudian duduk di samping seorang wanita muda yang juga merupakan mahasiswa di perguruan tinggi yang sama dengan dirinya. Awalnya mereka hanya canggung dan tidak mengobrol sama sekali. Tapi, begitu Alice melihat artikel kampus perempuan itu langsung berkomentar tepat di hadapan Alice.
Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge
“Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark
Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat
“Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t
Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn
Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti
Sementara di kelasnya, mereka sedang heboh menanyakan apa yang terjadi kepada Alice dan mereka terlihat begitu penasaran. Marry yang membawanya ke ruang kesehatan itu, tiba-tiba menjadi kerumunan orang-orang yang ada di kelas dan bertanya kepadanya dengan wajah yang terlihat penasaran.“Marry, apa yang terjadi? Kenapa Alice bisa sampai seperti itu? kau tahu sesuatu kan? Ceritakan,” ucap salah satu teman sekelasnya.“Apa? aku taidak tahu hal seperti itu.”“Ayolah. Kami lihat kau tadi antusias membawanya. Apa lagi yang kau sembunyikan.”“Astaga kalian ini, bubar sana.”“Katakan dulu.”“Ah, sial. Pergi sana! Kalian pergilah menggangguku saja.”“Apa-apaan ini? Kenapa kalian mengerumuni mejaku?” ucap seseorang di pintu kelas dan ternyata dia Alice. Seketika mereka yang ada di sana langsung bubar dengan wajah yang tanpa dosa.“Alice,” ucap
Alice kemudian pergi dari sana dan keluar dari rumahnya. Mereka yang melihat itu kemudian merasa heran. Antoni berpura-pura untuk terlihat tenang dan rupanya dia juga sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ketika perkumpulan mereka selesai, Antoni melihat ponselnya dan ternyata benar saja. Ibunya menghubunginya beberapa kali dan dia tidak mengangkatnya. Dia mulai kesal dan melemparkan ponselnya itu. Alice yang kini sedang berjalan-jalan sendirian itu kemudian dia teringat di hari itu dimana semuanya hancur termasuk dirinya. Saat itu, semuanya terlihat berbahagia dan di waktu yang sama ada seorang pria yang datang bersama dengan ibunya dan tiba-tiba saja memperkenalkan dirinya sebagai ayahnya. Alice yang sangat terkejut saat itu membuatnya menepis tangannya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Entah kenapa kedua orang itu terasa akrab melebihi apa pun di dunia ini. Semakin lama dia semakin terluka, dan benar saja sesuatu dengan dugaannya. Ketika Alice pulang dari tempat bermainnya
Philip yang masih terdiam dan tidak mempercayai kabar tersebut, dia langsung murung dan seketika keluar dari ruangan tersebut dan menuju ke suatu tempat. Mereka berdua yang melihatnya seperti itu tentu semakin aneh dan tidak lama setelahnya hanya membiarkannya saja. Sekarang ini, Philip termenung sendirian dengan wajah yang terlihat sedih. Sebelumnya dia meretas akun banknya dan setelah ini dia meninggalkan dunia ini secepat itu. Di dalam dirinya masih ada rasa bersalah dan itu memnbuatnya semakin merasakan sakit. Tidak hanya itu saja, dia juga mengingatnya bahwa sebelumnya mereka sempat berteman lama dan juga banyak lagi hal yang semakin menjadikannya seakan orang jahat di dunia ini. Sementara itu, Alice yang saat ini tengah berada di makam Grace dan masih melihatnya dengan tatapan penuh kesedihan. Kerabatnya itu kemudian mengatakan sesuatu kepadanya.“Terimakasih kalian sudah menjadi temannya selama sisa hidupnya,” ucap kerabatnya Grace“Tidak. Jang