Rendy hanya diam sambil termenung menatap Alya yang pagi ini memimpin meeting. Tak jauh di sebelah Alya, duduk Gavin yang tampak terpana menatap Alya tak berkedip. Baru kali ini Rendy sama sekali tidak fokus dengan agenda meeting pagi. Entah mengapa karena kejadian di parkiran tadi membuat Rendy benar-benar tidak fokus dan muncul berbagai pikiran aneh di benaknya.Sekali lagi netra pekat Rendy melihat ke arah Alya yang sedang menerangkan dan Gavin yang duduk tak jauh di sebelah Alya terus menatapnya sambil mengulum senyum. Sesekali Gavin memajukan bibirnya seakan sedang memberi kecupan jauh untuk Alya. Rendy menghela napasnya berulang sambil menggelengkan kepalanya. Pikirannya pasti sangat stress kali ini sehingga sudah berprasangka yang aneh-aneh.Tidak mungkin ada hubungan spesial antara Gavin dan Alya layaknya sepasang kekasih. Mereka itu saudara, mana ada saudara yang menjalin hubungan layaknya kekasih. Selain itu dosa, juga akan menyebabkan hubungan incest. Rendy
Akhir pekan tiba dan acara yang dinantikan para karyawan perusahaan Alya pun tiba. Rendy yang mempersiapkan segalanya berharap acara penghargaan malam ini berjalan dengan lancar apalagi kali ini Rendy juga sudah mengundang beberapa rekanan kerja yang lain. Memang acaranya intern kantor, tetapi tetap saja Rendy sudah mempersiapkannya semaksimal mungkin. Acara kali ini digelar di sebuah ballroom hotel terkenal di kota mereka. Alya memang sengaja sedikit royal mengelontorkan uang untuk acara spesial ini. Dia sudah janji kepada dirinya sendiri untuk lebih memperhatikan kesejahteraan para karyawan dan salah satunya dengan acara seperti ini.Alya datang lebih awal untuk membantu Rendy menyiapkan segalanya. Rendy sangat senang, karena hanya dengan kesempatan-kesempatan kecil ini, ia bisa berinteraksi dengan Alya.“Al, lebih baik kamu duduk saja, deh. Kamu sudah rapi dan cantik gitu masak mau bantuin aku. Lagian ada EO yang menghandle semuanya, kok,” ucap Rendy. Al
Beberapa jam sebelumnya ...Gavin sudah melajukan mobilnya dengan cepat menuju rumah. Pikirannya galau karena tadi tidak sempat bertemu dan berpamitan dengan Alya. Apalagi malam ini dia sudah mengecewakan istri keduanya itu, Gavin benar-benar menyesal. Rasanya dia harus segera memutuskan semuanya dan memilih salah satu di antara mereka.Gavin terus terdiam sambil sibuk menatap lalu lintas di depannya. Yeni mengamati dengan sudut matanya dan Yeni merasa ada sesuatu yang aneh pada Gavin. Tidak biasa suaminya itu tampak tegang dan terus diam. Dia seperti sedang menyimpan sesuatu.“Mas ... .” Yeni memberanikan menginterupsi lamunan Gavin. Gavin tidak menjawab hanya menoleh ke arahnya sekilas.“Kamu ada masalah?” lagi Yeni bertanya dan pertanyaan Yeni itu membuat Gavin mengangkat kedua alisnya berbarengan.“Aku lihat kamu tampak gelisah, tidak seperti biasanya. Ada apa?” Kembali Yeni bertanya. Gavin diam dan sudah men
Gavin tersenyum menyapa Alya yang baru saja terbangun. Gadis berwajah manis itu langsung tersenyum dan merubah posisi tidurnya. Ia sudah setengah bersandar kini sambil menatap Gavin tanpa jeda.“Mas Gavin gak tidur semalam?” tanya Alya kemudian. Gavin hanya tertawa dan menggeleng.“Aku baru saja bangun, Babe,” jawab Gavin sambil menjatuhkan kecupan di kening Alya. Alya hanya manggut-manggut sambil terus menatap Gavin tak berjeda.“Tadi ponselmu bunyi, sepertinya dari Ibu dan aku tidak berani mengangkatnya jadi aku biarkan saja,” terang Gavin kemudian. Alya hanya tersenyum meringis. Dia memang kelupaan tidak mematikan ponselnya semalam. Ibunya pasti khawatir karena ia tidak pulang semalam.“Kamu tidak kirim pesan ke Ibu kalau tidak pulang semalam?” tanya Gavin kemudian. Alya tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Enggak, aku lupa, Mas. Udah biarin saja, kita langsung pulang saja habis ini biar g
Sudah hampir dua minggu berselang sejak kejadian itu, kini Yeni semakin menyadari dirinya. Ia tidak akan mengemis kepada Gavin untuk mendapatkan belaian dan sentuhan. Yeni tidak mau harga dirinya semakin tak ada artinya. Jadi dia memutuskan membiarkannya saja. Yeni berharap suatu saat Gavin memaafkannya dan kembali seperti Gavin yang dia kenal dulu.Sudah beberapa hari ini juga Gavin selalu pulang malam. Perusahaan Alya memang sedang melakukan ekspansi ke segala bidang. Bukan hanya pembangunan perumahan saja yang dia tangani, perkantoran, gedung pencakar langit bahkan beberapa mall terkenal sudah memakai jasa kontruksi milik Alya. Bahkan karena hal itu juga membuat Alya sering melakukan kunjungan keluar kota, seperti hari ini.Sejak kemarin pagi, Alya sudah merasa tubuhnya tidak enak. Kepalanya pusing, badan meriang dan dia sangat mudah lelah. Sebenarnya Gavin sudah melarang Alya untuk melakukan kunjungan, tetapi istri keduanya itu bersikeras berangkat untuk meninjau p
Gavin terdiam sambil menatap sosok pria berwajah manis dengan rambut ikal itu yang tak lain Rendy. Gavin tidak tahu mengapa juga Rendy tiba-tiba ada di rumah sakit ini. Jangan sampai Rendy tahu tentang kondisi Alya yang sedang hamil muda. Dia belum membuat pengumuman dan Gavin tidak mau semua orang tahu tentang ini.“Gimana keadaan Alya?” tanya Rendy kemudian. Ia sudah berjalan mendekat dan berdiri di samping Gavin seraya melihat Alya yang sedang tertidur tenang.“Dia sudah lebih baik. Dia hanya kelelahan,” jawab Gavin. Dia tidak berani memberitahu alasan tepat penyebab Alya kelelahan.“Kok kamu tahu Alya masuk rumah sakit?” lanjut Gavin bertanya. Rendy tersenyum sambil menyentuh bahu Gavin dengan lembut.“Aku tadi ke kantor dan tanya ke Rini, lalu dia cerita kalau kamu dan Alya di sini. Rini juga cerita kalau Alya pingsan,” jelas Rendy. Gavin hanya diam dan menganggukkan kepala. Ternyata Rini yang memberita
Rendy sudah kembali ke kantor usai diminta Gavin menghandle semuanya. Memang tiga sekawan itu adalah orang penting di kantor Alya dan mereka selalu bergantian menghandle bila salah satu tidak di tempat. Menjelang sore, Rendy sudah pulang lebih dulu. Dia sengaja ingin menjenguk Alya lagi. Rendy juga berpikir untuk mengganti Gavin berjaga.Rendy setengah berlarian menyusuri lorong rumah sakit. Dia sudah bertanya di meja informasi tentang letak kamar Alya. Ternyata Gavin meletakkan Alya di kamar vvip sehingga sedikit sekali orang yang berlalu lalang di sana.Rendy tersenyum saat melihat nomor kamar yang ia tuju. Tangannya sudah memegang handle siap membuka namun, urung dia lakukan saat Rendy mendengar percakapan Alya dan Gavin.“Kamu yakin akan melakukan ini, Mas? Memberitahu ke semua orang tentang hubungan kita?” ucap Alya. Rendy sontak menghentikan langkahnya. Alisnya mengernyit seakan sedang menanyakan sesuatu.“Hubungan? Hubungan apa?&r
Rendy terdiam duduk di sudut kafe ditemani secangkir kopi panas yang baru saja diantarkan oleh pelayan. Jemari tangannya sibuk mengetuk meja sedari tadi seakan ada yang sedang dipikirkannya. Ini sudah lima hari sejak Alya dirawat di rumah sakit. Tadi siang Rendy sengaja berkunjung ke sana untuk melihat keadaannya namun, kata perawat Alya sudah keluar dari rumah sakit pagi harinya.Rendy bahkan sempat mampir ke apartemen Alya dan Gavin hanya sekedar untuk melihat keberadaan dua insan yang dimabuk cinta itu, tetapi Rendy tidak menemukan mereka di dua tempat itu. Kalau pulang ke rumah Alya atau ke rumah Gavin juga tidak mungkin. Rendy berasumsi kalau mereka berdua punya tempat tersendiri yang tidak diketahui siapa pun.“Benar-benar licik Gavin. Dia sudah memperhitungkan segalanya ternyata. SIALAN!! Aku benar-benar terkecoh oleh sikap mereka berdua selama ini,” rutuk Rendy kesal.Rendy menghela napas panjang sambil melirik jam di tangannya. Ia kesal menu
Gavin bergegas turun dari mobil usai memarkirnya. Entah mengapa Bu Aminah tiba-tiba menelepon sore tadi dan memintanya datang ke rumah. Gavin menghentikan langkahnya saat melihat mobil Alya yang baru saja datang. Alya segera turun dari mobil dan berjalan menghampiri Gavin. Mereka berdua terlihat canggung, mungkin karena sudah lama tidak bertemu dan jarangnya komunikasi. Kemudian Gavin yang lebih dulu jalan mendekat dan langsung merengkuh Alya dalam pelukannya. Ia memeluk Alya dengan sangat erat seakan takut kehilangan. Alya hanya terdiam dalam pelukan suami sekaligus kakak angkatnya. “Maafkan aku, Babe. Aku janji akan memperbaiki semuanya,” cicit Gavin lirih sambil mengecup kening Alya sekilas. Alya mengangguk sambil tersenyum. Mereka kemudian sudah berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Gavin dan Alya sedikit terkejut saat melihat sudah banyak orang di dalam ruang tamu. Ada Yeni beserta bibi dan pamannya, ada Bu Tari, ibu pemilik panti asuhan tempat Gavin diadopsi dulu, ada bude
Alya baru saja memarkir mobilnya dan berjalan lesu menuju lift, dia tidak melihat mobil Gavin di sana. Alya bisa memastikan kalau suami sekaligus kakak angkatnya itu tidak masuk kerja lagi kali ini. Sebuah helaan napas panjang keluar dari bibir seksi Alya. Ia sudah menekan tombol di lift dan bergegas masuk saat pintunya terbuka.Sepi dan hening pagi ini, tidak seperti hari biasanya kali ini suasana sedikit sunyi. Padahal telinga Alya akhir-akhir ini sering mendengar lebah yang berdengung. Lebah-lebah itu selalu sibuk menjelekkan namanya dan juga nama Gavin. Alya sudah biasa mendengarnya jadi sedikit aneh jika kali ini, dia tidak mendnegar suara berdengung itu.Perlahan Alya masuk ke ruangannya. Rini belum datang dan Alya bisa melihat mejanya yang masih rapi, kosong belum terisi. Alya segera mengeluarkan isi di dalam paper bag yang dibawanya dari rumah. Bu Aminah sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Alya juga sebuah susu ibu hamil sebagai pelengkapnya.Alya tersen
Sudah hampir sepekan sejak peristiwa heboh pertengkaran Alya dan Yeni di kantor, sejak hari itu juga gosip dan rumor aneh-aneh semakin berkembang cepat dari mulut ke mulut. Ujung-ujungnya selalu menyalahkan pihak ketiga alias sang pelakor yang notabene dalam hal ini adalah Alya. Setiap kesempatan di kantor, Alya selalu dikucilkan. Para karyawan dari bawahan hingga setaraf manager sibuk menggunjingkan dirinya. Bahkan Alya sekarang tidak pernah melakukan meeting pagi.Dia memang masih berangkat ngantor namun hanya diam di dalam ruangannya sibuk mengerjakan tugasnya. Datang lebih awal dan pulang paling terakhir. Alya tidak tahan dengan gunjingan dan rumor yang terus menjelekkan namanya, jadi dia lebih memilih berdiam di ruangan saja. Hal yang sama lebih parah menimpa Gavin, dia malah tidak masuk kerja hingga beberapa hari.Gavin benar-benar depresi, belum habis dukanya akan kehilangan Putri dan penyesalan mendalam ditambah kini keadaan kantor yang semakin tidak nyaman. Se
Sudah hampir dua hari berselang dan Gavin selalu melalui hari yang sama, berangkat kerja, parkir di tempat biasa lalu naik lift harus bersamaan dengan para karyawan yang terus sibuk membicarakannya. Seperti pagi ini, padahal Gavin sudah berniat berangkat pagi agar tidak satu lift dengan para karyawan tukang ghibah itu. Namun, ternyata dia salah. Gavin kembali bertemu dengan karyawan tukang ghibah tadi.“Selamat pagi, Pak!” sapa salah satu dari karyawan yang suka ghibah itu. Gavin hanya mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi di hari yang beda dia bertemu dengan orang yang menyebalkan.Hanya lima orang karyawan yang pangkatnya supervisor dan asisten manager sudah berada bersama Gavin di dalam lift tersebut. Kembali lima orang itu sudah kasak kusuk sambil sesekali melirik Gavin.“Pak ... kok sekarang jarang bareng sama Bu Alya. Emang sudah gak sama Bu Alya lagi?” tanya salah satu dari mereka. Gavin hanya diam menghela napas panjang.
“CABUT UCAPANMU ITU, YENI!!!” sentak Gavin penuh amarah. Yeni hanya diam dan berdiri menantang Gavin seakan siap kalau Gavin hendak memukulnya.“Jangan pernah sekalipun menyumpahi anak yang sedang dikandung Alya. Aku memang lebih mencintai Alya daripada kamu. Tapi asal kamu tahu, kamu yang membuatku seperti itu. Kamu sendiri yang menjauh saat aku ingin dekat. Kamu yang membuka lebar pintu untuk aku menikah lagi. Aku harap kamu bisa belajar menelaah kini,” pungkas Gavin.Dia sudah membalikkan badan dan bergegas pergi meninggalkan Yeni. Sontak Yeni panik, dia ikut membalikkan badan dan mengejar Gavin.“Mas!! Kamu mau ke mana? Apa kamu mau ke Alya dan minta jatah pelayanannya lagi? MAS!!!” teriak Yeni penuh amarah. Gavin tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil kemudian sudah pergi meninggalkan rumahnya.Yeni semakin kacau, ia menyesal melepas tawaran Irwan saat itu. Hanya karena ingin memperbaiki rumah tangganya,
Gavin terdiam sambil menatap jasad yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Usai menerima telepon dari Bu Aminah tadi, Gavin sangat shock. Dengan bergegas dia melarikan mobilnya ke rumah sakit dan kini dia sudah berdiri mematung di hadapan jasad buah hati kesayangannya.Gavin menyesal tidak berada di sampingnya saat Putri merenggang nyawa, Gavin menyesal tidak melihat Putri untuk terakhir kali. Dia sudah egois, mementingkan kebutuhan biologisnya dan melupakan tanggung jawabnya sebagai ayah.Hanya terdiam mematung tanpa bicara dan tanpa tangisan airmata yang dilakukan Gavin kini. Dia tidak bisa protes kepada siapa pun tentang hal ini. Dia juga tidak bisa bertanya bagaimana kondisi terakhir putrinya itu sesaat sebelum meninggal. Ini adalah penyesalan Gavin terbesar dan untuk pertama kali dia merasa gagal. Ia gagal sebagai ayah, gagal sebagai suami dan juga gagal sebagai lelaki. Tiga predikat itu telah melekat di namanya kini.Yeni berjalan menghampiri Gavin yang m
Sinar mentari pagi sudah menerobos masuk tanpa sopan menembus tirai kamar tempat Gavin terpulas. Matanya langsung mengerjap begitu sinar mentari yang hangat ini menyentuh tubuhnya. Dilihat ke samping kasur, sudah tidak ada Alya di sana. Gavin mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Gavin menyimpulkan kalau istri keduanya itu pasti sedang mandi.Gavin mengulum senyum sambil menyibak selimut dan memakai boxernya dengan sembarang. Gavin berjalan berjingkat menuju kamar mandi. Dia ingin meminta bonus tambahan kali ini ke sang Istri. Gavin selalu kecanduan jika sudah melakukan dengan Alya. Tubuh dan pesona Alya seakan terus menghipnotis dirinya dan tak bisa lepas begitu saja.CEKLEKTepat dugaan Gavin, Alya tidak mengunci pintu kamar mandi. Gavin mengulum senyum saat melihat siluet tubuh istrinya sedang berdiri di bawah shower tertutup tirai mandi. Seketika onderdil penting miliknya langsung berdiri menjulang siap menerjang kembali. Pelan Gavin berjalan mendeka
Alya tersenyum sambil menatap pria tampan di sampingnya yang sekarang sibuk mengendarai kendaraan mengurai kemacetan sore ini. Mobil Gavin sudah melaju cepat, tetapi sama sekali tidak mengarah ke rumah Bu Aminah ataupun apartemen mereka berdua. Gavin sudah mengarahkannya ke rumah mereka di tepi pantai yang terletak di luar kota.“Kita ke rumah pantai lagi, Mas?” Alya bertanya. Gavin mengangguk sambil tersenyum.“Iya, aku tidak ingin kamu cemas, Al. Lebih baik kamu beristirahat beberapa hari di sana sampai keadaan di kantor kondusif. Lagipula kerjaan di kantor bisa dihandle Rini dan Rendy,” urai Gavin kemudian. Alya hanya tersenyum sambil manggut-manggut.“Terus Mas Gavin sendiri ke mana? Aku akan ditinggal sendiri di sana? Sama juga bohong dong, Mas,” dumel Alya sambil memajukan seluruh bibirnya ke depan. Gavin tersenyum. Gemas memperhatikan ulah istri mudanya itu.“Jangan khawatir, Babe. Aku temani, kok. Aku akan
Gavin sibuk memainkan kakinya. Dia gelisah karena operasi Putri belum juga usai. Sudah hampir pukul dua siang dan belum ada tanda-tanda operasi itu selesai. Sesekali Gavin menoleh ke arah Yeni yang tampak duduk terdiam sambil menyandarkan kepalanya ke dinding. Gavin tahu kalau Yeni juga sama gelisahnya dengan dia kali ini.Gavin berdiri hendak mendekat ke arah Yeni kemudian tiba-tiba lampu di atas pintu padam dan tak lama pintu terbuka. Gavin menghela napas lega saat melihat beberapa suster sudah mendorong ranjang tidur rumah sakit tersebut. Gavin dan Yeni bergegas mengikuti.“Bagaimana keadaannya, Sus? Dia baik-baik saja, ‘kan?” tanya Gavin penasaran. Suster hanya tersenyum sambil memberi isyarat agar Gavin tenang.“Kita tunggu ya, Pak. Nanti setelah diobservasi baru tahu keadaan adek,” jawab suster itu diplomatis. Gavin mengangguk kemudian dia tiba-tiba menghentikan langkah tidak mengikuti dua suster dan Yeni yang mengiringi Putri tadi. Ponselnya sudah berdering nyaring dan Gavin te