Makanan yang tersaji di hadapan mereka berdua terlihat sangat menggiurkan. Tidak di sangka bahwa semua ini akan terjadi. Berawal dari sebuah ketidak sengajaan menjadikan dirinya pembicaraan orang sungguh luar biasa. Selama ini dirinya memang tidak mempedulikan hal yang tidak penting dan karena itulah hanya berfokus kepada diri sendiri. Alice tumbuh dalam lingkungan yang terbilang memiliki keanehan sehingga membuat dirinya hanya terfokus akan apa yang menjadi tujuannya. Walau banyak sekali persoalan yang membuat dirinya tertekan namun semua itu tidak membuat dirinya goyah dalam sekali serangan bahkan beribu kali pun. Semakin lama dirinya itu hidup maka akan semakin besar hambatan yang ada dihadapannya. Sekarang waktu senggang untuk menikmati istirahat sebelum akhirnya kembali menikmati belajar di kampus. Alice dan juga Theresia berada di cafetaria sambil menikmati makanan yang mereka pesan sebelumnya. Tidak perlu menunggu waktu lama akhinya pesanan yang mereka pesan datang dihadapan mereka berdua. Seorang pelayan mengantarkannya kepada mereka.
“Permisi, ini makanannya silahkan untuk dinikmati,” ucap pelayan itu dengan ramah kepada mereka berdua.
“Wow ini kelihatan enak sekali. kau pesan apa?” tanya Alice kepada Theresia.
“Pasta daging. Aku sudah lama ingin sekali makan ini.”
“Sekarang sudah kesampaian.”
“Benar. hahaha. Eh kau pesan apa?”
“Hanya salad sayur.”
“Apa kau vegetarian?”
“Tidak juga. Kebetulan hanya sedang ingin makan ini.”
“Kukira kau vegetarian.”
“Itu mustahil.”
“Oh iya, akhir pekan ini bagaimana kalau mengerjakan tugasnya di tempat lain?”
“Boleh. Memangnya dimana?”
“Nanti akan ku carikan. Jangan khawatir.”
“Okay.”
Mereka berdua menghabiskan makanannya dalam waktu singkat dan sekarang sedang bersiap untuk pergi ke kelas lagi. tidak tersa waktu semakin berjalan dengan cepat. mereka berdua datang ke kelas untuk menghadiri mata kuliah terakhir hari ini dan begitu mereka berdua datang ternyata professor juga datang. Rasanya keberuntungan untuk pulang cepat semakin terasa. Alice dan Theresia mengikuti pelajaran dengan baik dan itu berjalan sampai waktu menunjukan untuk pulang dari kampus. Ketika Alice hendak pulang dari kampus tiba-tiba saja dirinya harus pergi ke suatu tempat karena baru saja seseorang mengirimkan pesan teks kepadanya dan dengan cepat dirinya berpisah dengan Theresia dan menuju ke tempat itu seorang diri. Sesampainya di tempat yang dimaksud ternyata adalah sebuah restoran yang bergaya klasi vintage. Seseorang duduk di kursi meja yang sudah di pesan sebelumya. Dengan perlahan Alice mendatangi orang itu. awalnya dirinya merasakan tekanan yang luar biasa namun dia mencoba untuk terlihat baik-baik saja. Begitu Alice datang orang itu melihatnya dan kemudian tersenyum kepada dirinya seakan dia orang yang baik.
“Duduk lah. kau tidak perlu berdiri seperti itu.”
“Kenapa kau memanggiku kemari? Apa yang kau inginkan?”
“Wah kejam sekali. seharusnya kau tidak berkata seperti itu Alice Cooper.”
“Jika kau tidak ada yang harus dibicarakan lebih baik aku pergi. Selamat tinggal.”
“Dia akan pergi ke luar negeri.”
“Apa maksudmu?”
“Kau tidak dengar? Ku bilang dia akan pergi ke luar negeri dan meninggalkanmu selamanya.”
“Lalu? Untuk apa kau memberitahuku?”
“Karena dia tidak akan mungkin memberithumu loh. Terlebih lagi sekarang kau sudah bukan orang yang penting. Kau tahu kenapa? Silahkan bercermin.”
“Sialan. Kau.”
“Kau akan menghajarku di tempat umum? Berani juga yak bocah ini.”
“Kalau kau selesai bicara aku akan pergi.”
“Hanya itu saja yang ingin ku katakan. Lagi pula tidak akan seru jika ku katakan di dalam telepon.”
“Menjijikan.”
“Selamat tinggal Alice. Ku katakan untuk mewakilinya.”
Setelah selesai berbicara dengan orang itu tidak lama kemudian Alice meninggalkan restoran. Wajahnya yang diliputi amarah membuat dirinya menedang kaleng yang ada di jalan itu dengan penuh amarah. Selama ini dirinya sudah menahan diri untuk ini dan ternyata terulang lagi hari ini tepat di hari dirinya berulang tahun. Kehidupannya yang penuh dengan kesedihan membuat dirinya merasa sesak untuk waktu yang lama dan kali ini luka itu mulai terbuka lagi perlahan menggerogoti tubuhnya. Alice berjalan menyusuri jalanan yang ramai. Dirinya kemudian harus bertabrakan dengan orang lain yang dia lewati.
DUKK
“Ah maaf,” ucap Alice dengan sopan.
Wajahnya memperlihatkan kemarahan sekaligus kesedihan yang mendalam. Sesaat kemudian dirinya datang ke sebuah tempat karoke dan menyanyikan lagu balad selama tiga jam seorang diri di sana. Terlihat raut wajahnya seakan dirinya baru saja dicampakan membuat suasana kelabu menyelimuti dirinya. Begitu selesai menyanikan beberpa album dia kemudian pergi ke suatu tempat yang tidak lain adalah cafe bar. Di sana Alice memesan alkohol dan kemudian meminumnya. Bartender yang berada di hadapannya merasa kasihan dengan kondisinya itu dan kemudian menyuruhnya untuk berhenti minum.
“Hey nak, hentikan. Kau bisa saja muntah,” ucap bartender itu.
“Biarkan saja. Ku muntahkan seluruhnya di hadapanmu.”
Pembicaraannya semkin lama semakin kacau karena pengaruh alkohol dan tidak hanya itu dirinya mulai mengigau dengan suara keras hingga membuat orang lain yang berada di sana melihat ke arahnya. Mereka yang ada di sana saat itu hanya menatapnya saja dan kemudian membiarkan dirinya terus seperti itu sampai tertidur untuk sementara. Alice sekatrang berada di kehidupan masa kecilnya dimana dirinya selalu menangis dan lagi banyak orang yang mengganggunya karena hubungan keluarga mereka. Dengan wajah sedih dirinya terus menangis begitu anak-anak yang bermain dengan dirinya mencemoohnya sampai mengucilkannya. Jauh di lubuk hatinya dia sangat terluka dan itu rasanya pedih bagaikan tersiram air asam. Semakin lama ingatan itu melekat dalam kepalanya dan semakin jelas terlihat. Saat ini Alice yang sednag tertidur itu pun kemudian menitikan air matanya tanpa disadari dan tidak lama kemudian dia bangun dengan keadaan sakit kepala yang masih berada di cafe bar itu tepatnya di hadapan bartender yang sedang meracik alkohol.
“Bagaimana tidurmu nak? Sepertinya kau mengalami kejadian buruk. apa sekarang sudah mulai membaik?”
“Ah iya. Aku lupa kalau diriku sedang mabuk. Jam berapa sekarang?”
“Sekarang sudah jam 6 sore.”
“Oh begitu.”
“Kau tertidur selama tiga jam.”
“Apa? selama itu?”
Cafe bar yang berada di ruang bawah tanah ini memang merupakan tempat favorit untuk minum-minum bagimana pun kondisinya karena buka 24 jam. Biasanya di sini banyak sekali orang yang datang. Namun sekarang rasanya sepi. Alice yang sudah bangun itu kemudian dia mengumpulkan nyawanya dan tidak hanya itu saja dia juga pergi ke toilet. Sesampainya di dalam toilet dirinya memuntahkan semua isi perutnya hingga suaranya terdengar sampai ke luar toilet. Begitu dirinya merasa lebih baik dia kemudian bercermin dan melihat wajanya yang sudah kacau itu lalu membasuh wajahnya dengan air di wastafle dengan perlahan sampai dirinya sudah tidak berantakan lagi.
Malam ini, Alice masih berada di sebuah bar di jantung kota. Di sana dirinya yang sebelumnya terlihat begitu kacau, kini sudah mulai membaik. Dengan berjalan perlahan sambil sempoyongan, Alice menemukan sebuah kursi dan kemudian dirinya duduk di sana sekedar menghilangkan rasa pusing. Tidak lama kemudian datanglah seorang pelayan yang menawarkan alkohol kepada dirinya. Meski pikirannya sudah di ambang ke warasan, Alice tetap mengambilnya dan kemudian meneguk segelas alkohol itu sampai habis. Rasa frustasi yang di alaminya sangat banyak. Kehidupan yang tidak lepas dari masalah yang datang bertubi-tubi kepada dirinya. Malam ini suasana di bar yang penuh dengan orang-orang membuatnya merasakan kehidupan dunia yang berbeda. Alice yang masih duduk di sana, tidak lama kemudian seorang gadis muda yang berambut hitam pendek melihat dirinya di sana. Dari kejauhan gadis itu memperhatikannya. “Eh? Sepertinya aku mengenal orang itu,” gumam gadis tersebut. Karena merasa penasaran dengan
Alice dan Theresia masih berada di perpustakaan bahkan sampai sore hari. Tugas yang mereka kerjakan akhirnya selesai juga. Setelah itu, Alice membereskan semua buku-buku yang di bawanya beserta buku catatannya. Mereka berdua kemudian pergi dari perpustakaan untuk pulang. Namun, sebelum pulang Theresia mengajaknya untuk pergi makan sup usus kuah pedas yang menjadi makanan kesukaannya. Alice pun mengangguk pertanda menyetujui ajakannya. Mereka berdua berjalan di sekitar wilayan itu dan kemudian menemukan restoran yang menyajikan berbagai macam sup usus. Theresia dengan semangat datang memasuki tempat tersebut. Alice juga memasukinya sambil melihat-lihat meja yang kosong. Begitu mereka berdua sampai di dalam restoran, sayangnya meja yang ada di tengah semuanya penuh. Ketika nyaris kecewa, ada dua orang yang baru saja menyelesaikan makannya. Kedua orang itu kemudian langsung pergi ke kasir untuk membayar makanannya. Melihat hal itu, Theresia langsung mengajak Alice untuk duduk di meja i
Keesokan harinya di kediaman keluarga Cooper. Alice terbangun dari tidurnya yang nyenyak semalaman. Dia mulai meregangkan kedua tangannya sebelum akhirnya beranjak dari tempat tidur. Setelah itu, Alice pergi ke kamar mandi dan 30 menit kemudian dirinya sudah selesai mandi. Pagi hari yang cukup sibuk membuat dirinya harus segera bersiap untuk pergi ke kampus sambil menyiapkan sarapan untuk ayah dan kakaknya. Ketika Alice sudah selesai menyiapkan sarapan, tiba-tiba Antoni berteriak kepada dirinya dengan nada marah. Alice yang menyaksikan akan hal itu kemudian merasa tersentak oleh nada bicaranya. Antoni kemudian duduk di meja makan sambil menikmati sarapannya. Di sisi lain, Alice yang merasa kesal mencoba untuk menahan diri. Setelah itu, Alice langsung berangkat dengan alasan kelas di mulai lebih awal. Begitu Alice berjalan di sekitar trotoar, dirinya melihat toko roti yang ada di sekitar wilayah itu. Dengan perlahan, dirinya memasuki tempat itu. “Silahkan,” ucap seorang perem
Alice yang masih mendengarkan curhatan Grace, tetap berada di sana hingga sore hari. Grace memang tidak tanggung-tanggung dalam bercerita. Dia nyaris menghabiskan waktu lama untuk sekedar menceritakan masalah yang sedang di hadapinya. Alice yang sudah yakin dengan tindakannya untuk membantu Grace apa pun yang terjadi. Melihat Alice yang mengulurkan tangan kepadanya membuat Grace seketika menahan haru. Selama ini dirinya hanya hidup seorang diri, terus bertumbuh bahkan sampai nyaris menyerah. Namun, karena mimpinya yang cukup besar tidak membuatnya menyerah begitu saja. Kali ini Alice mengajak Grace untuk pergi BBQ di restoran BBQ yang ada di sekitar pusat kota. Matahari sudah mulai terbenam, mereka berdua kemudian pergi ke restoran untuk menikmati makannan sekaligus melepaskan beban di pikiran. Sesampainya di sana, rupanya tempatnya sangat ramai. Alice dan Grace duduk di kursi yang delat dengan dinding. Tidak lama kemudian, seorang pelayan datang menghampiri mereka berdua. “
Hari ini Alice setelah bersiap untuk pergi ke kampus, dirinya sarapan terlebih dahulu. Penghuni rumah yang biasanya membuat dirinya muak kini terasa sepi. Mereka semua sudah berangkat sedari pagi. Alice yang hanya seorang diri sambil menikmati makanannya dia melihat grup chat kelasnya. Di sana, mereka sedang di hebohkan oleh berita hari ini. Alice terus membaca seluruh pesan di grup kelas tersebut dan mereka lagi-lagi berkomentar yang sama. Tidak lama kemudian, Alice berangkat ke kampus dengan menaiki bus. Tepat jam 10 pagi, Alice berangkat dari rumahnya karena hari ini kuliah di mulai pukul 11 pagi. Ketika di dalam bus, dirinya melihat banyak sekali orang yang berbicara mengenai sebuah berita. Alice kemudian duduk di samping seorang wanita muda yang juga merupakan mahasiswa di perguruan tinggi yang sama dengan dirinya. Awalnya mereka hanya canggung dan tidak mengobrol sama sekali. Tapi, begitu Alice melihat artikel kampus perempuan itu langsung berkomentar tepat di hadapan Alice.
Hari yang dipenuhi dengan berbagai tragedi. Saat ini, Alice bersama dengan Theresia dan juga Grace sedang menikmati waktu santai mereka di Cafetaria. Mereka sibuk membicarakan hal-hal sehari-hari yang mereka lakukan. Tidak hanya itu saja, mereka juga membicarakan masalah dalam kehidupannya yang akhir-akhir ini membuatnya merasa terganggu. Theresia yang sedang meminum jus apel kemudian di kejutkan dengan tugasnya yang harus segera di kumpulkan malam ini terakhir jam 12 malam. Dirinya kemudian panik dan meminta Alice untuk mengantarnya ke perpusatakaaan. Grace juga akan pergi untuk melaksanakan kuliah lagi. Saat itu pun, mereka langsung bubar dan menuju ke tempat masing-masing. Melihat mereka bertiga sudah meninggalkan Cafetaria, Rona dan Frey memperhatikan mereka yang sudah pergi itu. Tidak lama kemudian mereka berdua mulai membicarakan suatu hal yang berhubungan dengan mereka bertiga. Di sisi lain memang terlihat begitu menyenangkan. Namun, semua itu hanya omong kosong belaka. Grace
Tidak lama kemudian, bus yang mereka naiki sudah sampai di halte. Di sana, mereka berdua langsung turun dan kemudian berjalan sedikit ke arah sebelah tenggara. Di sana, banyak juga orang yang datang. pameran yang diadakan di sebuah musium yang merupakan musium seni terbesar di kota ini. Menurut beberapa kabar, seniman yang selalu melakukan pameran di tempat ini tidak lain adalah mereka yang sudah terkenal. Karyanya yang menjadikan semua orang jatuh cinta membuatnya di kenal banyak orang. Theresia dan Alice yang penasaran akan hal itu mereka langsung mendatangi tempat ini begitu mendapatkan tiket melalui online. Antriannya lumayan panjang sehingga mereka berdua harus menunggu selama 10 menit. Orang-orang yang datang banyak dari mereka yang terlihat seperti anak seni. Karena penampilan mereka yang mencolok dan juga cukup intens. Setelah menunggu selama itu, mereka berdua akhirnya memasuki ruangan musium. Begitu masuk, ruangan sudah di penuhi banyak pengunjung. Mereka semua terlihat an
Mereka berdua memasuki sebuah restoran yang ternyata adalah tempat khusus sup. Tidak peduli dengan menunya dan mereka langsung duduk begitu memasuki tempat itu. Pelayan kemudian datang ke arah mereka untuk menawarkan menu. Dengan cepat Alice memesan menu yang sering di pesan oleh orang di tempat ini. Theresia tentu saja mengikutinya. Mereka berdua kemudian menunggu makanan datang. Sambil menunggu makanannya, mereka berdua memeriksa ponselnya. Di sana, teman-teman sekelasnya sedang di hebohkan oleh berita yang baru saja di upload oleh komunitas wartawan. Berita tersebut ada hubungannya dengan yang sebelumnya. Dalam forum yang hanya bisa di akses oleh anak perguruan tinggi itu saja. Mereka semua berkomentar hingga memenuhi forum. “Apa-apan ini?” ucap Alice “Mereka mulai lagi. apa tidak ada yang menarik selain menyebarkan ini?” “Tunggu dulu, sepertinya ini memang sungguhan.” “Jika sudah diposting seperti ini tentu saja ini sungguhan. Bagaimana mungkin it
Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge
“Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark
Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat
“Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t
Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn
Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti
Sementara di kelasnya, mereka sedang heboh menanyakan apa yang terjadi kepada Alice dan mereka terlihat begitu penasaran. Marry yang membawanya ke ruang kesehatan itu, tiba-tiba menjadi kerumunan orang-orang yang ada di kelas dan bertanya kepadanya dengan wajah yang terlihat penasaran.“Marry, apa yang terjadi? Kenapa Alice bisa sampai seperti itu? kau tahu sesuatu kan? Ceritakan,” ucap salah satu teman sekelasnya.“Apa? aku taidak tahu hal seperti itu.”“Ayolah. Kami lihat kau tadi antusias membawanya. Apa lagi yang kau sembunyikan.”“Astaga kalian ini, bubar sana.”“Katakan dulu.”“Ah, sial. Pergi sana! Kalian pergilah menggangguku saja.”“Apa-apaan ini? Kenapa kalian mengerumuni mejaku?” ucap seseorang di pintu kelas dan ternyata dia Alice. Seketika mereka yang ada di sana langsung bubar dengan wajah yang tanpa dosa.“Alice,” ucap
Alice kemudian pergi dari sana dan keluar dari rumahnya. Mereka yang melihat itu kemudian merasa heran. Antoni berpura-pura untuk terlihat tenang dan rupanya dia juga sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ketika perkumpulan mereka selesai, Antoni melihat ponselnya dan ternyata benar saja. Ibunya menghubunginya beberapa kali dan dia tidak mengangkatnya. Dia mulai kesal dan melemparkan ponselnya itu. Alice yang kini sedang berjalan-jalan sendirian itu kemudian dia teringat di hari itu dimana semuanya hancur termasuk dirinya. Saat itu, semuanya terlihat berbahagia dan di waktu yang sama ada seorang pria yang datang bersama dengan ibunya dan tiba-tiba saja memperkenalkan dirinya sebagai ayahnya. Alice yang sangat terkejut saat itu membuatnya menepis tangannya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Entah kenapa kedua orang itu terasa akrab melebihi apa pun di dunia ini. Semakin lama dia semakin terluka, dan benar saja sesuatu dengan dugaannya. Ketika Alice pulang dari tempat bermainnya
Philip yang masih terdiam dan tidak mempercayai kabar tersebut, dia langsung murung dan seketika keluar dari ruangan tersebut dan menuju ke suatu tempat. Mereka berdua yang melihatnya seperti itu tentu semakin aneh dan tidak lama setelahnya hanya membiarkannya saja. Sekarang ini, Philip termenung sendirian dengan wajah yang terlihat sedih. Sebelumnya dia meretas akun banknya dan setelah ini dia meninggalkan dunia ini secepat itu. Di dalam dirinya masih ada rasa bersalah dan itu memnbuatnya semakin merasakan sakit. Tidak hanya itu saja, dia juga mengingatnya bahwa sebelumnya mereka sempat berteman lama dan juga banyak lagi hal yang semakin menjadikannya seakan orang jahat di dunia ini. Sementara itu, Alice yang saat ini tengah berada di makam Grace dan masih melihatnya dengan tatapan penuh kesedihan. Kerabatnya itu kemudian mengatakan sesuatu kepadanya.“Terimakasih kalian sudah menjadi temannya selama sisa hidupnya,” ucap kerabatnya Grace“Tidak. Jang