Share

Bab 4

Author: Giaa Ukary
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Empat tahun yang lalu, mereka dua orang yang saling mengenal hanya sebatas mengetahui nama dan keluarga. Selain itu sudah tidak ada lagi hal yang istimewa. Meski begitu ikatan sudah pernah terjalin diantara dua keluarga. Dua orang asing yang seharusnya menjadi pasangan suami istri tapi berhasil dikalahkan oleh orang yang saling mencintai. Perasaan sepihak tentu saja akan kalah dengan cinta yang utuh.

Perasaan sepihak itu milik Mia dan cinta yang utuh itu adalah, Gray dan Amayra.

"Tunjukkan kakimu yang terkilir!"

"Akan ku obati sendiri saja …."

Gray memberikan cream obat ke Mia, memijat pelipisnya, dia mulai kehilangan fokus. Hujan malam ini belum menunjukkan tanda akan berhenti. Mata hitam Gray terus mencari, mungkin saja dia menemukan Amayra di luar sana. Sementara gadis di sebelahnya menahan rasa sakit pada pergelangan kakinya, sepertinya memerlukan waktu berhari-hari untuk pulih.

"Apa sudah lebih baik?"

"Iya, aku baik-baik saja, sudah tidak sakit lagi! Terima kasih untuk obatnya!" Mia tersenyum dengan ramah.

"Maafkan aku, aku sedang terburu-buru dan tidak bisa mengantarmu ke tempat kerja."

"Tidak apa-apa … Tempat kerjaku sudah dekat setelah aku melewati jembatan disana!"

"Okay."

"Kalau begitu aku turun."

"Mia?!"

Mia menoleh ke arah pria itu yang tiba-tiba menghentikan pergerakannya hanya untuk melihatnya terdiam lama. Pada akhirnya Gray tidak mengatakan apapun.

*

Mia meringis kesakitan, kakinya terasa sakit sepertinya besok kakinya akan membengkak. Mia berjalan tertatih, haruskah dia pulang saja karena keadaannya saat ini sangat buruk. Tapi kalau dia membolos kerja, atasannya pasti akan memotong gajinya. Bosnya bukanlah Adrian, yang bisa diajak bernegosiasi tapi orang lain karena setiap hari Mia bekerja di dua tempat.

Dia harus datang meskipun terlambat, meski jam kerjanya berkurang dan gaji dipotong minimal dia mendapatkan uang. Berapapun gaji yang diterima, dia sangat membutuhkan uang itu.

Mia menangis, air matanya luruh bercampur air hujan dari langit.

'Mama … Papa … Kenapa Tuhan melakukan ini padaku?'

Sambil berpegangan pada pagar pembatas jembatan Mia berjalan tertatih. Rasa sedihnya kehilangan orang yang disayangi memang lebih menyakitkan tapi sakit di kakinya juga tidak tertahankan. Perhatian Mia teralihkan dengan sesuatu di depannya. Seorang wanita berdiri di tengah jembatan menatap sungai yang mengalir deras di bawahnya, wanita tersebut menangis, tangisnya terdengar menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya. Wanita itu mulai memanjat pagar pembatas, dari jarak yang cukup dekat Mia tampak terkejut.

'Mungkinkah dia ….?!'

Mengabaikan rasa sakit kakinya yang terkilir Mia berlari menuju wanita itu. Mia meraih tangannya dan menariknya dengan kuat hingga menjauh dari pagar pembatas.

"Mengakhiri hidup tidak akan menyelesaikan masalahmu!" Mia berteriak, suara yang biasanya terdengar lembut kini ingin mengalahkan suara hujan malam ini.

Wanita di depan Mia terlihat terkejut. Setiap orang berhak untuk bahagia, hanya dengan memiliki harapan dia akan mendapat kebahagiaan. Tapi Amayra sudah tidak memiliki harapan.

"Biarkan aku mati! Aku sudah mengecewakan semua orang. Aku tidak kuat lagi menahan semua ini!"

Mia terdiam menatap wanita yang menangis di depannya.

"Apa kau tahu, di tempat lain seseorang berjuang untuk tetap hidup! Setiap hari dia harus menjalani pengobatan menahan setiap rasa sakit hanya demi melihat matahari terbit esok hari dia bersedia melewati itu semua!"

Setiap ucapan Mia adalah cerita dari hidupnya, "Kau anggap apa nyawa seseorang itu, mempermainkan nyawa seperti ini?! Kau sama sekali tidak berhak!"

Tangis Amayra semakin keras, dia berlutut, menyesali diri karena hampir saja melakukan sesuatu yang bodoh. Mengakhiri hidup sama dengan melarikan diri.

"Hargailah kehidupanmu saat ini, kalau mereka yang disisimu menghilang tidak akan ada kesempatan kembali."

Amayra tertegun, dia menatap Mia dengan penuh harapan.

"Lalu apa yang harus kulakukan?"

Mia tersenyum, "Jangan menyerah, hadapi bersama. Semua yang buruk hari ini akan menjadi baik di masa depan. Hari yang buruk akan cepat berlalu!"

"Terima kasih …." bisik Amayra, air mata mengalir deras di pipi wanita tersebut.

"Setelah aku pergi, aku tidak akan bertanggung jawab jika kau melakukan sesuatu yang nekat lagi!"

Mia pergi meninggalkan Amayra di jembatan itu sendirian. Amayra mengusap air matanya yang bercampur dengan air hujan, dia menatap punggung Mia yang semakin menjauh. Amayra bersyukur dia bertemu Mia malam ini, luka hati yang tadi dia rasakan sudah mulai menghilang seakan gadis itu membawanya pergi bersamanya.

"Dia menyelesaikan masalahku dengan cepat padahal terlihat lebih muda dariku."

*

Pintu terbuka, Gray terlihat berantakan saat memasuki rumah mungilnya yang terlihat sederhana, tempat tinggalnya bersama sang istri. Semalaman dia mencari Amayra, langkah kakinya terhenti saat dia mendengar suara dari arah dapur. Pria itu berjalan cepat, wanita yang dicarinya semalaman ternyata ada di dapur sedang memasak.

"Dari mana saja kau?!"

Amayra tersentak, dia menoleh melihat Gray yang terlihat marah kepadanya.

"Selamat pagi, suamiku! Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu!" nada suara Amayra terdengar ceria, dia tersenyum menyambut Gray.

"Aku tidak suka hal ini terulang lagi. Kau pergi tanpa mengatakan apapun padaku!"

"Maaf."

Gray memeluk Amayra dengan lembut. Dalam pelukan pria itu Amayra menangis, antara sedih dan bahagia.

"Gray, aku mencintaimu. Meski aku mencintaimu aku tidak bisa membahagiakan dirimu. Tapi kau masih bisa bahagia. Ceraikan aku, Gray …."

Ketenangan kembali terusik, Gray terlalu terkejut mendengar ucapan Amayra. Gray menatap wanita di depannya, bagaimana mungkin Amayra Nora Smith yang dicintainya mengucapkan kalimat itu.

"Kenapa? Jangan katakan itu. Bertahanlah sedikit lagi. Tidak, berjuanglah bersamaku, Amayra!"

"Mama memberi kita waktu satu tahun 'kan, tapi meskipun dia memberiku waktu puluhan tahun aku tidak akan bisa membuatnya bahagia. Jadi lepaskan aku sekarang …."

"Omong kosong apa yang kau katakan?! Aku akan menghadapi siapapun untuk mempertahankan cinta kita meski harus melawan Ibu ku sendiri!" Amayra melihat amarah dalam diri Gray, cintanya terlalu besar tapi Amayra sudah menetapkan hatinya.

Amayra mengusap pipi suaminya, "Maaf, tapi aku sudah memutuskan. Kita berpisah saja."

Gray menepis tangan Amayra dengan kasar, Amayra sudah mencampakkan dirinya, ini seperti dia sudah dibuang. Gray ingin berjuang bersamanya tapi Amayra sudah melepaskan dirinya.

"Gray?"

Amayra melihat Gray menjauh darinya, pria itu pergi meninggalkannya tanpa mengucapkan kata apapun lagi.

Amayra meremas perutnya, dari tadi dia menahan sakit. Penyakit dalam rahimnya mulai menggerogoti secara perlahan. Amayra merintih kesakitan, dia jatuh berlutut di lantai yang dingin bersamaan dengan gelas berisi air yang membentur lantai, serpihan gelas tersebar.

Hatinya seperti serpihan gelas itu, rasa sakitnya juga. Amayra sudah menyerah, meskipun kehidupannya berakhir sekarang karena penyakit ini dia akan menerimanya. Dia tidak akan merasa berat saat pergi karena sudah tidak memiliki apapun, sepertinya ucapan gadis yang menolongnya semalam tidak bisa menyelamatkannya. Pandangan mata mulai gelap, Amayra sudah kehilangan kesadarannya.

Related chapters

  • Jalan Hidup Kita   Bab 5

    "Sakit ….!" "Aku sangat marah padamu, bagaimana bisa kau melakukan ini? Sudah separah ini kau mengabaikannya begitu saja, apa kau bodoh!" Mia meringis menahan rasa sakit pada kakinya yang siang ini sudah membengkak bahkan warnanya mulai membiru. Perawat yang mengobatinya tidak berhenti bicara, dia memarahi Mia seperti gadis itu putrinya saja. "Yang lebih bodoh lagi, kau tetap pergi bekerja! Apa di kepalamu hanya ada uang, perhatikan kesehatanmu!" Mia menangis keras, Perawat itu mengobatinya dengan kasar karena terlalu emosi. Namun tidak lama karena kemarahan sang Perawat hanya sebentar, dia mengobati kaki Mia dengan lembut. "Terima kasih, Suster S

  • Jalan Hidup Kita   Bab 6

    "Kondisinya sudah membaik, tapi ada yang harus kita bicarakan." Gray yang masih duduk di samping istrinya menoleh, dia melihat Ray dan Daniela yang sudah ada di ruangan itu sejak dirinya datang. Sepertinya tidak ada yang harus disembunyikan lagi. Raut kesedihan terlihat di wajah Daniela, setelah Gray mengatakan penyakit istrinya Daniela tidak berhenti menangis. Ray hanya bisa diam, dia tidak menyangka Gray dan Amayra bisa menyembunyikan kesedihan sendiri dari semua orang dan keluarga besar mereka. Tapi mengingat kondisi Amayra, mereka sepakat merahasiakan hal itu karena kalau sampai Ibu mereka mengetahui kondisi Amayra--Gretta pasti akan langsung memisahkan Gray dan Amayra dengan paksa. Atas persetujuan Gray

  • Jalan Hidup Kita   Bab 7

    Dimalam yang sunyi dan dingin, Mia berjalan gontai. Terlihat keputusasaan di wajahnya. Gadis itu memutuskan pergi ke rumah bosnya yang sekaligus dianggap sahabat. Adrian Shagufta mungkin bisa membantunya. Saat Adrian membuka pintu rumahnya, dia terkejut melihat Mia yang berdiri di depannya dengan keadaan yang memprihatinkan. "Mia, malam-malam begini ada apa?" Mia mengatakan keperluannya datang ke rumah Adrian, membuat pria itu menatapnya sedih. "Kau perlu berapa Mia?" "Aku memerlukan 600 juta, aku janji akan mengembalikannya padamu, aku bahkan rela bekerja di cafe tanpa digaji."

  • Jalan Hidup Kita   Bab 8

    Alat-alat di tubuh Mia sudah mulai dilepas, namun tubuhnya masih terlalu lemah. Mia baru saja mendapatkan kesadarannya setelah koma satu bulan. Dia belum banyak berbicara ataupun bergerak, anggota tubuhnya harus mulai membiasakan diri karena terlalu lama tidak beraktivitas. Mia tidak sendirian di ruangan perawatannya, Adrian duduk di sampingnya. Terlihat kecemasan di wajah pria itu. Tapi Mia tidak memperdulikannya dia membenci pria itu. Bahkan hanya menolak kehadirannya saja Mia tidak bisa. "Aku tahu kau sangat sedih, Mia. Tapi jangan larut dalam kesedihan, Fia tidak akan suka."

  • Jalan Hidup Kita   Bab 9

    Setelah semalaman hujan deras, pagi ini matahari tampak bersinar cerah. Genangan air terlihat di sepanjang jalan. Kondisi Mia sudah mulai membaik, dia masih memakai kursi roda dan kabar baiknya lagi dia sudah diizinkan pulang. Adrian yang menjemput Mia di Rumah Sakit dan mengantarnya pulang ke tempat kost. Sebenarnya Mia tidak menginginkan pria itu berada didekatnya. Sejak malam nista itu, Mia sudah membencinya. Tapi, Adrian tidak pernah menyerah. Setiap mendapat penolakan dia semakin gencar mendekati Mia. "Selamat datang ke rumah, Mia!" Adrian mendorong kursi roda Mia ke dalam rumah. Sudah la

  • Jalan Hidup Kita   Bab 10

    Mia benar-benar tidak mengerti. Kehadiran pria itu di rumahnya dan beberapa orang yang datang bersamanya. Mia mengenal mereka semua. Kedatangan Gray dan keluarganya mengingatkan dirinya pada memori masa lalu. Seorang wanita paruh baya yang merupakan Ibunya Gray menghampiri Mia, "Kau sudah melalui banyak penderitaan, kehilangan orang tua dan adikmu. Itu pasti sangat berat untukmu. Gray, putraku juga sepertimu dia sudah dikecewakan mantan istrinya. Aku seorang Ibu yang menginginkan kebahagiaan putranya. Izinkan kami menebusnya." "Maaf, saya tidak mengerti maksud Tante?" "Kedatangan kami kesini untuk memintamu jadi menantu Keluarga Adelard istri dari Gray, putra keduaku. Apakah kau bersedia?" ucap pria paruh baya tersebut menyela, William Adelard.

  • Jalan Hidup Kita   Bab 11

    Salah satu acara paling penting dalam prosesi pernikahan adalah resepsi pernikahan. Kedua pengantin pria dan wanita terlihat tampan dan cantik. Pakaian dan riasan yang indah membuat kedua pengantin terlihat bahagia, mereka adalah Raja dan Ratunya. Kehadiran kedua keluarga mempelai dan para tamu undangan menyemarakkan pesta, mereka mendoakan sang pengantin agar selalu bahagia. Alunan lagu cinta menggema di dalam ruangan. Deretan aneka hidangan tersaji di meja. Makanan yang disiapkan restoran kelas atas, RAD tampak menggugah selera makan. Mia membawa minuman di nampan, mengantarnya untuk para tamu. Suasana yang ramai membuatnya harus ekstra berhati-hati dalam melangkahkan kaki. Seorang gadis dengan gaunnya yang sexy tidak sengaja menabrak Mia.

  • Jalan Hidup Kita   Bab 12

    Jari-jari tangan perempuan itu dengan lincah menari diatas talenan, mengiris bumbu dan sayuran. Asap mengepul di udara dari makanan yang tersaji di meja. Mia tersenyum menatap hasil masakannya yang terlihat lezat."Selamat pagi calon istriku!" sapaan dari Gray yang baru datang membuat Mia langsung menoleh ke arahnya."Selamat pagi, Gray!" tetes air dari rambut basah Gray menjadi pemandangan menarik untuk Mia, sepertinya pria itu baru saja mandi, "Apa tidurmu nyenyak?" ucap Mia sambil meletakkan dua cangkir kopi di meja.Gray menyeruput kopi yang disajikan Mia, "Lumayan nyenyak tapi tidak ada guling di kamarmu itu membuatku gelisah."Mia menatap bingung pria itu, "Jadi maksudnya tidak nyenyak?"

Latest chapter

  • Jalan Hidup Kita   Bab 24

    Ketika masuk ke rumah megah itu Mia dan Gray disambut dengan kelopak bunga mawar yang berterbangan di udara. Alunan lagu terdengar merdu dan setiap sudut tempat dihiasi bunga-bunga indah bermekaran. Mia terpesona dengan kejutan pesta resepsi pernikahannya, Gray menoleh ke ibunya. Siapa lagi yang bisa membuat kejutan seindah ini. Gretta tersenyum. Para tamu undangan memberi ucapan selamat pada kedua mempelai pengantin. Mereka yang datang ke acara resepsi pernikahan ini adalah rekan bisnis keluarga Adelard. Pernikahan ini bisa dikatakan sederhana berbeda dengan pernikahan Gray dan Amayra dulu yang sangat mewah. Selalu ada bayangan di bawah cahaya. Setelah insiden yang terjadi di akad pernikahan adik iparnya, Daniela semakin membenci Mia. Hanya satu hal yang bisa mengikat mereka tapi satu hal itu juga yang akan menjadi alasan mereka

  • Jalan Hidup Kita   Bab 23

    Pasangan pengantin berdiri di altar pernikahan, bersalaman dengan para tamu. Senyum menghiasi bibir mereka setelah drama yang menguras emosi. Sementara di sudut tempat, Adrian menatap penuh kepedihan. Dia meninggalkan tempat pernikahan itu diikuti oleh Audrey dan Viona. Gray mengalihkan pandangannya ketika Amayra berdiri di hadapannya. Awalnya Mia tidak memahami penyebab perubahan sikap sang suami tapi ketika mendengar ucapan mereka, Mia mulai paham apa hubungan keduanya. "Selamat atas pernikahanmu, Gray." ucap Amayra dengan senyum manis dibibirnya. "Aku tidak pernah mengundangmu." Gray menggenggam tangan Mia. "Aku berdoa semoga kau selalu bahagia

  • Jalan Hidup Kita   Bab 22

    Gray turun dari altar pernikahannya, dua pria yang sudah lama bersaing di dunia bisnis itu saling bertatap muka. Namun, hanya beberapa detik saja Gray sudah mendaratkan sebuah pukulan keras di wajah Adrian. "Pukulan itu untukmu yang sudah menghancurkan kehidupan Mia, merenggut paksa miliknya!" teriak Gray. Adrian tertawa, sambil mengusap bekas pukulan di wajahnya, "Merenggut paksa kau bilang? Kami melakukannya dalam kondisi sadar dan sama-sama menginginkannya. Tanyalah pada Mia, kami tidak mungkin merasa terpaksa, karena kami melakukannya sampai pagi. Kami sama-sama menikmatinya malam itu karena aku adalah pria pertamanya, aku memperlakukannya dengan sangat baik." Dipelukan Sarah, Mia menangis keras dan tubuhnya gemetaran. Hatinya sangat terluka, dipermalukan di hadapa

  • Jalan Hidup Kita   Bab 21

    Kebaya warna putih membalut tubuhnya, kerudung panjang menutupi rambutnya yang disanggul dan dihiasi bunga-bunga berwarna putih. Meski kebayanya terlihat sedikit kebesaran agar Mia merasa nyaman karena saat ini dia sedang mengandung. Mia terlihat cantik, seulas senyum merekah di bibir ranumnya. Hari baru telah menunggunya, ada kalanya Mia merasa takut. Tapi Gray telah meyakinkannya dan Mia sangat mempercayainya. Senyumnya ada sekarang, itu hanya karena Grayson Adelard. "Mia!" Mia menoleh ke arah pintu yang terbuka, muncul Cindy di balik pintu. Cindy terlihat cantik dengan gaun pestanya yang berwarna krem. Tak lama kemudian Sarah datang. Mia tersenyum bahagia melihat mereka yang datan

  • Jalan Hidup Kita   Bab 20

    "Disinikah?!" "Hmm, sebelah kanan, ambil yang diatasnya!" "Ini?" "Iya, ambil itu, pelan-pelan jangan sampai membuat goyang yang di sebelah nanti bisa jatuh!" "Cerewet sekali, apa kamu tahu aku sangat kesulitan disini!" "Fokus saja pada pekerjaanmu!" "Mia Malva Elard, berani sekali kamu menyuruh anak CEO melakukan ini!" Gray berteriak dari atas, tangannya terus berusaha bekerja mengganti genteng yang bocor dengan yang utuh. Sementara Mia bertugas memegang tangga yang dipijak oleh Gray. "Anak CEO? Bukankah Bos pemilik restoran?

  • Jalan Hidup Kita   Bab 19

    Mobil warna silver Gray berhenti tepat di depan rumah Mia. Gray tidak bisa mampir karena dia ada beberapa hal yang harus diurusnya. Mia mengangguk memaklumi, karena calon suaminya itu sangat sibuk terlebih persiapan pernikahan akan 80% dia urus sendiri. Pasti sangat melelahkan. Mia menautkan kedua alisnya ketika melihat Gray tiba-tiba berhenti jalan dan berbalik menatap dirinya. "Apa ada yang ketinggalan?" tanya Mia dengan wajah bingung. "Jangan lupa minum vitaminmu dan makan yang banyak, kalau tidak mematuhiku aku akan menghukummu lagi!" Mia mengangguk dengan cepat membayangkan hukuman yang dimaksud Gray mungkin seperti d

  • Jalan Hidup Kita   Bab 18

    Seperti biasanya, Mia dan Sarah menikmati hari senja di ruang rumah sambil menonton televisi. Selama hamil muda Sarah memang menyarankan Mia untuk tidak bekerja dan tidak banyak melakukan aktivitas berat. Kebutuhan sehari-hari Mia menggunakan tabungan yang belum terpakai untuk operasi Fia dulu. Angin malam berhembus lembut kedalam rumah melalui pintu yang terbuka, untuk yang ketiga kalinya Mia menghadapi situasi ini. Keluarga Adelard berdiri di depan rumahnya. Mia terlihat gugup, dia bergegas mempersilakan mereka masuk. Mia merasa dejavu dengan situasi ini karena untuk ketiga kalinya Keluarga Adelard melamarnya. Mia masih memiliki keraguan di dalam hati. "Bisakah saya meminta waktu?" ucapan Mia itu mengejutkan Gretta dan keluarga Adelard lainnya, termasuk Gray.

  • Jalan Hidup Kita   Bab 17

    Mia mematut dirinya di depan cermin, mengusap perutnya yang masih rata. Usia kandungannya telah memasuki minggu keempat. Mia masih mengalami mual dan muntah tapi dia sudah bisa mengatasinya. "Dia pasti masih sangat kecil." Mia tidak membenci kehidupan baru di dalam perutnya. Ketika Mia kehilangan orang-orang yang disayanginya dia sangat sedih. Meski melalui sebuah kesalahan akan tetapi kehadiran calon bayinya membawa semangat baru didalam hidup Mia. Mia akan melahirkannya dan merawatnya dengan penuh cinta. Ibu hamil itu berputar di depan cermin, merasa ada yang kurang Mia mengambil bantal lalu memasukkannya ke dalam pakaian. Sekarang dia terlihat seperti ibu yang hamil 7 bulan. Mia tersenyum, rasanya tidak sabar menanti hari itu tiba, ketika si kecil lahir ke dunia.

  • Jalan Hidup Kita   Bab 16

    Seperti wanita hamil pada umumnya yang mengalami morning sickness, Mia juga mengalaminya. Entah sudah berapa kali Mia memuntahkan makanan pagi tadi sekarang tubuhnya sangat lemas dan kepalanya juga pusing. "Apa orang hamil selalu seperti ini?!" Mia memegangi perutnya, perutnya seperti diaduk. Mia kembali memuntahkan isi lambungnya dan kali ini hanya air karena pagi ini dia tidak makan banyak. Mia yang merasa lemas berbaring ditempat tidurnya, dia tidak ingin melakukan apapun. Ketika Mia mulai terlelap suara ketukan pintu membuatnya terkesiap. Dengan gerakan malas Mia bangun dari tempat tidurnya yang nyaman untuk membuka pintu. Seseorang yang berdiri di depan pintu membuat Mia menatap

DMCA.com Protection Status