"Kamu kenapa, Noah? Habis dari gym?" tanya Radu pada Noah saat melihat keringat yang membanjiri kaus hitam milik pemuda itu. Selesai mengambil naskah web drama yang akan menjadikan Noah sebagai pemeran utama, Radu mengirimkan pesan untuk segera datang ke tempat parkir agensi, menunggu di mobil. Namun aktor muda setengah berandal yang dijaganya itu malah datang seakan habis berolahraga. Noah berdecak kesal, lantas menyuruh sopir untuk menaikkan suhu pendingin. "Sial! Ini gara-gara Tara!""Ha? Tara? Kenapa bisa gara-gara dia? Kamu ketemu sama Tara, Noah?" tanya Radu penasaran."Nggak sengaja ketemu, tapi yang jelas dia seneng banget karena bikin aku kerepotan kayak gini." Noah mendengus kesal. Kalau bertemu lagi, dia akan melayangkan balasan pada wanita muda itu. Seenaknya saja sudah membuat orang-orang berlarian ke arahnya! Noah tidak akan tinggal diam. Dia akan membalas dendam pada Tara.Akan tetapi, di tengah rencana licik yang sedang perlahan dibuat itu, Noah malah mendapat tabokan
Tara cepat-cepat menggapai segelas air yang berada di sisi meja lainnya. Sembari memegangi dadanya, ponsel wanita muda itu digeletakkan di samping piring. Selesai meminum segelas air dan meredakan keterkejutan, Tara menatap horor nomor milik Noah yang masih tersambung panggilan suara dengannya itu."Halo, Tara?"Suara pemuda bajingan itu kembali menyapa rungu. Tara mendengus kesal. Haruskah pemuda itu mengganggu harinya dengan lontaran kalimat yang membuat jantungan?"Tara? Kamu masih di sana? Oh! Apa jangan-jangan kamu udah siap-siap?""Siap-siap buat apa?""Foto nude.""Wah, wah," Tara menggelengkan kepala tak percaya. "Baru kali ini aku benar-benar mau membunuh seseorang lho! Coba kalau kamu bukan aktor yang sedang terkenal, pasti aku akan datang ke rumahmu untuk melancarkan serangkaian pembunuhan berencana."Di seberang telepon, Noah tergelak. "Kamu kan memang sudah membunuh sebagian besar hasratku, Tara. Jadi kamu harus membantu riset yang satu ini. Omong-omong, gitu dong, nyebut
Selesai bertemu dengan ketua panitia, Tara melenggang secepat mungkin dari kafe Alaska. Sebelum segerombolan pegawai yang tadinya memasuki restoran ayam di seberang jalan keluar, dia harus cepat-cepat pergi. Gedung agensinya masih sama ramai seperti hari biasa. Terlebih para penggemar kerap menunggu di luar untuk memotret kedatangan idola ataupun aktor dan aktris kesayangan mereka.Kalau sudah begini, biasanya Tara harus berdesak-desakan sebelum memasuki pintu utama lobi. Terlihat dari papan kecil yang terangkat tinggi-tinggi, sepertinya penggemar yang menghalangi jalannya itu merupakan penggemar si bocah mesum—siapa lagi kalau bukan Noah."Kok belum datang ya? Bukannya katanya Noah bakalan datang sama Malvin jam segini?" tanya salah seorang penggemar. Tara menggeleng-gelengkan kepala. Entah dari mana mereka bisa mengetahui jadwal pribadi Noah maupun Malvin. Terkadang Tara tidak paham, bagaimana bisa mereka senekat itu hanya untuk sekadar melambaikan tangan. Tapi bodo amatlah! Dia se
Plak!Suara tamparan yang terdengar bersamaan dengan adegan gebyuran air itu tak terdeteksi oleh barisan staf di depan. Namun bagi Cell, tamparan yang dilayangkan oleh Tara kepada Noah barusan tentunya sangat menyakitkan. Noah mematung. Rasa perih yang menjalari pipi kirinya seakan menyadarkan pemuda itu bahwa pertanyaannya tadi mengandung seribu satu luka yang tak dapat Tara tahan. Deru napas wanita muda yang menamparnya itu beradu dengan pendingin ruangan yang berada tepat di atas mereka. Entah mengapa, Noah jadi enggan mendongak untuk memastikan bagaimana raut wajah seorang Hantara Gantari yang baru disulut emosinya itu."Aku tau kamu memang kaya dan bisa membayar wanita panggilan manapun untuk berada di bawah kamu, Noah. Tapi asal kamu tau, enggak semua perempuan mau merendahkan dirinya buat kamu. Perlukah kamu ketahui? Kamu sendiri adalah bocah kemarin sore yang kebetulan mempunyai paman dan bibi di dunia hiburan, lalu mendulang kesuksesan dengan cara menjual tampang?"Tara meng
Tara pikir, dia takkan bertemu dengan Noah setelah mengkritik akting pemuda itu. Maka dengan semangat membara, Tara tak keluar dari kubikelnya barang sejenak. Wanita muda itu mulai mengirim proposal dalam berbahasa Latin, mengenai kunjungan ke salah satu agensi milik penyanyi Kuba terkenal.Selesai dengan tugas terbesarnya itu, Tara berniat untuk berkeliling kantor. Suasana hatinya sedang masih terombang-ambing, maka membutuhkan waktu ekstra untuk menaikkan anak panah yang berada dalam meteran suasana hatinya untuk perlahan naik. Omong-omong, dia jadi bersyukur telah menjadi seorang interpreter di agensi seterkenal dan sebesar Hacer. Pekerjaannya di hari-hari biasa tak terlalu banyak, namun jika sudah saatnya, tidur pun bisa terlupakan. Seperti sekarang ini, dia sedang mencecap kebebasan lantaran telah menyelesaikan seluruh tugas yang disodorkan Señora Rosalie padanya. Dengan gaji yang masih sama besar, malah bisa lebih besar lagi saat turun ke lapangan langsung. Tara menyambut seka
Mau tak mau, Noah mengantarkan Julian dan manajer pria muda itu untuk menemui Heru di ruangannya. Anehnya, setelah Julian memasuki ruangan sang paman, Noah tak kunjung pergi. Justru pemuda itu menyandarkan tubuhnya pada dinding yang berada tepat di samping papan penanda ruangan.Noah memiringkan kepala, dengan bodoh malah mencabut anak rambutnya satu per satu. "Aduh! Ini aku kenapa sih? Kenapa malah nungguin di sini? Ck! Ada yang nggak beres nih! Kayaknya aku lapar? Atau butuh tidur ya?"Mengabaikan ketidakberesan yang menyerang, Noah melangkah perlahan meninggalkan lorong tersebut. Namun baru saja berbelok, tidak taunya dia berpapasan dengan Tara yang terlihat akan menuju ruangan sang paman. Lagi pula, tidak ada ruangan lagi pada lorong yang dijejakinya selain milik paman dan bibinya."Eh! Mau ke mana?!" Tau-tau saja, Noah menghadang langkah kesekian yang akan Tara tempuh. Wanita muda itu menyimpan ponsel pada saku kardigan, kemudian melayangkan tatapan tajam. "Seharusnya aku yang t
Begitu keluar dari ruangan Heru, Tara terlonjak mundur saat mendapati Noah yang menyandarkan dirinya pada kerangka pintu. Julian yang berada tepat di belakang Tara pun menahan punggung wanita muda itu agar tidak terjengkang. Tara berbalik, bertemu tatap dengan Julian. "Te-terima kasih, Pak! Eh? Mas? Kak?"Julian tersenyum meneduhkan. "Panggil Julian saja, sepertinya kita seumuran kok!" Tatapan pria muda itu beralih pada Noah. "Kamu kenapa bikin kaget Tara sih, Noah?"Noah berjengit tak suka. Pemandangan macam apa yang sedang tersaji di depannya ini? Apakah ini salah satu adegan dalam web dramanya yang ditampilkan secara nyata? Baru saja hendak membuka mulut, Tara malah menyelanya dengan segenggam kalimat yang membuat kesal. "Ya mau bagaimana lagi ya, Jull? Anak ini memamg sukanya membuat saya jantungan. Biasa, bocil kemarin sore."Noah melotot, sedangkan Julian terlihat menahan senyum entah karena apa. Merasa sudah tak memiliki kepentingan apa pun, Tara pamit undur diri. Sesungguhny
Tara sangat ingin menjotos pemuda tengik itu sekarang juga. Mendengar ucapan Noah yang sengaja dikeraskan itu, tentu saja Julian cukup terkejut. Bahkan pria muda itu menurunkan americanonya secara perlahan, nyaris tumpah.Cell memberi tanda bagi Radu untuk menyeret Noah dari hadapan mereka. Begitu tersadar dari keterkejutan yang sama, Radu mencubit tengkuk Noah seperti ibu kucing yang membawa anaknya pergi. Tara mendengus lega, akhirnya si biang kerok itu pergi juga. Akan tetapi, terdapat satu hal yang harus dibenahi secepat mungkin. Wanita muda itu menengok ke arah Julian Wiratmaja yang masih mematung. Di tengah momen tersebut, Tara sempat mengagumi bagaimana wajah tampan Julian bisa tetap memesona meski sedang linglung."Ta-tadi, Noah ....""Jangan dipedulikan, Kak Julian!" Cell menyahut, memutuskan untuk memanggil Julian demikian. "Noah memang suka begitu, bercanda yang kelewatan. Tanya saja sama staf perempuan yang ada di sini, mereka pasti pernah mendengar perkataan Noah yang se