Ini Bang Parlin keterlaluan, berlebihan urus menantu, sampai tidak mau kerja karena menantunya. Takut menantunya kenapa-kenapa, dia bahkan biarkan aku pergi ke kebun sendiri. Kini menantunya sedih dia langsung ajak ke tempat Firman. Jok khusus buat menantu, lucu juga, padahal aku sudah tiga kali hamil, belum pernah dibuat jok khusus seperti ini. Kursi di belakang itu pakai sabuk pengaman yang dilapis busa. Kiri kanannya ada bantal, benar-benar istimewa menantu ini.Kami sampai di tempat Firman, Rindu-istri Firman menyambut kami dengan ramah. Langsung disuguhi teh manis hangat. Sedangkan Tania minta air putih saja. Kebiasaan Tania adalah langsung akrab dengan saudara yang baru. Begitu juga dengan Rindu mereka seperti saudara yang lama tidak bertemu saja, padahal kenalnya pun baru di acara resepsi kami."Mana si Firman?" tanya Bang Parlin."Pergi ke kota, Bang, bentar lagi sampai," jawab Rindu.Tempat rekreasi Rindu Alam ini makin maju saja, karyawan mereka makin banyak. Kini sudah a
Aku dan Rindu mengangkat Tania ke mobil, Bang Parlin terlihat makin panik, akan tetapi dalam keadaan begini pun Bang Parlin tak mau menyentuh Tania, dia biarkan kami mengangkat dengan pelan-pelan. Lalu Tania kami dudukkan di Jok khusus tersebut. Bang Parlin langsung tancap gas.Aku coba menghubungi bidan langganan, bidan tersebut mempersilahkan datang ke tempat prakteknya. Sementara Tania terus merintih menahan sakit, celananya sudah berdarah-darah. Ketika tiba di prakte bidan, Bang Parlin berlari mengambil ranjang, Tania diturunkan dari mobil, jok khusus itu sudah berubah warna jadi merah. Aku dan Rindu mengikuti sampai ke ruangan. Bu Bidan pun memeriksa, beberapa saat kemudian."Inilah yang namanya keguguran," kata bidan itu.Tania menangis meraung-raung. Bang Parlin yang tampaknya paling sedih, dia sampai memukul tembok. "Gak bisa diselamatkan lagi kah, Bu Bidan?" tanyaku."Tidak bisa, sudah jatuh, saya rekomendasikan bawa ke rumah sakit' untuk dikuret," kata Bidan itu lagi."An
Kami tertawa mendengar perkataan Cantik, anakku ini sekarang memang suka mendengarkan pembicaraan orang, baru setelah itu dia ikut-ikutan."Tapi, Bang, apa mungkin ikan mas sebesar itu, sampai sepuluh kilo?" tanyaku kemudian."Belum pernah nemu Abang, tapi pernah dengar ikan Mas empat belas kilo di danau toba," kata Bang Parlin."Entah benarnya ikan setan?""Mana ada ikan setan, Dek, seandainya pun benar, mau Abang makan biji mata ikan setan itu," kata Bang Parlin."Kok biji matanya, Bang?""Iya, geram kali aku, Dek,"Saat kami tiba di desa, warga desa sudah banyak berkumpul di depan rumah, begitu Tania turun, langsung kepalanya ditaburi beras, ini kebiasaan ibu-ibu desa jika ada yang baru selamat dari mara bahaya. Rambutnya ditaburi sedikitpun beras sambil berkata " Mulak tondi tu Badan" artinya kembali Tondi ke badan. Sedangkan kata Tondi sulit untuk diartikan ke bahasa Indonesia. Yang paling mendekati adalah semangat jiwa.Baru saja kami masuk rumah, sudah datang Firman dan Rind
Akhirnya disepakati Bang Parlin akan maju sebagai calon kepala desa. Berkas-berkas pendaftaran pun mulai disiapkan. Bang Parlin punya ijazah paket C bisa sebagai persyaratan untuk maju sebagai calon kepala desa. Sebenarnya aku yakin Bang Parlin bisa menjalankan tugas sebagai kepala desa. Karena selama ini pun dia sudah banyak membantuku dalam tugas-tugas kepala desa.Aku mulai melihat satu persatu lawan Bang Parlin, ternyata semuanya adalah anak-anak muda yang berusia tiga puluh tahun ke bawah. Apakah Bang Parlin bisa mengalahkan anak muda yang penuh semangat?Keesokan harinya kami kedatangan tamu, seorang pemuda yang baru lulus kuliah, Abadi nama pemuda tersebut. Dia salah satu calon kepala desa."Ada apa ya, Abadi?" Tanyaku setelah mempersilahkan duduk."Benarkah Bang Parlin ikut calon kepala desa, Bu? Tanya pemuda tersebut."Iya memang benar, kenapa rupanya?" tanyaku kemudian."Bu, jujur saja saya bilang ya, kalian rakus, belum cukupkah dua periode?" "Maaf ya, bang Parlin ma
Tahapan kampanye pemilihan kepala desa makin lama makin menegangkan, karena Abadi masih melakukan kampanye hitam. Segala macam cara dilakukan untuk mempengaruhi warga. Caranya masih secara kuno yaitu mencari kejelekan melawan. Setelah gagal minta negosiasi, setelah gagal memancing emosi Bang Parllin. Ini dia buat cara baru yaitu menyerang Bang Parlin dari sekolahnya. "Apakah kita mau dipimpin oleh seseorang yang hanya tamat SD? Ijazahnya hanya paket C, jujur saya tidak rela jika saya yang seorang sarjana dipimpin oleh orang yang hanya tamat SD. Seorang pemimpin itu harus berpendidikan, " begitu narasi baru Abadi. Seperti biasa ditempelkan di tiang listrik dan pohon-pohon, bahkan dinding rumah warga pun ditempeli dengan poster tersebut. Akan tetapi sepertinya tidak ada yang bisa dia pengaruhi yang mendukungnya hanya teman-teman ke permainannya dan delapan orang calon kades yang gagal maju. Jurus terakhir dari Abadi akhirnya dia menantang Bang Parlin untuk debat terbuka. disaksikan ol
Semenjak debat calon peserta Pilkades itu, desa kami jadi geger. Jelas sekali dikatakan oleh Abadi kalau saja dia mengincar dana desa yang satu miliar satu tahun. Dia bahkan jelaskan perhitungannya yang 40% untuk dirinya 60% untuk keperluan desa. Akan tetapi Abadi masih melakukan perlawanan, perlawanannya tetap poster yang berisi makian dan himbauan. "Aku dihipnotis, dipaksa untuk mengatakan yang tidak aku tahu sama sekali. Kalian kenal bang Parlin kan dia punya ilmu sihir yang bisa mempengaruhi pikiran orang. Jangan pilih tukang sihir." Begitu narasinya kali ini.Akan tetapi sepertinya warga tak peduli lagi, bahkan poster itu dicopoti warga tanpa disuruh. Beberapa warga bahkan datang ke rumah menyatakan dukungannya. Juga mengecam perbuatan Abadi. Tak ada lagi yang mendukung Abadi bahkan saudaranya pun berbalik mendukung Bang Parlin.Satu minggu sebelum masa pencoblosan, ada minggu tenang, yaitu tidak boleh ada kegiatan kampanye, tidak boleh ada poster bertebaran, tidak boleh ada ker
Menantuku punya pendapat kalau saja Abang Parlin menghilang karena dibawa jin. Aku jadi tentu saja tidak percaya. Butet pun tidak percaya, sedangkan Ucok terus berusaha terus mencari ayahnya.Terdengar pengumuman dari masjid."Karena calon kepala desa menghilang , maka dari itu kami sebagai tetua desa mengusulkan untuk menghentikan sementara proses pencoblosan yang rencananya berlangsung hari ini. Ini untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," begitu terdengar pengumuman dari masjid Yang disuarakan lewat pengeras suara.Sementara aku sudah tak peduli lagi dengan pemilihan kepala desa, fokusku kini mencari suamiku. Akan tetapi suamiku memang seperti menghilang tanpa jejak. Pagi itu sekitar jam 06.30, para tetua desa dan alim ulama remaja masjid pendukung Bang Parlin berkumpul di rumah kami. Ada juga panitia pemilihan kepala desa."Seperti kita tahu Bang Parlin tiba-tiba menghilang sejak jam 02.00 dini hari, sementara hari ini adalah jadwal pencoblosan, dan menurut para ulama
Bang Parlin lalu pergi ke warung yang di depan pesantren, setahuku warung itu sudah tutup. Ucok mengikuti ayahnya, tinggal kami para perempuan di rumah. Padahal hari sudah menjelang dini hari."Tania, ternyata betul yang kau duga ya?" kataku pada menantuku tersebut. "Iya, Bu, tapi ternyata bukan karena terlalu lama berzikir," kata Tania."Aku kok gak percaya ya, sulit dijelaskan secara logika?" kata Butet."Ada beberapa hal yang tak bisa dijelaskan, Butet," kata Tania."Masa cuma minum kopi, hilang dua puluh empat jam?" kata Butet lagi."Dunia kita memang jauh lebih cepat, semua ada diterangkan di dalam Alquran,"kata Tania.Kami bertiga terus ngobrol sampai lama, sedangkan cantik sudah lama tidur. Beberapa saat kemudian, Bang Parlin dan Ucok sudah kembali."Aneh, warung kopi itu memang tidak buka, aku tadi minum kopi sama siapa? Di mana?" Bang Parlin menggaruk kepalanya yang mungkin tidak gatal."Bapak pergi ke dunia jin," kata Tania."Luar biasa, aku hanya satu jam minum kopi, sud