Gavin baru saja keluar dari kamar mandi dan berjalan dengan gontai menuju meja makan. Ada Alya yang sedang membuatkan telur mata sapi dan kopi untuknya. Gavin mendekat dan memeluk Alya dari belakang. Spontan Alya berjingkat mendapat perlakuan dari kakak angkatnya.
“Kamu masak apa, Al?” lirih Gavin bertanya.
Alya meringis sambil bergidik geli saat Gavin sudah mulai mengecup pipinya.
“Eng ... aku hanya menemukan ini di kulkas, Mas. Kamu sudah lama tidak ke sini, ya?” jelas Alya sambil menunjukkan telur mata sapi dan beberapa sosis yang baru saja ia goreng.
Gavin tersenyum dan kembali mengecup pipi Alya sekilas. Ia sudah mengurai pelukan dan beranjak ke kursi makan.
“Gak papa, Al. Aku juga malas makan pagi ini,” jawab Gavin sambil menyesap kopi yang sudah dihidangkan Alya. Alya terdiam dan berjalan menghampiri sambil membawa sarapan ala kadarnya yang ia buat.
“Mas Gavin kepikiran Yeni?” tebak Alya
“Telepon siapa, Al?” tanya Gavin yang tiba-tiba sudah berdiri di depannya. Alya hanya meringis sambil buru-buru memasukkan ponselnya ke dalam tas.“Eng ... telepon Rini mau bilang kalau hari ini aku ambil cuti sekalian ama ngizinin Mas Gavin. Takut dicariin anak-anak nanti,” jawab Alya sedikit berbohong.Dia memang tidak menelepon Rini tadi melainkan sebuah biro yang menyediakan jasa detektif sayangnya belum sempat terhubung Gavin sudah keburu datang. Gavin sudah duduk di depan Alya dan segera mencomot makanan serta minuman yang ada di atas meja mereka.“Eh, kabar Rendy gimana? Bisa gak tuh anak handle di sana. Kamu gak ingin tahu, Al,” ucap Gavin mengalihkan pembicaraan.Alya mendecak sambil menganggukkan kepala.“Nanti juga dia lapor kok, Mas. Aku minta dia laporan seminggu sekali kalau ada masalah, tapi aku rasa dia bisa menghandlenya. Buktinya saja semalam pulang kerja sudah meneleponku berjam-jam,&rdqu
“Dengan kantor detektif Santosa bersaudara?” tanya Alya mengawali panggilan teleponnya. Seusai menemani Gavin seharian di pantai, Alya kembali pulang. Begitu sampai rumah dia langsung masuk kamar dan melakukan panggilan ke kantor detektif swasta yang dilihatnya di laman pencarian tadi.“Saya ingin menyewa jasa Anda,” lanjut Alya bersuara. Kemudian ia terdiam seakan sedang mendengarkan penjelasan dari suara di seberang sana. Alya tampak manggut-manggut membenarkan ucapan detektif itu.“Ya, saya akan mengirim semua data orang yang harus Anda selidiki. Saya tidak mau hasil yang lama. Saya ingin secepatnya. Berapapun yang Anda minta akan saya bayar?” ucap Alya kemudian.Dia terdiam lagi sambil telinganya sibuk mendengarkan orang yang berbicara di seberang sana. Kemudian Alya tersenyum seakan baru mendengar kabar gembira untuknya.“Segera saya kirim foto dan informasi orang yang harus Anda selidiki setelah ini,”
Alya menutup pintu kamarnya dengan keras setengah membanting kemudian sudah menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Dia sangat kesal dengan ulah ibunya kali ini. Sudah berapa kali ibunya berniat menjodohkan dia dengan laki-laki yang tidak dia sukai. Sudah berapa kali juga Alya menolak.Alya menghela napas panjang sambil menatap langit-langit kamarnya. Ada bayang wajah Gavin di sana sedang tersenyum kepadanya. Alya tersenyum membalas dalam hayal.“Ya Tuhan ... andai saja kamu segera menikahiku, Mas. Aku yakin aku akan sedikit tenang,” gumam Alya.Ia ingin memejamkan mata kali ini, tetapi tetap saja matanya tidak mau terpejam. Akhirnya Alya meraih ponsel yang berada di nakas. Ia sudah melakukan panggilan ke seseorang namun, berulang kali ia melakukan panggilan tidak ada jawaban dari seberang sana. Alya mendengus kesal dan langsung meletakkan ponselnya kembali ke nakas. Ia memilih untuk memejamkan mata saja kali ini.Sementara itu Gavin sudah pulan
Keesokkan harinya sepulang kerja tanpa sepengetahuan Alya, Gavin mampir ke rumah Bu Aminah. Hari ini Alya tidak masuk kantor karena harus meninjau pembangunan sebuah proyek baru yang berada di luar kota. Seharusnya ia ingin bersama Gavin, tetapi ada Rini yang sudah menemaninya. Lagipula Alya tidak ingin semua karyawan di kantornya curiga tentang kebersamaannya dengan Gavin yang tak terpisahkan.Gavin sudah memarkir mobilnya di garasi dan beranjak turun lalu masuk ke dalam rumah. Ada Bu Aminah yang sudah menyambutnya dengan suka cita.“Kamu sudah makan, Vin?” sapa Bu Aminah begitu Gavin masuk rumah.“Belum, Bu. Tadi dari kantor langsung ke sini,” jawab Gavin.“Kalau gitu, kita ngobrol sambil makan, ya? Ibu masak kesenanganmu, rendang daging,” ucap Bu Aminah sambil menuntun Gavin masuk menuju ruang makan. Gavin menurut dan sudah berjalan beriringan dengan Bu Aminah menuju ruang makan.Gavin sudah duduk di kursi mak
Alya terdiam sambil mengulum senyum bersandar di balik pintu utama rumahnya. Gavin baru saja pulang dan Gavin sudah memberinya sesuatu yang indah untuk dibawa tidur malam ini. Semalam Alya sangat marah ke Gavin. Gara-gara sikap tidak tegas Gavin membuat dia jengkel. Apalagi dengan Bu Aminah yang gencar ingin menjodohkannya. Namun, setelah bertemu tadi hati Alya langsung melelh dan melupakan kemarahannya.Lagi-lagi sebuah senyum tersungging di raut manis Alya. Seharian ini dia memang tidak bertemu Gavin. Dia sangat merindukannya dan ternyata yang dirindukan datang sendiri ke rumah. Alya menunduk sambil menyentuh bibirnya dengan lembut. Matanya terpejam dan sengaja ingin merekam lebih lama saat Gavin mengecupnya tadi.“Kamu sudah datang, Al?” tanya Bu Aminah. Beliau tiba-tiba sudah muncul berdiri di depan Alya dan menatapnya dengan pandangan aneh. Alya sontak membuka mata dan menganggukkan kepala. Sebuah senyuman masih tersungging di wajah manisnya membuat Bu
Gavin mengerjapkan mata sambil melirik ke arah sebelahnya. Dia tidak melihat Putri terlelap di sana. Apa buah hatinya sudah bangun? Tapi siapa yang mengangkatnya. Tidak mungkin babysitter berani masuk ke kamar Gavin. Gavin bergegas bangun dan beranjak hendak keluar kamar. Namun, langkahnya langsung terhenti saat melihat Yeni masuk ke dalam kamar sambil menggendong Putri.“Eh ... Papa sudah bangun. Selamat pagi, Papa!!” sapa Yeni sambil menggerakkan tangan Putri yang berada di gendongannya. Gavin terdiam. Dia tidak bisa berkata apa-apa namun, sorot matanya yang sipit sudah berbinar kesenangan.“Mau sarapan apa, Mas? Aku masakin!” ucap Yeni lagi sambil tersenyum ke arah Gavin.Gavin sedikit terkejut dengan pertanyaan Yeni kali ini. Sejak dia bekerja dan ada ART di rumah, Yeni tidak pernah memasak untuknya. Mengapa kali ini dia menawarkan sarapan pagi untuk Gavin.“Eng ... terserah kamu, Sayang,” jawab Gavin akhirnya. Yeni
Istirahat makan siang, Alya menghampiri Gavin di ruangannya selain untuk makan siang bersama, Alya juga berencana menunjukkan sesuatu ke Gavin. Alya sudah duduk bersebelahan dengan Gavin kemudian mulai membuka bekal makanan yang dibawakan Yeni tadi. Ada nasi putih, sambal goreng kentang ati, mie dan juga tumis kacang panjang ditambah ayam goreng. Semuanya terlihat menggoda selera Alya.Alya jadi teringat saat dulu dibawakan bekal juga oleh Yeni. Dia sempat tidak mau memakannya bahkan gara-gara itu juga ia jadi belajar masak. Tetapi sepertinya saat ini Alya mengalah saja dan akan menghabiskan semua bekal makanan yang dibawakan Yeni. Anggap saja ini pemberian dari istri pertama untuk istri kedua. Alya sudah mengulum senyum menertawakan benaknya yang melintas. Gavin melihatnya dan menoleh ke arah Alya.“Kenapa? Kok senyum-senyum gitu? Seneng dibawain bekal?” tanya Gavin.Alya buru-buru menarik senyumnya. Siapa juga yang senang dibawakan bekal, dia bersi
Alya terkejut mendengar ucapan Gavin barusan. Gavin bilang dia tahu kalau Yeni berselingkuh, lalu mengapa dia diam saja selama ini.“Apa maksudmu, Mas? Kamu tahu Yeni selingkuh selama ini?” cercah Alya dengan pertanyaan.Gavin diam tidak bicara kemudian malah meminta Alya pindah posisi, berganti dia yang mengemudi. Pembicaraan mereka terhenti dan Alya menuruti kemauan Gavin. Mobil yang mereka tumpangi sudah berlalu pergi meninggalkan hotel itu. Alya mendecak kesal, matanya terus menatap Gavin dengan tatapan penuh amarah. Seharusnya Gavin yang merasakan amarah ini. Dia yang sudah dikhianati istrinya, tetapi nyatanya dia santai saja. Atau mungkin karena Gavin tidak benar-benar mencintai Yeni.Alya menghela napas panjang dan kini mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil. Ia sedang kesal dan tidak tahu harus berbuat apa untuk membuat Gavin sadar.“Sebenarnya aku hanya menduganya, Al. Perasaan suami jika istrinya sudah berubah itu selalu