Tara pikir, dia takkan bertemu dengan Noah setelah mengkritik akting pemuda itu. Maka dengan semangat membara, Tara tak keluar dari kubikelnya barang sejenak. Wanita muda itu mulai mengirim proposal dalam berbahasa Latin, mengenai kunjungan ke salah satu agensi milik penyanyi Kuba terkenal.Selesai dengan tugas terbesarnya itu, Tara berniat untuk berkeliling kantor. Suasana hatinya sedang masih terombang-ambing, maka membutuhkan waktu ekstra untuk menaikkan anak panah yang berada dalam meteran suasana hatinya untuk perlahan naik. Omong-omong, dia jadi bersyukur telah menjadi seorang interpreter di agensi seterkenal dan sebesar Hacer. Pekerjaannya di hari-hari biasa tak terlalu banyak, namun jika sudah saatnya, tidur pun bisa terlupakan. Seperti sekarang ini, dia sedang mencecap kebebasan lantaran telah menyelesaikan seluruh tugas yang disodorkan Señora Rosalie padanya. Dengan gaji yang masih sama besar, malah bisa lebih besar lagi saat turun ke lapangan langsung. Tara menyambut seka
Mau tak mau, Noah mengantarkan Julian dan manajer pria muda itu untuk menemui Heru di ruangannya. Anehnya, setelah Julian memasuki ruangan sang paman, Noah tak kunjung pergi. Justru pemuda itu menyandarkan tubuhnya pada dinding yang berada tepat di samping papan penanda ruangan.Noah memiringkan kepala, dengan bodoh malah mencabut anak rambutnya satu per satu. "Aduh! Ini aku kenapa sih? Kenapa malah nungguin di sini? Ck! Ada yang nggak beres nih! Kayaknya aku lapar? Atau butuh tidur ya?"Mengabaikan ketidakberesan yang menyerang, Noah melangkah perlahan meninggalkan lorong tersebut. Namun baru saja berbelok, tidak taunya dia berpapasan dengan Tara yang terlihat akan menuju ruangan sang paman. Lagi pula, tidak ada ruangan lagi pada lorong yang dijejakinya selain milik paman dan bibinya."Eh! Mau ke mana?!" Tau-tau saja, Noah menghadang langkah kesekian yang akan Tara tempuh. Wanita muda itu menyimpan ponsel pada saku kardigan, kemudian melayangkan tatapan tajam. "Seharusnya aku yang t
Begitu keluar dari ruangan Heru, Tara terlonjak mundur saat mendapati Noah yang menyandarkan dirinya pada kerangka pintu. Julian yang berada tepat di belakang Tara pun menahan punggung wanita muda itu agar tidak terjengkang. Tara berbalik, bertemu tatap dengan Julian. "Te-terima kasih, Pak! Eh? Mas? Kak?"Julian tersenyum meneduhkan. "Panggil Julian saja, sepertinya kita seumuran kok!" Tatapan pria muda itu beralih pada Noah. "Kamu kenapa bikin kaget Tara sih, Noah?"Noah berjengit tak suka. Pemandangan macam apa yang sedang tersaji di depannya ini? Apakah ini salah satu adegan dalam web dramanya yang ditampilkan secara nyata? Baru saja hendak membuka mulut, Tara malah menyelanya dengan segenggam kalimat yang membuat kesal. "Ya mau bagaimana lagi ya, Jull? Anak ini memamg sukanya membuat saya jantungan. Biasa, bocil kemarin sore."Noah melotot, sedangkan Julian terlihat menahan senyum entah karena apa. Merasa sudah tak memiliki kepentingan apa pun, Tara pamit undur diri. Sesungguhny
Tara sangat ingin menjotos pemuda tengik itu sekarang juga. Mendengar ucapan Noah yang sengaja dikeraskan itu, tentu saja Julian cukup terkejut. Bahkan pria muda itu menurunkan americanonya secara perlahan, nyaris tumpah.Cell memberi tanda bagi Radu untuk menyeret Noah dari hadapan mereka. Begitu tersadar dari keterkejutan yang sama, Radu mencubit tengkuk Noah seperti ibu kucing yang membawa anaknya pergi. Tara mendengus lega, akhirnya si biang kerok itu pergi juga. Akan tetapi, terdapat satu hal yang harus dibenahi secepat mungkin. Wanita muda itu menengok ke arah Julian Wiratmaja yang masih mematung. Di tengah momen tersebut, Tara sempat mengagumi bagaimana wajah tampan Julian bisa tetap memesona meski sedang linglung."Ta-tadi, Noah ....""Jangan dipedulikan, Kak Julian!" Cell menyahut, memutuskan untuk memanggil Julian demikian. "Noah memang suka begitu, bercanda yang kelewatan. Tanya saja sama staf perempuan yang ada di sini, mereka pasti pernah mendengar perkataan Noah yang se
Terlalu penasaran, Noah segera berdiri untuk mengekori Tara. Wanita itu masih bercakap-cakap dengan seseorang yang dipanggil sebagai Rendi dalam keakraban yang mampu terdengar. Saat pintu lift terbuka, tau-tau saja terdapat Radu yang muncul dari besi berjalan tersebut.Radu menyapa Tara, lalu menarik lengan kaus Noah untuk tak mengejar wanita muda itu. Noah mendengus kesal. Kalah sudah. Padahal dia ingin mengetahui sosok bernama Rendi yang tadi sempat terdengar sudah menunggu di lobi entah untuk apa."Bang! Udahlah! Jangan dipegangin kayak gini! Ada Bang Julian tuh!" Dagunya terarah ke sisi ruang tunggu yang dihuni oleh Julian. Aktor tampan yang satu itu malah senyam-senyum sendiri saat melihat catatan yang diberikan oleh Tara tadi. Noah mencibir pelan, hatinya terganggu dengan senyuman yang pria muda itu layangkan."Ya terus, kenapa? Udah dibilang jangan gangguin Tara lagi, kok malah mau diam-diam ngikutin dia masuk lift. Memangnya kamu mau buat adegan roman picisan di dalam sana? Bu
"Jadi, disfungsinya termasuk parah tidak, Dok?" tanya Radu.Dokter kelamin bernamakan Dokter Widjianto itu berdecak pelan. "Kata kamu, kamu benar-benar tidak bisa merasakan ketegangan itu lagi kan? Kalau begitu, sebelum parah, harus diobati. Saya resepkan obatnya, nanti kamu tebus ya, Noah."Radu menyenggol lengan Noah yang tak ada semangat-semangatnya sejak diseret keluar dari gedung Hacer. Akhirnya pemuda itu berkunjung ke dokter untuk memeriksakan kesehatan aset berharganya. Entah mengapa, langkahnya terasa begitu berat. Seperti enggan datang, padahal dia sendiri mendambakan malam panas bersama para wanita panggilannya."Tapi, Dok ...." Noah baru membuka suara. "Pas saya sama perempuan lain, saya memang nggak merasakan ketegangan itu lagi, Dok. Tapi pas saya sama satu perempuan yang menyebabkan tongkat saya jadi begini, saya langsung turn on, Dok!""Ha?"Radu menepuk kening. Antara polos dan sengaja memancing emosi, Radu tak paham bagaimana jalan pikiran seorang Noah Alejandro. "Ma
Noah tak bersemangat untuk menjalani hari, padahal dia harus menghadiri pembacaan naskah pertama bersama seluruh pemeran serta penulis secara langsung. Radu sampai harus menyeret Noah dari tempat tidur agar mau ke kamar mandi. Jika Heru dan Rosalie tau bagaimana sikap Noah saat ini, tentunya dia akan diceramahi habis-habisan. Beruntung, Radu sudah terlalu malas untuk mengadu pada pasangan tersebut."Ini!" Radu menyodorkan sebotol minuman kemasan berperisa jeruk yang belakangan Noah gemari. Keduanya telah berada di dalam mobil, melakukan perjalanan ke tempat pertemuan yang merupakan ruang rapat di salah satu hotel ternama. Menyadari bahwa dia takkan bertandang ke kantor Hacer terlebih dulu, Noah jadi terserang setan malas—atau memang dirinya sudah begitu?"Kenapa sih? Kenapa mukamu kayak nggak makan bertahun-tahun? Padahal semalam kamu makan banyak, Noah!" Radu menepuk bahu si berandal yang satu itu. "Jangan beginilah, Noah! Kamu bakalan ketemu sama pemeran lainnya. Kamu harus tampil b
Mendengar antusiasme yang hadir dari ketiga orang yang menemaninya makan siang hari itu, pada malam harinya Tara segera berbelanja ke pasar agro yang beroperasi sejak matahari terbenam hingga keesokan paginya. Senyum wanita itu tak kunjung luntur, sebab dia baru saja merasakan hawa segar yang menyelubungi setelah berada pada titik jenuh mengenai alur hidupnya.Menu makanan yang dibuat oleh Tara, disajikan tepat saat istirahat makan siang pada hari berikutnya. Mengambil posisi yang nyaman di kafetaria, Tara menyodorkan masakan buatannya untuk dicicipi oleh tiga orang yang sama seperti kemarin. Sejujurnya, dia sedikit terharu lantaran Radu dan Noah rela untuk tidak makan apa pun setelah selesai dengan diskusi ringan bersama penulis web drama yang Noah lakoni."Gimana?" tanya Tara harap-harap cemas. "Enak nggak?"Wanita muda itu tak mampu menilai arti dari tatapan yang ketiganya berikan. Sesaat setelah mengambil suapan pertama, kening ketiganya memberikan kernyitan dalam roman yang berbe
Beberapa tahun kemudian;"Pancake buatan Mama, enak?""Enak, Ma!""Sedapnyeee~""Enak dong, Sayang!""Sayang?""Eh?"Noah menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Akibat salah memanggil, sekarang pria itu mendapatkan tatapan maut dari sang istri lalu tatapan penasaran dari si kembar. Berdeham, Noah menatap kedua anaknya secara bergantian."Lupakan ya? Papa nggak tau Papa bilang apa barusan. Jadi, pancake buatannya Mama enak kan?" Si kembar menggangguk, lantas Noah melemparkan cengirannya pada Tara. "Enak, Ma. Kata Alva dan Vira, enak kok! Iya kan?"Tara menggeleng-gelengkan kepala, tetapi seutas senyum terbit pada wajah cantiknya. Waktu bergulir begitu cepat. Noah dan Tara yang terlihat baru menjadi orang tua, kini telah mendapati si kembar berada pada jenjang Taman Kanak-kanak.Selepas menghabiskan sarapan, si kembar diantar ke TK oleh baby sitter. Dikarenakan Noah dan Tara harus mengurus beberapa hal, maka dari itu hari ini tidak bisa pergi bersama anak-anak mereka. Tara sudah kembali
Tara mengabaikan makan malam yang telah dipersiapkan oleh pembantu barunya. Wanita itu tengah memandang rintik hujan melalui jendela kamar. Seperti tak mempunyai semangat hidup, Tara hanya bergerak saat Alvaro atau Alvira terbangun. Selebihnya, dia akan diam saja. Melamun bagaikan sesosok mayat hidup.Hingga malam harinya, Tara terlelap dengan sendiri selepas menidurkan si kembar. Kala itu pula, Noah memberanikan diri untuk menilik tiga manusia yang sangat disayanginya itu. Melihat Tara tidur dengan mata membengkak, mampu mengiris Noah tanpa tedeng aling-aling. Menyakitkan sekali melihat wanita yang disayanginya menangis karena ulanya sendiri—keteledoran yang bisa berakibat buruk bagi masa depan keluarga kecilnya bila tidak segera diselesaikan secepat mungkin.Setelah seharian berkomunikasi dengan Padre dan seseorang yang menjadi dalang dari kesalahpahaman meresahkan ini, baru detik ini Noah menampakkan dirinya di hadapan sang istri. Kedua anaknya pun tampak menggemaskan. Mereka terti
Dari luar, pasangan Noah dan Tara terlihat harmonis dan baik-baik saja. Tetapi dalam setiap rumah tangga, selalu ada yang namanya huru-hara. Rintangan entah kecil maupun besar, keduanya pasti menyambangi tiap bahtera rumah tangga yang berlayar.Pada tahun pertama rumah tangga pasangan tersebut, mereka mendapatkan rintangan terbaru. Didukung oleh lelahnya fisik setelah seharian menjaga si kembar, kemudian kali itu Noah tidak bisa memberikan sedikit sanggahan."Maaf ya, Sayang? Aku sudah menyuruh Mbak Maryam untuk menemani selama dua puluh empat jam kok! Setelah semua urusan selesai, aku bakalan langsung pulang ke pelukanmu." Tutur Noah dengan berat hati.Dikarenakan perkara bisnis yang tak bisa sembarangan ditinggalkan, Noah harus pergi bersama Federick ke luar kota lagi. Tara tidak bisa bermanja-manja dengan berkata bahwa dia enggan membiarkan Noah pergi. Pada kenyataannya, selama ini Noah tak pernah absen dalam menemaninya. Sekarang, dia tak berhak untuk terlalu mengekang pria muda i
Menjadi orang tua baru dari sepasang anak kembar tidaklah mudah. Baik Noah maupun Tara kekurangan tidur. Bahkan Noah harus mengurus beberapa pekerjaan dari rumah, lantaran dia tidak mau terlalu meninggalkan sang istri. Federick dan Elisabeth sudah menyarankan untuk menyewa baby sitter, tetapi pasangan tersebut menolak dengan alasan ingin memberi perhatian penuh selagi masih kecil. Mereka akan menyewa baby sitter saat si kembar sudah bisa berjalan, membantu Tara dalam kesehariannya."Sayang?" Noah menyembulkan kepala dari daun pintu."Ssstt! Mereka baru tidur, Sayang."Noah mengangguk, lantas berjalan mengendap-ngendap memasuki kamar. Mereka sudah berada di rumah sendiri, tapi keluarga besar betah mondar-mandir untuk menilik Alvaro dan Alvira. Meletakkan ponsel di atas nakas, Noah mendekati Tara yang berada di sisi lain ranjang. Pria muda itu memeluk Tara, yang kemudian dibalas dengan dengusan lelah pula. "Kamu hebat, Sayang. Kamu mau apa? Mau dipijit? Mau aku belikan sesuatu? Maaf ya
Tara tidak bisa ke mana-mana. Kenyataan itu membuatnya hanya mampu bergerak pada satu teritori saja; kediaman utama Alejandro. Sebetulnya dia ingin pulang ke rumah sendiri, tetapi mertuanya menolak dengan alasan tidak dapat membantu atau mengawasi Tara setiap saat.Bersama dua pengawal yang masih setia melindungi, seharusnya tidak masalah. Namun Elisabeth tak mau Tara kesusahan dalam keadaan hamil besar. Tara sendiri memang masih belum terbiasa atas perhatian berlimpah yang didapat dari keluarga mertuanya. Bahkan kehamilan yang dialami sampai detik ini pun setara mimpi indah baginya."Sayang! Ayo sini makan buah!"Pintu kamar menjeblak kencang, memperlihatkan sang suami yang membawa piring berisikan buah-buahan. Kalau dihitung, terdapat sekiranya lima buah yang sudah diiris. Tanpa sadar Tara menahan napas, takjub akan betapa banyak buah-buahan segar yang selalu tersedia di kediaman utama Alejandro ini.Menempatkan diri di samping Tara, Noah langsung menyuapi irisan buah kiwi yang tamp
Selepas kehamilan Tara yang membutuhkan perhatian lebih besar, Cell sering menghabiskan waktu di studionya tanpa mau keluar untuk sekadar ke kafetaria. Entahlah, dia jadi tidak bersemangat. Satu-satunya teman yang kerap mendampingi di segala situasi sedang membutuhkan istirahat tambahan, sehingga Cell mulai kesepian.Benar, dia tidak punya teman lain di Hacer selain Tara. Maka dari itu, saat ini dia tak peduli bila harus dikata sebagai penggila kerja. Mau mencari udara segar pun, dia akan tetap bertemankan kesendirian. Namun siang itu, tiba-tiba saja seseorang mengetuk pintunya dan menyembulkan sekantung plastik besar makanan."Oh? Tara?""Bukan!""Eh?" Cell mengerjap-ngerjapkan mata. Dahinya berkerut heran, tak menduga akan kedatangan seseorang yang lama tak bersua. "Radu? Ngapain ke sini? Katanya Tara, Noah lagi dinas di luar kota kan? Memangnya kamu nggak ikut Noah?""Enggak dong! Kan aku bukan pembantunya. Dulu aku memang mengikuti dia ke mana-mana karena memang itu tugasku sebaga
Kedatangan Seno yang terlalu berani ke kediaman utama Alejandro malam-malam begini, mengundang gurat keheranan pada wajah Tara. Yang mengherankan, bagaimana bisa Elisabeth dan Rosalie membiarkan cecunguk yang satu itu masuk? Bukan berniat menyalahkan, tetapi dia tau sendiri betapa protektifnya dua wanita itu. Membiarkan Seno masuk pada waktu seperti ini, sepertinya mantan suaminya itu melakukan sesuatu yang berhasil menarik iba dari Elisabeth dan Rosalie.Seno mendongak saat mengetahui kehadirannya. Apalagi, Tara sudah telanjur menggunakan parfum yang luar biasa harum dan kini rasanya menguar memenuhi seisi ruang tamu. Tara jadi malu sendiri. Tau begini, dia akan memakai parfum nanti saat hendak tidur saja.Sebab lihatlah—Seno malah senyam-senyum seperti orang sinting, berpikir jika Tara menyambut kedatangannya dengan tampil cantik dan wangi. Padahal Tara berdandan cantik untuk Noah tadi."Cepat katakan, Seno! Apa yang mau kamu katakan kepada menantu saya ini?" Suara Elisabeth memecah
Demi mengakhiri segala urusan yang—disinyalir masih belum selesai—oleh Seno, Tara memutuskan untuk berbicara empat mata dengan Seno di salah satu stand foodcourt. Sebenarnya dia luar biasa malas. Berhadap-hadapan dengan Seno, yang ada malah menambah tekanan darah tingginya. Saat itu, salah satu pramusaji datang untuk menawarkan lembar menu. "Bapak dan Ibu, silakan pilih, mau pilih makanan apa?"Seno tersenyum lebar, "Kami kelihatan cocok nggak, Mbak?"Tara mengernyit kebingungan. Maksud dari pertanyaan tersebut apa? Kenapa Seno tidak berkaca dari kejadian sebelumnya sih? Sekarang, Tara menyesal sudah mengizinkan dirinya untuk menuruti ajakan Seno yang tidak jelas itu.Si pramusaji mengangguk lantaran tidak tau yang sebenarnya. "Seharusnya Bapak di sampingnya Ibu ini, soalnya ibunya sedang hamil. Bukannya kalau hamil membutuhkan bantuan dari pasangannya ya, Pak?""Ah, begitu? Oke, kalau be—"Tara bersiap melempar ponsel ke arah Seno. Pria itu urung meneruskan ucapannya, memilih untuk
Bugh!Saking kesalnya, bukan Tara yang didapat, tetapi tendangan susulan dari wanita hamil tersebut. Seno meringkuk kesakitan. Sedari dulu, kemampuan fisik Tara memang tak bisa diremehkan. Namun dalam kondisi hamil seperti ini, tentu saja Tara sudah dirundung kelelahan lebih cepat dari biasanya.Napas wanita muda itu terengah-engah, mundur perlahan dan terjatuh dalam dekapan hangat sang suami. Elisabeth dan Rosalie mendekat, hendak membantu menopang tubuh Tara yang harus beristirahat itu. Malahan, gelombang mual datang membanjiri tenggorokannya. Menepi, Tara memuntahkan sup tahu pedas yang baru dimakannya tadi."Pergilah!" Noah memberi gerakan mengusir yang langsung dijalankan oleh dua pengawal di sisi Seno. "Tara sudah tidak menaruh perasaan sedikit pun terhadapmu, Seno. Pergi! Pergilah selamanya dari hadapan kami! Kalau kamu memang mencintai Tara, ikhlaskan Tara dengan kehidupannya yang sekarang ini. Kalau ketahuan kamu datang untuk mengganggu kami lagi, maka aku tidak akan ragu unt