“Mas ... jangan lupa nanti pulang agak sore, ya? Hari ini aku waktunya kontrol,” ucap Yeni mengingatkan saat Gavin hendak berangkat kerja pagi itu.
“Iya, Sayang. Aku ingat, kok. Terus kamu masih ada keluhan, gak?” kata Gavin balik bertanya.
Yeni menggeleng sambil tersenyum.
“Sepertinya sudah gak, Mas. Lagian ini sudah mau bulan ketiga, aku rasa si dedek udah pinter gak bikin mamanya mual terus.”
Gavin tersenyum, sambil mengecup lembut kening Yeni.
“Ya sudah, kalau gitu aku berangkat dulu, ya?” pamit Gavin kemudian.
Yeni sudah menganggukkan kepala sambil mengantar Gavin hingga ke depan pintu. Begitu Gavin sudah berlalu pergi, Yeni kembali meneruskan aktivitas lagi. Ia memang sudah tidak seperti awal-awal hamil dulu sehingga bisa melakukan kegiatan seperti biasa.
Sementara Gavin sudah melajukan mobilnya menuju kantor, tak sampai setengah jam dia sudah tiba di sana. Gavin baru saja memarkir
Lagi-lagi Yeni melihat Gavin berulang menundukkan kepala sambil menarik napas panjang seakan baru saja mengambil keputusan sulit dalam hidupnya. Entah sejak menelepon Alya tadi, Gavin tampak semakin gelisah dan Yeni melihat keanehan suaminya itu.“Mas ... ,” panggil Yeni.Gavin tampak tersentak kaget dan menoleh ke arah Yeni. Mereka sudah di dalam mobil perjalanan pulang.“Kamu kenapa sih, Mas? Kok dari tadi terlihat gelisah terus?” lanjut Yeni bertanya.“Eng ... gak papa kok, Sayang. Gak ada apa-apa,” bohong Gavin.Yeni menghela napas sambil menyandarkan punggungnya ke kursi.“Jangan bohong deh, Mas. Aku itu tahu kamu sedang ada masalah, kenapa gak terus terang saja, sih,” urai Yeni sedikit jengkel.Gavin terdiam kemudian melirik ke arah Yeni dengan cemas. Ia sudah menghela napas lagi kemudian menganggukkan kepala.“Sebenarnya hari ini aku ada undangan ke acara pernikahan p
“Alya, om kira kamu tidak akan datang,” ucap Pak Wira begitu Alya maju ke atas pelaminan untuk bersalaman dengan Pak Wira dan putrinya yang berbahagia.“Iya maaf, Pak. Tadi harus menyelesaikan pekerjaan dulu,” jawab Alya dengan sopan.Pak Wira hanya manggut-manggut kemudian sudah menyalami Gavin yang berdiri di belakang Alya.“Terima kasih sudah mau datang ke sini, Vin. Gimana kabar istrimu? Sudah isi, belum?” kini giliran Pak Wira beramah tamah ke Gavin.“Alhamdulillah, Pak. Sudah jalan tiga bulan. Minta doanya biar lancar sampai lahiran,” ucap Gavin menjawab tak kalah sopannya.“Akh, syukurlah. Baskoro pasti senang kalau masih hidup. Beruntung sekali mempunyai putra dan putri seperti kalian,” puji Pak Wira.Gavin dan Alya hanya mengangguk kemudian sudah undur diri menuju area meja prasmanan. Mereka kemudian sudah tampak asyik menikmati makanan yang tersaji di sana.“A
Gavin terdiam, tetap bergeming di belakang kemudinya. Sudah hampir setengah jam lalu, Gavin sudah tiba di apartemennya namun, dia belum juga turun dari mobil. Dia masih terpaku di belakang kemudi sambil perlahan menyentuh bibirnya berulang.“Astaga!! Kenapa dengan diriku ini? Kenapa aku diam saja saat Alya menciumku? Kenapa aku tidak bisa menolaknya, sih. Aghrrr ... ,” maki Gavin penuh kekesalan.Sekali lagi untuk keberapa kali dia kembali berciuman dengan Alya dan kali ini dia malah menarik Alya untuk mendekat ke arahnya.“Tahu, tahu Alya melakukannya itu untuk mengelabui Ryan. Tapi gak begitu juga caranya. Duh!”Gavin masih teringat usai Alya menciumnya tadi. Alya langsung spontan membuat dagu Gavin untuk menengok ke arah pintu apartemen di belakangnya. Di sana sudah berdiri Ryan yang terdiam mengawasi mereka. Jadi karena alasan itu, Alya menciumnya tadi.“Aku janji ini yang terakhir kali. Sumpah. Aku gak akan mau me
Sabtu pagi rumah Bu Aminah sudah sangat sibuk, beberapa tamu sudah berdatangan ditambah dengan meriahnya hiasan di setiap sudut rumah. Hari ini adalah pesta acara tujuh bulanan Yeni. Memang Bu Aminah meminta acaranya diadakan di rumah, selain kalau diadakan di apartemen tidak memungkinkan. Bu Aminah juga sudah lama menginginkan kehadiran seorang cucu, makanya beliau sangat antusias saat tahu Gavin akan mengadakan acara tujuh bulanan tersebut.Yeni dari pagi sudah didadani layaknya seorang pengantin. Wajahnya yang cantik semakin bersinar dan memperlihatkan sosok keibuan. Bu Aminah sangat bahagia melihatnya, berulang kali dia mengecup mesra menantu kesayangannya itu.Gavin juga tidak kalah gantengnya hari ini, ia juga ikut berdandan layaknya seorang pengantin. Sementara Alya seperti biasa selalu dituntut ibunya untuk mengikuti setiap acara dengan runtut padahal dia ingin sekali menghindar dan pergi dari sana. Ini mengingatkannya saat acara pernikahan Gavin dulu.&
“Al, pacarmu, tuh,” bisik Ryan lirih.Tentu saja Alya masih bisa mendengarnya. Ia mengangguk kemudian berjalan mendekat sementara Ryan bergegas masuk ke dalam kabin apartemennya. Ia tidak ingin membuat runyam permasalahan dan juga memilih tidak ingin turut campur.Alya menghentikan langkahnya tepat di depan kamar, menatap Gavin yang masih diam dan terus menatapnya marah.“Mas Gavin dari tadi di sini?” tanya Alya menyapa.Gavin tidak menjawab sudah melepas lipatan tangannya dan meminta Alya mempercepat membuka pintu apartemen. Alya menurut dan langsung membuka pintu apartemennya. Mereka segera masuk dan Gavin langsung menutupnya hingga terdengar bunyi bedebam di bagian belakang sampai membuat Alya terjingkat kaget.Alya sontak menoleh dan menatap kesal ke arah kakak angkatnya yang ganteng itu.“Mas Gavin apaan sih. Pakai banting-banting pintu segala,” cercah Alya kemudian.“Kamu tuh yang apaan.
Hampir dua bulan berselang sejak kejadian Alya menghilang. Sejak saat itu Alya sedikit mengatur emosi dan perasaannya, ia tidak ingin membuat kakaknya salah sangka seperti waktu itu sehingga membuat jarak dalam hubungan mereka.Pagi ini Alya sudah bersiap akan berangkat ke kantor saat ponselnya terus berdering. Ada nama Gavin di layar utamanya.“Ada apa, Mas?” tanya Alya kemudian memulai panggilannya.[“Al, aku datang sedikit terlambat kali ini. Ini jadwal kontrol Yeni dan kebetulan dia mendaftar yang pagi. Tidak masalah ‘kan kalau aku datang terlambat?”] ucap Gavin di seberang sana.Alya hanya diam. Sebenarnya dia paling benci setiap Gavin menelepon dan memberitahu mengantar Yeni kontrol untuk alasan keterlambatannya. Alya lebih suka Gavin datang terlambat karena ban mobilnya bocor atau apa saja asal jangan Yeni. Entah mengapa Alya tidak suka kalau Gavin lebih memprioritaskan Yeni. Tetapi bagaimana lagi mereka suami istri da
“Kamu belum pulang, Al?” tanya Gavin sore itu di ruangan Alya.Seharian tadi usai Gavin menemani Yeni kontrol ke rumah sakit, dia langsung datang ke kantor. Meski sedikit terlambat, Gavin sebisa mungkin menyelesaikan pekerjaannya sehingga on time saat jam pulang kantor.Alya mengangkat kepala dan menatap kakak gantengnya itu dengan tersenyum.“Bentar lagi, Mas. Mas, mau pulang?” jawab Alya balik bertanya.Gavin hanya mengangguk kemudian sudah duduk di kursi depan Alya. Dia menghela napas panjang sambil mengamati Alya yang masih sibuk menatap laptopnya.“Aku tadi ketemu Ryan, Al. Ryan temanmu itu,” cetus Gavin kemudian.Alya terkejut dan langsung mengangkat kepalanya lagi menatap Gavin.“Terus ... ,” ucap Alya.“Ya, udah. Kami kenalan lagi, dia bahkan asyik mengajak Yeni ngobrol. Entah apa yang mereka bicarakan. Aku sedang mengantri obat saat itu, tahu-tahu pas kembali sudah
Gavin tergopoh turun dari mobil dan bergegas berlari menuju kabin apartemennya. Dia bahkan tidak melihat kalau ada Alya yang mengejarnya.BRAK!!Gavin bergegas membuka pintu dan berlari masuk menuju kamar. Ia melihat istrinya sedang terbaring di atas kasur sambil menggeliat kesakitan. Ia melihat ada bercak darah yang mengotori spreinya sekarang.“Sayang ... apa yang terjadi?” tanya Gavin panik.“Eng ... gak tahu, Mas. Aku tadi habis dari kamar mandi, terpeleset dan kemudian seperti ini. Perutku sakit banget, Mas,” rintih Yeni dengan kesakitan.Gavin sudah duduk di tepi kasur dan membantu Yeni untuk bangkit dari tidurnya.“Mas!!” Tiba-tiba Alya berhambur masuk ke kamar Yeni.Ia melihat Yeni sedang menggeliat di atas kasur seakan sedang menahan sakit. Gavin yang melihat kedatangan Alya tampak kesenangan.“Kebetulan kamu ke sini, Al. Ayo, bantu aku bopong Yeni ke mobil,” pinta Gavin