“Telepon siapa, Al?” tanya Gavin yang tiba-tiba sudah berdiri di depannya. Alya hanya meringis sambil buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam tas.
“Eng ... telepon Rini mau bilang kalau hari ini aku ambil cuti sekalian ama ngizinin Mas Gavin. Takut dicariin anak-anak nanti,” jawab Alya sedikit berbohong.
Dia memang tidak menelepon Rini tadi melainkan sebuah biro yang menyediakan jasa detektif sayangnya belum sempat terhubung Gavin sudah keburu datang. Gavin sudah duduk di depan Alya dan segera mencomot makanan serta minuman yang ada di atas meja mereka.
“Eh, kabar Rendy gimana? Bisa gak tuh anak handle di sana. Kamu gak ingin tahu, Al,” ucap Gavin mengalihkan pembicaraan.
Alya mendecak sambil menganggukkan kepala.
“Nanti juga dia lapor kok, Mas. Aku minta dia laporan seminggu sekali kalau ada masalah, tapi aku rasa dia bisa menghandlenya. Buktinya saja semalam pulang kerja sudah meneleponku berjam-jam,&rdqu
“Dengan kantor detektif Santosa bersaudara?” tanya Alya mengawali panggilan teleponnya. Seusai menemani Gavin seharian di pantai, Alya kembali pulang. Begitu sampai rumah dia langsung masuk kamar dan melakukan panggilan ke kantor detektif swasta yang dilihatnya di laman pencarian tadi.“Saya ingin menyewa jasa Anda,” lanjut Alya bersuara. Kemudian ia terdiam seakan sedang mendengarkan penjelasan dari suara di seberang sana. Alya tampak manggut-manggut membenarkan ucapan detektif itu.“Ya, saya akan mengirim semua data orang yang harus Anda selidiki. Saya tidak mau hasil yang lama. Saya ingin secepatnya. Berapapun yang Anda minta akan saya bayar?” ucap Alya kemudian.Dia terdiam lagi sambil telinganya sibuk mendengarkan orang yang berbicara di seberang sana. Kemudian Alya tersenyum seakan baru mendengar kabar gembira untuknya.“Segera saya kirim foto dan informasi orang yang harus Anda selidiki setelah ini,”
Alya menutup pintu kamarnya dengan keras setengah membanting kemudian sudah menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Dia sangat kesal dengan ulah ibunya kali ini. Sudah berapa kali ibunya berniat menjodohkan dia dengan laki-laki yang tidak dia sukai. Sudah berapa kali juga Alya menolak.Alya menghela napas panjang sambil menatap langit-langit kamarnya. Ada bayang wajah Gavin di sana sedang tersenyum kepadanya. Alya tersenyum membalas dalam hayal.“Ya Tuhan ... andai saja kamu segera menikahiku, Mas. Aku yakin aku akan sedikit tenang,” gumam Alya.Ia ingin memejamkan mata kali ini, tetapi tetap saja matanya tidak mau terpejam. Akhirnya Alya meraih ponsel yang berada di nakas. Ia sudah melakukan panggilan ke seseorang namun, berulang kali ia melakukan panggilan tidak ada jawaban dari seberang sana. Alya mendengus kesal dan langsung meletakkan ponselnya kembali ke nakas. Ia memilih untuk memejamkan mata saja kali ini.Sementara itu Gavin sudah pulan
Keesokkan harinya sepulang kerja tanpa sepengetahuan Alya, Gavin mampir ke rumah Bu Aminah. Hari ini Alya tidak masuk kantor karena harus meninjau pembangunan sebuah proyek baru yang berada di luar kota. Seharusnya ia ingin bersama Gavin, tetapi ada Rini yang sudah menemaninya. Lagipula Alya tidak ingin semua karyawan di kantornya curiga tentang kebersamaannya dengan Gavin yang tak terpisahkan.Gavin sudah memarkir mobilnya di garasi dan beranjak turun lalu masuk ke dalam rumah. Ada Bu Aminah yang sudah menyambutnya dengan suka cita.“Kamu sudah makan, Vin?” sapa Bu Aminah begitu Gavin masuk rumah.“Belum, Bu. Tadi dari kantor langsung ke sini,” jawab Gavin.“Kalau gitu, kita ngobrol sambil makan, ya? Ibu masak kesenanganmu, rendang daging,” ucap Bu Aminah sambil menuntun Gavin masuk menuju ruang makan. Gavin menurut dan sudah berjalan beriringan dengan Bu Aminah menuju ruang makan.Gavin sudah duduk di kursi mak
Alya terdiam sambil mengulum senyum bersandar di balik pintu utama rumahnya. Gavin baru saja pulang dan Gavin sudah memberinya sesuatu yang indah untuk dibawa tidur malam ini. Semalam Alya sangat marah ke Gavin. Gara-gara sikap tidak tegas Gavin membuat dia jengkel. Apalagi dengan Bu Aminah yang gencar ingin menjodohkannya. Namun, setelah bertemu tadi hati Alya langsung melelh dan melupakan kemarahannya.Lagi-lagi sebuah senyum tersungging di raut manis Alya. Seharian ini dia memang tidak bertemu Gavin. Dia sangat merindukannya dan ternyata yang dirindukan datang sendiri ke rumah. Alya menunduk sambil menyentuh bibirnya dengan lembut. Matanya terpejam dan sengaja ingin merekam lebih lama saat Gavin mengecupnya tadi.“Kamu sudah datang, Al?” tanya Bu Aminah. Beliau tiba-tiba sudah muncul berdiri di depan Alya dan menatapnya dengan pandangan aneh. Alya sontak membuka mata dan menganggukkan kepala. Sebuah senyuman masih tersungging di wajah manisnya membuat Bu
Gavin mengerjapkan mata sambil melirik ke arah sebelahnya. Dia tidak melihat Putri terlelap di sana. Apa buah hatinya sudah bangun? Tapi siapa yang mengangkatnya. Tidak mungkin babysitter berani masuk ke kamar Gavin. Gavin bergegas bangun dan beranjak hendak keluar kamar. Namun, langkahnya langsung terhenti saat melihat Yeni masuk ke dalam kamar sambil menggendong Putri.“Eh ... Papa sudah bangun. Selamat pagi, Papa!!” sapa Yeni sambil menggerakkan tangan Putri yang berada di gendongannya. Gavin terdiam. Dia tidak bisa berkata apa-apa namun, sorot matanya yang sipit sudah berbinar kesenangan.“Mau sarapan apa, Mas? Aku masakin!” ucap Yeni lagi sambil tersenyum ke arah Gavin.Gavin sedikit terkejut dengan pertanyaan Yeni kali ini. Sejak dia bekerja dan ada ART di rumah, Yeni tidak pernah memasak untuknya. Mengapa kali ini dia menawarkan sarapan pagi untuk Gavin.“Eng ... terserah kamu, Sayang,” jawab Gavin akhirnya. Yeni
Istirahat makan siang, Alya menghampiri Gavin di ruangannya selain untuk makan siang bersama, Alya juga berencana menunjukkan sesuatu ke Gavin. Alya sudah duduk bersebelahan dengan Gavin kemudian mulai membuka bekal makanan yang dibawakan Yeni tadi. Ada nasi putih, sambal goreng kentang ati, mie dan juga tumis kacang panjang ditambah ayam goreng. Semuanya terlihat menggoda selera Alya.Alya jadi teringat saat dulu dibawakan bekal juga oleh Yeni. Dia sempat tidak mau memakannya bahkan gara-gara itu juga ia jadi belajar masak. Tetapi sepertinya saat ini Alya mengalah saja dan akan menghabiskan semua bekal makanan yang dibawakan Yeni. Anggap saja ini pemberian dari istri pertama untuk istri kedua. Alya sudah mengulum senyum menertawakan benaknya yang melintas. Gavin melihatnya dan menoleh ke arah Alya.“Kenapa? Kok senyum-senyum gitu? Seneng dibawain bekal?” tanya Gavin.Alya buru-buru menarik senyumnya. Siapa juga yang senang dibawakan bekal, dia bersi
Alya terkejut mendengar ucapan Gavin barusan. Gavin bilang dia tahu kalau Yeni berselingkuh, lalu mengapa dia diam saja selama ini.“Apa maksudmu, Mas? Kamu tahu Yeni selingkuh selama ini?” cercah Alya dengan pertanyaan.Gavin diam tidak bicara kemudian malah meminta Alya pindah posisi, berganti dia yang mengemudi. Pembicaraan mereka terhenti dan Alya menuruti kemauan Gavin. Mobil yang mereka tumpangi sudah berlalu pergi meninggalkan hotel itu. Alya mendecak kesal, matanya terus menatap Gavin dengan tatapan penuh amarah. Seharusnya Gavin yang merasakan amarah ini. Dia yang sudah dikhianati istrinya, tetapi nyatanya dia santai saja. Atau mungkin karena Gavin tidak benar-benar mencintai Yeni.Alya menghela napas panjang dan kini mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil. Ia sedang kesal dan tidak tahu harus berbuat apa untuk membuat Gavin sadar.“Sebenarnya aku hanya menduganya, Al. Perasaan suami jika istrinya sudah berubah itu selalu
Gavin termenung duduk menyendiri di sudut kamarnya. Usai menguntit Yeni dan pembicaraan yang alot dengan Alya. Gavin dan Alya memutuskan langsung kembali ke rumah masing-masing. Hari sudah sangat sore sehingga mereka tidak melanjutkan pekerjaannya. Kini Gavin sudah tiba di rumah dan duduk menyendiri di dalam kamar.Ia yakin hari ini pasti Yeni akan pulang terlambat atau bisa jadi tidak akan pulang. Bukankah dia tadi sedang di puncak bersama bos tercinta. Mana mungkin mereka akan menghabiskan waktu sebentar, itu rasanya tidak mungkin. Gavin berulang menghela napas panjang sambil tangannya sibuk memijat keningnya. Entah mengapa pening tiba-tiba menerpa dirinya saat ini.Kejadian hari ini benar-benar membuat kepala Gavin sakit. Pada akhirnya dia tahu Yeni berselingkuh di belakangnya kemudian Alya yang terus menuntut agar dinikahi. Sebenarnya kalau dipikir-pikir Alya tidak salah sama sekali. Mungkin dia ingin menyembuhkan sakit hati Gavin dan membuat Gavin kembali ceria se
Gavin bergegas turun dari mobil usai memarkirnya. Entah mengapa Bu Aminah tiba-tiba menelepon sore tadi dan memintanya datang ke rumah. Gavin menghentikan langkahnya saat melihat mobil Alya yang baru saja datang. Alya segera turun dari mobil dan berjalan menghampiri Gavin. Mereka berdua terlihat canggung, mungkin karena sudah lama tidak bertemu dan jarangnya komunikasi. Kemudian Gavin yang lebih dulu jalan mendekat dan langsung merengkuh Alya dalam pelukannya. Ia memeluk Alya dengan sangat erat seakan takut kehilangan. Alya hanya terdiam dalam pelukan suami sekaligus kakak angkatnya. “Maafkan aku, Babe. Aku janji akan memperbaiki semuanya,” cicit Gavin lirih sambil mengecup kening Alya sekilas. Alya mengangguk sambil tersenyum. Mereka kemudian sudah berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Gavin dan Alya sedikit terkejut saat melihat sudah banyak orang di dalam ruang tamu. Ada Yeni beserta bibi dan pamannya, ada Bu Tari, ibu pemilik panti asuhan tempat Gavin diadopsi dulu, ada bude
Alya baru saja memarkir mobilnya dan berjalan lesu menuju lift, dia tidak melihat mobil Gavin di sana. Alya bisa memastikan kalau suami sekaligus kakak angkatnya itu tidak masuk kerja lagi kali ini. Sebuah helaan napas panjang keluar dari bibir seksi Alya. Ia sudah menekan tombol di lift dan bergegas masuk saat pintunya terbuka.Sepi dan hening pagi ini, tidak seperti hari biasanya kali ini suasana sedikit sunyi. Padahal telinga Alya akhir-akhir ini sering mendengar lebah yang berdengung. Lebah-lebah itu selalu sibuk menjelekkan namanya dan juga nama Gavin. Alya sudah biasa mendengarnya jadi sedikit aneh jika kali ini, dia tidak mendnegar suara berdengung itu.Perlahan Alya masuk ke ruangannya. Rini belum datang dan Alya bisa melihat mejanya yang masih rapi, kosong belum terisi. Alya segera mengeluarkan isi di dalam paper bag yang dibawanya dari rumah. Bu Aminah sudah menyiapkan sarapan pagi untuk Alya juga sebuah susu ibu hamil sebagai pelengkapnya.Alya tersen
Sudah hampir sepekan sejak peristiwa heboh pertengkaran Alya dan Yeni di kantor, sejak hari itu juga gosip dan rumor aneh-aneh semakin berkembang cepat dari mulut ke mulut. Ujung-ujungnya selalu menyalahkan pihak ketiga alias sang pelakor yang notabene dalam hal ini adalah Alya. Setiap kesempatan di kantor, Alya selalu dikucilkan. Para karyawan dari bawahan hingga setaraf manager sibuk menggunjingkan dirinya. Bahkan Alya sekarang tidak pernah melakukan meeting pagi.Dia memang masih berangkat ngantor namun hanya diam di dalam ruangannya sibuk mengerjakan tugasnya. Datang lebih awal dan pulang paling terakhir. Alya tidak tahan dengan gunjingan dan rumor yang terus menjelekkan namanya, jadi dia lebih memilih berdiam di ruangan saja. Hal yang sama lebih parah menimpa Gavin, dia malah tidak masuk kerja hingga beberapa hari.Gavin benar-benar depresi, belum habis dukanya akan kehilangan Putri dan penyesalan mendalam ditambah kini keadaan kantor yang semakin tidak nyaman. Se
Sudah hampir dua hari berselang dan Gavin selalu melalui hari yang sama, berangkat kerja, parkir di tempat biasa lalu naik lift harus bersamaan dengan para karyawan yang terus sibuk membicarakannya. Seperti pagi ini, padahal Gavin sudah berniat berangkat pagi agar tidak satu lift dengan para karyawan tukang ghibah itu. Namun, ternyata dia salah. Gavin kembali bertemu dengan karyawan tukang ghibah tadi.“Selamat pagi, Pak!” sapa salah satu dari karyawan yang suka ghibah itu. Gavin hanya mengangguk sambil tersenyum. Sekali lagi di hari yang beda dia bertemu dengan orang yang menyebalkan.Hanya lima orang karyawan yang pangkatnya supervisor dan asisten manager sudah berada bersama Gavin di dalam lift tersebut. Kembali lima orang itu sudah kasak kusuk sambil sesekali melirik Gavin.“Pak ... kok sekarang jarang bareng sama Bu Alya. Emang sudah gak sama Bu Alya lagi?” tanya salah satu dari mereka. Gavin hanya diam menghela napas panjang.
“CABUT UCAPANMU ITU, YENI!!!” sentak Gavin penuh amarah. Yeni hanya diam dan berdiri menantang Gavin seakan siap kalau Gavin hendak memukulnya.“Jangan pernah sekalipun menyumpahi anak yang sedang dikandung Alya. Aku memang lebih mencintai Alya daripada kamu. Tapi asal kamu tahu, kamu yang membuatku seperti itu. Kamu sendiri yang menjauh saat aku ingin dekat. Kamu yang membuka lebar pintu untuk aku menikah lagi. Aku harap kamu bisa belajar menelaah kini,” pungkas Gavin.Dia sudah membalikkan badan dan bergegas pergi meninggalkan Yeni. Sontak Yeni panik, dia ikut membalikkan badan dan mengejar Gavin.“Mas!! Kamu mau ke mana? Apa kamu mau ke Alya dan minta jatah pelayanannya lagi? MAS!!!” teriak Yeni penuh amarah. Gavin tidak menjawab dan langsung masuk ke dalam mobil kemudian sudah pergi meninggalkan rumahnya.Yeni semakin kacau, ia menyesal melepas tawaran Irwan saat itu. Hanya karena ingin memperbaiki rumah tangganya,
Gavin terdiam sambil menatap jasad yang sudah ditutupi kain berwarna putih. Usai menerima telepon dari Bu Aminah tadi, Gavin sangat shock. Dengan bergegas dia melarikan mobilnya ke rumah sakit dan kini dia sudah berdiri mematung di hadapan jasad buah hati kesayangannya.Gavin menyesal tidak berada di sampingnya saat Putri merenggang nyawa, Gavin menyesal tidak melihat Putri untuk terakhir kali. Dia sudah egois, mementingkan kebutuhan biologisnya dan melupakan tanggung jawabnya sebagai ayah.Hanya terdiam mematung tanpa bicara dan tanpa tangisan airmata yang dilakukan Gavin kini. Dia tidak bisa protes kepada siapa pun tentang hal ini. Dia juga tidak bisa bertanya bagaimana kondisi terakhir putrinya itu sesaat sebelum meninggal. Ini adalah penyesalan Gavin terbesar dan untuk pertama kali dia merasa gagal. Ia gagal sebagai ayah, gagal sebagai suami dan juga gagal sebagai lelaki. Tiga predikat itu telah melekat di namanya kini.Yeni berjalan menghampiri Gavin yang m
Sinar mentari pagi sudah menerobos masuk tanpa sopan menembus tirai kamar tempat Gavin terpulas. Matanya langsung mengerjap begitu sinar mentari yang hangat ini menyentuh tubuhnya. Dilihat ke samping kasur, sudah tidak ada Alya di sana. Gavin mendengar suara gemericik air di kamar mandi. Gavin menyimpulkan kalau istri keduanya itu pasti sedang mandi.Gavin mengulum senyum sambil menyibak selimut dan memakai boxernya dengan sembarang. Gavin berjalan berjingkat menuju kamar mandi. Dia ingin meminta bonus tambahan kali ini ke sang Istri. Gavin selalu kecanduan jika sudah melakukan dengan Alya. Tubuh dan pesona Alya seakan terus menghipnotis dirinya dan tak bisa lepas begitu saja.CEKLEKTepat dugaan Gavin, Alya tidak mengunci pintu kamar mandi. Gavin mengulum senyum saat melihat siluet tubuh istrinya sedang berdiri di bawah shower tertutup tirai mandi. Seketika onderdil penting miliknya langsung berdiri menjulang siap menerjang kembali. Pelan Gavin berjalan mendeka
Alya tersenyum sambil menatap pria tampan di sampingnya yang sekarang sibuk mengendarai kendaraan mengurai kemacetan sore ini. Mobil Gavin sudah melaju cepat, tetapi sama sekali tidak mengarah ke rumah Bu Aminah ataupun apartemen mereka berdua. Gavin sudah mengarahkannya ke rumah mereka di tepi pantai yang terletak di luar kota.“Kita ke rumah pantai lagi, Mas?” Alya bertanya. Gavin mengangguk sambil tersenyum.“Iya, aku tidak ingin kamu cemas, Al. Lebih baik kamu beristirahat beberapa hari di sana sampai keadaan di kantor kondusif. Lagipula kerjaan di kantor bisa dihandle Rini dan Rendy,” urai Gavin kemudian. Alya hanya tersenyum sambil manggut-manggut.“Terus Mas Gavin sendiri ke mana? Aku akan ditinggal sendiri di sana? Sama juga bohong dong, Mas,” dumel Alya sambil memajukan seluruh bibirnya ke depan. Gavin tersenyum. Gemas memperhatikan ulah istri mudanya itu.“Jangan khawatir, Babe. Aku temani, kok. Aku akan
Gavin sibuk memainkan kakinya. Dia gelisah karena operasi Putri belum juga usai. Sudah hampir pukul dua siang dan belum ada tanda-tanda operasi itu selesai. Sesekali Gavin menoleh ke arah Yeni yang tampak duduk terdiam sambil menyandarkan kepalanya ke dinding. Gavin tahu kalau Yeni juga sama gelisahnya dengan dia kali ini.Gavin berdiri hendak mendekat ke arah Yeni kemudian tiba-tiba lampu di atas pintu padam dan tak lama pintu terbuka. Gavin menghela napas lega saat melihat beberapa suster sudah mendorong ranjang tidur rumah sakit tersebut. Gavin dan Yeni bergegas mengikuti.“Bagaimana keadaannya, Sus? Dia baik-baik saja, ‘kan?” tanya Gavin penasaran. Suster hanya tersenyum sambil memberi isyarat agar Gavin tenang.“Kita tunggu ya, Pak. Nanti setelah diobservasi baru tahu keadaan adek,” jawab suster itu diplomatis. Gavin mengangguk kemudian dia tiba-tiba menghentikan langkah tidak mengikuti dua suster dan Yeni yang mengiringi Putri tadi. Ponselnya sudah berdering nyaring dan Gavin te