Beranda / Pendekar / Jagat Kelana / 11. Suara Itu

Share

11. Suara Itu

Penulis: Shaveera
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-06 19:56:00

Jagat yang sudah mendapatkan tempat nyaman bagi gerombolan ular pun segera kembali menuju jalan pulang. Pemuda itu ingat akan tugas dari Ki Jemblung yang inginkan kualinya berbentuk seperti semula. Maka, dengan alasan itu dia gegas pulang.

Sepanjang perjalanan pulang, terdengar suara yang memekakkan telinga. Desingnya sangat dikenal. "Sudahlah jangan ganggu aku!" Pinta Jagat dengan nada rendah dan menekan.

"Cepat cari pria itu, dia bernama Ki Banasraga. Hanya dia yang mampu membuatmu menjadi pendekar pilih tanding."

Suara yang sangat dihafal oleh Jagat kembali terdengar. Pemuda itu terus berjalan tanpa memedulikan suara tersebut. Dia sama sekali tidak berminat mengikuti arahan dari pemilik suara.

"Jika kamu memang ada, tunjukkan wujudmu!" Pinta Jagat.

"Bukankah wujudku sudah ada dalam tubuhmu, Pangeran?"

"Pangeran, siapa itu yang kau sebut?"

"Tantu saja kamu, Pangeran."

Seketika Jagat menghentikan langkahnya kala suara itu kembali menyebutnya dengan Pangeran. Ingatannya kembali p
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Jagat Kelana   12. Sosok Misterius

    Jagat mengikis jarak dan mencari tempat untuk sembunyi. Dia ingin melihat lebih dekat pertempuran itu. Saat posisinya sudah dekat, tiba-tiba ada percikan api yang hampir menyambar lengannya. Namun, sekelebat bayangan hitam mendorong tubuhnya. Jagat termangu sesaat, dia justru merasakan hawa dingin yang menyentuh lengannya. "Hawa apa ini, membuat tubuhku menolak?"Setelah sosok itu menghilang kini ganti sosok tubuh terpental dan jatuh tepat di ujung ibu jari kakinya. Jagat seketika menunduk, kedua bola matanya membeliak tidak percaya akan penglihatannya. "Ini ... Bukankah dia pihak yang terluka tadi?" Jagat berkata sambil mulai bersiap jongkok. Jagat membungkuk, tangannya terulur berniat membalik tubuh pria itu. Namun, belum sampai tangannya menyentuh angin besar menerpa wajahnya. Debu yang beterbangan menyapa wajahnya membuat kelopak mata seketika terpejam. Ketika angin sudah mulai berhembus ringan barulah Jagat membuka kedua kelopaknya. Namun, tubuh pria terluka tadi juga ikut me

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-08
  • Jagat Kelana   13. Ruang Baca

    Kedua bola mata Jagat membola, dia tidak menyangka ini adalah sebuah kitab kuno. Perlahan dibukanya sampul buku, tetapi tenaganya tidak cukup. Akhirnya buku itu diletakkan pada meja dekat rak 12.Segera Jagat membersihkan keseluruhan ruang baca tersebut. Dengan telaten dan hati-hati, semua buku ditata ulang. Butuh waktu cukup lama agar ruang baca tersebut kembali bisa digunakan lagi. Namun, dengan sabar Jagat melakukan semua sesuai dengan isi hati. Tanpa dia sadari ada dua pasang mata yang mengamati cara kerja pemuda itu. Begawan dan Ki Brewok duduk santai di atas kayu balok yang menyangga atap ruang baca. Keduanya saling melihat dan berbincang dengan menggunakan ilmu kebatinan. "Apa yang selama ini aku curigai terbukti sudah, Rayi Begawan. Lihat saja sendiri!" ucap Ki Brewok. "Rasanya ini tidak mungkin, Kakang. Bukankah ratu dan raja saat itu telah terbunuh? Aneh, ada yang tidak beres," jawab Begawan Sanggabumi. Ki Brewok masih terus menatap semua aktifitas dari Jagat. Lelaki usi

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-10
  • Jagat Kelana   14. Desa Jungkrik

    Dengan wajah sedih Jagat menatap Ki Jemblung untuk terakhir. Mimik wajah sedih dan langkah gontai, Jagat melangkah meninggalkan padepokan Pandan Alas yang sudah membesarkannya. Dengan modal uang lima keping emas dan lima keping perak kakinya berjalan sesuai arahan begawan. Jagat berjalan menuju ke barat arah kotaraja kerajaan Bumi Seloka. Namun, beru berjalan keluar dari gerbang utama padepokan terdengar suara wanita memanggil namanya. Langkah pemuda itu seketika berhenti dan pandangannya tertuju ke asal suara. Terlihat sosok ayu berlarian menuju ke arahnya dengan senyum mengembang. "Mengapa kau tinggalkan aku, bukannya sudah kubilangi jika pergi bawa serta aku, Jagat!" dengus gadis dewasa di depannya. Jagat tersenyum masam, lalu berbalik badan dan melangkah kembali tanpa memedulikan sosok itu. Iya, gadis itu adalah Savitri--putri begawan pandan alas. Savitri yang merasa terabaikan juga tidak peduli. Dia masih mensejajari langkah Jagat. Baginya hanya dengan pemuda itu dia merasa

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-11
  • Jagat Kelana   15. Jungkrik 2

    Jagat melangkah lebih ke dalam desa Jungkrik, pandangannya melihat sekitar. Banyak mayat dan darah berceceran di sepanjang jalan. Miris, nyeri pada ulu hati membuatnya terus melangkah maju. Savitri masih setia mengikuti langkah lelaki itu. Begitu juga dengan Tugimin. Pria senja yang merupakan tetua desa terpaksa harus kembali masuk ke desanya setelah lari tunggang langgang meninggalkan semua warganya dibantai. Jagat berhenti sesaat di pertigaan jalan yang sepi. Sejauh mata memandang hanya jerit tangis anak kecil yang dia dengar silih berganti. Sungguh memilukan. "Apakah desa ini tidak ada pendekar pilih tanding, Paman?" tanya Jagat. "Tidak ada, Ger. Kami hanya warga biasa dan miskin," jawab Tugimin dengan nada melas. Jagat kembali terlihat fokus, dia seakan konsentrasi pada lingkungan sekitar. Perlahan mulai terdengar gelak tawa beberapa pria dewasa membicarakan sebuah kenikmatan yang telah mereka reguk bersama. Apa yang didengar oleh Jagat seketika memecut emosinya hingga naik.

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-12
  • Jagat Kelana   16. Sireppati

    Mendengar Susukjiwo menyebut nama ilmu yang baru saja digunakan oleh Jagat membuat Savitri mengerutkan dahi. Perempuan muda itu tidak pernah mendengar ada ilmu tersebut dalam tatanan padepokan milik ayahnya. Selama ini hanya ilmu halimun dan nagapati yang menjadi andalan ayahnya selain ilmu tenaga dalam pada umumnya. Savitri sendiri masih berada di tingkat medium dalam range tenaga dalam. Sementara Jagat sama sekali belum menyentuh tata cara penggunaan tenaga dalam. Hal ini membuat Savitri terpaku menatap semua gerakan Jagat dalam diam. Dia terus mengamati semua, sejujurnya ada rasa penasaran hingga menimbulkan sebuah tanya dalam hatinya. Bagaimana cara pemuda itu menyerap ilmu jika susunan tulang dan sumber tenaga dia tidak mampu. Savitri makin terlihat kagum akan gerak Jagat. Dengan lembut pemuda itu membuka serangan menggunakan tangan kosong, tetapi gerakannya sudah dilambari tenaga dalam tingkat lima. Tingkat yang tidak semua murid padepokan bisa kuasai. "Aneh, sejak kapan pem

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-14
  • Jagat Kelana   17. Curug Sempit

    Secara naluri Jagat bergerak memberi kode pada warga agar berkumpul di suatu tempat aman dan jauh dari jangkauan Susukjiwo. Setelah merasa sudah cukup, maka Jagat mulai memfokuskan pikirannya dan menutup beberapa jalan darahnya. Kali ini pemuda itu mencoba beberapa tulisan yang dia baca pada buku beladiri pemula. Tulisan yang terbaca dengan huruf jawa kuno memberi inspirasi dia untuk menutup jalan darah di beberapa titik. Namun, belum juga semua tertutup sebuah sapuan angin kencang membuyarkan konsentrasinya. Blarrrrr! Suara bertemunya ilmu sireppati dengan tenaga dalam Jagat menimbulkan dentuman yang sangat keras hingga tubuh pemuda itu terpental beberapa depa ke belakang. Sementara tubuh Susukjiwo masih berdiri meski terhuyung dan memuntahkan darah segar. "Sebaiknya kita mundur untuk sementara, pemuda itu lambat laun pasti akan binasa!" perintah Susukjiwo pada anak buahnya. "Tapi, percuma dong kita tarung, Kang." "Sudah jangan banyak bacot, segera tinggalkan desa ini sebelum p

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-15
  • Jagat Kelana   18. Petir Menyambar

    Blarrrr! Petir menyambar gubug milik Kliwon membuat keempat wanita desa saling berpelukan dan memandang penuh tanya. Anehnya gubug tersebut sama sekali tidak ada perubahan, masih berdiri tegak. Kemuning memberanikan diri melangkah mendekat pada pintu masuk dan mendorongnya. "Apa yang terjadi di dalam sana, Kemuning?" tanya Nyai Arum. Kemuning memasukkan kepalanya lebih dalam agar bisa melihat apa yang terjadi. Namun, sesaat kemudian hanya gelengan kepala yang dia lakukan sambil menatap pada wanita senja di belakangnya. Napas lega terdengar secara bersamaan pada ketiga wanita desa tersebut. Sedangkan Kemuning melanjutkan langkahnya masuk lebih dalam, dia ingin memastikan keadaan tubuh Jagat. Perlahan langkah Kemuning mulai mengikis jarak, dari jauh terlihat tubuh Jagat yang bergerak ke kanan dan kiri membuat langkahnya dipercepat. "Apa yang terjadi dengan tubuh pemuda ini, mengapa begitu deras keringatnya?" Kemuning berkata lirih saat melihat derasnya peluh yang keluar dari pelipi

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-15
  • Jagat Kelana   19. Permintaan

    Gubrak! Suara benda jatuh kembali didengar oleh keempat wanita desa. Mereka saling pandang dan mengangguk bersama. Perlahan Nyai Arum mendorong tubuh Kemuning untuk maju ke pintu utama dan menyuruh gadis itu untuk membuka. Pintu perlahan terbuka, empat pasang mata seketika membeliak kaget saat dilihatnya tubuh Jagat tergolek di tanah dalam keadaan telungkup. Gegas merek berlarian mendekat untuk memastikan keadaan tubuh itu. Jemari lentik Kemuning terulur mendorong tubuh Jagat agar bisa berbalik terlentang. Namun, usahanya yang ragu membuat tenaganya tidak dalam kondisi penuh sehingga tubuh itu masih telungkup. "Yang kuat dong dorongnya, Kemuning!" geram Nyai Arum sambil membantu Kemuning mendorong tubuh Jagat. Akhirnya tubuh itu bisa dibalik dan tampaklah kondisi wajah Jagat yang ada lebam dan beberapa bekas sayatan yang tidak terlalu dalam. Apa yang terlihat membuat mereka membekap mulut bersamaan. "Apa yang terjadi pada pemuda ini sebenarnya ya, Nyai?" tanya Kemuning. "Sudahl

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-15

Bab terbaru

  • Jagat Kelana   226. S2

    Sinar biru keemasan melesat membungkus tubuh tua Ki Cadek. Tanpa permisi, Jagat Kelana melempar tubuh tua itu kembali ke alamnya. Mau tidak mau Ki Cadek mengikuti semua perintah pemiliknya, dia terbang menuju ke alamnya. Setelah kepergian Ki Cadek tubuh Jagat tiba-tiba terasa lemas, tulang sendinya seakan tidak mampu menopang. Bahunya naik turun hingga terdengar isak tangis lirih. 'Maafkan aku, Ki. Ini yang terbaik untukmu setelah pertempuran dengan Pasopati,' kata Jagat tak mampu bersuara. Raja muda Singgalang terlihat begitu terluka secara fisik dan rohani. Baru saja dia berpisah dengan istri tercinta kini sebuah keputusan harus diambil dengan paksa. Cukup lama Jagat tertunduk dengan kedua telapak tangannya menyentuh tanah. Perlahan ada aliran hangat menjalar memasuki lengan. Hal itu tidak dipedulikan oleh Jagat. Dia justru makin menunduk hingga dahinya menyentuh tanah. Jagat bersujud. 'Jangan tinggalkan aku, Hyang Widi Agung!'Samar terdengar langkah pelan dan lembut mendekati

  • Jagat Kelana   225. S2

    Usai mengaku kalah, Panglima Pasopati berjalan tertatih dengan menarik pedangnya. Wajahnya tertekuk dalam. Dia tidak berani menatap bulan yang sedang bersinar malu. Angin malam menembus tulang, tetapi Jagat masih berdiri tegak menatap kepergian Panglima Galunggung. Ada sedih yang membayang di wajah raja muda itu, tetapi tidak semua orang bisa tahu apa yang sedang berkecamuk dalam hatinya. Akshita berjalan mendekati suaminya, dia memeluk pinggang Jagat dari belakang dengan kepala bersandar pada punggungnya. "Sebaiknya kita jalani di dunia yang berbeda, Kang!"Mendengar bisikan istrinya, Jagat segera berbalik badan. Dia menangkap wajah kekasihnya, "jika aku merindukanmu, bagaimana?""Bukanlah Kakang bisa masuk ke duniaku meskipun tanpa portal?" tanya Akshita lembut. Jagat masih menangkap wajah ayu istrinya tanpa berkedip. Hal ini membuat Akshita menjadi salah tingkah. "Kang...." Tatapan Jagat mulai berkabut, napasnya terdengar berat tetapi dia masih enggan untuk mengeluarkan suara.

  • Jagat Kelana   224. S2

    Jagat segera berdiri dan menatap pada Panglima itu, dia terlihat lebih tenang dari sebelumnya. Apalagi saat ini sudah ada kekasihnya yang berdiri di samping kanan sambil memeluknya. "Apa kabar, Tuan Pasopati?" Suara lembut Akshita memecah keheningan malam. Suara yang mampu membuat Pasopati berhenti bernapas untuk sesaat. Dia terkejut melihat sosok wanita itu hingga jantungnya sempat berhenti. 'Tidak mungkin.'Pasopati masih tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Wanita yang dulu begitu membuatnya gila kini telah berdiri di sisi Jagat. "Rupanya apa yang aku dengar bukan kabar angin. Ini kenyataannyakah, Nyai?" tanya Pasopati dengan nada bergetar. Hatinya melesat, emosinya seketika berhenti. Sungguh dia tidak mengerti bagaimana wanitanya kini memeluk mesra lengan musuhnya. "Iya, seperti ini hidup, Pasopati. Apakah kamu menyesal?""Buat apa menyesali atas hubungan dengamu, Jalang. Sekali jalang selamanya tetap, Jalang!"Mendengar satu kata yang sudah biasa didengarnya tidak memb

  • Jagat Kelana   223. S2

    Sesuai dengan apa yang diperkirakan oleh Jagat, Panglima Pasopati menyiapkan kedua telapak tangannya yang dipenuhi dengan sinar merah. Gagang pedang itu digenggam erat, lalu diangkat tinggi. "Kali ini nyawamu tidak akan selamat, Jagat!" Pasopati melompat tinggi, kedua kakinya berjalan di udara dengan ujung pedang terhunus ke depan. Jagat masih diam dengan kujangnya di tangan. Pada ujung kujang itu muncul sinar perak dan dua permatanya keluar dari lubang. Angin malam bertiup makin kencang membuat jubah Jagat beterbangan, tetapi tidak membuat fokus raja itu terputus. "Rasakan jurus terbaruku, pedang pendek penghancur raga!" teriak Pasopati. Bersamaan itu, pedang panjangnya pun terayun dengan sasaran lengan kiri Jagat. Melihat gerakan itu membuat Jagat melakukan tubuhnya ke samping menghadap datangnya pedang. Kedua jarinya menjepit ujung pedang dan menggerakkan ke belakang. Akibat gerakan itu pedang milik Pasopati pun patah di ujungnya. Seketika kedua mata Panglima itu

  • Jagat Kelana   222. S2.

    Kedua pemimpin sudah saling berhadapan. Jagat masih berdiri tegak dengan tatapan dingin, sementara Panglima Pasopati berdiri dengan senyum samar. Keduanya dalam mode tenaga full dengan senjata masing-masing. Pasopati menggenggam pedang panjang dengan gerigi bak gergaji yang tajam. Jagat hanya memegang kujangnya dengan sembilan permata. "Apa sebenarnya hingga seorang Panglima datang ke tanah milikku?""Aku inginkan nyawamu, Jagat Kelana!""Bukankah kamu baru menatapku hari ini, bagaimana bisa sudah inginkan tanah Singgalang?"Panglima Pasopati seketika tertawa terbahak, dia meludah di depan Jagat Kelana. "Cuih, jangan kau kira aku tidak miliki kekuasaan mutlak hingga kau rendahkan aku, Jagar!""Baik, jika ini inginmu, Pasopati. Tunjukkan digdayamu!"Begitu mendengar kalimat tantangan dari Jagat, saat itu juga Panglima mengeluarkan seluruh kekuatannya. Dia menggerakkan pedang panjang yang terlihat begitu berat. Gerakannya yang terlihat begitu piawai membuat Jagat sedikit nyeri. Dia m

  • Jagat Kelana   221. S2

    Hempasan jubah Jagat seketika melenyapkan beberapa anak panah berapi. Tidak hanya senjata, pemakainya pun juga ikut terpental. Apa yang terjadi dengan prajurit pilihannya membuat Panglima Pasopati melongo tidak percaya. Sosok yang menyibakkan jubahnya saja masih berdiri tegak di ujung menara. "Bagaimana mungkin, rasanya hanya sang terpilih yang mampu melakukan hal itu." Panglima Pasopati berbicara sendiri tanpa berniat untuk berbagi. Sesungguhnya Jagat hanya memainkan trik kecil saja tanpa berniat untuk melenyapkan seluruh pasukan panah berapi. Semua hanya permainan saja. "Kang, jangan permainkan mereka seperti itu! Semua ada batasnya!" kata Akshita. "Mereka sudah mengira aku hanya raja rendahan saja hingga mereka berani merendahkan Kerajaan Singgalang. Alasan ini yang tidak aku suka, Aks.""Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Mereka hanya bawahan yang tidak mengerti alasan apa meruntuhkan Singgalang," kata Akshita. Jagat hanya tersenyum, dia mengurai pelukan dan kini menatap pada

  • Jagat Kelana   220. S2. Serangan Galunggung

    Suara terompet panjang tanda penyerangan dimulai. Pasukan Kerajaan Galunggung bertolak menuju ke perbatasan Karajaan Singgalang. Paling depan Panglima Pasopati terlihat berkuda dengan gagah berani. Ujung tombaknya terangkat ke udara memberi semangat pada para prajuritnya. Pasukan dibagi menjadi tiga bagian. Mereka memiliki pemimpin sendiri dengan kekuatan dan kapasitas yang memadai. Panglima Pasopati terlihat memimpin di depan dengan kuda jantan hitam dan tombak panjang di tangan kanannya. "Serang!"Semua prajurit Galunggung bergerak dengan senyap dan cepat, tetapi aura yang mereka timbulkan. Jagat sendiri masih terlena dengan sentuhan akhir Roro Wening hingga tubuhnya bermandikan keringat. "Kang, aura ini begitu membahayakan rakyat dan penghuni Kerajaan. Tidakkah ingin sudahi semua?" tanya Roro Wening dengan suara rendah dan sesekali mendesah akibat serangan beruntun dari suaminya yang begitu nikmat. Jagat tidak memedulikan apa yang dikatakan oleh istrinya, dia terus menggerakk

  • Jagat Kelana   219. S2. Persiapan Galunggung

    Jagat berdiri menatap langit yang masih malu menampakkan sinar mentari. Cuaca hari itu sedikit sendu, seakan membawa angin kesedihan. Roro Wening pun ikut berdiri tetapi dia tidak mengikuti arah pandang suaminya. Wanita nomer satu di Kerajaan Singgalang justru menatap ke arah utara sedangkan suaminya menatap ke arah timur. Dua arah yang berbeda meskipun berjalan pasti tidak akan menemui ujungnya. Keduanya masih diam menatap pada arah tersebut. Angin yang berhembus pun seakan enggan memberi kabar atas cuaca yang tidak bersahabat. "Akankah ada bencana lagi, Suamiku? Ada yang berbeda aroma angin berhembus hari ini," kata Roro Wening. "Sepertinya begitu, Nyai Wening. Semua bisa terjadi yang datang dari berbagai arah." Beberapa saat kemudian, Jagat berbalik melihat sosok istrinya yang sedang hamil lima bulan. Perut Roro Wening sudah terlihat membuncit. Lalu Jagat segera meraih tubuh istrinya dan digendong ala bridal. Dibawanya tubuh sang istri ke dalam sebuah bilik di dekat pendopo.

  • Jagat Kelana   218. S2. Jiwa Yang Sepi

    Jagat terus melangkah tanpa menoleh ke setiap pintu paviliun milik selir-selirnya. Dia terus melangkah hingga sampai di pendopo sunyi tempat biasa dia bermeditasi. Jagat berdiri menatap hamparan tanah hijau dalam gelita malam. Bibirnya tertutup rapat tetapi pikirannya melayang tak tentu arah. Dia mencari alasan mengapa istri gaibnya begitu ingin menjauh kembali setelah sekian lama tak berjumpa dalam dunia nyata. "Mungkin saat ini wanitamu itu sedang ada masalah lagi di Kerajaan gaib miliknya, Pangeran." Suara tua yang sudah lama tidak terdengar di telinga Jagat. "Ki, akhirnya kamu muncul juga setelah lama kita tidak berbincang." "Saya sedang meditasi, Pangeran. Bukankah selama saya pergi semua masih bisa terkendali secara fisik dan rohani?"Jagat menghela napas panjang dan berat. Apalagi sejak kepergian Ki Cadek beberapa waktu lalu setelah kembalinya Ashita, Jagat sering di uji gairah yang sulit terkendali. Dia sadar bahwa selama ini gairahnya seringkali tidak mendapat tempat yan

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status