Share

5. Mimpi

Author: Shaveera
last update Last Updated: 2024-03-14 03:45:43

Seorang tabib memeriksa tubuh Jagat, Ki Jemblung dengan setia berdiri di tiang ranjang sambil terus melihat anak didiknya. Terlihat wajah cemas yang membayang diwajahnya. "Bagaimana, Tabib?"

Sang tabib menatap sekilas pada Jemblung, lalu kembali fokus pada tubuh Jagat. Jemari tuanya mulai meraba beberapa lebam dan memar pada beberapa titik vital tubuhnya. Gelengan kepala sesekali terlihat membuat Ki Jemblung menjadi gelisah.

"Ada apa dengan tubuh Jagat?" tanya Jemblung makin gelisah.

"Ada keanehan pada struktur tulang pemuda ini, Ki. Apa sebelumnya dia seorang pendekar?" Sang Tabib tidak menjawab pertanyaan koki padepokan, justru dia bertanya padanya.

Jemblung mengerutkan dahi, dia juga tidak paham dengan kondisi tulang Jagat di masa silam. Untuk itu dia menjadi bingung sendiri, sejak kecil pun Jagat tidak terlihat sebagai sosok pria yang kuat.

"Bagaimana, Ki?"

"Seingatku dia tidak pernah menjadi pria yang kuat. Sejak beberapa hari silam pemuda ini selalu disiksa oleh murid yang lain."

Tabib kembali fokus pada tubuh Jagat, kali ini dia mengoleskan beberapa obat herbal yang berasal dari daun-daunan. Setelah semua memar tertutup obat herbal, sang Tabib pun pamit undur diri.

Ki Jemblung mengantar tabib tersebut hingga pintu utama gubug miliknya. Setelah sosok tabib menghilang barulah Ki jemblung masuk kembali ke kamar Jagat. Ditatapnya tubuh pemuda itu dengan penuh tanya. "Sebenarnya apa yang terjadi denganmu, Le?"

Ki Jemblung berjalan mendekati tubuh Jagat lalu dia menyentuh dahi pemuda itu dengan telapak tangannya. Cahaya biru perlahan keluar dari telapak pria gendut itu. "Aku hanya bisa membantu sedikit, semoga segera membuatmu sadar, Le!"

Sinar tersebut membungkus puncak kepala Jagat, tetapi hal itu tidak terlihat dampaknya. Ki Jemblung mendengus lirih. "Suhu tubuhnya begitu tinggi!"

Hari terus berjalan, kondisi Jagat masih sama saat pertama kali ditemukan. Bahkan suhu tubuhnya makin naik. Situasi ini membuat Jemblung khawatir. Akhirnya pria tua nan gendut itu terpaksa memanggil nona padepokannya.

"Paman, oh ... Paman!" Savitri berteriak di depan pagar gubug Jemblung.

Mendengar teriakan Savitri, Jemblung pun bangkit dari duduknya dam berjalan untuk membukakan pintu utama, "Masuklah, Nduk!" titahnya.

Savitri pun melangkah masuk lebih dalam. Tatapannya terkunci pada tubuh kekar yang tergolek lemas di atas balai bambu. "Jagat!" pekiknya.

Lalu badannya berbalik menghadap pada Ki Jemblung, "Apa yang terjadi dengan Jagat, Ki?"

Jemblung terdiam sebentar, dia menatap sesaat wajah putri begawan padepokan lalu mengulum senyum dan berkata lirih, "Aku sendiri pun tidak paham, Nona. Hanya tabib berkata bahwa tulang tubuhnya ada yang berbeda."

"Berbeda ... maksudnya, Paman? Bukankah kita semua tahu jika tulang Jagat tidak mampu untuk menampung segala aktifitas yang tinggi. Apakah mungkin saat ini ada perubahan ke mada depan?" cerca Savitri.

Jemblung mengedikkan bahunya, dia sendiri sejak tadi pun sudah memerhatikan struktur tulang pada Jagat dan hasil masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Namun, tabib itu berkata beda. Ini yang membuat koki padepokan tersebut memanggil nonanya yang lebih paham dengan ilmu tubuh.

Savitri kembali memerhatikan keseluruhan tubuh Jagat. Dia pun sependapat dengan koki bahwa tubuh pemuda itu tidak mengalami perubahan. Akhirnya wanita muda menyalurkan sedikit sumber daya miliknya pada tubuh Jagat.

"Nah, sudah selesai. Semoga dia segera sadar, Paman. Sudah dua hari masih seperti ini." Savitri bangkit dari duduknya, menepuk pelan pipi Jagat, "Bangun dan segera lekukan tugasmu isi tandon, Teman!"

"Terima kasih untuk waktunya, Nona!"

"Tidak apa, di masa depan mungkin dia akan berguna lagi, Paman. Aku pamit undur diri!"

Savitri melangkah keluar dari kamar Jagat diikuti Jemblung dari belakang. Keduanya terlihat khawatir mengenai keadaan pemuda tersebut. Akhir-akhir ini pangeran dan anteknya selalu mengganggu hidupnya. Namun, mereka berdua tidak ada kuasa.

Sementara di dalam tidurnya, Jagat seakan sedang terdampar di daerah yang sangat asing. Penduduknya saja hampir tidak ada entitas berjenis betina. Semua berwujud binatang, berbagai jenis hewan berkaki empat ada di negeri itu.

Jagat berkelana di sepanjang jalan setapak, tatapannya selalu waspada. Dia tidak ingin terperosok untuk kedua kalinya. Namun, hingga kakinya terasa pegal tidak satu pun entitas yang berkaki dua seperti dirinya. Hingga tatapannya berhenti pada sosok pria tua berjenggot putih.

"Kakek, bolehkah saya bertanya. Ini daerah apa namannya?" tanya Jagat.

"Sedang apa kamu masuki dunia tanpa batas ini, Anak Muda?" Pria berjenggot itu tidak menjawab pertanyaan Jagat, dia justru melempar pertanyaan.

"Aku di sini pun juga tidak paham, untuk alasan apa aku bisa bertemu dengan Anda, Kek."

Pria tua itu yang berwujud harimau putih hanya menatap sendu. Kemudian dia melangkah lebih dekat dengan Jagat, dihirupnya aroma tubuh pemuda yang sedang berdiri mematung. "Aroma bangsawan dan darah suci. Rupanya kamu lah sosok yang dinantikan oleh sebuah kerajaan," tutur pria tua bertubuh separo harimau.

Jagat tidak mengerti dengan semua perkataan pria tua itu. Dia masih mematung melihat keseluruhan wujud pak tua. Dengan mengumpulkan keberanian, Jagat pun bertanya, "Saat ini saya sedang berhadapan dengan siapa?"

"Aku hanya seorang bawahan, untuk saat ini kembalilah ke dalam ragamu. Belum saatnya kamu mati, di dunia kemampuan mu sedang dibutuhkan. Sinar jingga di ujung sana adalah jalanmu dan jika sudah kembali maka carilah pria tua bernama Singolangit. Pemabuk terkenal dengan sebutan Dewa Mabuk!"

Setelah berkata, pria tua itu lenyap tidak tersisa. Hal itu membuat Jagat termangu. Kemudian bagai tersentil, Jagat terhenyak dan tersadar dari lamunanmu. Dia segera melihat arah yang ditunjuk oleh pria tadi.

Jagat dengan cepat melangkah menuju ke sinar jingga yang mulai redup. Langkahnya seakan begitu lama untuk gapai sinar tersebut. "Aneh, makin aku berjalan maju, sinar itu makin meredup. Sepertinya aku harus segera masuki sinar itu!"

Jagat mulai berlari menuju sinar jingga. Dengan segala upaya, pemuda itu berusaha menjangkau sinar. Napasnya sudah terlihat ngos-ngosan saat tubuhnya melompat masuk dalam sinar.

Tubuh lemah yang terbaring di atas balai bambu mulai bergerak perlahan. Ki Jemblung melihat langsung terdiam menunggu gerakan yang lain. Kelopak mata Jagat mulai bergerak, bibirnya pun tampak bergetar.

Samar Ki Jemblung mendengar suara meminta air. Gegas pria gendut itu berdiri dan berjalan menuju ke meja kecil di sudut kamar. Dia menuangkan air ke dalam gelas bambu lalu membawanya pada balai bambu.

"Ini, minumlah!" kata Ki Jemblung menyodorkan gelas bambu pada Jagat yang berhasil membuka kedua kelopak matanya, "Apa yang terjadi denganmu, Jagat?"

Jagat masih bungkam, bahkan untuk menerima gelas bambu pun gerakannya masih terbilang sangat pelan dan berat. Setelah berhasil maka segera ditenggaknya air dalam gelas. "Te-terima ka-kasih, Paman!" ujar Jagat masih susah memulai kata.

Jemblung mengangguk, lalu menerima uluran tangan Jagat yang menyerahkan gelas kosong, "Apa masih kurang?"

"Tidak, Paman. Berapa hari saya tertidur?"

Related chapters

  • Jagat Kelana   6. belajar awal

    Jemblung meninggalkan Jagat dalam keadaan terdiam. Pemuda itu masih tidak percaya dengan keadaannya yang masih bisa selamat terjatuh dari jurang setinggi itu. Kembali dalam ingatannya sebuah kujang bermata sembilan mengelilingi tubuhnya yang sempat terbujur kaku. "Apa yang sedang kamu pikirkan, Pria Muda?" Terdengar suara pria tua yang khas. "Siapa kamu, menilik suara yang kudengar rasanya aku pernah tahu pemilik ini?""Kita pernah bertemu di alam mimpi. Apakah semudah itu kamu lupa?"Jagat mencari sosok yang sedang berbicara, tetapi tidak terlihat bayangan sedikit pun. Helaan napas kasar dia keluarkan dan sungguh sesak di dada. Jagat masih duduk di tepian balai tempat dia biasa merebahkan diri. Tatapannya masih menyapu sekelilingnya untuk mencari pemilik suara tersebut. "Sampai akhir jaman kau tidak akan bisa temukan wujudku." Jagat terdiam, ingatannya mulai berputar mencari secercah peristiwa yang mungkin ada di memorynya. Iya, ingatannya berputar menampilkan sebuah aktifitas p

    Last Updated : 2024-03-28
  • Jagat Kelana   7. Suara Yang Menguar

    Jagat seketika melihat pada pusat tubuhnya dan kedua bola matanya membola dengan mulut terbuka. Dia tidak menyangka jika sinar itu bisa keluar dan dilihatnya lagi setelah beberapa hari tidak muncul. "Aku sendiri juga tidak tahu, Ki. Hanya saja saat aku terjatuh ke kedalaman jurang kemarin keadaanku segera pulih meskipun ada kujang bermata sembilan memasuki aku.""Apa yang kamu katakan, Jagat, kujang bermata sembilan? Kau tidak bohong, 'Kan?" Jagat menggeleng lemah, selama ini dia selalu berkata jujur. Jadi jika ada yang meragukan kejujurannya hatinya bagai dicubit kecil, perihnya tidak terkira. "Bukan maksud paman tidak percaya dengan apa yang kamu ungkap. Hanya saja, kujang itu sudah hilang dari kancah dunia persilatan. Bahkan benyak sekali pendekar pilih tanding berlomba untuk dapatkan kujang itu."Jagat meraup wajahnya kasar, dia terlihat begitu ragu dan tidak mengerti dengan maksud kalimat dari Ki Jemblung. Sementara sinar yang berada di pusat tubuhnya perlahan mulai pudar. Se

    Last Updated : 2024-03-31
  • Jagat Kelana   8. Savitri

    Jagat masih melangkah mengikuti suara perempuan yang sedang merintih kesakitan. Jantungnya pun ikut berdebar saat suara itu mulai terdengar dekat. Gegas langkahnya dipercepat untuk sampai, saat jarak sudah dekat pandangan menyebar. "Itu ...!""Jagat, akhirnya!""Apa yang terjadi denganmu, Savitri?""Semalaman aku terjebak di sini, aku juga tidak tahu sejak kapan jebakan ini ada," dengus Savitri. Jagat terdiam, tangannya dengan terampil mengurai tali yang melilit pada pergelangan kakinya. Jebakan itu masih untung tidak mengangkatnya ke atas hanya tergolek di tanah. "Sudah selesai. Bagaimana, apakah kamu bisa berjalan?"Savitri mencoba menggerakkan tungkainya perlahan, diputarnya pergelangan kaki lalu dinaik turunkan sesaat. Setelah merasa sedikit lebih baik, perempuan itu mencoba berdiri. Namun, belum sempat tubuhnya berdiri sempurna tiba-tiba otot sendi pada lutut terasa nyeri. "Aough!" Pekik Savitri saat dia terjatuh lagi. "Boleh ke depannya aku bantu?"Tanpa bersuara Savitri lang

    Last Updated : 2024-04-01
  • Jagat Kelana   9. Siksa Menimbulkan Kisah Baru

    Beberapa murid segera menyeret tubuh Jagat dan dilempar begitu saja di hadapan Abimana dan Jantaka. Jagat tersungkur. Namun, bibirnya mengulas senyum sinis membuat Abimana makin naik darah. "Terlentangkan tubuhnya dan ikat kedua kaki juga tangannya!" Suara Abimana memecah kericuhan para murid. Kurubumi melempar tali dadung pada beberapa murid seangkatannya. Bersama mereka, Kurubumi mulai mengikat sesuai arahan dari Jantaka. "Apa yang kalian inginkan atas tubuh lemah ini?" tanya Jagat dengan suara rendah. Abimana berjalan mendekat dan jongkok tepat di depan perut Jagat. Ujung jari tulunjuk mengarah pada pusat tubuh Jagat dan mulai menekan perlahan. Sinar putih kebiruan tidak mau padam justru makin bersinar menyilaukan mata. Abimana memicingkan kedua mata tetapi jari jemarinya masih bergerak di sekitar pusat tubuh Jagat. Bibirnya bergerak ringan seperti membaca mantra. Tiba-tiba, hawa hangat menyebar ke seluruh tubuh Jagat terutama pada bagian perutnya. "Apa yang kamu lakukan pada

    Last Updated : 2024-04-03
  • Jagat Kelana   10. Penuh Tanya

    Ketika pukulan dan kujang bertemu saat itu juga terdengar suara letusan yang begitu memekakkan telinga. Tubuh Abimana terlempar hingga beberapa depa ke belakang, sedangkan tubuh Jagat hanya tergolek lemas mundur satu depa. Semua terpana melihat keadaan Jagat yang hanya duduk diam sambil menatap satu per satu murid padepokan. Hanya mata yang bergerak, bibir masih tetap bungkam. Dari jauh terlihat sang begawan berjalan mendekat dan berhenti tepat di depan Jagat. "Apa yang terjadi, bukankah tadi aku suruh kau untuk lenjutkan pekerjaanmu. Mengapa justru di sini membuat ulah hingga terjadi luka dalam pada pangeran?" Begawan Sanggabumi berkata dengan nada dingin. "Awal mula bukan ulahku, Begawan. Mereka yang lebih dulu," jawab Jagat dengan sikap sopan. "Dia mencuri kujang mata sembilan, Bopo!" tuduh Jantaka. Begawan menoleh menatap pada putranya dari istri kedua, ada sorot tanya pada sinar kedua mata cokelat pekat. Hal ini membuat Jantaka menghela napas panjang terlebih dahulu baru men

    Last Updated : 2024-04-04
  • Jagat Kelana   11. Suara Itu

    Jagat yang sudah mendapatkan tempat nyaman bagi gerombolan ular pun segera kembali menuju jalan pulang. Pemuda itu ingat akan tugas dari Ki Jemblung yang inginkan kualinya berbentuk seperti semula. Maka, dengan alasan itu dia gegas pulang. Sepanjang perjalanan pulang, terdengar suara yang memekakkan telinga. Desingnya sangat dikenal. "Sudahlah jangan ganggu aku!" Pinta Jagat dengan nada rendah dan menekan. "Cepat cari pria itu, dia bernama Ki Banasraga. Hanya dia yang mampu membuatmu menjadi pendekar pilih tanding." Suara yang sangat dihafal oleh Jagat kembali terdengar. Pemuda itu terus berjalan tanpa memedulikan suara tersebut. Dia sama sekali tidak berminat mengikuti arahan dari pemilik suara. "Jika kamu memang ada, tunjukkan wujudmu!" Pinta Jagat. "Bukankah wujudku sudah ada dalam tubuhmu, Pangeran?""Pangeran, siapa itu yang kau sebut?""Tantu saja kamu, Pangeran."Seketika Jagat menghentikan langkahnya kala suara itu kembali menyebutnya dengan Pangeran. Ingatannya kembali p

    Last Updated : 2024-04-06
  • Jagat Kelana   12. Sosok Misterius

    Jagat mengikis jarak dan mencari tempat untuk sembunyi. Dia ingin melihat lebih dekat pertempuran itu. Saat posisinya sudah dekat, tiba-tiba ada percikan api yang hampir menyambar lengannya. Namun, sekelebat bayangan hitam mendorong tubuhnya. Jagat termangu sesaat, dia justru merasakan hawa dingin yang menyentuh lengannya. "Hawa apa ini, membuat tubuhku menolak?"Setelah sosok itu menghilang kini ganti sosok tubuh terpental dan jatuh tepat di ujung ibu jari kakinya. Jagat seketika menunduk, kedua bola matanya membeliak tidak percaya akan penglihatannya. "Ini ... Bukankah dia pihak yang terluka tadi?" Jagat berkata sambil mulai bersiap jongkok. Jagat membungkuk, tangannya terulur berniat membalik tubuh pria itu. Namun, belum sampai tangannya menyentuh angin besar menerpa wajahnya. Debu yang beterbangan menyapa wajahnya membuat kelopak mata seketika terpejam. Ketika angin sudah mulai berhembus ringan barulah Jagat membuka kedua kelopaknya. Namun, tubuh pria terluka tadi juga ikut me

    Last Updated : 2024-04-08
  • Jagat Kelana   13. Ruang Baca

    Kedua bola mata Jagat membola, dia tidak menyangka ini adalah sebuah kitab kuno. Perlahan dibukanya sampul buku, tetapi tenaganya tidak cukup. Akhirnya buku itu diletakkan pada meja dekat rak 12.Segera Jagat membersihkan keseluruhan ruang baca tersebut. Dengan telaten dan hati-hati, semua buku ditata ulang. Butuh waktu cukup lama agar ruang baca tersebut kembali bisa digunakan lagi. Namun, dengan sabar Jagat melakukan semua sesuai dengan isi hati. Tanpa dia sadari ada dua pasang mata yang mengamati cara kerja pemuda itu. Begawan dan Ki Brewok duduk santai di atas kayu balok yang menyangga atap ruang baca. Keduanya saling melihat dan berbincang dengan menggunakan ilmu kebatinan. "Apa yang selama ini aku curigai terbukti sudah, Rayi Begawan. Lihat saja sendiri!" ucap Ki Brewok. "Rasanya ini tidak mungkin, Kakang. Bukankah ratu dan raja saat itu telah terbunuh? Aneh, ada yang tidak beres," jawab Begawan Sanggabumi. Ki Brewok masih terus menatap semua aktifitas dari Jagat. Lelaki usi

    Last Updated : 2024-04-10

Latest chapter

  • Jagat Kelana   216. S2. Menolak

    Akshita masih menatap wajah Jagat dengan lembut, kedua tangannya melingkar di leher kekar itu. Napasnya yang harum telah menyapa kulit leher Jagat. Sentuhan yang lama tidak menyapa kini mulai membangkitkan hasrat terpendam. Semilir angin telah mengganggu jiwa Jagat, dia tidak bisa menolak pesona sang dewi. Akshita masih mengumbar senyum manisnya dengan jari jemari berjalan naik turun di sepanjang leher kekasihnya. Jagat mulai bergolak, jakunnya naik turun dengan cepat membuat senyum Akshita makin memabukkan. "Bukan tidak rela, Kang. Tetapi lebih ingin memiliki seutuhnya semua milikmu termasuk jiwamu."Jagat bergerak merapatkan tubuhnya hingga membuat Akshita terduduk di pinggiran kolam. Selendang merah yang membungkus dadanya berkibar bersentuhan dengan angin hingga menampilkan tulang selangka yang indah. Jagat sudah tidak tahan lagi, maka dia menundukkan kepalanya dan melabuhkan kecupan ringan pada tulang selangka itu. Kecupan yang lembut dan penuh kasih belum mampu membangkitkan

  • Jagat Kelana   215. S2. Pangeran Alam Gaib

    Jagat Kelana menatap sosok pria muda di depannya. Bibirnya melengkung sempurna, lalu tangannya terangkat untuk memberi restu pada pria muda itu. Pria muda itu pun membujuk sesaat lalu terangkat menatap langsung pada manik mata Raja muda itu. Dia tersenyum tipis. "Bagaimana pola latihan mereka, Anakmas?"Pria muda itu mulai menjelaskan kemajuan latihan para prajurit yang selama ini dia latih. Semua telah berhasil hingga ke tingkat tengah kelas dua. "Apakah jadi mereka dipilih dan dikirim ke kerajaan sebelah, Ayahanda?""Iya, kerajaan itu belum memiliki prajurit handal satu pun. Siapa nama kamu, Anakmas?"Pria muda itu menatap pada Raja Singgalang, lalu bibirnya tersenyum dengan menyuarakan, " Airlangga Batinara."Jagat tersenyum, "berapa usiamu?""25 tahun masa alam kami."Jagat Kelana tersenyum, dia berdiri dan terbang mendekati sosok pria muda itu. Lalu dia berdiri di depan Airlangga, memeluknya erat. "Sudah sebesar ini baru kamu datang ke sini. Apakah tidak ingin tahu ayahmu?""

  • Jagat Kelana   214. S2. Prameswari Pingsan

    Malam yang begitu dingin membuat Jagat segera membawa tubuh istrinya masuk ke dalam. Apa yang dia lakukan pun berlanjut hingga berulang kali. Ternyata tubuh yang memiliki struktur tulang yang rentan itu mampu menampung gairahnya hingga berulang kali. Prameswari merasa begitu bahagia telah membuat suaminya tersenyum puas. Akan tetapi, tubuh itu juga memiliki daya tahan yang rendah. Penyatuan yang dilakukan hingga menjelang pagi membuat tulang Prameswari seakan lepas kontrol. Tubuhnya menjadi lemas. "Tuan, Suamiku, maafkan aku! Rasanya tubuh ini sudah tidak mampu," kata Prameswari dengan tatapan memohon. "Baiklah, kita sudahi dulu. Sekarang tidurlah!" balas Jagat. Setelah berkata itu, kedua mata Prameswari terpejam. Hal ini membuat Jagat khawatir, dia pun segera memeriksa kondisi tubuh istrinya. "Bagaimana bisa seperti ini, Nyai? Aku baru saja merasakan nyaman bersama tubuhmu, kamu terlanjur pingsan. Hadeh!"Jagat segera memakai jubahnya, lalu dia duduk sila di sisi ranjang. Kedua

  • Jagat Kelana   213. Malam Indah

    Malam ini waktunya Jagat bersama Prameswari. Keduanya duduk di teras belakang paviliun. Jagat memilih duduk di tanah beralaskan rumput, sementara Prameswari duduk diam di sisi kanannya. "Duduk dekat sinilah, Istriku!" Prameswari menggeser tubuhnya dengan senyum yang dia sembunyikan. Kepalanya menunduk dalam, dia malu dengan pendekatan suaminya. Berbeda dengan Jagat, dia justru mulai merebahkan kepalanya pada paha Prameswari membuat wanita itu terdiam seketika. "Suami!" pekik Prameswari ringan. Dengan santainya Jagat mencari tempat ternyaman untuk kepalanya, lalu tangannya meraih jemari istrinya itu dan meletakkan pada kepalanya. "Bisa pijat di sini sebentar, Nyai!" Pinta Jagat dengan tatapan penuh harap. Prameswari tidak bisa bersuara, jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Tangannya pun gemetaran menyentuh kepala suaminya. Perlahan disentuhnya rambut bergelombang pendek milik suaminya. 'Jantungku sepertinya mulai sakit," batin Prameswari merasa hatinya begitu senang be

  • Jagat Kelana   212. S1. Bersama Roro Wening

    "Nyai, kok malah melamun," kata Jagat lembut sambil melabuhkan sebuah kecupan hangat pada bibir istrinya. Mendapat sentuhan lembut seketika lamunan Akshita menghilang, lalu dia membalas ciuman Jagat lebih meminta. Keduanya larut dalam ciuman yang dalam. Cukup lama keduanya saling berbagi saliva, bahkan Jagat mulai menekan tubuh Akshita pada sandaran kursi kemudian dia duduk menyilang agar lebih dekat. "Kang!" panggil Akshita dengan nada berat. "Hemm."Jagat tidak melepaskan pelukannya dia justru mengangkat tubuh istrinya dan membawanya ke ayunan yang biasa di gunakan Jagat saat mengingat kenangan bersama Akshita. "Apakah di sini tidak akan mengganggu yang lainnya, Kang? Aku merindukanmu," bisik Akshita yang membuat gairah Jagat memuncak. "Tidak. Dan jangan remehkan kekuatanku saat ini, Nyai."Akshita tersenyum, jari jemarinya mulai bergerak perlahan membuka satu per satu kain penutup tubuh suaminya. Jagat membiarkan semua inginnya Akshita. Dia terlihat begitu menikmati apa pun y

  • Jagat Kelana   211. Kisah Silam

    Mendengar niat suaminya, Roro Wening pun menyiapkan segalanya yang biasa dilakukan Jahat sebelum penyatuan. Kali ini selir itu tidak mau ada yang tertinggal. Ini adalah pelajaran yang sudah dia pahami selama hidup bersama Jagat baik sebelum miliki kerajaan ataupun sudah. "Jangan sampai ada yang tertinggal, Asih!" kata Roro Wening sambil menata beberapa benda yang harus dipakai oleh selir utama. "Nggeh, siap."Seorang dayang senior ikut membantu selur agung menyiapkan semua. Mulai dari aroma cendana hingga kain penutup kala penyatuan dimulai. Roro Wening juga memberikan beberapa catatan apa saja yang akan diucapkan sebelum tubuh Prameswari tersentuh. "Semua sudah siap, Kanjeng Ratu.""Jangan sebut nama itu, Asih. Semua belum resmi meskipun Yunda Akshita sudah datang menemaniku semalam.""Jika sudah seperti ini tidak mungkin akan lupa, Kanjeng Ratu. Niat Nyai Akshita sudah jelas bahkan putranya sendiri ditugaskan untuk menjaga kedamaian kerajaan ini lho," papar Asih--dayang senior.

  • Jagat Kelana   210. S2. Malam Bersama Suami

    Sinar mentari masuk di sela jendela kamar Roro Wening, hangatnya mampu membangunkan selir cantik dan seksi itu. Melihat istrinya mulai bangkit dari ranjang Jagat segera mendekat dan membantu istrinya itu. Perlakuan Jagat yang hangat membuat hati Roro Wening terharu. "Duduk sini dulu, tunggu kusiapkan air untuk kamu mandi!" kata Jagat. Roro Wening pun mengikuti apa yang dikatakan oleh Jagat. Kemudian pria itu berdiri menuju ke balik pembatas anyaman bambu. Terdengar suara gemericik air yang dialirkan oleh Jagat. Setelah semua persiapan mandi istri selesai, Jagat keluar dari dalam lalu melangkah mengikis jarak dengan istrinya. Kemudian dengan lengannya diangkat tubuh istrinya ala bridal. "Turunkan aku, Suamiku!""Jangan banyak bergerak biar ndak jatuh!"Mendengar hal itu membuat Roro Wening mempererat pegangannya pada leher Jagat. Pria itu tersenyum melihat sikap istrinya, lalu dimasukkan perlahan tubuh Roro Wening ke dalam bak mandi. Tangan Jagat mulai bergerak membasuh punggung i

  • Jagat Kelana   209. S2. Malam Pertama Di Ranjang Raja

    Udara dingin membuat tubuh Roro Wening menggigil parah. Bahkan muncul ruam merah hingga membuat salah satu dayang berlarian di sepanjang lorong peraduan raja. Dayang itu mendengar suara sang Raja berbicara dengan seorang wanita, bahkan suaranya begitu membuat bulu kuduk berdiri. Sebagai wanita dewasa dayang itu pasti paham suara apa yang dia dengar. Namun, dia lebih memilih tetap diam berdiri di depan pintu hingga suara itu menghilang. Cukup lama dayang itu berdiri di sana hingga pintu kamar Raja terbuka menampilkan sosok wanita yang begitu cantik dengan wajah bercahaya. "Masuklah!" Usia berkata wanita itu pergi sambil menarik selendang merahnya hingga membuat tubuhnya terbang. Peristiwa yang langka membuat wanita itu terpana dan takjub. Sungguh kejadian itu teramat langka. Suara Raja yang memanggilnya pun tidak mampu membuatnya lepas meninggalkan pemandangan itu. "Dayang, ada apa hingga larut malam kamu tidak istirahat?" Suara Jagat sudah begitu dekat dengan telinga dayang membu

  • Jagat Kelana   208. S2 Jagat Kembali Bersama Akshita

    Hari terus berlalu, kasim yang dipergoki oleh Roro Wening akhirnya dia mengaku mengapa perbuatan itu dilakukan. Dia juga mengaku semua dilakukan hanya untuk mengukur waktu. "Baik, jika semua ini atas perintah Raja sendiri maka mana buktinya?" tanya Nyai Ratu Zavia. Pemuda itu diam dengan kepala menunduk dalam. Dia memang diperintah oleh Raja Jagat tanpa ada surat tertulis. Hal ini membuat bibirnya bungkam, tetapi dalam hati menyalahkan tugas rahasia yang telah terungkap. "Jika untuk mengukur waktu, lalu semua itu atas tujuan apa?""Sebenarnya Raja Jagat Kelana sudah pulang, Ibu Ratu. Tetapi hal ini masih dalam mimpi semua penghuni kerajaan, maka dari itu saya tidak berani ungkap hanya bisa mengulur waktu sesuai perintah."Roro Wening yang melihat cara bercerita pemuda di depannya merasakan aura yang begitu kuat menyebar di ruang pendopo agung. Aura ini begitu familiar. "Baik, apakah dengan begini kamu lah yang akan menikahi selir Pitaloka, begitu?"Pemuda itu masih diam, kedua tan

DMCA.com Protection Status