Share

Bab 3

Author: Giaa Ukary
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Makan malam yang seharusnya dipenuhi canda tawa terlihat suram, suasana tegang terasa di meja makan Kediaman Adelard. Meski ada anak perempuan yang berceloteh tidak bisa mencairkan suasana tegang disana.

"Aku dengar siang ini kalian ke Rumah Sakit? Apa ada kabar baik?" Ibu dari Raymond dan Grayson ; Gretta Adelard menatap intens menantunya, Amayra.

Amayra gugup tidak tahu harus menjawab apa, saat itu punggung tangannya terasa hangat, Gray meremas telapak tangannya dengan erat. Berusaha menenangkan istrinya.

Gray menjawab pertanyaan Ibunya, "Hanya pemeriksaan rutin, Ma. Dokter mengatakan kepada kami kalau kami masih harus berusaha. Benar 'kan Amayra?"

Amayra mengangguk dengan cepat.

Gretta menghela nafas terlihat tidak puas dengan jawaban Gray, "Aku harus menunggu berapa lama lagi, sudah 4 tahun kalian menikah tapi kau tidak memberi apapun pada Keluarga Adelard, Amayra. Kapan kau akan memberi kami pewaris?!"

Amayra tidak bisa bertahan lama menyembunyikan emosinya, air mata luruh dari mata tanpa disadarinya.

"Apa yang Mama katakan? Mama sudah memiliki cucu yang imut seperti Nana 'kan? Dia bisa membantu menyiram taman bunga milik Mama!" Ray berusaha melunakkan suasana yang penuh ketegangan, dia mencubit pipi putrinya. Putri kecilnya itu tampak sibuk mengunyah makanan yang disuapkan oleh Ibunya--Daniela.

"Tapi anak perempuan tidak bisa membantu Kakek dan Ayahnya, Ray. Keluarga kita membutuhkan pewaris--seorang anak laki-laki dan ini seharusnya menjadi kewajiban Amayra Lennora Adelard setelah dia tahu istri dari kakak iparnya sudah tidak memungkinkan untuk mengandung lagi."

"Sudah cukup Mam!"

Gray memutus ucapan Ibunya itu dengan keras, karena setiap ucapan yang keluar sangat menyakitkan.

"Pah, katakan sesuatu?!" Gray mengalihkan pandangannya ke arah Ayahnya yang sejak tadi hanya diam. Gray berharap William Adelard, sang Ayah akan mendukungnya dan Amayra.

"Papamu tidak akan mengatakan apapun mulai dari sekarang, karena dia sudah banyak bicara selama 4 tahun ini. Apa kau ingat, demi kebahagiaanmu dan Amayra dia membatalkan perjodohan dengan gadis pilihan yang sudah disepakati. Sekarang saat kami berharap banyak Amayra tidak bisa memberikan pewaris untuk Keluarga Adelard. Aku tidak bisa bersabar lagi!"

"Mam … Itu sudah berlalu, kau sudah mulai menyukai wanita pilihanku tapi kenapa sekarang kau bersikap egois?"

"Saat kau menolak dijodohkan dan memilih Amayra, apa kau juga tidak bersikap egois? Tapi pada akhirnya kalian menikah, kalau anakku bahagia aku juga akan bahagia. Aku hanya menuntutnya memberikan seorang anak untukmu, Gray!"

Tubuh Amayra gemetar, rasa sakit dan malu secara bersamaan dirasakannya. Amayra ingin lari dari tempat itu.

"Suatu saat nanti ketika rambutku mulai memutih aku mungkin akan merasa kesepian tanpa seorang anak. Tapi aku sangat yakin hanya dengan Amayra hidupku akan bahagia. Tidak apa-apa, meski hanya kami berdua melewati hari tua bersama." Gray tersenyum menatap istrinya, namun ucapannya hanya ditujukan untuk meyakinkan Ibunya.

Amayra menatap Gray dengan tatapan haru, dia sangat beruntung karena memiliki Gray di sisinya. Dia wanita yang paling beruntung di dunia ini 'kan?

"Begitu? Jadi ini keputusanmu. Aku mempunyai syarat untuk keputusanmu itu." Gretta menatap putra keduanya, di wajahnya terlihat ada kekecewaan karena penolakan Gray.

Semua orang yang ada di meja makan tampak serius menunggu ucapan sang Nyonya Besar.

"Aku akan memberi kalian waktu satu tahun lagi untuk memberi Keluarga Adelard pewaris. Jika dalam satu tahun itu kalian tidak bisa memenuhinya. Kalian harus berpisah! Itu syaratnya agar kau bisa melewati hari tua bersamanya, Gray!"

Malam itu serangan tak kasat mata sudah menghancurkan hati Amayra. Dia pergi dari tempat itu, dadanya terasa sesak, mengabaikan teriakan Gray yang memanggilnya. Amayra menangis keras bersamaan dengan air hujan yang mulai membasahi sekujur tubuhnya.

*

Di langit yang tampak gelap, kilat dan petir bersahutan. Hujan semakin deras. Di Kediaman Adelard, Gray berdiri di ruang tamu terus mencoba menghubungi seseorang dengan ponselnya. Saat Amayra meninggalkan meja makan sambil menangis, Gray menyesal tidak mengejarnya tadinya dia ingin memberikan waktu pada istrinya untuk menenangkan diri tapi Amayra tidak kunjung kembali ke rumah dan hari bertepatan hujan deras semakin membuat pria itu cemas.

"Dia tidak mengangkatnya! Amayra dimana kau!?"

"Tenanglah Gray, mungkin dia sudah pulang ke rumah kalian." Daniela mencoba menenangkan adik iparnya, dia juga mencemaskan Amayra karena Amayra adalah sahabatnya.

"Amayra pasti sudah pulang dan tidur dengan nyenyaknya. Sangat tidak sopan, seharusnya dia berpamitan kepada kita." Gretta menghela nafas.

Setiap pasang mata langsung menatap Gretta dengan berbagai macam reaksi. Gray tidak pernah mengira Ibunya sendiri bisa mengatakan perkataan setajam seperti itu tentang istrinya. Dia meninggalkan rumah tanpa mengucapkan apapun.

"Kalian lihat sendiri, putra kesayanganku yang dulu sangat manja kini sudah tidak menyayangiku. Dia sudah dipengaruhi Amayra!" Setelah mengucapkan kalimat itu Gretta pergi dari hadapan suami, anak dan menantunya.

William, sang kepala Rumah Tangga hanya bisa menghela nafas melihat perilaku istrinya. Sejak dulu Gretta memang tidak menyukai Amayra, perempuan itu berasal dari kalangan bawah yang tidak jelas asal usulnya karena Amayra berasal dari Panti Asuhan.

*

Di bawah rinai hujan deras, mobil Gray melaju dengan kecepatan sedang, kedua matanya fokus melihat sekitar mencari sosok sang istri. Dia takut terjadi hal buruk pada Amayra.

"Amayra, dimana kau?!"

Sementara itu seorang gadis berlari menyusuri jalan yang tampak lengang. Sepulang dari Rumah Sakit, Mia bermaksud pergi ke tempat kerjanya yang lain. Cuaca buruk menghambat perjalanannya ke tempat kerja. Dia mengabaikan dirinya yang basah kuyup.

Hujan semakin deras, pandangan mata pun juga mulai terbatas. Saat gadis itu menyeberangi jalan bertepatan sebuah mobil melaju kearahnya dan kecelakaan tidak terhindar lagi. Meski hanya kecelakaan kecil namun cukup mengejutkan Gray. Pria itu keluar dari mobil, dia melihat gadis yang ditabraknya berlutut sambil memegang kakinya.

"Maafkan aku. Apa kau terluka?!"

"Sangat sakit!" Mia meringis kesakitan, dia memijat kakinya perlahan.

"Kakimu terkilir, masuk ke mobil aku akan memberimu obat!"

"Tidak perlu, aku harus ke tempat kerja, aku sudah sangat terlambat!"

"Jangan keras kepala! Cepatlah, aku juga terburu-buru sekarang!"

Dengan susah payah Mia berdiri, Gray membukakan pintu mobil untuknya. Mia merasa tidak enak hati karena akan membuat tempat duduk mobil itu basah.

"Tapi aku akan mengotori mobilmu kalau aku masuk ke dalam."

"Jangan membuang waktu lagi, atau kau ingin aku mendorongmu untuk masuk ke mobilku?!"

"Baik, aku masuk!" Mia yang ketakutan langsung masuk ke dalam mobil, setelah itu Gray ikut masuk dari pintu yang lain.

Gray mengambil kotak obat yang sudah tersedia disana. Saat pandangan mata saling bertemu, untuk sesaat Mia melupakan rasa sakit pada kakinya. Mia mengenal paras pria disampingnya karena derasnya hujan tadi di luar membuat hampir tidak bisa mengenali wajah orang didepannya.

Seperti Mia, Gray juga merasakan itu.

Gray mengenal gadis di depannya, gadis pilihan keluarganya, gadis kesayangan Ibunya. Meskipun Gray menyayangi keluarganya tapi cintanya pada Amayra tidak bisa diabaikan. Bukan karena kecantikan dan hartanya. Mia memang berasal dari bibit, bebet, bobot yang baik dan dia juga gadis yang cantik. Gray, pria normal yang tertarik dengan keindahan itu tapi hanya saja hati sudah ditempati oleh Amayra.

Pria itu juga tidak pernah menyalahkan kehadiran Mia. Bisa dikatakan, Gray sangat menghargainya.

Related chapters

  • Jalan Hidup Kita   Bab 4

    Empat tahun yang lalu, mereka dua orang yang saling mengenal hanya sebatas mengetahui nama dan keluarga. Selain itu sudah tidak ada lagi hal yang istimewa. Meski begitu ikatan sudah pernah terjalin diantara dua keluarga. Dua orang asing yang seharusnya menjadi pasangan suami istri tapi berhasil dikalahkan oleh orang yang saling mencintai. Perasaan sepihak tentu saja akan kalah dengan cinta yang utuh. Perasaan sepihak itu milik Mia dan cinta yang utuh itu adalah, Gray dan Amayra. "Tunjukkan kakimu yang terkilir!" "Akan ku obati sendiri saja …." Gray memberikan cream obat ke Mia, memijat pelipisnya, dia mulai kehilangan fokus. Hujan malam ini belum menunjukkan tanda akan berhenti. Mata hitam Gray terus mencari

  • Jalan Hidup Kita   Bab 5

    "Sakit ….!" "Aku sangat marah padamu, bagaimana bisa kau melakukan ini? Sudah separah ini kau mengabaikannya begitu saja, apa kau bodoh!" Mia meringis menahan rasa sakit pada kakinya yang siang ini sudah membengkak bahkan warnanya mulai membiru. Perawat yang mengobatinya tidak berhenti bicara, dia memarahi Mia seperti gadis itu putrinya saja. "Yang lebih bodoh lagi, kau tetap pergi bekerja! Apa di kepalamu hanya ada uang, perhatikan kesehatanmu!" Mia menangis keras, Perawat itu mengobatinya dengan kasar karena terlalu emosi. Namun tidak lama karena kemarahan sang Perawat hanya sebentar, dia mengobati kaki Mia dengan lembut. "Terima kasih, Suster S

  • Jalan Hidup Kita   Bab 6

    "Kondisinya sudah membaik, tapi ada yang harus kita bicarakan." Gray yang masih duduk di samping istrinya menoleh, dia melihat Ray dan Daniela yang sudah ada di ruangan itu sejak dirinya datang. Sepertinya tidak ada yang harus disembunyikan lagi. Raut kesedihan terlihat di wajah Daniela, setelah Gray mengatakan penyakit istrinya Daniela tidak berhenti menangis. Ray hanya bisa diam, dia tidak menyangka Gray dan Amayra bisa menyembunyikan kesedihan sendiri dari semua orang dan keluarga besar mereka. Tapi mengingat kondisi Amayra, mereka sepakat merahasiakan hal itu karena kalau sampai Ibu mereka mengetahui kondisi Amayra--Gretta pasti akan langsung memisahkan Gray dan Amayra dengan paksa. Atas persetujuan Gray

  • Jalan Hidup Kita   Bab 7

    Dimalam yang sunyi dan dingin, Mia berjalan gontai. Terlihat keputusasaan di wajahnya. Gadis itu memutuskan pergi ke rumah bosnya yang sekaligus dianggap sahabat. Adrian Shagufta mungkin bisa membantunya. Saat Adrian membuka pintu rumahnya, dia terkejut melihat Mia yang berdiri di depannya dengan keadaan yang memprihatinkan. "Mia, malam-malam begini ada apa?" Mia mengatakan keperluannya datang ke rumah Adrian, membuat pria itu menatapnya sedih. "Kau perlu berapa Mia?" "Aku memerlukan 600 juta, aku janji akan mengembalikannya padamu, aku bahkan rela bekerja di cafe tanpa digaji."

  • Jalan Hidup Kita   Bab 8

    Alat-alat di tubuh Mia sudah mulai dilepas, namun tubuhnya masih terlalu lemah. Mia baru saja mendapatkan kesadarannya setelah koma satu bulan. Dia belum banyak berbicara ataupun bergerak, anggota tubuhnya harus mulai membiasakan diri karena terlalu lama tidak beraktivitas. Mia tidak sendirian di ruangan perawatannya, Adrian duduk di sampingnya. Terlihat kecemasan di wajah pria itu. Tapi Mia tidak memperdulikannya dia membenci pria itu. Bahkan hanya menolak kehadirannya saja Mia tidak bisa. "Aku tahu kau sangat sedih, Mia. Tapi jangan larut dalam kesedihan, Fia tidak akan suka."

  • Jalan Hidup Kita   Bab 9

    Setelah semalaman hujan deras, pagi ini matahari tampak bersinar cerah. Genangan air terlihat di sepanjang jalan. Kondisi Mia sudah mulai membaik, dia masih memakai kursi roda dan kabar baiknya lagi dia sudah diizinkan pulang. Adrian yang menjemput Mia di Rumah Sakit dan mengantarnya pulang ke tempat kost. Sebenarnya Mia tidak menginginkan pria itu berada didekatnya. Sejak malam nista itu, Mia sudah membencinya. Tapi, Adrian tidak pernah menyerah. Setiap mendapat penolakan dia semakin gencar mendekati Mia. "Selamat datang ke rumah, Mia!" Adrian mendorong kursi roda Mia ke dalam rumah. Sudah la

  • Jalan Hidup Kita   Bab 10

    Mia benar-benar tidak mengerti. Kehadiran pria itu di rumahnya dan beberapa orang yang datang bersamanya. Mia mengenal mereka semua. Kedatangan Gray dan keluarganya mengingatkan dirinya pada memori masa lalu. Seorang wanita paruh baya yang merupakan Ibunya Gray menghampiri Mia, "Kau sudah melalui banyak penderitaan, kehilangan orang tua dan adikmu. Itu pasti sangat berat untukmu. Gray, putraku juga sepertimu dia sudah dikecewakan mantan istrinya. Aku seorang Ibu yang menginginkan kebahagiaan putranya. Izinkan kami menebusnya." "Maaf, saya tidak mengerti maksud Tante?" "Kedatangan kami kesini untuk memintamu jadi menantu Keluarga Adelard istri dari Gray, putra keduaku. Apakah kau bersedia?" ucap pria paruh baya tersebut menyela, William Adelard.

  • Jalan Hidup Kita   Bab 11

    Salah satu acara paling penting dalam prosesi pernikahan adalah resepsi pernikahan. Kedua pengantin pria dan wanita terlihat tampan dan cantik. Pakaian dan riasan yang indah membuat kedua pengantin terlihat bahagia, mereka adalah Raja dan Ratunya. Kehadiran kedua keluarga mempelai dan para tamu undangan menyemarakkan pesta, mereka mendoakan sang pengantin agar selalu bahagia. Alunan lagu cinta menggema di dalam ruangan. Deretan aneka hidangan tersaji di meja. Makanan yang disiapkan restoran kelas atas, RAD tampak menggugah selera makan. Mia membawa minuman di nampan, mengantarnya untuk para tamu. Suasana yang ramai membuatnya harus ekstra berhati-hati dalam melangkahkan kaki. Seorang gadis dengan gaunnya yang sexy tidak sengaja menabrak Mia.

Latest chapter

  • Jalan Hidup Kita   Bab 24

    Ketika masuk ke rumah megah itu Mia dan Gray disambut dengan kelopak bunga mawar yang berterbangan di udara. Alunan lagu terdengar merdu dan setiap sudut tempat dihiasi bunga-bunga indah bermekaran. Mia terpesona dengan kejutan pesta resepsi pernikahannya, Gray menoleh ke ibunya. Siapa lagi yang bisa membuat kejutan seindah ini. Gretta tersenyum. Para tamu undangan memberi ucapan selamat pada kedua mempelai pengantin. Mereka yang datang ke acara resepsi pernikahan ini adalah rekan bisnis keluarga Adelard. Pernikahan ini bisa dikatakan sederhana berbeda dengan pernikahan Gray dan Amayra dulu yang sangat mewah. Selalu ada bayangan di bawah cahaya. Setelah insiden yang terjadi di akad pernikahan adik iparnya, Daniela semakin membenci Mia. Hanya satu hal yang bisa mengikat mereka tapi satu hal itu juga yang akan menjadi alasan mereka

  • Jalan Hidup Kita   Bab 23

    Pasangan pengantin berdiri di altar pernikahan, bersalaman dengan para tamu. Senyum menghiasi bibir mereka setelah drama yang menguras emosi. Sementara di sudut tempat, Adrian menatap penuh kepedihan. Dia meninggalkan tempat pernikahan itu diikuti oleh Audrey dan Viona. Gray mengalihkan pandangannya ketika Amayra berdiri di hadapannya. Awalnya Mia tidak memahami penyebab perubahan sikap sang suami tapi ketika mendengar ucapan mereka, Mia mulai paham apa hubungan keduanya. "Selamat atas pernikahanmu, Gray." ucap Amayra dengan senyum manis dibibirnya. "Aku tidak pernah mengundangmu." Gray menggenggam tangan Mia. "Aku berdoa semoga kau selalu bahagia

  • Jalan Hidup Kita   Bab 22

    Gray turun dari altar pernikahannya, dua pria yang sudah lama bersaing di dunia bisnis itu saling bertatap muka. Namun, hanya beberapa detik saja Gray sudah mendaratkan sebuah pukulan keras di wajah Adrian. "Pukulan itu untukmu yang sudah menghancurkan kehidupan Mia, merenggut paksa miliknya!" teriak Gray. Adrian tertawa, sambil mengusap bekas pukulan di wajahnya, "Merenggut paksa kau bilang? Kami melakukannya dalam kondisi sadar dan sama-sama menginginkannya. Tanyalah pada Mia, kami tidak mungkin merasa terpaksa, karena kami melakukannya sampai pagi. Kami sama-sama menikmatinya malam itu karena aku adalah pria pertamanya, aku memperlakukannya dengan sangat baik." Dipelukan Sarah, Mia menangis keras dan tubuhnya gemetaran. Hatinya sangat terluka, dipermalukan di hadapa

  • Jalan Hidup Kita   Bab 21

    Kebaya warna putih membalut tubuhnya, kerudung panjang menutupi rambutnya yang disanggul dan dihiasi bunga-bunga berwarna putih. Meski kebayanya terlihat sedikit kebesaran agar Mia merasa nyaman karena saat ini dia sedang mengandung. Mia terlihat cantik, seulas senyum merekah di bibir ranumnya. Hari baru telah menunggunya, ada kalanya Mia merasa takut. Tapi Gray telah meyakinkannya dan Mia sangat mempercayainya. Senyumnya ada sekarang, itu hanya karena Grayson Adelard. "Mia!" Mia menoleh ke arah pintu yang terbuka, muncul Cindy di balik pintu. Cindy terlihat cantik dengan gaun pestanya yang berwarna krem. Tak lama kemudian Sarah datang. Mia tersenyum bahagia melihat mereka yang datan

  • Jalan Hidup Kita   Bab 20

    "Disinikah?!" "Hmm, sebelah kanan, ambil yang diatasnya!" "Ini?" "Iya, ambil itu, pelan-pelan jangan sampai membuat goyang yang di sebelah nanti bisa jatuh!" "Cerewet sekali, apa kamu tahu aku sangat kesulitan disini!" "Fokus saja pada pekerjaanmu!" "Mia Malva Elard, berani sekali kamu menyuruh anak CEO melakukan ini!" Gray berteriak dari atas, tangannya terus berusaha bekerja mengganti genteng yang bocor dengan yang utuh. Sementara Mia bertugas memegang tangga yang dipijak oleh Gray. "Anak CEO? Bukankah Bos pemilik restoran?

  • Jalan Hidup Kita   Bab 19

    Mobil warna silver Gray berhenti tepat di depan rumah Mia. Gray tidak bisa mampir karena dia ada beberapa hal yang harus diurusnya. Mia mengangguk memaklumi, karena calon suaminya itu sangat sibuk terlebih persiapan pernikahan akan 80% dia urus sendiri. Pasti sangat melelahkan. Mia menautkan kedua alisnya ketika melihat Gray tiba-tiba berhenti jalan dan berbalik menatap dirinya. "Apa ada yang ketinggalan?" tanya Mia dengan wajah bingung. "Jangan lupa minum vitaminmu dan makan yang banyak, kalau tidak mematuhiku aku akan menghukummu lagi!" Mia mengangguk dengan cepat membayangkan hukuman yang dimaksud Gray mungkin seperti d

  • Jalan Hidup Kita   Bab 18

    Seperti biasanya, Mia dan Sarah menikmati hari senja di ruang rumah sambil menonton televisi. Selama hamil muda Sarah memang menyarankan Mia untuk tidak bekerja dan tidak banyak melakukan aktivitas berat. Kebutuhan sehari-hari Mia menggunakan tabungan yang belum terpakai untuk operasi Fia dulu. Angin malam berhembus lembut kedalam rumah melalui pintu yang terbuka, untuk yang ketiga kalinya Mia menghadapi situasi ini. Keluarga Adelard berdiri di depan rumahnya. Mia terlihat gugup, dia bergegas mempersilakan mereka masuk. Mia merasa dejavu dengan situasi ini karena untuk ketiga kalinya Keluarga Adelard melamarnya. Mia masih memiliki keraguan di dalam hati. "Bisakah saya meminta waktu?" ucapan Mia itu mengejutkan Gretta dan keluarga Adelard lainnya, termasuk Gray.

  • Jalan Hidup Kita   Bab 17

    Mia mematut dirinya di depan cermin, mengusap perutnya yang masih rata. Usia kandungannya telah memasuki minggu keempat. Mia masih mengalami mual dan muntah tapi dia sudah bisa mengatasinya. "Dia pasti masih sangat kecil." Mia tidak membenci kehidupan baru di dalam perutnya. Ketika Mia kehilangan orang-orang yang disayanginya dia sangat sedih. Meski melalui sebuah kesalahan akan tetapi kehadiran calon bayinya membawa semangat baru didalam hidup Mia. Mia akan melahirkannya dan merawatnya dengan penuh cinta. Ibu hamil itu berputar di depan cermin, merasa ada yang kurang Mia mengambil bantal lalu memasukkannya ke dalam pakaian. Sekarang dia terlihat seperti ibu yang hamil 7 bulan. Mia tersenyum, rasanya tidak sabar menanti hari itu tiba, ketika si kecil lahir ke dunia.

  • Jalan Hidup Kita   Bab 16

    Seperti wanita hamil pada umumnya yang mengalami morning sickness, Mia juga mengalaminya. Entah sudah berapa kali Mia memuntahkan makanan pagi tadi sekarang tubuhnya sangat lemas dan kepalanya juga pusing. "Apa orang hamil selalu seperti ini?!" Mia memegangi perutnya, perutnya seperti diaduk. Mia kembali memuntahkan isi lambungnya dan kali ini hanya air karena pagi ini dia tidak makan banyak. Mia yang merasa lemas berbaring ditempat tidurnya, dia tidak ingin melakukan apapun. Ketika Mia mulai terlelap suara ketukan pintu membuatnya terkesiap. Dengan gerakan malas Mia bangun dari tempat tidurnya yang nyaman untuk membuka pintu. Seseorang yang berdiri di depan pintu membuat Mia menatap

DMCA.com Protection Status