Share

BAB 5

Author: Tutu
last update Last Updated: 2024-01-31 10:40:22

Rizal, mantan suami Dita, yang tengah sibuk dengan ponselnya di ruang tamu, mengangkat kepala saat mendengar langkah-langkah ibunya. 

"Ada apa, Ma?"

Bu Salim menghela nafas dalam-dalam sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berbicara.

"Dita sudah pindah ke kota besar."

Rizal hanya mengangguk sebentar, kembali fokus pada ponselnya. 

"Ya, aku tahu."

"Wanita itu mungkin sedang mencari target baru di sana," kata Bu Salim dengan nada sinis.

Rizal menoleh, wajahnya tak berubah. 

“Biarin saja.”

Nyonya Salim terdiam. Ia menyadari bahwa putranya telah dewasa dan mampu melihat hal-hal dari perspektif yang berbeda.

Keesokan harinya, suasana di warung-warung kecil di kampung semakin riuh dengan percakapan tentang Dita. Bu Salim tiba di salah satu warung. Wajahnya yang keras dan sinis menarik perhatian orang-orang di sekitarnya.

"Tau nggak, sebenernya Dita tuh selama di sini, nggak pernah bener-bener jadi istri yang baik," ucap Bu Salim dengan nada berbisik, sambil memegang gelas kopi hitamnya.

Mendengar omongan tersebut, beberapa orang di warung mengangguk setuju, mereka yang memang sudah tidak suka pada Dita sejak awal.

"Anakku pisah dengannya karena nggak tahan lagi, tau! Dita tuh kayaknya lebih mementingkan diri daripada keluarganya sendiri," tambah Bu Salim, mencoba menanamkan keyakinan bahwa Dita adalah sosok yang egois. 

Seorang ibu-ibu di sudut warung memberanikan diri untuk bertanya.  

"Memangnya kenapa, Bu?"

Bu Salim tersenyum licik, menikmati perhatian itu. 

"Dia nggak becus ngurus rumah tangga. Pekerjaan rumah aja nggak bisa dia tangani dengan baik. Anakku capek, akhirnya memutuskan untuk pisah ranjang."

Gosip itu menjadi makanan ringan bagi pendengarnya. Mereka mulai membayangkan betapa sulitnya hidup bersama Dita. 

Sementara itu, Rizal mengetahui hal itu. Dia juga sudah cukup lelah dengan semuanya. Sebenarnya sudah sangat malas untuk menanggapi, biar saja gosip gosip itu tersebar, asal bukan tentang dirinya. 

Rizal kembali pada saat-saat awal pernikahan mereka. Dita selalu berusaha menjadi istri yang baik. Namun, bayang-bayang fitnah yang dilemparkan oleh ibunya menempel seperti lem pada hati Rizal.

Ibunya dengan pandangan sinisnya, pernah berkata, "hati-hati dengan Dita. Wanita itu mungkin bukan apa-apa, dan dia hanya mencari kehidupan yang lebih baik dari kamu."

Rizal, terombang-ambing oleh kata-kata ibunya, mulai merasa ragu tentang Dita. Ketidakpercayaan itu mengakar dalam, merusak dasar kepercayaan yang mereka bangun bersama. Hingga suatu hari, ketika rasa frustrasi dan kekecewaan mencapai puncaknya, Rizal jatuh dalam godaan dan berselingkuh dengan wanita lain.

Pada saat itu, dia bahkan belum pernah menyentuh Dita. Dengan kata lain, Dita masih perawan bahkan setelah mereka bercerai.

Kini, di ruang tamu yang sunyi, Rizal merenung, merasakan amarah yang memuncak. Sudut ruangannya menjadi saksi bisu atas ledakan emosinya. Dengan langkah-langkah yang berat, ia berjalan ke seluruh penjuru rumah, mencari setiap barang yang terkait dengan Dita.

Di lemari pakaian, Rizal menemukan gamis cantik yang pernah Dita kenakan. Tangannya gemetar saat meraih kain itu. Gamis itu dibuangnya begitu saja.

Mata Rizal bergerak dari satu sudut ke sudut lain, menelusuri setiap laci dan rak. Foto pernikahan, cincin kawin, dan setiap memorabilia tentang Dita diambilnya dan dilemparkan ke dalam kotak itu. 

Rizal bergerak menuju lemari buku. Di sana, ia menemukan buku harian Dita, tempat di mana ia mencurahkan setiap perasaannya. Dengan tatapan dingin, Rizal membukanya, membaca beberapa halaman, dan kemudian mencabut satu per satu lembaran kertasnya. 

Namun, Rizal masih merasa belum puas. Dalam langkah-langkah berdebar, ia bergegas ke dapur dan membuka laci tempat Dita sering menyimpan resep-resep masakan favoritnya. Dengan kasar, ia menarik keluar setiap buku resep dan mengumpulkannya di atas meja. Api unggun kecil sudah menunggu di halaman belakang rumah.

Rizal merasakan kehangatan api saat ia melempar buku-buku resep ke dalamnya. Kertas-kertas halaman-halaman yang pernah menjadi panduan bagi Dita untuk memasak itu, kini terbakar dan berubah menjadi abu. Asap hitam membubung tinggi.

Namun, ada satu barang lagi yang masih menyisakan jejak Dita di rumahnya. Di pojok ruang tamu, sebuah lukisan cantik yang pernah Dita lukis. Dengan ekspresi acuh, Rizal melepaskan lukisan dari dinding dan membawanya ke halaman belakang.

Tiba di sana, Rizal meletakkan lukisan itu di antara bara api yang berkobar. Warna-warni cat minyak itu melarut, membaur dengan kepulan asap yang terus menjulang.

***

Dita duduk sendirian di taman kota yang sunyi, ponselnya menjadi sahabat setianya untuk mencari tempat tinggal baru. Dengan tangan gemetar, ia membuka aplikasi pencarian kontrakan di ponselnya.

Ia mencari kontrakan dengan harga yang terjangkau, namun kualitas yang layak. Melihat beberapa akun yang mempromosikan kontrakan, ia terus menelusuri, mencari yang sesuai dengan budget yang dimilikinya.

Namun, setiap kali melihat harga yang tertera, Dita tak bisa menyembunyikan raut wajah kecewa. Ternyata, harga kontrakan di kota besar ini jauh melampaui ekspektasinya. Harganya tiga kali lipat lebih mahal daripada kontrakan yang ditinggali di kampung halamannya. Seakan mimpi untuk memulai hidup baru di kota besar terhambat oleh keadaan finansial yang sulit diatasi.

Dita menghela nafas dalam-dalam, mencoba untuk tetap tenang. Ia masih mencoba mencari, memilah-milah opsi yang mungkin sesuai dengan anggaran yang dimilikinya.

"Seharusnya ini bukan menjadi alasan untuk menyerah," bisiknya pada dirinya sendiri. Dia melanjutkan pencarian, mempersempit kriteria, dan memfokuskan perhatiannya pada yang paling murah di antara opsi-opsi yang ada. Memang sangat sulit. Dia tidak mungkin terus berada di luar. Tubuhnya terasa lengket karena keringat. Dia harus segera istirahat kalau tidak mau pingsan karena kelelahan. Bisa-bisa dia dimanfaatkan orang-orang sekitar.

Setelah banyaknya kontrakan yang Dita hampiri, Dita berhenti d depan rumah kecil yang tertulis “Rumah Kontrakan 1 Kamar” Dita langsung menghubungi nomor yang tertera dan setuju dengan harga yang ditawari. Dita sejenak beristirahat dan membaca kartu nama yang ia simpan di dalam dompetnya. 

“Dika, mungkin aku bisa bekerja dengannya.”

Related chapters

  • Janda Tapi Perawan   BAB 6

    Dita melangkah keluar dari pintu kontrakan. Langkah Dita membawanya menuju sebuah gedung perkantoran yang menjulang tinggi di tengah pusat kota. Gerbang kaca berkilau menyambutnya dengan cahaya pagi yang menyilaukan. Rasa tegang melanda. Dengan napas dalam, Dita masuk ke dalam gedung tersebut. Di dalam, suasana tenang kantor tampak kontras dengan keramaian jalanan di luar. Seorang resepsionis dengan senyuman ramah menyambutnya. "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" ucap resepsionis sambil menatap Dita dengan penuh perhatian. Dita menjelaskan tujuannya. "Saya datang untuk melamar pekerjaan. Apakah ada lowongan yang tersedia? Saya tahu tempat ini dari Dika manajer store." Resepsionis tersebut memberikan senyum manis. "Tentu, silakan naik ke lantai dua dan bertemu dengan Pak Budi di Departemen Sumber Daya Manusia. Mereka menerima lamaran secara langsung di sana." Dita mengucapkan terima kasih dan naik ke lantai dua dengan hati yang berdebar. Di Departemen Sumber Daya Manusia

    Last Updated : 2024-01-31
  • Janda Tapi Perawan   BAB 7

    Setelah beberapa kali telfon itu diabaikan, sebuah pesan masuk. "Baguslah kamu pergi dari rumah ini.. Dasarnya kamu memang hanya sebuah beban saja di sini! Memang menjadi liar itu kan keinginanmu!" Dita membaca pesan itu dengan mata sedih. Teganya Rizal mengiriminya pesan seperti itu, mereka seperti orang asing yang tidak pernah dipersatukan oleh pernikahan. “Kenapa Dit?” tanya Dika membuyarkan lamunan Dita. Dita memasukan ponselnya ke dalam tas. “Gak ada apa apa, ini ada penawaran pinjaman uang.” “Kamu lagi butuh uang?” “Engga, tabungan saya masih ada kok.” Dita turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih. Dalam hati Dita, berharap kalau ia bisa diterima kerja di tempat Dika dan menyusun hidupnya kembali. ** Dita terbangun karena suara dari ponselnya, Dita mengecek pesan masuk yang memang ia sudah nantikan.“Selamat kepada kandidat Dita. Silakan mulaI bekerja hari ini pukul 10.00 pagi.” Dita bergegas bangun dan bersiap siap berangkat kerja. Dita yakin ini adalah permulaan bai

    Last Updated : 2024-03-12
  • Janda Tapi Perawan   BAB 8

    Tidak terasa Dita sudah bekerja selama 3 bulan di Super store. Dita membawa banyak hal baik. Karena kesungguhannya dalam bekerja. Dika duduk di ruangannya, terfokus pada layar komputer yang menampilkan hasil penjualan bulan ini. Senyumnya mengembang, penuh kepuasan. Sejak kedatangan Dita ke perusahaan, tampaknya ada perubahan positif yang terjadi, terutama dalam pencapaian penjualan. Penghasilan bulan ini menunjukkan peningkatan yang signifikan, dan Dika tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Dia merasa bangga atas kontribusi Dita dan tim marketing dalam mencapai pencapaian tersebut. Dari sanalah Dika memutuskan untuk berbicara langsung dengan Dita, seakan tak bisa menahan hasratnya untuk memberi apresiasi. Tanpa ragu, dia meninggalkan ruangannya dan menuju ke lokasi supermarket. Semua karyawan terkejut melihatnya, tetapi Dika dengan tegas mengatakan bahwa dia hanya ingin berbicara dengan Dita pada saat ini. Bertemu di tengah ruangan, Dika melihat Dita. "Tolong, ikut aku sebe

    Last Updated : 2024-03-13
  • Janda Tapi Perawan   BAB 9

    "Lihat, dia mengambil uangnya! Dia mencuri dari mesin kasir!"Dita bangkit dengan cepat, seraya mencoba menjelaskan bahwa itu adalah kebetulan dan dia hanya mencoba merapikan uang yang jatuh. Namun, sorakan dan bisikan-bisikan di antara rekan-rekannya semakin memperparah keadaan.Meskipun Dita berusaha membela diri, tuduhan itu membuatnya terlihat bersalah di mata sebagian besar teman kerjanya. Liza, dengan senyuman licik di wajahnya, memanfaatkan kesempatan untuk menjatuhkan Dita lebih dalam lagi. "Tidak bisa! Kalau harus berbicara dengan bos mengenai hal ini," ucap salah satu rekan kerjanya dan melaporkan situasi itu kepada bos mereka.Dengan wajah yang berat, Dika memanggil Dita ke dalam ruangan kecil tempatnya biasa mengurus berbagai masalah karyawan. Dita mengikutinya dengan langkah gemetar, hatinya penuh rasa gelisah. Ruangan itu terasa begitu kecil dan udara juga terasa lebih berat dan sesak.Dika duduk di meja kecilnya, menatap Dita dengan tatapan penuh pertanyaan. Sejenak, r

    Last Updated : 2024-03-20
  • Janda Tapi Perawan   BAB 10

    Dita bangkit dengan cepat, seraya mencoba menjelaskan bahwa itu adalah kebetulan dan dia hanya mencoba merapikan uang yang jatuh. Namun, sorakan dan bisikan-bisikan di antara rekan-rekannya semakin memperparah keadaan.Meskipun Dita berusaha membela diri, tuduhan itu membuatnya terlihat bersalah di mata sebagian besar teman kerjanya. Liza, dengan senyuman licik di wajahnya, memanfaatkan kesempatan untuk menjatuhkan Dita lebih dalam lagi."Tidak bisa! Kalau harus berbicara dengan bos mengenai hal ini," ucap salah satu rekan kerjanya dan melaporkan situasi itu kepada bos mereka.Dengan wajah yang berat, Dika memanggil Dita ke dalam ruangan kecil tempatnya biasa mengurus berbagai masalah karyawan. Dita mengikutinya dengan langkah gemetar, hatinya penuh rasa gelisah. Ruangan itu terasa begitu kecil dan udara juga terasa lebih berat dan sesak.Dika duduk di meja kecilnya, menatap Dita dengan tatapan penuh pertanyaan. Sejenak, ruangan itu hanya diisi dengan suara langkah dan detik-detik wak

    Last Updated : 2024-03-20
  • Janda Tapi Perawan   BAB 11

    Dita melangkah mundur, memandang dua potongan pakaian yang telah ia pilih. Blus lavender dengan leher tinggi dan rok hitam panjang yang merayap ke lantai. Ia memutuskan untuk mencoba kombinasi itu. Saat ia mengenakan pakaian tersebut, Dita merasa seperti bintang yang bersinar di langit malam.Kemudian, ia memeriksa dirinya di cermin.Blus satin melingkari lehernya dengan lembut, memberikan sentuhan romantis. Rok hitam panjang menyorot anggunnya, menciptakan siluet yang mempesona. Dita tersenyum puas, namun kegelisahannya masih menyelinap di dalam hatinya.Dia membuka lemari lagi dan melirik dress hitam yang selalu menjadi andalannya. Meski sederhana, dress itu selalu berhasil menonjolkan kecantikan alaminya. Setetes keringat dingin mengelilingi keningnya saat dia memutuskan untuk tetap dengan pilihan pertamanya.Ponsel Dita berdering dengan lembut, menciptakan getaran kecil di udara. Pandangannya langsung tertuju pada ponsel yang tergeletak di a

    Last Updated : 2024-03-21
  • Janda Tapi Perawan   BAB 12

    Dita mengelap bibirnya dengan serbet yang halus. Matanya melirik ke arah Dika. Dika, dengan wajah tenangnya, sedang meneguk jus dengan tenang, seperti tak terlalu banyak pikiran yang mengganggunya."Ada sesuatu yang ingin Anda bicarakan malam ini, Pak Dika?"Dika membalas senyuman Dita dengan santai, kemudian berkata, "Ya, sebenarnya ada beberapa hal yang ingin saya diskusikan. Salah satunya adalah tentang peningkatan gaji untukmu."Sorot wajah Dita berubah, pipinya sedikit kemerahan."Tapi, saya baru bekerja di sini selama lima bulan, Pak," ujarnya dengan nada yang masih mencerminkan rasa tidak percaya.Dika tertawa ringan."Ya, tapi peranmu di sini sungguh berarti bagi perusahaan kita, Dita. Kamu telah berkontribusi besar dalam meningkatkan penjualan barang-barang kita dalam sebulan terakhir."Senyuman merekah di wajah Dita, dia merasa bangga dan dihargai."Terima kasih, Pak Dika. Say

    Last Updated : 2024-03-22
  • Janda Tapi Perawan   BAB 1

    "Eh, tadi lihat Dita, 'kan? Itu loh istrinya si Rizal!" bisik seorang wanita paruh baya ketika Dita baru saja melewati toko kelontong tempat gerombolan ibu-ibu itu menggosip. "Iya, iya, yang katanya udah jadi istri, tapi masih gatal itu kan!” timpal yang lain dengan nada berbisik. Padahal, Dita masih bisa mendengarnya dengan jelas. “Emangnya dia pikir dengan tubuhnya yang kayak gitu bisa dapat suami yang lebih daripada Rizal? Rizal kan sarjana!" Bisikan-bisikan lainnya menimpali seperti suara lebah. Mereka sibuk menggunjingkan dirinya seolah ia adalah makhluk paling hina di dunia. Dita menghela napas panjang, berusaha meredam amarahnya. Dia tahu betul bahwa kecantikan bukanlah jaminan kebahagiaan. Namun, hatinya terasa tertusuk ketika mendengar kata-kata kasar yang dilemparkan oleh ibu-ibu tersebut. "Kayaknya dia memang bebal deh, mertuanya aja kesel mulu sama dia. Rugi ya si Rizal!" ujar ibu lainnya sambil menyisir rambutnya dengan jari-jemarinya yang penuh perhiasan. Dita

    Last Updated : 2024-01-31

Latest chapter

  • Janda Tapi Perawan   BAB 12

    Dita mengelap bibirnya dengan serbet yang halus. Matanya melirik ke arah Dika. Dika, dengan wajah tenangnya, sedang meneguk jus dengan tenang, seperti tak terlalu banyak pikiran yang mengganggunya."Ada sesuatu yang ingin Anda bicarakan malam ini, Pak Dika?"Dika membalas senyuman Dita dengan santai, kemudian berkata, "Ya, sebenarnya ada beberapa hal yang ingin saya diskusikan. Salah satunya adalah tentang peningkatan gaji untukmu."Sorot wajah Dita berubah, pipinya sedikit kemerahan."Tapi, saya baru bekerja di sini selama lima bulan, Pak," ujarnya dengan nada yang masih mencerminkan rasa tidak percaya.Dika tertawa ringan."Ya, tapi peranmu di sini sungguh berarti bagi perusahaan kita, Dita. Kamu telah berkontribusi besar dalam meningkatkan penjualan barang-barang kita dalam sebulan terakhir."Senyuman merekah di wajah Dita, dia merasa bangga dan dihargai."Terima kasih, Pak Dika. Say

  • Janda Tapi Perawan   BAB 11

    Dita melangkah mundur, memandang dua potongan pakaian yang telah ia pilih. Blus lavender dengan leher tinggi dan rok hitam panjang yang merayap ke lantai. Ia memutuskan untuk mencoba kombinasi itu. Saat ia mengenakan pakaian tersebut, Dita merasa seperti bintang yang bersinar di langit malam.Kemudian, ia memeriksa dirinya di cermin.Blus satin melingkari lehernya dengan lembut, memberikan sentuhan romantis. Rok hitam panjang menyorot anggunnya, menciptakan siluet yang mempesona. Dita tersenyum puas, namun kegelisahannya masih menyelinap di dalam hatinya.Dia membuka lemari lagi dan melirik dress hitam yang selalu menjadi andalannya. Meski sederhana, dress itu selalu berhasil menonjolkan kecantikan alaminya. Setetes keringat dingin mengelilingi keningnya saat dia memutuskan untuk tetap dengan pilihan pertamanya.Ponsel Dita berdering dengan lembut, menciptakan getaran kecil di udara. Pandangannya langsung tertuju pada ponsel yang tergeletak di a

  • Janda Tapi Perawan   BAB 10

    Dita bangkit dengan cepat, seraya mencoba menjelaskan bahwa itu adalah kebetulan dan dia hanya mencoba merapikan uang yang jatuh. Namun, sorakan dan bisikan-bisikan di antara rekan-rekannya semakin memperparah keadaan.Meskipun Dita berusaha membela diri, tuduhan itu membuatnya terlihat bersalah di mata sebagian besar teman kerjanya. Liza, dengan senyuman licik di wajahnya, memanfaatkan kesempatan untuk menjatuhkan Dita lebih dalam lagi."Tidak bisa! Kalau harus berbicara dengan bos mengenai hal ini," ucap salah satu rekan kerjanya dan melaporkan situasi itu kepada bos mereka.Dengan wajah yang berat, Dika memanggil Dita ke dalam ruangan kecil tempatnya biasa mengurus berbagai masalah karyawan. Dita mengikutinya dengan langkah gemetar, hatinya penuh rasa gelisah. Ruangan itu terasa begitu kecil dan udara juga terasa lebih berat dan sesak.Dika duduk di meja kecilnya, menatap Dita dengan tatapan penuh pertanyaan. Sejenak, ruangan itu hanya diisi dengan suara langkah dan detik-detik wak

  • Janda Tapi Perawan   BAB 9

    "Lihat, dia mengambil uangnya! Dia mencuri dari mesin kasir!"Dita bangkit dengan cepat, seraya mencoba menjelaskan bahwa itu adalah kebetulan dan dia hanya mencoba merapikan uang yang jatuh. Namun, sorakan dan bisikan-bisikan di antara rekan-rekannya semakin memperparah keadaan.Meskipun Dita berusaha membela diri, tuduhan itu membuatnya terlihat bersalah di mata sebagian besar teman kerjanya. Liza, dengan senyuman licik di wajahnya, memanfaatkan kesempatan untuk menjatuhkan Dita lebih dalam lagi. "Tidak bisa! Kalau harus berbicara dengan bos mengenai hal ini," ucap salah satu rekan kerjanya dan melaporkan situasi itu kepada bos mereka.Dengan wajah yang berat, Dika memanggil Dita ke dalam ruangan kecil tempatnya biasa mengurus berbagai masalah karyawan. Dita mengikutinya dengan langkah gemetar, hatinya penuh rasa gelisah. Ruangan itu terasa begitu kecil dan udara juga terasa lebih berat dan sesak.Dika duduk di meja kecilnya, menatap Dita dengan tatapan penuh pertanyaan. Sejenak, r

  • Janda Tapi Perawan   BAB 8

    Tidak terasa Dita sudah bekerja selama 3 bulan di Super store. Dita membawa banyak hal baik. Karena kesungguhannya dalam bekerja. Dika duduk di ruangannya, terfokus pada layar komputer yang menampilkan hasil penjualan bulan ini. Senyumnya mengembang, penuh kepuasan. Sejak kedatangan Dita ke perusahaan, tampaknya ada perubahan positif yang terjadi, terutama dalam pencapaian penjualan. Penghasilan bulan ini menunjukkan peningkatan yang signifikan, dan Dika tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Dia merasa bangga atas kontribusi Dita dan tim marketing dalam mencapai pencapaian tersebut. Dari sanalah Dika memutuskan untuk berbicara langsung dengan Dita, seakan tak bisa menahan hasratnya untuk memberi apresiasi. Tanpa ragu, dia meninggalkan ruangannya dan menuju ke lokasi supermarket. Semua karyawan terkejut melihatnya, tetapi Dika dengan tegas mengatakan bahwa dia hanya ingin berbicara dengan Dita pada saat ini. Bertemu di tengah ruangan, Dika melihat Dita. "Tolong, ikut aku sebe

  • Janda Tapi Perawan   BAB 7

    Setelah beberapa kali telfon itu diabaikan, sebuah pesan masuk. "Baguslah kamu pergi dari rumah ini.. Dasarnya kamu memang hanya sebuah beban saja di sini! Memang menjadi liar itu kan keinginanmu!" Dita membaca pesan itu dengan mata sedih. Teganya Rizal mengiriminya pesan seperti itu, mereka seperti orang asing yang tidak pernah dipersatukan oleh pernikahan. “Kenapa Dit?” tanya Dika membuyarkan lamunan Dita. Dita memasukan ponselnya ke dalam tas. “Gak ada apa apa, ini ada penawaran pinjaman uang.” “Kamu lagi butuh uang?” “Engga, tabungan saya masih ada kok.” Dita turun dari mobil dan mengucapkan terima kasih. Dalam hati Dita, berharap kalau ia bisa diterima kerja di tempat Dika dan menyusun hidupnya kembali. ** Dita terbangun karena suara dari ponselnya, Dita mengecek pesan masuk yang memang ia sudah nantikan.“Selamat kepada kandidat Dita. Silakan mulaI bekerja hari ini pukul 10.00 pagi.” Dita bergegas bangun dan bersiap siap berangkat kerja. Dita yakin ini adalah permulaan bai

  • Janda Tapi Perawan   BAB 6

    Dita melangkah keluar dari pintu kontrakan. Langkah Dita membawanya menuju sebuah gedung perkantoran yang menjulang tinggi di tengah pusat kota. Gerbang kaca berkilau menyambutnya dengan cahaya pagi yang menyilaukan. Rasa tegang melanda. Dengan napas dalam, Dita masuk ke dalam gedung tersebut. Di dalam, suasana tenang kantor tampak kontras dengan keramaian jalanan di luar. Seorang resepsionis dengan senyuman ramah menyambutnya. "Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" ucap resepsionis sambil menatap Dita dengan penuh perhatian. Dita menjelaskan tujuannya. "Saya datang untuk melamar pekerjaan. Apakah ada lowongan yang tersedia? Saya tahu tempat ini dari Dika manajer store." Resepsionis tersebut memberikan senyum manis. "Tentu, silakan naik ke lantai dua dan bertemu dengan Pak Budi di Departemen Sumber Daya Manusia. Mereka menerima lamaran secara langsung di sana." Dita mengucapkan terima kasih dan naik ke lantai dua dengan hati yang berdebar. Di Departemen Sumber Daya Manusia

  • Janda Tapi Perawan   BAB 5

    Rizal, mantan suami Dita, yang tengah sibuk dengan ponselnya di ruang tamu, mengangkat kepala saat mendengar langkah-langkah ibunya. "Ada apa, Ma?" Bu Salim menghela nafas dalam-dalam sebelum akhirnya memberanikan diri untuk berbicara. "Dita sudah pindah ke kota besar." Rizal hanya mengangguk sebentar, kembali fokus pada ponselnya. "Ya, aku tahu." "Wanita itu mungkin sedang mencari target baru di sana," kata Bu Salim dengan nada sinis. Rizal menoleh, wajahnya tak berubah. “Biarin saja.” Nyonya Salim terdiam. Ia menyadari bahwa putranya telah dewasa dan mampu melihat hal-hal dari perspektif yang berbeda. Keesokan harinya, suasana di warung-warung kecil di kampung semakin riuh dengan percakapan tentang Dita. Bu Salim tiba di salah satu warung. Wajahnya yang keras dan sinis menarik perhatian orang-orang di sekitarnya. "Tau nggak, sebenernya Dita tuh selama di sini, nggak pernah bener-bener jadi istri yang baik," ucap Bu Salim dengan nada berbisik, sambil memegang gelas kopi

  • Janda Tapi Perawan   BAB 4

    Dita membuka pintu dengan ragu dan melihat sosok Dika yang tersenyum kecil. Dita pun membuka pintu lebih lebar lagi. “Saya mau tanya-tanya tentang rumah sewa di sekitar sini,” katanya. Dita tampak sedikit tidak nyaman. Matanya gelisah memandang sekitar. Ia takut hal ini akan menjadi bahan gunjingan tetangga lagi. “Maaf, saya juga tidak tahu banyak tentang wilayah di sini.” Dita menolak dengan halus. “Mungkin saya memang datang di waktu yang tidak tepat. Maaf ya, Dita.” Tanpa menunggu waktu lebih lama, Dika pun berpamitan. Tapi sebelum itu, ia memberikan kartu namanya. Dita memandang kartu itu lamat-lamat. Di sana tertulis, Dika adalah manajer minimarket di kota. ‘Mungkin ini bisa menjadi jalan untukku keluar dari kampung ini…’ batinnya sambil menggenggam erat kartu nama itu. Setelah berpikir semalaman, Dita pun bertekad untuk ke kota. "Sebentar lagi, aku akan meninggalkan tempat ini," gumam Dita sambil menatap lirikan matahari pagi yang menyapa melalui tirai tipis. Semak

DMCA.com Protection Status