Sore hari, setelah suasana mulai kondusif Mas Imam pulang dari suatu tempat dan langsung menemuiku di halaman belakang."Jadi, apa yang akan kamu lakukan, Mas?""Gak ada, gak tahu, aku blank, bingung dan pusing karena aku juga harus cari kerjaan untuk memenuhi kebutuhan Sari dan kalian juga," jawabnya mengusap wajah."Aku berterima kasih karena kamu sudah mengamankan sertifikat rumah ke tanganku, andai saja sertifikat itu ada disini mungkin istrimu akan menjualnya," balasku."Iya, itu hakmu, aku juga masih punya pikiran, mana mungkin aku serius mau mengusir kalian dari rumah itu," ucapnya tersenyum tipis."Jadi kamu gak serius?" tanyaku antusias."Hari itu aku hanya lagi emosi, ditambah aku kehilangan akal sehat, maaf ya," ucapnya menyentuh tanganku lalu menggengamnya."Lepasin tanganku, nanti istrimu melihat," ucapku "Dia di kamar, dia tidak akan menyaksikan kita."Dasar buaya! Ternyata di mana-mana laki-laki semuanya sama saja."Apa yang tidak aku saksikan? Apa Mas?" Wanita itu men
"Tolong, jangan pergi, aku minta tolong," ucap Mas Imam."Buat apa bertahan kalo sakit, Mas?" tanya wanita itu dengan dinginnya."Kita masih boleh bersama Sayang, aku akan tuntaskan semua masalah ini.""Kalau mau denganku kamu harus meninggalkan Mbak Yanti," pintanya."Jangan meminta itu, masih ada solusi lain.""Ah, percuma bicara denganmu." Wanita itu mendorong dada Mas Imam lalu berlalu pergi bersama ibu dan anaknya.Tinggallah aku dan pria itu. Dia terduduk di kursi dan menyeka air mata sedihnya. Lantas meratapi mengapa harus kehilangan istri yang dia cintai."Kalau kamu begitu terobsesi untuk bersamanya, maka pergilah ikut dia," suruhku."Anak adalah hal yang membuatku berat untuk melepaskan Sari. Di samping itu ....""Ya, aku paham, kau juga mencintainya, tergila-gila dengan kecantikan wanita itu.""Bukan begitu ....""Dengar, Mas, jangan memaksakan diri untuk bersamaku hanya karena kau takut polisi. Cara termudah adalah serahkan mobil dan rumah lalu aku tidak akan mengganggum
Tak mau bergelung dalam rangkaian kejadian yang selalu terulang, kuputuskan untuk fokus saja kepada hidup dan nafkah kedua anakku.Sore itu kami sampai di depan rumah, kami turun dan langsung membongkar bagasi tetangga yang kebetulan melihat kami langsung kaget ketika menatap Mas Imam juga turun dari mobil yang sama.Tetangga nampak kali membisiki dan berkomentar. Aku paham betul bahwa mereka sedang membicarakan ketidakkonsistenanku dalam mengambil keputusan.mYa, aku sudah dianiaya dan menuntut namun tiba-tiba membawa si pelaku pulang ke rumah, itu mengejutkan dan tidak bisa habis dipikirkan."Silakan masuk Mas,"suruh ku ketika melihatnya yang masih terpaku mencengkeram kuat tas miliknya."Kamu yakin mau ngajakin aku masuk?""Memangnya Mas mau tidur di luar?"Wajah suram Mas Imam yang masih di payungi luka-luka akibat keputusan istri mudanya, nampak jelas. Ia menjatuhkan diri duduk di teras rumah lalu tiba-tiba menangis begitu saja.Mungkin ada mendung di hatinya, gumpalan rasa kecew
Seperti biasa selalu drama yang sama terulang kembali, wanita itu meradang berusaha memasang air mata buayanya di depan Mas Imam agar suamiku turun iba dan berusaha mengambil hatinya. Iya, berhasil Mas Imam dengan penuh kegigihan dan cintanya lantas mengejar dia ke depan sana."Sayang, tunggu, aku bisa jelaskan," ucapnya.Mas Imam menarik tangan wanita itu dan berusaha mencengkeram bahunya untuk memberitahu yang sebenarnya."Jangan terburu-buru untuk memutuskan perceraian, terlebih pernikahan bukanlah hal yang mudah diputuskan. Apakah semudah itu kau ingin meninggalkanku? setelah begitu lama kita saling mencintai?""Kalau begitu ayo pulang kamu tidak pantas berada di sini setelah memutuskan untuk menceraikan Mbak Yanti!" ucap wanita itu dengan tegasnya."Apa?""Ya, kemasi barangmu," perintahnya.Aku tidak bisa mengatakan apa-apa menyaksikan kegiatan dua manusia itu, hanya diam dan memperhatikan saja."Tapi aku juga sedang tinggal bersama Yanti." Imam nampak ragu-ragu, dia sepertinya
*Malam harinya tidak kusangka dan juga tiba-tiba Mas Imam datang dan menemuiku yang saat itu sedang mengaji di ruang tengah. Mati dengan menggunakan mukena kubukakan pintu dan melihat dia disana."Aku tidak akan masuk jadi kau tidak perlu khawatir," ucapnya pelan setelah melihat ekspresi tidak suka di wajahku."Oh, bagus, mau apa ke sini?""Aku ingin minta maaf atas sikap Sari di pasar tadi.""Tidak apa-apa, tapi aku kasihan padamu karena kau harus mendidik seorang wanita mulai dari nol lagi, seperti guru TK yang mengajarkan adab kepada murid-muridnya.""Maafkan aku," balasnya lirih."Tapi, sungguhkah, kau telah menyandingkan aku dengan wanita itu? Kupikir dengan menikah lagi kau telah mendapatkan yang terbaik, tapi ternyata dia tidak lebih baik. Kupikir kau telah mendapatkan wanita yang lebih unggul yang lebih pandai, lagi beradab dan lebih elegan dariku, ternyata dia hanya menang cantik saja." Aku melipat kedua tangannya di dada sambil melecehkannya."Aku sungguh malu," jawab Mas I
Telah kutemukan rumah mungil di sebuah desa permai, di kaki bukit, ketika membuka pintu, sawah berundak dan pancuran air menyambut pemandangan mata, dan ketika angin berdesir, daun padi bergelombang layaknya lautan berwarna hijau, nyaman sekali rasanya berada jauh dari hiruk pikuk kota dna segela kerepotan tentang orang kang kusebut, Suami.Anak anak berkendara 20 kilo meter ke kota untuk seperti biasa meneruskan pendidikan mereka. Agak sulit untuk mengurus mereka pindah karena sebentar lagi ujian akhir sekolah.Memang untuk bulan berapa hari aku tidak membiarkan mereka ke sekolah demi melindungi dari pencarian Mas Imam. Sepulang sekolah mereka juga aku suruh mengendap-ngendap dan langsung pergi untuk menjaga kalau kalau ayahnya sudah menunggu."Gimana lancar sekolah, Nak?" tanyaku ketika mereka tiba di rumah sore harinya."Ada ayah yang nampak mencari, tapi kami kabur," Jawa Erwin."Sebenarnya aku juga tidak mengerti Kenapa kita harus kabur dari orang tua sendiri namun demi kenyam
Karena aku dibawa ke kantor polisi yang tidak sama dengan kantor polisi di mana aku memberikan laporan tentang perbuatan Mas Imam maka tanpa banyak bicara dan pikir panjang lagi aku langsung menghubungi orang yang sempat membantuku, pengacara yang menjadi kuasa hukum atas kasus itu."Pak, Mas Imam kembali berulah dia membuat fitnah bahwa saya sudah mencuri dan menggelapkan hartanyaBisakah Anda datang dan menguruskan perkara ini?""Berarti saya harus pergi ke kantor di mana anda pernah melaporkan suami anda, kita tinggal meminta polisi untuk menghubungkan link kasus kemarin dengan yang sedang terjadi sekarang.""Ya, sebenarnya petugas sudah memberikan masa uji apakah kita akan melanjutkan perkara atau memutuskan berdamai, tapi karena dia sudah mencari gara-gara maka aku tidak akan mengampuninya, Pam.""Baiklah, saya akan mengurusnya, Ibu Yanti tenang aja. Sekarang ibu Yanti di kantor polisi mana?""Taman Sari, Pak.""Oke, saya akan meluncur ke sana, tapi ibu sabar ya."Iya, siap."Mu
"Mohon maaf, saya pun ingin menuntut karena ayah, karena pernah memukul saya demi istrinya," ucap anakku Erwin yang datang tiba tiba.Putraku terlihat nampak khawatir dambil menggenggam bungkusan makanan dan baju di tangannya. Orang orang yang kebetulan ada tersentak dan mengalihkan perhatian memandang kedua anakku "Anak-anak jangan ikut campur!" bentak Mas Imam."Tidak apa, Pak, kami juga butuh kesaksian," sela seorang angggota polisi membuat Mas imam mati kutu."Pak Polisi, umur saya sebentar lagi delapan belas tahun, meski begitu saya pun adalah warga negara yang berhak atas perlindungan hukum. Dari itu, saya menuntut ayah saya atas aksi kekerasan yang dia lakukan karena penolakan kami.""Saya pun demikian hendak memberi kesaksian, ayah sudah sering bertindak kasar dan mengancam kami. Di tambah lagi, ayah sudah mementingkan belanja istrinya dengan melalaikun tugasnya membayar sekolah saya, saya jadi dipermalukan di hadapan teman teman, dan saya menuntut itu!" balas Vito berapi-
Mendengar ucapan Mas Hamdan yang sangat lugas tentu saja ibu mertua merasa tidak enak kepada calon menantunya yang kini menangis tersedu dan putus asa ibu mertua segera bangkit dan mencegah mas hamdan melanjutkan perkataannya sambil mendekati Haifa dan merangkul wanita itu."Cukup Hamdan, cukup!""Ibu, biarlah Haifa tahu kenyataan sebenarnya agar dia tersadarkan dan bisa membuka hatinya untuk cinta yang baru. Wanita itu adalah wanita yang cantik dan sukses, dia bisa dapatkan laki-laki manapun yang dia inginkan.""Sudah cukup Mas, Kamu sudah menikah jantungku dengan kalimat-kalimatmu ucap wanita itu sambil merangkum tangisannya yang melolong sedih kedua anak kami yang baru saja pulang sekolah juga kaget melihat drama yang terjadi di ruang tamu. Mereka memandang kami dengan kernyitan dahi yang begitu heran."Ada apa Bunda?""Pergilah ke dalam.""Gak bisa Bund, kami juga berhak tahu," jawab Erwin."Ini masalah kami berempat, pergilah ke dalam," tegasku.Setelah memastikan anak-anak be
“Mas, aku sungguh minta maaaf atas apa yang terjadi Mas, situasinya memanas, Yanti mulai melawan ibu dan menyerang mental beliau, Yanti mulai menunjukkan taring dan keberaniannya untuk mendominasi di dalam rumah ini. Aku sungguh tidak menyangkanya Mas," ujar Haifa yang segera saja ingin mendapatkan pembelaan, dengan panik dan memasang wajah polos dia berusaha untuk mendapatkan kepercayaan Mas Hamdan.Dia pikir suamiku akan percaya semudah itu padanya. "Aku dengar percakaan kalian dari luar.'“Tapi itu hanya sebagian kan Mas? kau pasti tidak dengar dengan detil dari awal?” ucap haifa yang terus be rusaha meracuni pikiran suamiku.Sekuat apapun dia berusaha untuk meyakinkan mas hamdan wanita itu tetap dijauhi, jangankan mau disentuh, dihampiri daja suamiku langsung menjauh menjaga jaraknya.“Mas kamu kok hindarin aku?”“Kita ini bukan mahram! jaga sikapmu, kau bersikap seperti anak kecil di hadapan ibu dan istriku, apa kautak sadar?”“Saya masih tunangannya Mas…" Ada bola bening yang t
"Apa?!"Kedua wanita itu kompak berteriak dengan mata terbelalak Haifa sendiri sampai berdiri dari tempat duduknya sambil menatapku dengan tatapan melotot.""Apa kau yang menghasut Hamdan untuk memutuskan semua ini, Yanti?""Sudah ku bilang aku tidak berminat ikut campur, tapi aku hanya akan berdiri sesuai dengan batasan dan tugasku. Aku mengikuti apa saja kehendak mertua dan suami .... tapi semenjak mengetahui bahwa suamiku sendiri tidak setuju dengan sandiwara yang kalian buat dan pernikahan settingan ini, aku jadi punya kekuatan untuk membela Mas Hamdan," jawabku."Kau pikir kau hebat? kau pikir pengaruhmu telah mengubah Hamdan sepenuhnya dan membuat dia tidak akan mendengarkan orang tuanya, hah?" Ibu berteriak, tapi setelahnya Dia terpaksa mendudukkan diri karena akhirnya wanita itu tersengal-sengal capek dengan emosinya sendiri.Sebenarnya aku sama sekali tidak mempengaruhi Mas Hamdan tapi prinsip dan kemampuan lelaki itulah yang membuat dia akhirnya mengambil keputusan untuk men
"Oh iya? sok jago sekali kamu ingin menunjukkan dominasi dan betapa hebatnya kau di rumah ini, padahal kamu hanya orang datangan yang tidak pernah tahu apa-apa," ucap Ibu Syaimah sambil mengacungkan jemarinya ke wajahku."Saya memang orang datang dengan ibu namun saya terikat secara emosional dan secara hukum dengan keluarga ibu. Hamdan adalah suamiku dan ibu adalah mertuaku di mana aku harus memperlakukannya dengan pantas sebagai orang tua. Jadi harusnya Ibu pun memperlakukan aku seperti anak.""Dirimu jadi anakku? Sejak kapan? Sejak kapan kau punya pemikiran seperti itu. Selama ini hanya aku yang bersikap baik padamu, sementara kau, acuh tak acuh saja, kadang aku melihat bahwa kau tidak pernah tulus dalam mengurusiku!"Astagfirullah, tega-teganya Ibu mengatakan hal demikian padahal aku selalu tulus mengurusnya, penuh cinta kasih menyiapkan makanannya dan selalu memberinya perhatian yang pantas ia dapatkan. Tega-teganya Ibu mengatakan itu di hadapan Haifa dan mempermalukanku."Jadi
"Saya pergi dulu, permisi ya Pak, Bu, saya minta maaf dan memohon perngertiannya."Klik.Akhirnya ponsel pun di matikan, dan aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Aku paham betul posisi mas Hamdan yang telah dengan sekuat tenaga mengumpulkan keberanian dan ketenangan dirinya untuk bicara pada keluarga yang emosional itu. Nampaknya mereka semua sangat tidak terima dengan keputusan Mas Hamdan dan merasa kecewa sekali serta tidak mampu menyembunyikan kemarahannya.Sekarang setelah suamiku mengumpulkan keberanian untuk menemui keluarga Haifa maka aku sendiri juga akan bertindak untuk menyelesaikan masalah yang ada di rumah ini. Masalah itu harus diperselesaikan bersama tidak boleh hanya di bebankan pada satu bahu saja.Segera kurapikan diriku dan jilbabku lalu turun ke ruang tamu di mana Ibu dan Haifa masih sibuk berbincang dan membicarakan masa depan mereka.Aku ketuk pintu sambil mengumpulkan nafas, aku tarik dalam-dalam nafas lalu membuangnya, kemudian mendorong pintu dan masuk
"Tapi Nak Hamdan, sudah terlanjur bahagia dengan pertunangan itu, semua keluarga juga sama, terutama Nenek Haifa yang kini sakit sakitan, kami khawatir mengetahuinya cucu dicampakkan Ibuku akan sangat syok dan kena serangan jantung.""Saya bisa memaklumi itu, tapi tidak bisa memaksakan keadaan, kalaupun saya tetap berpura-pura jadi tunangan Haifa maka itu akan melahirkan kebohongan demi kebohongan berikutnya. Saya bukan tipe orang yang suka berbohong dan bersandiwara."Tiba-tiba dari seberang sana aku bisa mendengar ibunda Haifa menangis terisak dengan kesedihannya. Di sisi lain di rumah ini Haikal dan ibu mertua sedang tertawa-tawa di ruang tamu khusus wanita. Mereka bersenda gurau layaknya ibu dan anak, sementara diri ini dan Mas Hamdan berada di tengah-tengah kegalauan dan kebingungan itu."Ibu tolong maafkan saya ya, saya mau pergi dulu," ucap Mas Hamdan."Baiklah, Nak Hamdan. Jika itu keputusanmu, maka kami akan pasrah, tapi tolong, jika ibumu mengharapkan Haifa jadi menantunya,
“Halo, Mas.”Tidak ada jawaban, tapi terdengar suara percakapan antara beberapa orang pria dan wanita. Sepertinya Mas Hamdan sengaja menghubungiku agar aku bisa mendengar percakapan mereka."Saya datang kemari untuk menjelaskan yang sebenarnya, bahwa saya dan Haifa tidak benar benar bertunangan,' ujar Mas hamdan memulai pembicaraaan. "Lho, kok bisa Nak Hamdan, tolong, kami tidak mengerti, bisa kamu jelaskan dari awal ?""Baiklah, awalnya, saya dan dia pergi untuk bertemu klien bisnis, usai deal kesepatakan, aku dan Haifa ngopi di sebuah cafe dan tiba tiba saya lupa segalanya. Aku sadar saat kutemukan diri ini di klinik. Tapi entah kenapa para perawat dan dokter yang ada di sana tidak memberi tahu apa yang terjadi. Pada akhirnya aku ingat semuanya, aku tidak meniduri Haifa, aku hanya kehilangan kesadaran dan tertidur. Belakangan aku tahu alamat klinik tempatku dirawat kemarin, dan setelah kutelusuri ternyata aku kelebihan obat tidur dan dosis obat perangsang.""Apa?""Ya, Haifa mela
'Gimana ini Mas, ibu bersikeras untuk menjadikan haifa menantunya, kita harus bagaimana?"Mas hamdan yang aku ajak bicara hanya terdim sambil menggengam erat kotak cincin yang ibu berikan. Kuguncang bahunya untuk menyadarkan dirinya, suamiku tersentak dan menatap diri ini dengan tatapan penuh makna, dia seakan memintaku untuk memberinya waktu.“Aku akan pergi sebentar,” ucapnya.“Kemana?”“Ke rumah keluarga Haifa, kau tunggu disini saja, aku akan membereskan kesalahpahaman ini, aku akan beritahu keluuarga Haifa bahwa pertunangan kami tempo hari hanya settingan, aku akan jelaskan semuanya bahwa haifa sudah menjebak diri ini agar mau menikah dengannya dengan cara apa saja,” balas Mas Hamdan sambil membuang napasnya.Kuantar suamiku ke depan pintu rumah, dia naik ke mobilnya sedang aku mengiringi kepergiannya dengan doa, berharap bahwa semua masalah ini akan selesai secepatnya. Kuharap suamiku bisa kembali ke pelukanku tanpa gangguan wanita lain.Aku kembali ke dalam rumah tepat saat s
"Hamdan, yang terjadi di belakang kami tidaklah penting karena yang diketahui orang lain adalah kalian sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah. Yang diketahui orang adalah kau lelaki baik yang akan meminang Haifa sementara Haifa adalah wanita cantik berprestasi yang akan menjadi madu dari istrimu yang berhati mulia. Itu yang terlihat. Aku tidak mau citra yang kita bangun hancur dan mempermalukan semua orang, karena itu, aku ingin kalian melanjutkan pertunangan."Mendengar ucapan ibu tentu saja Mas Hamdan langsung berdiri dari tempat duduknya memandang dengan satu tarikan nafas dalam di dadanya. "Ibu, Kenapa Ibu tega mengambil keputusan sepihak seperti ini?""Membatalkan pertunangan tanpa persetujuan kedua belah pihak adalah perbuatan yang zalim Hamdan, lagi pula apakah kau tidak menimbang perasaan haifa yang kemudian akan mendapatkan penghakiman jika orang-orang tahu bahwa kau dan dia hanya bertunangan dengan palsu?!""Tapi apakah ibu tahu apa masalahnya, hingga aku memutus