Pukul 08.00 ibunya Mas Hamdan memanggilku ke kamarnya, dia memanggilku dengan tatapan tegas dan menyuruhku untuk segera mengikutinya."Duduklah kamu di kursi itu," ucapnya."Iya Bu," ucapku lirih."Kamu masih punya waktu untuk menyelamatkan reputasi keluarga kami silakan, itupun jika kamu peduli, tolong pergi aku akan memberikanmu uang gaji dan tunjanganmu, aku minta tolong," ucap Wanita itu mengangsurkan sebuah amplop coklat tebal."Maaf tapi apa itu, Ibu?""Uang 50 juta, pergi dan selamatkan masa depan Hamdan, tolong bantu aku untuk menjaga kehormatannya, dia tidak cocok denganmu karena kamu lebih dewasa darinya, dan anakku masih membutuhkan wanita yang bisa membahagiakannya," jaabmya."Tapi dia sendiri yang menegaskan bahwa dia menginginkan saya, saya pribadi tidak pernah memaksanya, Bu, malah saya menolak.""Itu karena dia hanya kasihan padamu dan karena kau memperhatikan anaknya. Tapi aku paham bahwa semua itu hanya bentuk tanggung jawabmu sebagai asisten, jadi tolong jangan b
Keesokan hari,Tanpa banyak hambatan dan penolakan Ibu, Mas Hamdan lantas mengajakku pergi ke rumah Tante dan Omnya, dia bilang ingin memperkenalkan calon istri kepada anggota keluarga dan kerabat ibu-bapaknya.Tadinya takut dan ragu namun setelah diyakinkan dan menerima sikap baik serta keramahan keluarganya, perlahan rasa ragu yang tadinya menggununh di hatiku meleleh seketika."Oh, ini toh, calon istrimu, dia terlihat baik dan sopan," ucap sang Tante."Iya, Tan, Alhamdulillah, yang paling penting dia menyayangi anak saya," jawabnya, seraya melirikkundan putrinya yang duduk di pangkuanku."Bagaimana Nisa Apakah Ibu Yanti baik padamu?"Gadis yang rambutnya aku kuncir dua itu mengangguk dengan senyum bahagia."Alhamdulillah jika kamu dan anakmu cocok dengan wanita ini kami sebagai keluarga akan selalu mendukung kebahagiaan kalian," jawab Omnya Mas Hamdan.Begitupun ketika kami beralih ke rumah lain, keluarga mereka juga menyambut kami dengan hangat, malah, aku diperlakukan begitu mul
Kurasa itu yang jadi pertanyaan banyak orang, tentang kehidupan setelah pernikahan kami, pernikahan janda dua anak dan seorang duda kaya yang cukup terhormat. Ada hal baru ketika ak menjalani biduk rumah tangga dengan tiga orang anak dan mertua yang akhirnya menerima keberadaanku.Ada tantangan tersendiri ketika aku harus menyandang status baru, istri dari pria yang didambakan banyak wanita. Aku bahagia, tentu saja, tapi kadang was was juga, terlebih karena latar belakangku yang miskin dan janda, sementara banyak orang yag menyayangkan mengapa Mas Hamdan mau saja meminangku yang dulu adalah pembantu rumahnya.Hari hari kami berjalan normal, tidak ada yang mencolok atau berlebihan baik itu hubungan atau kemesraan. Pria berhati lembut dengan tutur kata yang selalu santun itu membuatku makin segan, lebih menghormati dan menghargai. Menyadari bahwa dia mengambilku jadi istri lalu memuliakan diri ini bagaikan seorang ratu, membuatku tahu bahwa dia adalah satu satunya orang yang akan
Dengan langkah sedikit gemetar dan hati ragu, kubaurkan diriku pada tamu yang sedang duduk di depan sementara sebagian lain sedang bercengkerama sambil menikmati minuman di dekat meja prasmanan."Selamat sore," sapaku dengan telapak tangan yang sudah panas dingin karena gugup.Semua orang memandang ke arahku menatap dengan tatapan sejuta tanya dan selidik dari atas ke bawah. Mungkin saking merasa terkejut karena pertama kali jumpa, mereka sampai tidak menjawab salam atau memberikan senyuman, hanya terdiam sambil terus menatap saja. Aku tahu, mereka saat ini melihatku sebagai pembantu bukan sebagai istri Mas Hamdan.Seumur hidup baru kali aku diajak suami membaur pada pesta teman kerjanya, dulu, suami sebelumnya--Mas imam--tak pernah mengajakku ke acara seperti ini, dia menjauhkanku dari kehidupan pribadi dan lingkungan profesionalnya."Ehh ... saya harap pesta kecilnya menyenangkan," ucapku sambil meremas tangan salah tingkah.Kuedarkan pandangan, mencari suamiku dan berharap ia
"Tidakkah kamu merasa bahwa Haifa ingin menyampaikan sebuah sinyal kepadamu?" tanyaku ketika kami selesai membereskan pesta dan mengemasi perabotan untuk mengembalikannya ke dapur."Tidak, aku sama sekali tidak mengerti apa maksudmu, sinyal apa yang ingin dia sampaikan memangnya?" Ujar suamiku sambil tertawa dan mengemasi mesin barbeque untuk didorongnya kembali ke gudang."Apa saat itu kalian hampir saja menikah?""Kenapa tiba-tiba kamu menanyakan hal itu?" tanya suamiku sambil tersenyum dan meletakkan tangannya di pinggangnya"Iseng saja aku ingin tahu.""Jangan sampai keisengan itu yang merusak hubungan kita dan menghancurkan hatimu. dia hanya masa lalu yang tidak pernah menjadi penting dalam hidupku. Kami memang hampir menikah tapi itu tidak terlaksana," gumam Mas Hamdan sambil beranjak."Tapi sepertinya Haifa masih menyimpan rasa untukmu ..."Suamiku tergelak mendengarnya sambil menatap mataku seakan-akan dia ingin menggodaku."... memangnya kalau masih menyimpan rasa ada apa?
Seiring dengan permintaan ibu yang ingin aku menghabiskan waktu dengan kursus dan mengelola ketrampilan akhirnya diri ini mengambil kelas menjahit dan sulam, tiap sore jam tiga aku ke tempat workshop dan kembali dua jam setelahnya. Seperti biasa kulakoni tugas sebagai ibu rumah tangga dan menantu dengan baik. Tetap memasak dan memperhatikan anggota keluarga dengan penuh kasih sayang."Bagaimana keterampilan menyulammu saat ini?" tanya Ibu ketika aku tengah duduk di meja makan dengannya."Alhamdulillah, ibu ingin lihat taplak yang saya buat?""Boleh," ujarnya tersenyum."Ini dia," balasku sambil mengeluarkan taplak meja kecil dari dalam tas alat sulam."Rupanya kau berbakat. Ibu bangga padamu," balasnya mengelus bahuku pelan. Aku begitu haru diperlakukan penuh kasih seperti itu."Ibu bangga dan sedikit menyesal mengapa tidak dari dulu saja kau berjodoh dengan Hamdan," lanjutnya."Mungkin hanya tentang waktu Bu, tapi, aku dan ibu bisa senang sekarang karena kita satu keluarga. Terima
"Jawabannya sudah jelas," jawab Mas Hamdan sambil menatap wanita itu dengan tatapan yang entah, seperti apa maknanya. Tersirat sebuah kekecewaan, sedih, dan marah dari sorot mata Mas Hamdan."Aku tahu kita tak berjodoh, tapi aku sangat menyesalkan sekali hal itu terjadi," jawab wanita yang rambutnya diwarnai dengan warna ash blonde yang cantik. Bibirnya sensual dan hidungnya yang bangir serta tambahan kulit kuning langsat menyempurnakan dirinya sebagai ciptaan tuhan. Jujur hatiku iri sekali dengan kecantikan mantan kekasih mas Hamdan ini, tapi bukan iri ingin menghancurkan, hanya sebatas sedikit minder dengan diriku dan ingin secantik dia."Tidak perlu disesali, kita menjalani takdir dan hidup masing masing," jawab Mas Hamdan berpaling. Mungkin dia ingin bangun dari meja makan, tapi, tak enak denganku dan ibu yang sedang makan.Aku tahu dia pernah punya posisi tersendiri di hati suamiku, entah tempat itu masih ada atau sudah terisi oleh cintaku, aku tak tahu. Tapi, mestinya aku tak
Sabtu sore aku dan Mas Hamdan berangkat ke kota sebelah, kita yang kami tuju di mana Mas Hamdan akan menemui rekan bisnisnya bersama dengan Haifa, ya, mantan tunangannya yang cantik dan bertubuh aduhai.Sengaja kukenakan pakaian terbaik dan memulas sedikit bedak dan lipstik, aku juga tak mau terlihat terlalu lusuh di depan suamiku. Yang namanya pria adalah makhluk visual yang menyukai keindahan. Jangan sampai mas Hamdan mengagumi keindahan yang diharamkan mata sementara pasangan halalnya tidak menyadari apa apa."Kamu cantik sekali, Bunda," ujar suamiku dengan senyum dikulum."Alhamdulillah kalau cantik di matanya Mas," jawabku tersipu."Tetaplah jadi dirimu, jangan terlalu berusaha untuk menjadi sosok yang bukan dirimu.""Ti-tidak kok, sesekali aku ingin mengganti tampilanku.""Jika kau bahagia, aku juga bahagia. Akan kuterima kau seperti apapun dirimu, Bunda.""Aku hanya khawatir bahwa ...""Ssstt, jangan dilanjutkan," ujarnya sambil menempelkan jemari di bibirku. "Aku tak akan berp
Mendengar ucapan Mas Hamdan yang sangat lugas tentu saja ibu mertua merasa tidak enak kepada calon menantunya yang kini menangis tersedu dan putus asa ibu mertua segera bangkit dan mencegah mas hamdan melanjutkan perkataannya sambil mendekati Haifa dan merangkul wanita itu."Cukup Hamdan, cukup!""Ibu, biarlah Haifa tahu kenyataan sebenarnya agar dia tersadarkan dan bisa membuka hatinya untuk cinta yang baru. Wanita itu adalah wanita yang cantik dan sukses, dia bisa dapatkan laki-laki manapun yang dia inginkan.""Sudah cukup Mas, Kamu sudah menikah jantungku dengan kalimat-kalimatmu ucap wanita itu sambil merangkum tangisannya yang melolong sedih kedua anak kami yang baru saja pulang sekolah juga kaget melihat drama yang terjadi di ruang tamu. Mereka memandang kami dengan kernyitan dahi yang begitu heran."Ada apa Bunda?""Pergilah ke dalam.""Gak bisa Bund, kami juga berhak tahu," jawab Erwin."Ini masalah kami berempat, pergilah ke dalam," tegasku.Setelah memastikan anak-anak be
“Mas, aku sungguh minta maaaf atas apa yang terjadi Mas, situasinya memanas, Yanti mulai melawan ibu dan menyerang mental beliau, Yanti mulai menunjukkan taring dan keberaniannya untuk mendominasi di dalam rumah ini. Aku sungguh tidak menyangkanya Mas," ujar Haifa yang segera saja ingin mendapatkan pembelaan, dengan panik dan memasang wajah polos dia berusaha untuk mendapatkan kepercayaan Mas Hamdan.Dia pikir suamiku akan percaya semudah itu padanya. "Aku dengar percakaan kalian dari luar.'“Tapi itu hanya sebagian kan Mas? kau pasti tidak dengar dengan detil dari awal?” ucap haifa yang terus be rusaha meracuni pikiran suamiku.Sekuat apapun dia berusaha untuk meyakinkan mas hamdan wanita itu tetap dijauhi, jangankan mau disentuh, dihampiri daja suamiku langsung menjauh menjaga jaraknya.“Mas kamu kok hindarin aku?”“Kita ini bukan mahram! jaga sikapmu, kau bersikap seperti anak kecil di hadapan ibu dan istriku, apa kautak sadar?”“Saya masih tunangannya Mas…" Ada bola bening yang t
"Apa?!"Kedua wanita itu kompak berteriak dengan mata terbelalak Haifa sendiri sampai berdiri dari tempat duduknya sambil menatapku dengan tatapan melotot.""Apa kau yang menghasut Hamdan untuk memutuskan semua ini, Yanti?""Sudah ku bilang aku tidak berminat ikut campur, tapi aku hanya akan berdiri sesuai dengan batasan dan tugasku. Aku mengikuti apa saja kehendak mertua dan suami .... tapi semenjak mengetahui bahwa suamiku sendiri tidak setuju dengan sandiwara yang kalian buat dan pernikahan settingan ini, aku jadi punya kekuatan untuk membela Mas Hamdan," jawabku."Kau pikir kau hebat? kau pikir pengaruhmu telah mengubah Hamdan sepenuhnya dan membuat dia tidak akan mendengarkan orang tuanya, hah?" Ibu berteriak, tapi setelahnya Dia terpaksa mendudukkan diri karena akhirnya wanita itu tersengal-sengal capek dengan emosinya sendiri.Sebenarnya aku sama sekali tidak mempengaruhi Mas Hamdan tapi prinsip dan kemampuan lelaki itulah yang membuat dia akhirnya mengambil keputusan untuk men
"Oh iya? sok jago sekali kamu ingin menunjukkan dominasi dan betapa hebatnya kau di rumah ini, padahal kamu hanya orang datangan yang tidak pernah tahu apa-apa," ucap Ibu Syaimah sambil mengacungkan jemarinya ke wajahku."Saya memang orang datang dengan ibu namun saya terikat secara emosional dan secara hukum dengan keluarga ibu. Hamdan adalah suamiku dan ibu adalah mertuaku di mana aku harus memperlakukannya dengan pantas sebagai orang tua. Jadi harusnya Ibu pun memperlakukan aku seperti anak.""Dirimu jadi anakku? Sejak kapan? Sejak kapan kau punya pemikiran seperti itu. Selama ini hanya aku yang bersikap baik padamu, sementara kau, acuh tak acuh saja, kadang aku melihat bahwa kau tidak pernah tulus dalam mengurusiku!"Astagfirullah, tega-teganya Ibu mengatakan hal demikian padahal aku selalu tulus mengurusnya, penuh cinta kasih menyiapkan makanannya dan selalu memberinya perhatian yang pantas ia dapatkan. Tega-teganya Ibu mengatakan itu di hadapan Haifa dan mempermalukanku."Jadi
"Saya pergi dulu, permisi ya Pak, Bu, saya minta maaf dan memohon perngertiannya."Klik.Akhirnya ponsel pun di matikan, dan aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Aku paham betul posisi mas Hamdan yang telah dengan sekuat tenaga mengumpulkan keberanian dan ketenangan dirinya untuk bicara pada keluarga yang emosional itu. Nampaknya mereka semua sangat tidak terima dengan keputusan Mas Hamdan dan merasa kecewa sekali serta tidak mampu menyembunyikan kemarahannya.Sekarang setelah suamiku mengumpulkan keberanian untuk menemui keluarga Haifa maka aku sendiri juga akan bertindak untuk menyelesaikan masalah yang ada di rumah ini. Masalah itu harus diperselesaikan bersama tidak boleh hanya di bebankan pada satu bahu saja.Segera kurapikan diriku dan jilbabku lalu turun ke ruang tamu di mana Ibu dan Haifa masih sibuk berbincang dan membicarakan masa depan mereka.Aku ketuk pintu sambil mengumpulkan nafas, aku tarik dalam-dalam nafas lalu membuangnya, kemudian mendorong pintu dan masuk
"Tapi Nak Hamdan, sudah terlanjur bahagia dengan pertunangan itu, semua keluarga juga sama, terutama Nenek Haifa yang kini sakit sakitan, kami khawatir mengetahuinya cucu dicampakkan Ibuku akan sangat syok dan kena serangan jantung.""Saya bisa memaklumi itu, tapi tidak bisa memaksakan keadaan, kalaupun saya tetap berpura-pura jadi tunangan Haifa maka itu akan melahirkan kebohongan demi kebohongan berikutnya. Saya bukan tipe orang yang suka berbohong dan bersandiwara."Tiba-tiba dari seberang sana aku bisa mendengar ibunda Haifa menangis terisak dengan kesedihannya. Di sisi lain di rumah ini Haikal dan ibu mertua sedang tertawa-tawa di ruang tamu khusus wanita. Mereka bersenda gurau layaknya ibu dan anak, sementara diri ini dan Mas Hamdan berada di tengah-tengah kegalauan dan kebingungan itu."Ibu tolong maafkan saya ya, saya mau pergi dulu," ucap Mas Hamdan."Baiklah, Nak Hamdan. Jika itu keputusanmu, maka kami akan pasrah, tapi tolong, jika ibumu mengharapkan Haifa jadi menantunya,
“Halo, Mas.”Tidak ada jawaban, tapi terdengar suara percakapan antara beberapa orang pria dan wanita. Sepertinya Mas Hamdan sengaja menghubungiku agar aku bisa mendengar percakapan mereka."Saya datang kemari untuk menjelaskan yang sebenarnya, bahwa saya dan Haifa tidak benar benar bertunangan,' ujar Mas hamdan memulai pembicaraaan. "Lho, kok bisa Nak Hamdan, tolong, kami tidak mengerti, bisa kamu jelaskan dari awal ?""Baiklah, awalnya, saya dan dia pergi untuk bertemu klien bisnis, usai deal kesepatakan, aku dan Haifa ngopi di sebuah cafe dan tiba tiba saya lupa segalanya. Aku sadar saat kutemukan diri ini di klinik. Tapi entah kenapa para perawat dan dokter yang ada di sana tidak memberi tahu apa yang terjadi. Pada akhirnya aku ingat semuanya, aku tidak meniduri Haifa, aku hanya kehilangan kesadaran dan tertidur. Belakangan aku tahu alamat klinik tempatku dirawat kemarin, dan setelah kutelusuri ternyata aku kelebihan obat tidur dan dosis obat perangsang.""Apa?""Ya, Haifa mela
'Gimana ini Mas, ibu bersikeras untuk menjadikan haifa menantunya, kita harus bagaimana?"Mas hamdan yang aku ajak bicara hanya terdim sambil menggengam erat kotak cincin yang ibu berikan. Kuguncang bahunya untuk menyadarkan dirinya, suamiku tersentak dan menatap diri ini dengan tatapan penuh makna, dia seakan memintaku untuk memberinya waktu.“Aku akan pergi sebentar,” ucapnya.“Kemana?”“Ke rumah keluarga Haifa, kau tunggu disini saja, aku akan membereskan kesalahpahaman ini, aku akan beritahu keluuarga Haifa bahwa pertunangan kami tempo hari hanya settingan, aku akan jelaskan semuanya bahwa haifa sudah menjebak diri ini agar mau menikah dengannya dengan cara apa saja,” balas Mas Hamdan sambil membuang napasnya.Kuantar suamiku ke depan pintu rumah, dia naik ke mobilnya sedang aku mengiringi kepergiannya dengan doa, berharap bahwa semua masalah ini akan selesai secepatnya. Kuharap suamiku bisa kembali ke pelukanku tanpa gangguan wanita lain.Aku kembali ke dalam rumah tepat saat s
"Hamdan, yang terjadi di belakang kami tidaklah penting karena yang diketahui orang lain adalah kalian sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah. Yang diketahui orang adalah kau lelaki baik yang akan meminang Haifa sementara Haifa adalah wanita cantik berprestasi yang akan menjadi madu dari istrimu yang berhati mulia. Itu yang terlihat. Aku tidak mau citra yang kita bangun hancur dan mempermalukan semua orang, karena itu, aku ingin kalian melanjutkan pertunangan."Mendengar ucapan ibu tentu saja Mas Hamdan langsung berdiri dari tempat duduknya memandang dengan satu tarikan nafas dalam di dadanya. "Ibu, Kenapa Ibu tega mengambil keputusan sepihak seperti ini?""Membatalkan pertunangan tanpa persetujuan kedua belah pihak adalah perbuatan yang zalim Hamdan, lagi pula apakah kau tidak menimbang perasaan haifa yang kemudian akan mendapatkan penghakiman jika orang-orang tahu bahwa kau dan dia hanya bertunangan dengan palsu?!""Tapi apakah ibu tahu apa masalahnya, hingga aku memutus