Akhirnya disepakati Bang Parlin akan maju sebagai calon kepala desa. Berkas-berkas pendaftaran pun mulai disiapkan. Bang Parlin punya ijazah paket C bisa sebagai persyaratan untuk maju sebagai calon kepala desa. Sebenarnya aku yakin Bang Parlin bisa menjalankan tugas sebagai kepala desa. Karena selama ini pun dia sudah banyak membantuku dalam tugas-tugas kepala desa.Aku mulai melihat satu persatu lawan Bang Parlin, ternyata semuanya adalah anak-anak muda yang berusia tiga puluh tahun ke bawah. Apakah Bang Parlin bisa mengalahkan anak muda yang penuh semangat?Keesokan harinya kami kedatangan tamu, seorang pemuda yang baru lulus kuliah, Abadi nama pemuda tersebut. Dia salah satu calon kepala desa."Ada apa ya, Abadi?" Tanyaku setelah mempersilahkan duduk."Benarkah Bang Parlin ikut calon kepala desa, Bu? Tanya pemuda tersebut."Iya memang benar, kenapa rupanya?" tanyaku kemudian."Bu, jujur saja saya bilang ya, kalian rakus, belum cukupkah dua periode?" "Maaf ya, bang Parlin ma
Tahapan kampanye pemilihan kepala desa makin lama makin menegangkan, karena Abadi masih melakukan kampanye hitam. Segala macam cara dilakukan untuk mempengaruhi warga. Caranya masih secara kuno yaitu mencari kejelekan melawan. Setelah gagal minta negosiasi, setelah gagal memancing emosi Bang Parllin. Ini dia buat cara baru yaitu menyerang Bang Parlin dari sekolahnya. "Apakah kita mau dipimpin oleh seseorang yang hanya tamat SD? Ijazahnya hanya paket C, jujur saya tidak rela jika saya yang seorang sarjana dipimpin oleh orang yang hanya tamat SD. Seorang pemimpin itu harus berpendidikan, " begitu narasi baru Abadi. Seperti biasa ditempelkan di tiang listrik dan pohon-pohon, bahkan dinding rumah warga pun ditempeli dengan poster tersebut. Akan tetapi sepertinya tidak ada yang bisa dia pengaruhi yang mendukungnya hanya teman-teman ke permainannya dan delapan orang calon kades yang gagal maju. Jurus terakhir dari Abadi akhirnya dia menantang Bang Parlin untuk debat terbuka. disaksikan ol
Semenjak debat calon peserta Pilkades itu, desa kami jadi geger. Jelas sekali dikatakan oleh Abadi kalau saja dia mengincar dana desa yang satu miliar satu tahun. Dia bahkan jelaskan perhitungannya yang 40% untuk dirinya 60% untuk keperluan desa. Akan tetapi Abadi masih melakukan perlawanan, perlawanannya tetap poster yang berisi makian dan himbauan. "Aku dihipnotis, dipaksa untuk mengatakan yang tidak aku tahu sama sekali. Kalian kenal bang Parlin kan dia punya ilmu sihir yang bisa mempengaruhi pikiran orang. Jangan pilih tukang sihir." Begitu narasinya kali ini.Akan tetapi sepertinya warga tak peduli lagi, bahkan poster itu dicopoti warga tanpa disuruh. Beberapa warga bahkan datang ke rumah menyatakan dukungannya. Juga mengecam perbuatan Abadi. Tak ada lagi yang mendukung Abadi bahkan saudaranya pun berbalik mendukung Bang Parlin.Satu minggu sebelum masa pencoblosan, ada minggu tenang, yaitu tidak boleh ada kegiatan kampanye, tidak boleh ada poster bertebaran, tidak boleh ada ker
Menantuku punya pendapat kalau saja Abang Parlin menghilang karena dibawa jin. Aku jadi tentu saja tidak percaya. Butet pun tidak percaya, sedangkan Ucok terus berusaha terus mencari ayahnya.Terdengar pengumuman dari masjid."Karena calon kepala desa menghilang , maka dari itu kami sebagai tetua desa mengusulkan untuk menghentikan sementara proses pencoblosan yang rencananya berlangsung hari ini. Ini untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," begitu terdengar pengumuman dari masjid Yang disuarakan lewat pengeras suara.Sementara aku sudah tak peduli lagi dengan pemilihan kepala desa, fokusku kini mencari suamiku. Akan tetapi suamiku memang seperti menghilang tanpa jejak. Pagi itu sekitar jam 06.30, para tetua desa dan alim ulama remaja masjid pendukung Bang Parlin berkumpul di rumah kami. Ada juga panitia pemilihan kepala desa."Seperti kita tahu Bang Parlin tiba-tiba menghilang sejak jam 02.00 dini hari, sementara hari ini adalah jadwal pencoblosan, dan menurut para ulama
Bang Parlin lalu pergi ke warung yang di depan pesantren, setahuku warung itu sudah tutup. Ucok mengikuti ayahnya, tinggal kami para perempuan di rumah. Padahal hari sudah menjelang dini hari."Tania, ternyata betul yang kau duga ya?" kataku pada menantuku tersebut. "Iya, Bu, tapi ternyata bukan karena terlalu lama berzikir," kata Tania."Aku kok gak percaya ya, sulit dijelaskan secara logika?" kata Butet."Ada beberapa hal yang tak bisa dijelaskan, Butet," kata Tania."Masa cuma minum kopi, hilang dua puluh empat jam?" kata Butet lagi."Dunia kita memang jauh lebih cepat, semua ada diterangkan di dalam Alquran,"kata Tania.Kami bertiga terus ngobrol sampai lama, sedangkan cantik sudah lama tidur. Beberapa saat kemudian, Bang Parlin dan Ucok sudah kembali."Aneh, warung kopi itu memang tidak buka, aku tadi minum kopi sama siapa? Di mana?" Bang Parlin menggaruk kepalanya yang mungkin tidak gatal."Bapak pergi ke dunia jin," kata Tania."Luar biasa, aku hanya satu jam minum kopi, sud
Sungguh aku tak menyangka, usaha Bang Parlin yang hanya memberikan doa keluar rumah itu bisa membuat gadis ini mendapatkan jodoh. Gadis itu nampak tersenyum, penampilannya juga berubah dari saat pertama kali datang. "Benarkah ada yang lamar?" Aku masih tak percaya."Bener, Bu, kami langsung cocok, malam minggu ini mereka akan datang mengantarkan mahar," kata gadis tersebut."Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu," kataku kemudian."Kami datang mau berterima kasih sekaligus mau mengundang Pak Parlin datang ke rumah kami mewakili alim ulama desa untuk menerima hantaran mahar mereka," kata ibu itu lagi."Baik, Bu," nanti saya sampaikan.Ibu dan gadis yang berusia 30 tahun itu permisi untuk pulang, setelah mereka pulang. Butet melah tertawa."ini hanya kebetulan, Mak tidak mungkin ayah jadi dukun," kata Butet."Entahlah, Tet,""Kita harus menatar ayah, Mak, apa kata dunia nanti, kepala desa merangkap dukun," kata Butet."Iya, Bu, Betul kata Butet, saat debat itu pun Bapak sebetulnya kala
PoV ButetMungkin aku sudah ditakdirkan jadi anak kepala desa, Setelah Mamak tak lagi menjabat, kini ayah yang jadi kepala desa. Ada yang berubah dengan ayah, kini ayah terlihat makin bijaksana. Tak lagi seperti dulu suka ngeles dan mencari pembenaran atas perbuatannya. Seperti saat kami makan malam dengan Pak Johan, Ayah tidak lagi marah-marah saat Pak Johan membicarakan soal lamaran. Biasanya ayah akan marah jika disinggung soal orang yang mau melamarku. Kami jadi diskusi terbuka, Pak Johan ingin diberi marga Batak. Ayah menyambut baik keinginan Pak Johan tersebut. Setelah jadi orang Islam, kini Pak Johan mau jadi orang Batak. Aku terharu, untuk yang pindah agama Pak Johan mengaku atas dasar keinginan sendiri. Akan tetapi pindah suku dia melakukan katanya untuk melancarkan pernikahan kami nanti. Aku juga bingung dengan hubungan kami, Apakah kamu pacaran? Rasanya tidak, jika dibandingkan dengan teman-teman yang pacaran yang malam minggu berduaan, kami tidak ada berpacaran. Apakah
Akan tetapi Sersan Hasan masih mengajak basa-basi, dia menawarkan minum, sampai menawarkan mie instan. Hampir saja aku tergoda dengan tawaran mie instan tersebut. Sampai akhirnya aku bisa menguasai diri dan hanya minta teh manis saja. "Cepatlah, aku tidak punya banyak waktu,": kataku kemudian."Kamu tidak peka, Butet," kata Sersan Hasan."Yang mau kita bahas di sini adalah kamu merusak temanku, kok malah aku yang dibilang tidak peka?" kataku kemudian."Aku melakukan semua ini masih dalam misi mendapatkanmu, Butet, kamu tidak peka, tadinya aku sengaja dekat dengan temanmu, supaya kamu cemburu, karena kata orang, salah satu cara mendapatkan wanita idaman itu adalah membuatnya cemburu, tapi dasar kamu tidak peka," kata Sersan Hasan.Aku terhenyak, sungguh pengakuan yang tidak ingin kudengar."Butet, kamu tahu dari awal, kalau aku suka padamu, ingin menjadikanmu istriku, tapi kamu malah tidak jelas, aku ajak Wulan supaya kamu cemburu dan minta dinikahi, ternyata aku salah, aku dapat aja