"Tidak, Om. Baru saja aku mau mengajaknya keluar untuk makan malam.""Kamu tidak hubungi dia?" "Tidak, aku pikir dia di rumah, apalagi, rumah dekat, jadi aku tidak menghubunginya." "Udah dulu ngobrolnya, kamu makan di sini saja ya, Andy," ucap Kiara. Kekasih putrinya itu pun duduk di sebalah Nindya. Kiara menyadari sesuatu, ia melirik ke arah putri tirinya lalu mengulum senyum. Naluri keibuannya muncul, ia tahu, Nindya gugup, itu artinya putri tirinya memang memiliki perasaan khusus terhadap Andy."Ada acara apa ini? Kok kalian makan malam bersama?" tanya Raya yang tiba-tiba muncul, ia mendelik ke arah Nindya."Kamu ke mana saja? Ini sudah waktunya makan malam, jelas dong kita makan malam bersama. Ayo duduk, kamu juga harus makan." Kiara menarik tangan putrinya, menggiringnya untuk turut duduk di salah satu kursi di sana. Namun, gadis itu menepis tangan Kiara, sang mama."Minggir, enak saja kamu duduk di sebelah pacar orang, jangan mencuri kesempatan di tengah kesempitan ya! Cuma a
Singapore"Aku ingin pulang ke Tanah Air, Pi, Mi. Aku percaya aku akan segera sehat. Kalian tahu bukan? Hanya gadis itu yang bisa membuatku semangat." "Kami tidak bisa melepasmu begitu saja, Dio. Bertahanlah sebentar lagi. Seseorang akan datang untuk membahagiakanmu, please jangan berhubungan dengan gadis itu lagi." "Tolong jangan mengorbankan perasaanku atau pun orang lain, Mi. Aku sama sekali tidak bisa melakukan itu. Ijinkan aku bahagia agar aku juga cepat sembuh.""Mami yakin, gadis ini bisa membuatmu bahagia.""Sudahlah, Mi. Aku tidak akan bahagia dengan gadis mana pun kecuali Nindya." Dio bersikeras dengan pilihannya.Tiba-tiba terdengar suara bell pintu rumah, semua beralih ke arah pintu depan rumah yang terbilang elite itu."Ada tamu yang datang, Tuan, Nyonya." Asisten rumah tangga menghampiri Dio dan kedua orang tuanya yang kebetulan duduk di ruang keluarga."Sebentar, papi yang ke depan, itu pasti Naura." Robert, papi Dio yang memang merupakan keturunan asli Negara Singapo
"Selamat pagi ... jadi gimana? Kalian sudah siap untuk berangkat ke rumah kakek dan nenek hari ini?" tanya Rendy kepada kedua anaknya.Kiara tersenyum memandang satu persatu wajah putrinya, ia masih sibuk menyiapkan piring di hadapan mereka juga sang suami."Aku sudah siap, Pa. Aku cuman masih bingung aja kenapa Papa sama Mama harus memaksa aku buat liburan di tempat nenek sama kakek, padahal jelas-jelas ini bukan liburan, aku sedang di skorsing. Rasanya aneh," jawab Nindya."Aku juga sudah siap, Pa, tapi tolong jangan satu minggu. Aku tidak bisa, aku ada tugas kuliah yang harus diselesaikan selama aku diskorsing." Giliran Raya yang memberikan jawaban."Jangan buat alasan, Raya," tegur Kiara yang kini sedang duduk di sebelah Rendy."Aku serius, Ma. Tolong sekali aja percaya padaku. Perasaan Mama itu adalah mama kandungku, tapi Mama lebih banyak tidak percaya padaku ketimbang anak tiri Mama yang satu ini," ucap Raya seraya mendelik menatap Nindya.Nindya tak peduli, gadis itu sibuk men
[Gio, kamu tahu, siapa cewek kakakmu?] Sebuah pesan Naura kirimkan kepada Gio melalui aplikasi chat whatsapp.[Maksud kamu kakakku yang mana? Angga atau Dio?] Gio membalas pesan Naura.[Dio dong! Siapa lagi!][Oh ... aku tahu, namanya Nindya. Memangnya kenapa? Ada apa dengan dia?] Gio balik bertanya.[Kamu jangan pura-pura tidak tahu!][Iya, aku memang tidak tahu. Aku tidak punya urusan apa pun dengan Dio, kecuali tentang Nindya. Peduli ku hanya kepada gadis itu.][Kamu tidak tahu tentang perjodohan kami? Perjodohan antara aku dan Dio?][Bukan urusanku!][Please ... aku tahu kamu menyukai Nindya. Dari caramu menyebut namanya sangat terlihat jelas, bagimu gadis itu sangat penting kan?][Sudahlah, kamu sebutkan saja tujuanmu apa menghubungi aku? Mau kamu apa?][Bagaimana kalau kita bekerja sama?]Gio yang menerima pesan itu merasa heran, ia kemudian melakukan panggilan suara kepada Naura. "Maksud kamu apa?""Kamu menyukai Nindya kan?""Terus kalau iya, memangnya kenapa?""Taklukkan hati
"Nek, besok aku tidak mau ke sawah lagi!" Raya mulai tidak bisa menerima dengan kegiatan yang harus ia lakukan bersama Nindya."Ya, kalau kamu tidak mau berarti kamu tidak boleh sarapan.""Kok Nenek nyiksa aku seperti itu sih? Mentang-mentang aku bukan cucu kandung Nenek.""Bukan berarti karena kamu bukan cucu kandung , Raya. Kalau Nindya juga tidak mau melakukan hal yang sama pun, Nenek juga akan tetap menghukumnya sama seperti kamu, bukan begitu Kek?" "Benar kata Nenek. Kalian itu harus belajar hidup susah, jangan menikmati senangnya saja. Ingat loh, belum tentu kalian itu nanti akan menikah dengan orang yang kaya seperti orang tua kalian." Kakek berusaha mengingatkan kedua cucunya."Aku tidak terbiasa, Kakek. Aku tidak bisa pergi ke sawah. Liat ini, kakiku sudah merah-merah, gatal-gatal semua gara-gara lumpur itu," ucap Raya seraya menggerak-gerakan kedua kakinya, menunjukkan di beberapa bagian kakinya yang memerah."Itu belum seberapa, Raya," tegur nenek."Kak Raya terlalu cengen
Dengan kecepatan tinggi, Rendy mengendarai mobil bersama Kiara, akhirnya tiba di kampung halaman sedikit lebih cepat dari biasanya. Sepasang suami-istri itu tampak begitu panik setelah mendengar kabar tentang keadaan Nindya yang sakit, juga Raya yang menghilang."Nindya ada di mana?" tanya Rendy kepada kedua orang tuanya."Ada di kamar, Ren. Cepatlah ... sepertinya dia harus dibawa ke rumah sakit, demamnya tinggi, badannya menggigil," jawab nenek.Rendy berlari menuju kamar Nindya untuk menghampiri gadis itu disusul oleh Kiara, nenek dan kakeknya."Raya bagaimana, Bu?" tanya Kiara kepada ibu mertuanya."Ibu tidak tahu, Kiara. Ibu minta maaf, tadi pagi tidak biasa anakmu itu bangun siang, jadi ibu datang ke kamarnya mengetuk pintu. Namun, tak ada yang menjawab. Saat ibu buka pintu, Nindya sudah terbaring di lantai dengan kondisi badan yang demam juga menggigil, sementara Raya, ibu tak menemukannya.""Ke mana sih anak itu? Susah sekali diatur.""Kita ke rumah sakit dulu, Ma. Kita harus
"Kamu ke mana saja? Kabur dengan siapa?" tanya Kiara pada putri kesayangannya."Aku dijemput sama Andy, Ma. Semalam aku telepon dia, aku minta sama dia agar jemput aku pagi-pagi buta, karena dia kan mau ngajar juga, makanya aku minta jemput nya pagi-pagi, biar sehabis jemput aku dia juga bisa sekolah.""Kamu mulai berbohong. Tidak usah berbohong, Raya. Kebohonganmu itu percuma, bahkan sekali pun kalau benar Andy yang mau jemput kamu, seharusnya tadi pagi kamu sudah sampai di rumah. Mama tidak percaya kalau Andy mengajakmu ke mana-mana."Ya memang tidak kebmana-mana, Ma. Kita perjalanan pelan-pelan, makanya lama sampainya, tanya aja sama Andy kalau Mama nggak percaya.""Papa memang bukan papa kandung kamu, tapi bagaimana pun sekarang kamu adalah tanggung jawab Papa. Pergi ke mana kamu sebenarnya? Tidak usah menjadikan Andy sebagai alasan. Mama kamu bahkan sudah menghubungi Andy berkali-kali, dia tidak ada menjemput kamu, bahkan dia tidak tahu kalau kamu pergi dari rumah kakek dan nenek
SingaporeHari ini Dio akan melanjutkan pengobatannya. Diantar oleh Mami dan Papi juga wanita yang dipilih sebagai jodohnya, Naura.Untuk saat ini Dio mengikuti saja keinginan kedua orang tuanya, menerima perjodohan antara dirinya dengan Naura. Namun, jauh di lubuk hatinya yang terdalam ia berjanji, setelah dirinya sehat ia akan kembali ke Indonesia lalu menemui Nindya."Sudah siap, Dio?" tanya Robert."Sudah, Papi," jawab Dio seraya mengangguk."Pokoknya kamu harus sembuh, setelah itu menikah. Mama sudah ingin punya menantu," ucap Syla seraya membelai lembut pundak anaknya."Ya, Ma. Dio akan menikah, segera menikah," jawab Dio, namun, dengan nada penekanan yang seakan-akan tidak yakin."Kamu harus sehat ya, Sayang. Nanti setelah kamu sembuh kita jalan-jalan, jadi kamu harus semangat berobatnya, biar kondisi kamu cepat pulih." Naura berlagak perhatian terhadap Dio. Ia memegang tangan Dio manja, namun pria itu menepisnya."Kamu nggak usah sok baik sama aku. Aku sudah tahu apa tujuanmu,
Satu bulan kemudian ....Hiruk pikuk para tamu undangan memenuhi hotel tempat berlangsungnya pernikahan Andy dan Nindya, Keduanya tampak anggun dan cantik dengan menggunakan busana elegan buatan dari design ternama Ivan Guntur. Sementara itu, Wina, Bella dan Raya sibuk menyambut para tamu yang berdatangan secara terus menerus. Begitu juga dengan kedua orang tua dari mempelai.Sampai akhirnya moment melemparkan buket bunga pengantin pun tiba."Siap-siap ya, kira-kira siapa nih, yang bakalan nyusul setelah aku ...." teriak Nindya yang sudah bersiap hendak melemparkan bunga."Nin, lempar ke arahku!" teriak Wina."Ke arahku saja, Nin." Raya juga turut berteriak."1 ... 2 ... 3 ...." Nindya melempar bunganya dengan sangat kencang dan hap! Yang pertama meraih bunga adalah Bella. Gadis yang tak pernah diduga-duga.Setelah beberapa jam acara pernikahan dan resepsi yang sekaligus dilaksanakan dalam satu waktu itu Akhirnya selesai saat itu juga Nindya langsung dihajar untuk tinggal di rumah An
"Kenapa semua diam? Benar? Jadi, Om Andy bersedia menikahi Raya walau yang ada di perutnya itu bukan anak, Om?"5 menit kemudian ...."Happy birthday to you ... happy birthday to you ... happy birthday, happy birthday, happy birthday Nindya ...."Kedua orang tua Andy masuk seraya membawa kue ulang tahun yang sudah dihiasi dengan lilin untuk Nindya. Semua ikut bernyanyi termasuk Raya dan Andy."Selamat ulang tahun calon mantu mama yang paling cantik," ucap Mama Andy setelah ia berada tepat di hadapan Nindya."Selamat ulang tahun ya, Sayang. Sebentar lagi kamu jadi menantu papa," lanjut papa Andy.Posisi Nindya masih dalam keadaan bingung. Ia lalu menoleh ke arah orang tuanya kemudian menatap Andy juga Raya secara bergantian. Mereka semua sudah mulai mendekat ke arah Nindya seraya bertepuk tangan."Selamat ulang tahun!" ucap Andy seraya berjongkok di hadapan Nindya. Ia lalu membuka kotak kecil yang ia pegang."Ini apa-apaan?" tanya Nindya masih bingung."Prank!!" teriak Raya dengan pen
Isak tangis mengiringi kepergian Dio. Seperti permintaan terakhirnya, ia dimakamkan di pemakaman setempat. Nindya merasa menyesal. Beberapa waktu ia memang ada di sisi Dio. Namun, Nindya sama sekali tak memahami akan keadaannya.Gadis itu masih tertunduk lemah, bahkan matanya terlihat bengkak karena terlalu banyaknya menangis. Andy yang setia menemani, tak henti-henti berusaha menenangkan hati Nindya."Kita pulang ya? Biarkan Dio beristirahat dengan tenang. Berhentilah menangis, agar ia tidak merasa bersalah telah pergi meninggalkan kita semua."Nindya tidak menjawab apa pun. Namun, gadis itu berusaha menghapuskan air matanya lalu berdiri membalikkan badannya menoleh kearah Andy yang berada di belakangnya."Kita pulang ya?" ajak Andy sekali lagi."Iya, Om," jawab Nindya lirih."Om, sebentar ya, aku pengen pipis. Mau ke toilet dulu." Nindya bergegas menuju ke toilet umum yang tidak jauh dari pemakaman. Andy menunggu di luar pintu seraya memainkan ponselnya."Aku sudah selesai, Om," uca
"Minum dulu, Om. Om, kok bisa pingsan sih?" tanya Nindya seraya memberikan air putih kepada Andy.Pria itu sudah duduk di salah satu kursi cafe ditemani oleh Nindya. Wajahnya bersemu merah menahan malu, bahkan banyak pasang mata yang memandang ke arahnya.Andy meneguk air putih yang diberikan oleh Nindya. Pria itu menghela napas sesaat, kemudian menghembuskannya perlahan."Berapa lama aku pingsan?" tanya Andy menatap Nindya.Nindya berpikir sejenak, ia menyentuh keningnya beberapa kali, menggunakan jari telunjuk kanannya. "Kayaknya 15 menit, Om. Om, kenapa pingsan? Belum makan ya? Emangnya tadi di rumahku, Om nggak minta makan? Nggak ditawari makan sama mama papaku?""Nindya kamu paham nggak? Aku itu grogi, apa lagi nyanyi di depan umum. Ditonton banyak orang, aku syok, makanya pingsan.""Dihhh ... Om Andy, berlebihan deh. Gitu aja kok pingsan? Om kan udah biasa tampil di depan umum, contohnya mengajar! Ya kan?""Itu beda, Nindya. Udah ayo, kita pergi dari sini. Coba tuh kamu lihat,
Memulai hari yang baru.Pagi ini Nindya masih mengurung diri di dalam kamar. Sementara Wina dan Bella sudah pamit pulang. Gadis itu sudah melewatkan sarapannya, ia tak menyentuh sedikit pun apa yang diantar oleh asisten rumah tangga di rumahnya. Hatinya masih terluka, ia tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Semua seperti mimpi, mimpi buruk baginya.Di ruang tamu, keluarga Nindya tengah berlangsung pembicaraan serius antara Rendy, Kiara dan Andy. sementara Raya sudah pergi sejak tadi."Ada apa, An? Kok tumben kamu pagi-pagi begini sudah ke sini?" tanya Rendy kepada Andy."Aku ingin berbicara serius.""Tentang apa?" tanya Rendy lagi."Jadi begini ... sebenarnya sudah beberapa lama, aku menyadari perasaan aku. Aku menyadari kalau sebenarnya aku sudah jatuh cinta kepada Nindya. Semua sudah sempat aku utarakan, tapi Nindya menolakku dengan alasan ia sudah memiliki Dio dan akan segera bertunangan.""Lalu?" Kali ini Kiara yang bertanya."Aku ingin minta izin ke Om dan Tante, untuk ke
"Dio!!" teriak NindyaGadis itu hampir saja tak sadarkan diri melihat pria yang ia cintai tengah tergeletak bersimbah darah. Nindya histeris, ia berteriak kencang sembari menangis. Beberapa orang berusaha menenangkannya.Tak lama kemudian mobil ambulan datang. Dio segera dilarikan ke rumah sakit. Pria itu masih bernapas. Nindya menyusul dengan menggunakan sepeda motornya, ia mencoba tenang dan percaya jika pria yang ia cintai dalam keadaan baik-baik saja.Tidak butuh waktu lama, ambulan sudah tiba di rumah sakit disusul dengan Nindya yang mengikuti dari belakang. Dio segera dimasukkan ke ruang UGD, sementara Nindya menunggu di luar. Gadis itu berusaha menghubungi keluarga Dio."Apa yang terjadi, Nin?" tanya Gio yang baru saja tiba di rumah sakit bersama kedua orang tuanya."Maafkan aku, Gio. Semua salahku," jawab Nindya seraya terisak."Ada apa sebenarnya?" tanya Syla."Om, Tante, Gio. Sebelumnya aku minta maaf. Aku rasa Dio salah paham ...." Nindya pun menceritakan semua yang terjad
"Menikahlah denganku!"Nindya terdiam. Ia masih belum percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari bibir Andy. "Om Andy bilang apa?" tanya Nindya kemudian."Menikahlah denganku, Nindya!" Andy mengulang ucapannya."Om Andy bercanda ya? Kok tiba-tiba gini sih?""Aku nggak bercanda, Nindya. Sebelumnya aku minta maaf, mungkin selama ini aku sudah mengecewakan kamu, mungkin karena aku belum menyadari perasaanku, tapi saat aku dengar kamu akan bertunangan, kok rasanya hatiku sakit banget. Rasanya aku tidak terima jika kamu akan dimiliki oleh orang lain. Semalam suntuk aku memikirkan itu semua dan aku sadar kalau sebenarnya aku mencintaimu.""Maaf, Om. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi permintaan Om. Lagipula Om juga sudah tahu jelas kalau aku akan segera bertunangan dengan Dio.""Kamu yakin kalau kamu mencintai Dio? Aku merasa sebenarnya perasaanmu masih ada sama aku.""Sekali lagi aku minta maaf, Om. Untuk perasaanku saat ini sepenuhnya aku mencintai Dio. Om hanyalah masa laluku dan a
"Dio!" pekik Nindya.Gadis itu segera berjongkok kemudian meletakkan kepala Dio di atas tumpuan kedua kakinya, sedangkan yang lain seketika berdiri lalu menghampiri mereka."Dio ... bangun, Sayang! Bangun!" Syla berusaha membangunkan putranya yang sudah tidak sadarkan diri."Kita bawa ke rumah sakit," ucap Robert yang kemudian membopong putranya dibantu oleh Rendy dan Gio.Semua ikut serta ke rumah sakit, walau pada kenyataannya Rendy, Kiara juga Nindya sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diri Dio.Kondisi Dio cukup lemah. Ia mendapat penanganan secara cepat setelah tiba di rumah sakit. Robert dan Syla tampak mondar-mandir karena panik, mengkhawatirkan keadaan Dio, begitu pula dengan Gio. Pria itu bahkan masih merasa menyesal karena hampir saja pernah merebut Nindya dari Dio.Nindya dan kedua orang tuanya ingin sekali bertanya, menanyakan apa sebenarnya yang terjadi pada diri Dio. Namun, mereka mencoba menahannya setelah melihat kondisi keluarga Dio yang sedang ti
Malam hari, seperti yang dijanjikan oleh Dio. Pria itu benar-benar datang bersama dengan kedua orang tuanya, Robert dan Syla, Gio juga turut serta ikut bersama mereka."Silahkan masuk." Asisten rumah tangga di rumah Nindya mempersilahkan tamu tuannya untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Sementara Rendy dan Kiara baru saja ke luar dari kamarnya setelah bersiap."Maaf ... sudah membuat kalian menunggu begitu lama," ucap Rendy kepada tamunya seraya tersenyum, lalu ia duduk di hadapan mereka bersama istrinya."Sebentar ya, saya panggilkan Nindya dulu," ucap Kiara yang kembali berdiri setelah menyadari anaknya tidak ada di sana."Iya ... silakan," jawab Robert, Ayah Dio.Perbincangan-perbincangan kecil terjadi. Gio yang pada awalnya tidak merestui hubungan saudara kembarnya dengan Nindya mulai mengiklaskan semuanya. Ia sadar jika Dio lebih membutuhkan Nindya dibandingkan dirinya."Halo ... Om, Tante," ucap Nindya kemudian mencium punggung tangan kedua orang tua Dio dan Gio.Gadis itu kini