"Apa?!" Haura mengerinyitkan alisnya.
Wanita itu merasa dirinya salah dengar, sehingga dia ingin mendengar sekali lagi apa yang Niko katakan tadi."Kamu mau nikah lagi sama aku? Tapi kamu jadi istri kedua, bukan istri pertama lagi," jelas Niko.Penjelasan Niko membuat Haura terdiam sejenak, lalu tidak lama wanita itu tertawa keras."Kenapa kamu malah ketawa?" tanya Niko heran."Aku hanya merasa lucu aja sama kamu, bukannya tadi aku udah bilang kalau aku gak mau dimadu. Dan sekarang kamu malah ngajakin aku nikah, terus aku jadi istri kedua," sahut Haura terkekeh geli."Bukannya istri kedua lebih bagus, biasanya banyak cowok yang jadikan istri kedua prioritas," ucapan Niko semakin membuat Haura geli."Aku gak mau!" tegas Haura.Dia sekarang merasa aneh kenapa bisa jadi jatuh cinta kepada lelaki yang berada di depannya ini. Bukankah tingkah Niko sekarang sangat menggelikan sekali."Coba pikirkan dulu rumah tangga kita yang udah berjalan lama!" Niko bersikeras supaya Haura memikirkan lagi."Kamu keluar sekarang juga! Aku mau kerja!" usir Haura.Mendengar perkataan Niko, dia menjadi malas sekali melihat wajah lelaki tidak tahu malu tersebut."Baiklah. Aku akan pergi, tapi aku harap kamu pikirin lagi tawaranku." Niko melangkahkan kakinya keluar, pergi meninggalkan Haura yang diam mematung.Wanita itu memilih ke ruangannya, sekarang hatinya menjadi sangat perih sekali. Luka yang belum kering harus disiramkan perasan jeruk di sana, bagaimana tidak perih?Bisa-bisanya Niko mengatakan kepada dirinya tentang rumah tangga mereka, padahal kemarin saat Haura mengingatkan hal tersebut, lelaki itu malah menceraikan dirinya. Sungguh perasaan Haura sekarang tidak dapat digambarkan lagi, dirinya sangat hancur sekali sekarang.Namun, Haura tidak mau berlarut-larut, karena sekarang dirinya akan mencari lelaki yang lebih baik dari pada Niko. Wanita itu akan menunjukan kepada mantan suaminya, kalau dirinya bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik dan tentu saja sambil mengatakan kalau Haura bisa lepas dari Niko."Bu, ini catatan beberapa barang yang habis." Karyawan wanita menyerahkan catatan.Memang kalau barang habis, maka akan dicatat lalu diserahkan kepada bos mereka. Catatan barang itu akan lengkap bersama dengan harga sendiri, mencegah ada kerugian atau ada seseorang yang berlaku curang."Berarti barang sekarang mulai naik, ya?" Haura memijat kepalanya, meredakan pusing yang masih dirasa karena emosi sedari pagi."Iya, ada penaikan harga,""Baiklah. Beli saja, nanti aku akan mencatat harga yang harus kalian jual." Haura menyerahkan catatan itu kembali.Karyawan wanita itu segera pergi setelah mendapat persetujuan dari bosnya. Sedangkan Haura memilih untuk merangkum semua harga baru untuk tokonya.Di toko Haura sendiri, berjualan macam-macam sembako dan berbagai jajanan. Toko yang lumayan besar memiliki lima karyawan, keuntungannya pun sangat cukup menggaji seluruh karyawan sekaligus untuk dirinya sendiri.Haura segera menyelesaikan semuanya, sambil mencatat keuntungan baru yang dirinya dapatkan setelah kenaikan harga ini."Kayaknya aku naikan secukupnya aja, ntar pelanggan malah kabur ke lain lagi," ucap Haura seorang diri.*Tidak terasa hari sudah siang, sekarang perut Haura terasa sangat lapar sekali. Dirinya memutuskan untuk mencari makan di warung terdekat, memang sih dia tidak terlalu suka makan di restoran seperti Niko. Karena dirinya merasa makan di sana tidaklah kenyang dan makanannya lumayan mahal."Saya pergi makan siang dulu, kalau ada yang nyari, suruh tunggu sebentar!" ucap Haura sebelum pergi.Dia melangkah anggun keluar dari toko, lalu masuk ke dalam mobil untuk mencari makan di sekitar tokonya saja. Haura masih belum selesai mengatur tokonya, karena selain dirinya beradaptasi mengurus toko seorang diri, sekarang pun sudah memasuki akhir bulan di mana semua barang toko hampir habis."Ternyata sangat lelah sekali mengurus toko seorang diri," gumam Haura pelan.Wanita tersebut melihat warung makan terdekat, dia pun menepikan mobilnya untuk makan di sana saja.*"Lelah banget sih." Haura menggeliatkan tubuhnya, terasa sangat melelahkan sekali bekerja di toko seharian.Memang benar dia dulu sering membantu Niko di toko, tetapi tidak pernah sampai seharian penuh. Karena lelaki itu selalu melarangnya kalau terlalu lelah, bahkan di rumah saja mantan suaminya menyediakan pembantu, supaya Haura tidak kelelahan."Ini, Bu, kuncinya.""Makasih, ya. Sampai jumpa besok." Haura masuk ke dalam mobilnya.Wanita itu memilih langsung pulang saja, dia sangat kelelahan sekali hari ini. Jadi tidak mau memikirkan hal lain, kecuali kalau sudah terbiasa mengurus toko, mungkin dia akan mencoba menghibur diri keluar sana.Brm!Mobil Haura sudah sampai di depan rumahnya, wanita itu turun untuk membuka pagar supaya bisa memasukan mobilnya ke dalam garasi."Eh, Haura, baru pulang?" terdengar suara lelaki yang datang mendekat."Dean, ada apa?" tanya Haura menatap lelaki itu sekilas."Enggak papa kok, cuma mau nganterin makanan ini. Eh pas aku panggil-panggil gak ada yang jawab." Dean menggaruk tengkuknya yang tidak gatal."Aku baru pulang dari toko, karena ini hari pertama dan banyak barang yang kosong, jadi aku lembur." Haura menguap, dia merasa sangat lelah sekali hari ini."Em, kalau begitu ini, jangan lupa dimakan mumpung masih hangat." Dean menyerahkan semangkuk sup ayam."Makasih, ya, seharusnya kamu gak usah nganterin aku makanan kayak gini setiap hari," ucap Haura merasa tidak enak."Gak papa, lagian ini mamaku yang nyuruh anterin. Dia minta maaf belum sempat nyapa kamu, jadi nyuruh anterin ini," jelas Dean.Lelaki itu terlihat sangat ragu-ragu ingin mengatakan maksud dari keinginannya sekarang. Padahal dia suah menunggu Haura dari satu jam yang lalu."Kamu mau bicara apa?" tanya Haura.Haura melihat sangat jelas kalau Dean ingin mengatakan sesuatu kepadanya, makanya dia bertanya supaya lelaki tersebut cepat mengatakan apa yang ingin dikatakan."Bilang aja, gak papa kok!" ucap Haura lagi, dia ingin segera masuk ke dalam karena ingin istirahat.Hanya saja, Dean malah diam saja sedari tadi tanpa mengatakan apa pun kepada dirinya."Begini, kamu ada waktu gak besok malam?" tanya Dean setelah sedari tadi diam."Em, emang kenapa?" bukannya menjawab, Haura malah bertanya kembali."Aku mau ajakin kamu jalan, kamu mau gak?" Dean menatap lekat Haura, seakan dirinya tidak mau mendengar penolakan dari wanita tersebut."Em, entar aku atur waktu buat besok," sahut Haura.Jawaban dari Haura membuat Dean bersorak di dalam hati, dirinya sangat senang mengetahui kalau wanita yang berada di depannya ini tidak menolak ajakannya. Namun, dia tidak menunjukan ekspresi itu dengan jelas, hanya senyuman tipis saja supaya Haura tidak mengetahui apa yang dirinya pikirkan sekarang."Makasih, jam delapan, ya!" ucap Dean penuh semangat."Oke. Aku mau masuk dulu ke dalam, soalnya lelah banget." Haura masuk ke dalam mobilnya."Masuk aja, nanti aku tutupin p
Setelah mendengar perkataan sang istri, Rangga langsung menarik selimut lalu pergi tidur. Lelaki itu tidak mau mendengar perkataan Elisa lagi, dia memilih tidur saja.Sedangkan Elisa, dia menghembuskan napas kasar sambil menatap lekat kepada suaminya. Dirinya pun memilih untuk tidur juga, karena sudah mendengar suara dengkuran halus dari arah Deon."Aku harap kamu akan mengerti maksud dari perkataanku, Pah." Elisa menarik selimut, dia memejamkan mata lalu tidak lama tertidur.*"Astaga, aku kesiangan!" pekik Elisa.Wanita itu segera berlari ke kamar mandi, mencuci wajah lalu pergi ke dapur. Namun, saat dia baru ingin melangkahkan kaki, terdengar suara bel di depan sana."Siapa, ya?" Elisa menuju ke arah pintu utama.Elisa bertanya-tanya di dalam hatinya, dengan siapa gerangan tamu yang berada di balik pintu."Maaf, mengganggu!" ucap Haura.Elisa menghela napas melihat ada seorang wanita cantik yang datang ke rumahnya. Apalagi melihat rantang dan mangkuk di tangan wanita tersebut."And
"Untung aja, aku sempat nginjak rem! Gimana coba kalau misalkan aku gak sempat, bisa-bisa hancur mobil!" gerutu Dean sambil menatap sinis ke bagian depan mobilnya yang penyok."Gila, ya, kamu! Mobil orang berhenti di pinggir jalan, malah main tabrak aja!" Zean berlari menghampiri mobilnya yang ditabrak oleh Dean.Zean sangat kesal kepada lelaki yang menjadi rivalnya di kampus, karena mobilnya sampai penyok lantaran ditabrak oleh Dean."Bukan aku yang salah, tapi mobilmu! Mobil kok parkir di pinggir jalan, kan ada parkiran!" ucap Dean yang tidak mau disalahkan."Heh, banyak orang yang parkir di pinggir jalan kok, tapi gak ada yang nabrak! Cuma kamu doang yang nabrak mobil orang yang diparkir!" geram Zean yang tidak terima mobilnya penyok.Zean takut nanti akan dimarahi oleh orang tuanya, kalau mereka melihat bagian belakang mobil yang penyok. Ingin membawa ke bengkel sendiri, tetapi mana mungkin uangnya cukup untuk memoles sampai mulus.
Jantung semua orang di dalam kelas itu berdetak lebih kencang, suasana pun menjadi terasa mencekam karena raut wajah sang dosen terlihat sangat marah sekali kepada Dean, tetapi lelaki muda tersebut hanya diam saja sambil memainkan kuku-kuku jarinya. Dean sama sekali tidak merasa ketakutan dengan dosen killer yang ditakuti seluruh mahasiswa di kampus ini. “Gimana, Pak?” Dean bertanya dengan senyum tipis. Sang dosen tetap diam, tidak bergeming sedari tadi, hanya menunjukan raut wajah marah saja. “Kalau tetap disuruh pergi, juga gak papa sih!” ucap Dean sambil menatap lekat kepada sang dosen. Dean memutar tubuhnya untuk keluar dari kelas, dia pun melangkahkan kaki dengan pelan menuju di mana pintu keluar berada. “Tunggu, Dean!” Setelah sekian lama dosen itu bersuara, membuat Dean membalikan tubuhnya lagi menatap lelaki setengah baya tersebut. “Iya, Pak?” tanya Dean tersenyum manis. Dean tahu kalau dosen itu akan membiarkan dirinya untuk ikut kelas mendengar ancaman yang dia berika
“Eh, Dean, bukannya kita janjiannya malam?” tanya Haura bingung dengan kedatangan Dean yang terlalu cepat menurutnya.Menurut Haura masih ada waktu tiga jam lagi untuk janji mereka berdua, tetapi kenapa lelaki muda ini sudah berada di sini menemui dirinya seperti sekarang. Janda itu lalu merasa kalau dia lah yang melupakan waktu janjian mereka, sehingga raut wajahnya berubah menjadi merasa bersalah.“Maaf, aku lupa waktu janjian kita,” gumam Haura lirih.“Apa?! Enggak kok, aku hanya datang kemari saja karena merasa bosan.” Dean mengaruk tengkuknya yang tidak gatal.Lelaki itu tidak tahu kalau kedatangan dirinya kemari akan membuat Haura menunjukan wajah rasa bersalah kepadanya, padahal dia kemari ingin mengambil hati janda tersebut. Karena dia tahu kalau wanita sangat suka sekali dengan semua perhatian yang diberikan oleh lelaki, hal itulah yang membuat Dean dengan susah payah mencari alamat toko milik Haura.“Eh, aku kira gara-gara aku lupa waktu janjian! Tapi dari mana kamu tahu kal
Haura menatap tajam kepada lelaki muda yang berani masuk ke dalam ruangannya dan mengelus rambutnya saat dia tertidur, menurutnya Dean sangat lancang sekali kepada dirinya."Maaf, aku gak bermaksud kayak yang kaku pikirin kok! Aku cuma mau ngambil ini doang." Dean menunjukan plastik kecil kepada Haura.Haura tersipu, karena ternyata bekas jajanan yang dia makan tadi malah menempel di rambutnya, membuat dirinya malu sekali sekarang.Karena tingkahnya seperti seorang anak kecil, sampai bekas bungkus jajanan saja malah menempel di rambut."Maaf, ternyata aku salah paham," gumam Haura lirih."Iya, gak papa. Lagian aku udah biasa digituin kok, jadi tenang aja," ucap Dean menanggapi dengan tersenyum tipis.Haura menjadi merasa bersalah mendengar hal itu, dia tidak bermaksud melakukannya dengan sengaja. Dirinya hanya kaget mendapati seseorang yang masuk tanpa izin dan bahkan mengelus rambutnya, bukankah itu adalah hal wajar? Karena dia
Kali ini Dean menanggapi dengan santai, bahkan matanya tidak berkedip sama sekali mengatakan kebohongan kepada Haura, “Tadi baru aja diantar sama temanku, dia bilang karena kerusakannya gak parah jadi cepat selesai. Kamu ingatkan cowok yang menyebut kamu pacarnya Zean?” “Oh, dia! Aku ingat,” sahut Haura asal. Sebenarnya wanita itu tidak mengingat nama dari temannya Dean, dia hanya mengingat rupa dari lelaki yang menyebutnya pacar seseorang tidak dikenal olehnya sendiri. Itu pun Haura mengingat lantaran merasa kesal dengan temannya Dean tersebut, datang-datang sudah mengooceh panjang lebar membuat kepalanya menjadi pusing saja. “Nah dia yang nganterin mobil ini, kebetulan pemilik bengkel ini omnya dia. Udahlah, kita gak usah bahas dia, nanti malah kemalaman.” Dean membukakan pintu untuk Haura. Dean ingin melakukan sesuatu hal yang akan membuat wanita cantik berada di sebelahnya ini akan terkesan dengan dirinya, jadi dia sengaja membukakan pintu seperti kepada wanita lain yang dia d
Haura memandang Dean, lelaki itu malah bersikap biasa saja saat ada seorang wanita cantik yang merangkul tangannya dengan mesra.Sedangkan Indra, lelaki itu malah menatap Dean dengan cemas, dia sangat gugup saat melihat wanita cantik itu mendekati Dean, padahal di samping temannya ada Haura."Siapa dia, Dean?" Wanita cantik itu menatap Haura, dia baru menyadari keberadaan wanita lain di samping Dean.Dean menoleh menatap Haura. "Tunggu sebentar di sini sama Indra, aku mau bicara sama Yirra dulu.""Baiklah," sahut Haura.Dean lalu beralih menatap Indra, dia mendekati temannya itu lalu berbisik di telinga Indra. "Tolong jagain Haura bentar, aku mau ngomong berdua sama Yirra.""Masa aku sih?" tanya Indra pelan.Indra tidak mau terlibat dengan urusan Dean, dia tidak mau kalau sampai harus menjadi pelampiasan para wanita yang mendekati temannya itu."Udah, jangan banyak nanya! Kalau kamu mau bantu aku, ntar aku traktir minuman apa pun yang kamu mau," bisik Dean pelan.Mendengar hal itu Ind
Mau tidak mau Haura keluar dari sana, " maaf ya maaf." wanita itu keluar dengan menangkupkan kedua tangannya.Lalu Haura berlari kecil menuju di mana tempat Elisa berada.Saat sampai di sana Elisa menatap aura dengan tatapan terkejut, membuat wanita itu menjadi risih dan menundukkan kepalanya."Enggak cocok, ya, Ma?" Haura bertanya dengan kepala menunduk, merasa gelisah karena takut tidak sesuai apa yang Elisa inginkan.Elisa tersenyum memandang Haura, " cantik kok menantu mama," pujinya."Emang bener? Tapi kenapa rasanya risih," tanya Haura sambil memperhatikan pakaian yang dipakai."Enggak cantik kok, masa sih mama bohong sama kamu?" Elisa mendekati Haura.Setelah setelah meyakinkan Haura kalau wanita itu cocok mengenakan pakaian berwarna merah muda tersebut, mereka pun memilih pergi ke salon bersama untuk melakukan perawatan.Selama hampir seharian penuh kedua wanita tersebut baru memilih pulang. Mereka memilih membeli makanan matang, lantaran merasa lelah bahagia di luar rumah."A
Rangga dan Elisa terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Dean, dengan cepat mengubah ekspresi wajah mereka kembali seperti biasa."Enggak masalah, semuanya bakalan baik-baik saja. Mama sama Papa bakal dukung apapun keputusan kalian." Elisa menggenggam jemari Haura dengan erat, memberikan kekuatan kepada sang menantu.Karena dia tahu betul perasaan Haura sekarang, sama seperti dirinya yang dulu mengetahui kalau kehamilannya sangat berisiko. Lantaran kandungan lemah, mungkin memang berbeda dengan kasus Haura. Namun tetap saja dirinya mengerti apa yang sekarang menantunya itu rasakan."Makasih, Mama dan Papa selalu dukung kami berdua." Haura membalas menggenggam erat jemari Elisa. " kalau begitu, gimana kalau kita pulang saja? Soalnya kan belum memasak buat makan pagi ini. Apalagi Papa sama Dean mau pergi bekerja," sambung Haura mengajak mereka semua untuk pulang."Mumpung udah di sini, gimana kalau kita makan di luar saja?" Elisa memandangi satu persatu ketiga orang yang berada di sam
Elisa sangat merasa bersalah melihat Haura yang terlihat sangat senang dia takut kalau semisalkan yang menanti itu tidak hamil sehingga dia mulai memikirkan kata yang tepat untuk mengatakan kepada Haura dengan pelan-pelan." Haura, coba kita periksa dulu ke rumah sakit. Biar tahu Hasilnya kayak gimana," Ucap Elisa dengan gelisah.Haura yang melihat Elisa gelisah membuat dia menganggukkan kepala. " Baiklah, Ma!""Kalau begitu memang bangun Papa dulu ya Sambil siap-siap kamu juga jangan lupa bangunin Dean supaya kita segera berangkat," ucap Elisa lalu pamit pergi ke kamar.Haura mengerti selalu segera menuju ke kamar untuk membangunkan sang suami, dia mengelus perutnya yang masih rata. Sambil terus berharap kalau di dalam perutnya itu ada bayi mungil yang bergerak-gerak di sana.Dengan penuh semangat Haura memilih membangunkan sang suami terlebih dahulu, dia mengguncangkan tubuh Dean perlahan." Dean, ayo bangun!" Haura mengguncangkan lagi tubuh dan secara perlahan." Ada apa, Haura? "
Tumpukan piring dan perkakas dapur yang kotor akibat Dean memasak di sana, belum lagi kompor terkena banyak noda. Sehingga membuat Haura jadi merasa terbakar, lantaran menahan amarah di dalam dada.Namun dirinya terpaksa menahan itu, lantaran ada kedua mertua sedang berada di sini, tidak ingin menunjukkan pertengkaran kepada Elisa dan Rangga. Haura pun memilih untuk menghembuskan napas secara perlahan, beeharap perasaan marah di dalam dada hilang."Dean, kamu seharusnya enggak usah masak. Bangunin aku aja kalau lapar," ucap Haura dengan menahan perasaan marah di dalam dada."Kamu kan lagi sakit, masa aku suruh masak?" Dean menatap bingung kepada Haura, merasa heran kepada wanita itu."Iya, benar kata Dean. Masa kamu lagi sakit disuruh masak, seharusnya Dean beli aja di luar," ucap Elisa menimpali.Elisa juga merasa sesak sekali dengan tumpukan yang berada di wastafel, ingin sekali dirinya memarahi sang anak. Namun karena Dean berniat baik, jadi untuk kali ini dia menahan perasaan kesa
Elisa langsung mendekati Dean untuk melihat apa yang terjadi, ternyata nasi yang dimasak lelaki tersebut menjadi bubur membuat dia menjadi tertawa dengan keras."Astaga, kok masak nasi aja malah jadi bubur?" Elisa tertawa dengan keras sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Hust, Ma! Haura lagi tidur di dalam kamar, nanti malah bangun," tegur Dean meminta kepada sang ibu untuk diam."Habisi, masak nasi aja sampai jadi bubur. Terus percaya diri banget masak, padahal ke dapur aja jarang," ejek Elisa yang tidak dapat menahan dirinya."Mau gimana lagi? Aku pengen masakin sesuatu buat Haura yang lagi sakit." Dean menundukkan kepalanya, merasa gagal ingin membuat sang istri terkesan."Kalau udah tahu enggak bisa masak, ya beli aja! Uang banyak kok, masa enggak mampu beli makanan matang," gerutu Elisa kesal, bisa-bisanya ingin memberikan makan menantunya dengan masakan tidak layak dimakan."Kalau beli makanan matang, buat apa aku capek-capek masak kayak gini? Tuh aku masakin dijamin en
Haura menganggukkan kepalanya, memang tubuhnya terasa tidak baik-baik saja sejak tadi malam."Sebaiknya kamu minum teh hangat dulu, makan walau sedikit agar minum obat dan cepat istirahat. Biar aku buatkan teh hangatnya dulu, kamu duduk aja di sana." Dean membuatkan segelas teh hangat untuk Haura.Sedangkan Haura terduduk lemas karena habis muntah tadi, rasanya dia kehilangan tenaga untuk sekedar berdiri atau melakukan apa pun. Beberapa menit kemudian, Dean datang membawakan segelas teh hangat untuk sang istri."Minum dulu, lalu setelahnya makan, ya!" perintah Dean terlihat sangat khawatir."Aku enggak nafsu buat makan," tolak Haura dengan wajah pucat."Sedikit aja, biar bisa minum obatnya. Pokoknya setelah aku beli obat di apotik, kamu harus udah kelar makan!" Dean bergegas mengambil kunci mobilnya, lalu pergi keluar.Memang karena rumah masih baru sehari ditinggali, wajar saja tidak memiliki kotak obat seperti di rumah Elisa. Sayur dan ikan saja dibelikan sang mertua, jadi bagaimana
Dean dan Haura melakukan hal yang biasa para suami-istri lakukan dimalam hari, mereka sangat menikmati setiap kali berbagi kasih sayang di atas ranjang. Walau pun wanita cantik itu sering merasa was-was seiring berjalannya umur rumah tanggan mereka."Kok kamu murung, Haura?" Dean menyingkap rambut yang menutupi sebagian wajah Haura."Enggak papa, cuma capek aja sih. Yuk kita tidur, lagian ini udah malam juga!" ajak Haura yang langsung menarik selimutnya.Haura memejamkan mata yang terasa sangat sulit untuk diajak tidur, wanita itu menoleh ke arah belakang ternyata sang suami sudah tidur dengan nyenyak. Dia pun memilih menatap wajah Dean yang sedang tertidur tersebut, berharap akan ikut terlelap ke alam mimpi.***Bagun dipagi hari dengan perasaan senang di rumah sendiri, Haura berjalan ke kamar mandi untuk mencuci wajahnya. Pertama yang Haura lakukan adalah memasak nasi, setelah itu baru membua kulkas yang tentu saja isinya penuh. Jangan tanya siapa yang memenuhi isi kulkas itu? Siapa
"Eh, iya!" Haura ikut memperhatikan Lilis yang sedang menggendong bayi kecilnya.Rangga tidak menjawab, tetapi memilih memarkirkan mobilnya ke halaman rumah yang akan dia beli untuk sang anak. Memang belum dibayar, namun sudah sepakat untuk membeli rumah itu sebagai hadiah pernikahan. Hanya saja kalau Haura tidak menyukainya terpaksa Rangga membatalkan niat membeli walau pun sudah diberikan uang dimuka kepada pemilik rumah."Ngapain kalian kemari?" Lilis menatap ketus kepada keluarga Dean.Namun belum sempat menjawab, Dika keluar dari dalam rumah tersebut menatap mereka semua dengan ramah."Eh, Om dan yang lainnya udah datang! Ayo masuk ke dalam, biar bisa lihat-lihat rumahnya." Dika mengarahkan semuanya untuk masuk ke dalam."Ngapain ajak mereka masuk? Nanti kotor lagi rumahnya!" Lilis menatap t4jam kepada Dika, lelaki yang baru satu bulan dia nikahi."Lilis! Mereka ini yang mau beli rumah, jadi bisa enggak ramah sedikit sama mereka!" Dika menekan setiap kalimat yang keluar dari mulu
"Eh, Dean baru datang?" Elisa hanya senyum-senyum menatap sang anak."Asyik ya, pagi-pagi udah gosip." Dean mendudukkan bokongnya di kursi dengan kasar.Haura mengambilkan nasi lengkap dengan sayur dan lauknya untuk sang suami, lalu baru duduk kembali untuk menyantap makanannya."Mama enggak gosip loh, Dean. Soalnya kan istrimu nanti pasti tahu juga sama kebiasaanmu yang itu." Elisa tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan."Tapi enggak gitu juga loh, Ma!" Dean menatap tidak suka sang ibu, mau bagaimana pun rasanya sangat tidak suka kalau diceritakan aibnya kepada sang istri.Menurut Dean pasti Haura akan mengetahuinya pelan-pelan tentang kebiasaannya itu, jadi tidak perlu diceritakan kepada sang istri."Benar kata Dean, Ma. Mau gimana pun nanti Haura juga bakalan tahu, kasian kalau diceritain aibnya itu. Kalau papa juga pasti kesal loh," ucap Rangga menimpali."Iya-iya deh. Mama minta maaf, tapi kamu harus benerin kebiasaanmu itu. Udah nikah koh masih aja dandannya lama, e