Saat itu juga Alice pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, dia hanya di suruh membersihkan rumahnya. Alasan sebelumnya Antonio menyuruhnya pulang adalah karena di rumahnya tidak ada yang mengurus rumah. Ketika Alice selesai membersihkan rumahnya, dia kemudian masuk ke kamarnya dan mengerjaan tugas yang sebentar lagi mendekati deadline dengan cepat dirinya mengerjakan tugas itu sampai larut malam. Tidak terasa waktu berjalan lebih cepat dari pada yang dia duga, sekarang dia harus mandi dan bersiap untuk tidur. Namun, sebelum dia hendak mandi dia kemudian menyiapkan makan malam. Setelah semuanya selesai, akhirnya dirinya bisa beristirahat dengan tentram tanpa ada yang memanggilnya untuk di suruh-suruh. Setelah malam tiba Alice di balik selimutnya dia membayangkan dirinya yang masih bahagia karena keluarganya lengkap. Ingatan itu terus bermunculan seperti tamu yang tidak di undang. Dirinya yang sudah merasa kantuk kemudian tertidur. Dia tertidur dengan lelap. Keesokan harinya, dirinya bagun pagi dan melakukan aktivitas pagi dengan kondisi yang masih ngantuk dirinya membereskan rumahnya dimulai dari tempat tidurnya. Setelah selesai membereskan semuanya dia kemudian mandi. Tapi sebelum mandi dia harus mengantri dulu karena Antonio pergi ke kamar mandi terlebih dahulu. Setelah berabad-abad menunggu, Antonio yang dari tadi di kamar mandi akhirnya giliran Alice. Seperti halnya Antonio, dia juga di kamar mandi sampai berabad-abad hingga akhirnya selesai. Alice yang kemudian berganti pakaian dan merias diri bersiap-siap untuk pergi ke kampus. Jadwal kuliah pagi ini akan di mulai pukul 08.00 karena itulah dirinya berangkat lebih awal. Setelah dia selesai sarapan kemudian berangkat menuju kampus. Dirinya menaiki bus tidak perlu berlama-lama menunggu, bus pun akhirnya datang dan Alice kemudian menaikinya. Dia duduk di kursi paling belakang sambil mendengarkan musik. Suasana pagi yang begitu cerah membuat harinya berwarna. Tidak lama kemudian dia telah sampai dan memasuki kelas.
Suasana kelas yang begitu ramai membuat hari semakin bersemangat. Mereka semua sedang menunggu materi di mulai seperti halnya dirinya. Alice duduk sendirian dia kemudian meletakan catatannya dan memeriksa sekilas. Suasana kelas yang ramai itu pun berubah menjadi hening seperti kuburan begitu profesor datang dan memberi salam. Materi pertama pun di mulai. Alice yang memiliki saudara laki-laki yaang pertama memang memiliki perbedaan usia yang cukup jauh yaitu 5 tahun dengannya sementara yang kedua hanya berbeda 3 tahuan saja. Mereka memang tidak terlalu dekat dan lagi seperti memliki kecanggungan sesama saudara. Keluarga yang cukup unik karena mereka terlihat ramai meski kadang bertengkar sampai seperti sedang perang dunia. Berbeda dengan lingkungan di rumahnya yang cenderung mengekang dia hidup di luar sana sebagai anak yang independent dia tidak suka bergantung kepada orang lain. Alice memang seperti itu semenjak dia beranjak dewasa dia juga tidak berkencan meskipun wajahnya cantik dia sama sekali tidak tertarik dengan dunia percintaan yang penuh drama. Dia lebih seperti anak rajin tapi tidak serajin itu. Pulang dari kuliah dirinya selalu pergi ke tempat kerja yang merupakan sebuah kantor pegadaian. Dia sudah lama bekerja di sana sebagai pekerja paruh waktu dimulai ketika dirinya dulu magang di sana dan sampai sekarang dia melanjutkan sebagai pekerja paruh waktu. Demi mencari kesibukan dan uang tambahan dia melakukannya dengan bahagia setiap hari dia selalu bekerja kecuali hari minggu. Kehidupan Alice sangat jauh dari kata mewah meskipun ayahnya seorang fisioterapi tapi mereka hidup sederhana. Dan lebih mempercayakan semuanya kepada kedua saudaranya itu. Berbeda dengan Alice yang cenderung di suruh di rumah saja bahkan dirinya yang bekerja paruh waktu itu pun tidak diketahui oleh keluarganya. Sudah beberapa tahun berlalu semenjak ibunya bercerai dia tidak pernah lagi bertemu dengannya terakhir kali ketika dirinya masih berumur 7 tahun. Memang berat tapi semua itu dia terima dengan alasan takdir yang tidak adapay dia ubah. Karenanya dia terus berambisi menjadi sukses meskipun dia perempuan yang di kekang oleh keluarganya.
Alice adalah anak yang sebelumnya sering sekali mendapat perlakuan yang tidak adil dari keluarganya hanya karena dirinya merupakakn perempuan. Selama ini dia menahan amarah itu dan menjadikan dirinya semakin berambisi bahwa perempuan itu bisa berada di posisi tinggi mereka yang membuatnya rendah dan tidak melangkah sampai sejauh itu jelas sekali pemikiran mereka msih sangat kuno. Terlebih lagi keluarganya ini selalu mebuatnya menjadi seperti pembantu. Sebelumnya kejadian seperti ini juga terjadi berdasarkan beberapa kerabat dekatnya. Seharusnya Alice memang tinggal dengan ibunya saja tapi ada masalah dengan itu dulu statusnya pacar ibunya untuk saat ini pasti berbeda karena itu dirinya lebih memilih berada di penjara putus asa dari pada masuk ke kandang kesengsaraan. Setiap harinya Alice memang terlihat baik-baik saja tapi semua itu hanya kebohongan dirinya lebih memilih kerja lembur dengan alasan tidak mau pulang ke rumah itu membuktikan bahwa dirinya sangan tida nyaman berada di sana.
Keesokan harinya ativitas sehari-hari membuat dirinya merasa bosan tapi dia terus melakuaknnya. Dia dengan perasaan yang tertahan itu membuat suasana moodnya ancur dan pada akhirnya meluap. Alice hari ini masuk kuliah seperti biasanya dia pergi mengiuti kelas dengan rutin dan belajar kemudian mengerjakan tugas. Tiba-tiba seseorang memanggil dirinya dari belakang dengan suara samar. Semakin dekat suara itu memanggil dirinya dan ternyata dia adalah teman sekelasnya bernama Theresa.
“Alice hari ini kau akan ikut ke acara pertemuan angkatan?”
“Apa? sekarang?”
“Benar acaranya akan di mulai di cafe depan kampus kau mau ikut?”
“Bagaimana ya?”
“Ayolah semua orang pasti akan datang masa kau tidak datang.”
“Baiklah aku akan ikut.”
“Oke.”
“Kenapa kau sendirian?”
“Hmm? Memangnya tidak boleh aku sendirian?”
“Tidak aku hanya bertanya saja.”
“Sudah jelaskan aku benci keramaian karena itu tidak bergabung dengan mereka lagi pula mereka selalu membicarakan hal yang tidak penting karena itulah aku menjauh. Ku harapa kau paham.”
“Sudah ku duga. Ternyata kau juga anti sosialnya.”
“Hey bukan itu maksudku. Mereka itu toxic. Kau dengar toxic.”
“Iya iya aku dengar.”
“Sekarang kita mau kemana?”
“Perpustakaan.”
Theresa adalah anak yang sangat populer karena kecantikannya tapi kepribadiannya yang sedikit kekanakan membuat dirinya selalu menjadi bahan pembicaraan. Dia juga tipikal anak yang pendiam dia hanya akan mendekati orang yang menurutnya baik untuk dijadikan teman. Sebelumnya dia pernah tergabung dalam club seni karena kepopuleran dirinya membuatnya tidak nyaman. Memang dia berbeda dari anak lainnya yang haus akan sorot panggung dia lebih memilih untuk tidak terkenal sama sekali. Theresa merupakan orang yang pintar dia juga sering mendapatkan nilai yang bagus. Selama lima semester bersamanya diriku banyak mengetahui tentang Theresia. Dia memang orang baik. Kebaikannya yang ku ingat sampai sekarang yaitu dimana dia selalu membela diriku ketika semua orang menganggap diriku antisosial dan dia juga memiliki kesamaan denganku yaitu sama-sama berjuang sebagai perempuan. Theresia yang merupakan anak seorang dokter di sebuah rumah sakit di kota ini yang selalu mendapat banyak pujian karena kepintarannya tapi dirinya selama ini tidak bisa menyembunyikan kesedihannya dia setelah lulus dipaksa keluarganya untuk menikah dengan anak teman dari ayahnya meskipun anak itu terlihat menyukainya wajar saja memangnya siapa yang akan menolak perempuan seperti Theresia. Tapi jauh di lubuk hatinya dia ingin sekali mencapai tujuan hidupnya kami memang sama-sama masuk jurusan biologi dengan harapan di masa depan bisa mencapai tujuan. Tapi ternyata kenyataan sebenarnya sangat menjijikan selama ini orang yang menghancurkan diriku sebenarnya bukan musuh atau pun teman yang iri dengki melainkan keluarga sendiri. Setelah mendengar tekanan hidup Theresia saat itu masih semester 4 diriku merasa ada teman. Teman yang berada di jalan yang sama tentunya dia dapat membantu bahkan bertumbuh bersama. Awalnya diriku yang payah ini tidak memiliki tempat di mana pun bahkan teman sekali pun itu terasa tidak pantas bagi diriku yang seperti pengecut ini.
Tepat di perpustakaan mereka berdua menghabiskan waktu dengan membaca buku sambil memgerjakan tugas yang mendekati deadline. Mereka berdua sesekali mengobrol dan kemudian fokus kepada tugas. Pemandangan yang sangat indah dua orang yang memiliki visual diatas rata-rata bersama-sama menciptakan pemadangan yang fantastis. Anak-anak di kampus ini memang selalu memabdang penampilan mereka sangat terkesan dengan penampilan seseorang dan menjadikan orang tersebut menjadi populer. Alice yang tidak mempedulikan pandangan orang lain membuat dirinya terlihat dingin namun karena wajahnya itu membuat para penggemarnya banya. Karena semua orang penggila penampilan sering kali di sini terdapat bullying dan body shaming yang membuat sebagian orang yang menjadi korban merasa tidak nyaman dengan perlakuan mereka.
Itu memang tidak bisa di benarkan karena itulah orang-orang berlomba-lomba untuk memiliki penampilan yang menarik. Sangat menyedihakan itulah manusia mendengarkan kritikan yang membangun ke dalam kebaikan itu sangatlah pantas di ikuti. Namun jika mendengakan kritikan yang hanya akan menyaiti diri sendiri tidak sepantaskan di lakukan. Semua orang sangat berharga dan bagus di lihat dari kebaikan hatinya. Mereka memang aneh dan selalu saja seperti itu bahkan sangat banyak yang menjadi frustasi. Ini sungguh gila orang-orang tidak bermoral mereka seharusnya berbenah diri sebelum mengatakan kritikan terhadap orang lain apalagi jia itu sangat menyakitkan.
Alice dan Theresia yang masih berada di perpustakaaan kemudian mereka pergi karena tugasnya telah selesai. Mereka memutuskan untuk pergi ke pertemuan angkatan. Tepat di depan cafe mereka kemudian langsung masuk dan di sana ternyata sudah banyak orang.
”Oh kalian datang. Kesini,” ucap seseorang dan ternyata itu adalah ketua kelas. Dia memanggil Alice dan Theresia. Dengan cepat mereka berdua pergi menuju ke tempat ketua kelas.
“Kalian tadi kemana saja?”
“Kami baru saja pulang dari perpustakaan,” ucap Alice
“Mengerjakan tugas ya? Wah rajin sekali. sepertinya setelah acara ini selesai aku juga harus cepat mengerjakannya.”
“Benar-benar akan sangat merepotkan bukan jika terlambat.”
Ketika semua orang tengah berkumpul di acara perkumpulan angkatan ini tidak di sangka bahwa selama ini membuat Alice merasakan sensasi yang berbeda kerena sebelumnya dirinya tidak pernah datang ke acara seperti ini. Alice dan temannya kemudian duduk di kursi tidak jauh dari tempat mereka semua berada dengan perasaan sedikit canggung kemudian acara ini dimulai dengan beberapa perkataan ketua angkatan yang sudah seperti ceramah motivator. Di sana suasananya sangat ramai namun tidak tahu kenapa rasanya tidak nyaman dan setelah makanannya datang Alice langsung menikmatinya tanpa berlama-lama. Melihat teman-temannya yang sedang asik bercanda tiba-tiba saja Alice merasa ingin pergi ke toilet. Dan kemudian dirinya pergi ke sana. “Aku pergi ke toilet dulu.” “ Oh okay.” Suasananya semakin ramai dan terus seperti itu sampai acaranya selesai. Ketika Alice berada di dalam toilet dirinya membuka kotak obat dan kemudian dia mengambil beberapa obat untuk dia telan. Akhir-ak
Makanan yang tersaji di hadapan mereka berdua terlihat sangat menggiurkan. Tidak di sangka bahwa semua ini akan terjadi. Berawal dari sebuah ketidak sengajaan menjadikan dirinya pembicaraan orang sungguh luar biasa. Selama ini dirinya memang tidak mempedulikan hal yang tidak penting dan karena itulah hanya berfokus kepada diri sendiri. Alice tumbuh dalam lingkungan yang terbilang memiliki keanehan sehingga membuat dirinya hanya terfokus akan apa yang menjadi tujuannya. Walau banyak sekali persoalan yang membuat dirinya tertekan namun semua itu tidak membuat dirinya goyah dalam sekali serangan bahkan beribu kali pun. Semakin lama dirinya itu hidup maka akan semakin besar hambatan yang ada dihadapannya. Sekarang waktu senggang untuk menikmati istirahat sebelum akhirnya kembali menikmati belajar di kampus. Alice dan juga Theresia berada di cafetaria sambil menikmati makanan yang mereka pesan sebelumnya. Tidak perlu menunggu waktu lama akhinya pesanan yang mereka pesan datang dihadapan
Malam ini, Alice masih berada di sebuah bar di jantung kota. Di sana dirinya yang sebelumnya terlihat begitu kacau, kini sudah mulai membaik. Dengan berjalan perlahan sambil sempoyongan, Alice menemukan sebuah kursi dan kemudian dirinya duduk di sana sekedar menghilangkan rasa pusing. Tidak lama kemudian datanglah seorang pelayan yang menawarkan alkohol kepada dirinya. Meski pikirannya sudah di ambang ke warasan, Alice tetap mengambilnya dan kemudian meneguk segelas alkohol itu sampai habis. Rasa frustasi yang di alaminya sangat banyak. Kehidupan yang tidak lepas dari masalah yang datang bertubi-tubi kepada dirinya. Malam ini suasana di bar yang penuh dengan orang-orang membuatnya merasakan kehidupan dunia yang berbeda. Alice yang masih duduk di sana, tidak lama kemudian seorang gadis muda yang berambut hitam pendek melihat dirinya di sana. Dari kejauhan gadis itu memperhatikannya. “Eh? Sepertinya aku mengenal orang itu,” gumam gadis tersebut. Karena merasa penasaran dengan
Alice dan Theresia masih berada di perpustakaan bahkan sampai sore hari. Tugas yang mereka kerjakan akhirnya selesai juga. Setelah itu, Alice membereskan semua buku-buku yang di bawanya beserta buku catatannya. Mereka berdua kemudian pergi dari perpustakaan untuk pulang. Namun, sebelum pulang Theresia mengajaknya untuk pergi makan sup usus kuah pedas yang menjadi makanan kesukaannya. Alice pun mengangguk pertanda menyetujui ajakannya. Mereka berdua berjalan di sekitar wilayan itu dan kemudian menemukan restoran yang menyajikan berbagai macam sup usus. Theresia dengan semangat datang memasuki tempat tersebut. Alice juga memasukinya sambil melihat-lihat meja yang kosong. Begitu mereka berdua sampai di dalam restoran, sayangnya meja yang ada di tengah semuanya penuh. Ketika nyaris kecewa, ada dua orang yang baru saja menyelesaikan makannya. Kedua orang itu kemudian langsung pergi ke kasir untuk membayar makanannya. Melihat hal itu, Theresia langsung mengajak Alice untuk duduk di meja i
Keesokan harinya di kediaman keluarga Cooper. Alice terbangun dari tidurnya yang nyenyak semalaman. Dia mulai meregangkan kedua tangannya sebelum akhirnya beranjak dari tempat tidur. Setelah itu, Alice pergi ke kamar mandi dan 30 menit kemudian dirinya sudah selesai mandi. Pagi hari yang cukup sibuk membuat dirinya harus segera bersiap untuk pergi ke kampus sambil menyiapkan sarapan untuk ayah dan kakaknya. Ketika Alice sudah selesai menyiapkan sarapan, tiba-tiba Antoni berteriak kepada dirinya dengan nada marah. Alice yang menyaksikan akan hal itu kemudian merasa tersentak oleh nada bicaranya. Antoni kemudian duduk di meja makan sambil menikmati sarapannya. Di sisi lain, Alice yang merasa kesal mencoba untuk menahan diri. Setelah itu, Alice langsung berangkat dengan alasan kelas di mulai lebih awal. Begitu Alice berjalan di sekitar trotoar, dirinya melihat toko roti yang ada di sekitar wilayah itu. Dengan perlahan, dirinya memasuki tempat itu. “Silahkan,” ucap seorang perem
Alice yang masih mendengarkan curhatan Grace, tetap berada di sana hingga sore hari. Grace memang tidak tanggung-tanggung dalam bercerita. Dia nyaris menghabiskan waktu lama untuk sekedar menceritakan masalah yang sedang di hadapinya. Alice yang sudah yakin dengan tindakannya untuk membantu Grace apa pun yang terjadi. Melihat Alice yang mengulurkan tangan kepadanya membuat Grace seketika menahan haru. Selama ini dirinya hanya hidup seorang diri, terus bertumbuh bahkan sampai nyaris menyerah. Namun, karena mimpinya yang cukup besar tidak membuatnya menyerah begitu saja. Kali ini Alice mengajak Grace untuk pergi BBQ di restoran BBQ yang ada di sekitar pusat kota. Matahari sudah mulai terbenam, mereka berdua kemudian pergi ke restoran untuk menikmati makannan sekaligus melepaskan beban di pikiran. Sesampainya di sana, rupanya tempatnya sangat ramai. Alice dan Grace duduk di kursi yang delat dengan dinding. Tidak lama kemudian, seorang pelayan datang menghampiri mereka berdua. “
Hari ini Alice setelah bersiap untuk pergi ke kampus, dirinya sarapan terlebih dahulu. Penghuni rumah yang biasanya membuat dirinya muak kini terasa sepi. Mereka semua sudah berangkat sedari pagi. Alice yang hanya seorang diri sambil menikmati makanannya dia melihat grup chat kelasnya. Di sana, mereka sedang di hebohkan oleh berita hari ini. Alice terus membaca seluruh pesan di grup kelas tersebut dan mereka lagi-lagi berkomentar yang sama. Tidak lama kemudian, Alice berangkat ke kampus dengan menaiki bus. Tepat jam 10 pagi, Alice berangkat dari rumahnya karena hari ini kuliah di mulai pukul 11 pagi. Ketika di dalam bus, dirinya melihat banyak sekali orang yang berbicara mengenai sebuah berita. Alice kemudian duduk di samping seorang wanita muda yang juga merupakan mahasiswa di perguruan tinggi yang sama dengan dirinya. Awalnya mereka hanya canggung dan tidak mengobrol sama sekali. Tapi, begitu Alice melihat artikel kampus perempuan itu langsung berkomentar tepat di hadapan Alice.
Hari yang dipenuhi dengan berbagai tragedi. Saat ini, Alice bersama dengan Theresia dan juga Grace sedang menikmati waktu santai mereka di Cafetaria. Mereka sibuk membicarakan hal-hal sehari-hari yang mereka lakukan. Tidak hanya itu saja, mereka juga membicarakan masalah dalam kehidupannya yang akhir-akhir ini membuatnya merasa terganggu. Theresia yang sedang meminum jus apel kemudian di kejutkan dengan tugasnya yang harus segera di kumpulkan malam ini terakhir jam 12 malam. Dirinya kemudian panik dan meminta Alice untuk mengantarnya ke perpusatakaaan. Grace juga akan pergi untuk melaksanakan kuliah lagi. Saat itu pun, mereka langsung bubar dan menuju ke tempat masing-masing. Melihat mereka bertiga sudah meninggalkan Cafetaria, Rona dan Frey memperhatikan mereka yang sudah pergi itu. Tidak lama kemudian mereka berdua mulai membicarakan suatu hal yang berhubungan dengan mereka bertiga. Di sisi lain memang terlihat begitu menyenangkan. Namun, semua itu hanya omong kosong belaka. Grace
Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge
“Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark
Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat
“Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t
Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn
Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti
Sementara di kelasnya, mereka sedang heboh menanyakan apa yang terjadi kepada Alice dan mereka terlihat begitu penasaran. Marry yang membawanya ke ruang kesehatan itu, tiba-tiba menjadi kerumunan orang-orang yang ada di kelas dan bertanya kepadanya dengan wajah yang terlihat penasaran.“Marry, apa yang terjadi? Kenapa Alice bisa sampai seperti itu? kau tahu sesuatu kan? Ceritakan,” ucap salah satu teman sekelasnya.“Apa? aku taidak tahu hal seperti itu.”“Ayolah. Kami lihat kau tadi antusias membawanya. Apa lagi yang kau sembunyikan.”“Astaga kalian ini, bubar sana.”“Katakan dulu.”“Ah, sial. Pergi sana! Kalian pergilah menggangguku saja.”“Apa-apaan ini? Kenapa kalian mengerumuni mejaku?” ucap seseorang di pintu kelas dan ternyata dia Alice. Seketika mereka yang ada di sana langsung bubar dengan wajah yang tanpa dosa.“Alice,” ucap
Alice kemudian pergi dari sana dan keluar dari rumahnya. Mereka yang melihat itu kemudian merasa heran. Antoni berpura-pura untuk terlihat tenang dan rupanya dia juga sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ketika perkumpulan mereka selesai, Antoni melihat ponselnya dan ternyata benar saja. Ibunya menghubunginya beberapa kali dan dia tidak mengangkatnya. Dia mulai kesal dan melemparkan ponselnya itu. Alice yang kini sedang berjalan-jalan sendirian itu kemudian dia teringat di hari itu dimana semuanya hancur termasuk dirinya. Saat itu, semuanya terlihat berbahagia dan di waktu yang sama ada seorang pria yang datang bersama dengan ibunya dan tiba-tiba saja memperkenalkan dirinya sebagai ayahnya. Alice yang sangat terkejut saat itu membuatnya menepis tangannya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Entah kenapa kedua orang itu terasa akrab melebihi apa pun di dunia ini. Semakin lama dia semakin terluka, dan benar saja sesuatu dengan dugaannya. Ketika Alice pulang dari tempat bermainnya
Philip yang masih terdiam dan tidak mempercayai kabar tersebut, dia langsung murung dan seketika keluar dari ruangan tersebut dan menuju ke suatu tempat. Mereka berdua yang melihatnya seperti itu tentu semakin aneh dan tidak lama setelahnya hanya membiarkannya saja. Sekarang ini, Philip termenung sendirian dengan wajah yang terlihat sedih. Sebelumnya dia meretas akun banknya dan setelah ini dia meninggalkan dunia ini secepat itu. Di dalam dirinya masih ada rasa bersalah dan itu memnbuatnya semakin merasakan sakit. Tidak hanya itu saja, dia juga mengingatnya bahwa sebelumnya mereka sempat berteman lama dan juga banyak lagi hal yang semakin menjadikannya seakan orang jahat di dunia ini. Sementara itu, Alice yang saat ini tengah berada di makam Grace dan masih melihatnya dengan tatapan penuh kesedihan. Kerabatnya itu kemudian mengatakan sesuatu kepadanya.“Terimakasih kalian sudah menjadi temannya selama sisa hidupnya,” ucap kerabatnya Grace“Tidak. Jang