SingaporeHari ini Dio akan melanjutkan pengobatannya. Diantar oleh Mami dan Papi juga wanita yang dipilih sebagai jodohnya, Naura.Untuk saat ini Dio mengikuti saja keinginan kedua orang tuanya, menerima perjodohan antara dirinya dengan Naura. Namun, jauh di lubuk hatinya yang terdalam ia berjanji, setelah dirinya sehat ia akan kembali ke Indonesia lalu menemui Nindya."Sudah siap, Dio?" tanya Robert."Sudah, Papi," jawab Dio seraya mengangguk."Pokoknya kamu harus sembuh, setelah itu menikah. Mama sudah ingin punya menantu," ucap Syla seraya membelai lembut pundak anaknya."Ya, Ma. Dio akan menikah, segera menikah," jawab Dio, namun, dengan nada penekanan yang seakan-akan tidak yakin."Kamu harus sehat ya, Sayang. Nanti setelah kamu sembuh kita jalan-jalan, jadi kamu harus semangat berobatnya, biar kondisi kamu cepat pulih." Naura berlagak perhatian terhadap Dio. Ia memegang tangan Dio manja, namun pria itu menepisnya."Kamu nggak usah sok baik sama aku. Aku sudah tahu apa tujuanmu,
Hari ini Andy mengadakan kelas belajar di sebuah Taman Kota bersama dengan para siswanya. Belajar sambil mengenal alam, itulah yang dilakukan oleh guru tampan kekasih dari Raya itu."Pak Guru, kalau bisa sering-sering aja kayak gini. Bosan kalau belajar di kelas terus," ucap seorang siswa."Benar, Pak. Kalau kita belajar santai di Taman seperti ini, kan' rasanya nyaman, sejuk, semangat belajar pun pasti lebih meningkat," ucap yang lainnya."Kita harus mengikuti peraturan sekolah, anak-anak. Boleh belajar di luar kelas, tapi harus terjadwal dan tidak terlalu sering. Bagaimana pun, menaati peraturan sekolah adalah salah satu bentuk bahwa kalian mencintai sekolah."2 jam berlalu, kegiatan jam mengajar Andy telah habis, ia kembali ke sekolah bersama para siswa-siswi'nya.Pria itu memutuskan untuk pergi makan siang. Baru saja ia sampai di sebuah restoran, matanya tertuju pada sosok yang ia kenal, Raya, kekasihnya sendiri. Gadis itu tak sendiri, ia bersama lelaki paruh baya yang beberapa wa
"Bukan! Bukan seperti itu, Om, Tante. Aku sudah mengambil keputusan. Jujur ini mendesak dan memang terbilang sangat dadakan. Aku pun tidak menyangka akan mengatakan ini sekarang, tapi bagaimana pun ini adalah keputusan yang paling tepat atas situasi yang sudah terjadi. Om, Tante, aku mohon maaf, aku tidak bisa melanjutkan hubungan ku dengan Raya.""Lo, kenapa, Andy? Apakah kalian ada masalah?" tanya Kiara yang sedikit kaget."Maaf sebelumnya, mungkin ini begitu mengejutkan." Andy kemudian menyodorkan ponselnya setelah ia membuka video hasil rekamannya yang menunjukkan keromantisan Raya bersama pria paruh baya tadi."Ini maksudnya apa?" tanya Kiara. Mama kandung Raya begitu tampak terkejut melihat gambar putrinya yang seperti gadis tak punya malu, bergelayut mesra dan manja dengan pria yang seusia dengan Rendy."Apakah kamu salah orang, An? Bisa jadi ini hanya mirip dengan Raya." Rendy mencoba membela putri tirinya."Benar, Andy. Mungkin ini hanya mirip dengan Raya. Bukankah di dunia i
"Apa-apaan ini, Raya? Ya Tuhan ... kenapa kamu jadi gadis tidak tahu malu seperti ini? Siapa yang ngajarin kamu jadi wanita tidak berakhlak?" Kiara tak mampu lagi menahan emosinya setelah mereka sampai di rumah."Tenang dulu, Ma." Rendy mencoba menahan kemarahan Kiara."Ada apa, Pa?" tanya Nindya yang ke luar dari kamar setelah mendengar keributan di ruang tamu rumahnya."Masalah tadi, Nindya." Andy mencoba memberikan jawaban kepada Nindya."Jadi, Om, Tante. Maaf, inilah alasan aku ingin mengakhiri hubunganku dengan Raya. Bahkan tadi, istri dari pak Damar memergoki mereka secara langsung sedang berada di kamar hotel." Andy melirik ke arah Raya. Emosinya sudah sedikit bisa dikendalikan. Kiara sendiri tengah menangis, ia merasa gagal mendidik Raya. Tak pernah terbayang di benaknya, jika putri kesayangannya itu berbuat hal yang memalukan. Tak ada lagi yang bisa ia ucapkan."Baiklah, kami paham, Andy. Kami terima keputusanmu. Tetaplah bersilaturahmi," jawab Rendy."Sayang, maafkan aku. P
"Lihatkan, Pa. Sekarang Papa sudah lihat sendiri kan? Andy sengaja memutuskanku dan tidak mau memaafkanku karena ia ingin bersama Nindya. Baru juga kemarin ia mengakhiri hubungan kita, sekarang ia sudah menjemput Nindya tanpa memperdulikan perasaanku," jawab Raya berbohong."Kamu yakin itu alasannya?""Kalau bukan itu, lalu apa? Papa tahu sendiri, anak Papa itu sudah suka sama Andy sejak lama. Sekarang dia pasti senang karena aku putus sama Andy.""Ya sudah, biar nanti papa yang tanya sama Nindya, tapi setahu papa, dia bukan anak yang seperti itu, apalagi jelas-jelas dia sudah memiliki cowok yang sedang dekat dengan dia. Jadi papa rasa Nindya tidak akan melakukan hal itu.""Wajar sih, Papa membela dia, karena dia kan anak kandung Papa sedangkan aku cuma anak tiri Papa.""Bukan itu alasan papa, tapi papa sebagai orang tua Nindya, sudah mengenal dia sejak kecil. Mana mungkin Papa tidak tahu sifatnya."Raya terdiam, ia tak menjawab lagi komentar papanya. Gadis itu memalingkan wajahnya ke
"Nindya, jelaskan perlahan." Rendy menatap Nindya lembut.Nindya akhirnya menceritakan semua yang sudah terjadi, dari awal bagaimana Raya membujuknya agar membantu dirinya meminta Andy untuk kembali menerima Raya."Tuh, benar kan kata Mama. Mama sudah yakin memang semua ulah kamu! Sudahlah, tidak usah memaksakan perasaan Andy lagi, wajar saja dia meninggalkan kamu, memang kamu yang salah. Sudah dapat laki-laki baik kamu malah aneh-aneh. Bisa-bisanya bikin malu keluarga." Kiara semakin emosi."Sudahlah, Ma. Mama ini, bukannya ngebela anaknya tapi malah menyudutkan." Raya beranjak dari tempat duduknya kemudian bergegas masuk ke dalam kamar."Sabar, Ma." Nindya mencoba menenangkan hati Kiara. Ia menyentuh tangan Kiara lembut."Mama yang minta maaf atas nama Raya. Dia pasti begitu sering menyulitkanmu.""Tidak apa-apa, Ma.""Papa mau balik ke kantor dulu ya, ada meeting." Rendy beranjak dari duduknya setelah melihat jarum jam di tangan kirinya.Kiara dan Nindya hanya mengangguk, kemudian
"Nindya? Sedang apa di sini?" seorang pria menepuk pundak Nindya dari belakang, membuat gadis itu seketika menoleh."Eh ... Om Andy? Kok bisa di sini? Aku lagi ketemu sama dia," jawab Nindya seraya melirik ke arah Dio."Oh ... jangan sampai larut malam mainnya, enggak baik buat cewek.""Maaf ... tidak usah memperhatikan pacarku secara berlebihan. Aku tahu jam berapa harus mengantarnya pulang." Dio merasa Andy begitu berlebihan memperhatikan Nindya, membuatnya merasa sedikit cemburu."Aku hanya menyampaikan apa yang seharusnya aku sampaikan, tidak usah emosi," jawab Andy."Kamu bukan siapa-siapanya, jadi ga perlu sok perhatian.""Aku tetangganya. Aku mengenalnya lebih lama, bahkan dia pernah menyukaiku. Mungkin sekarang pun ia masih menyukaiku," ucap Andy penuh percaya diri."Itu dulu, tidak dengan sekarang.""Tanya aja sama Nindya. Suruh dia jawab jujur." Andy melirik Nindya."Maaf, Om. Aku serius dengan Dio. Aku menyukainya, aku menyayanginya dan aku mencintainya. Masalah perasaanku
Singapore"Jadi gimana nih, Tante, Om, masa pertunangan ku dengan Dio harus batal? Aku enggak terima ya, kalau kayak gini aku merasa dipermalukan.""Maaf ya, Naura. Om dan Tante tidak bisa berbuat apa-apa. Lagipula setelah om pikir-pikir, tidak ada salahnya kita memberikan kebahagiaan kepada Dio, membiarkan dia melakukan apa pun yang membuat dia bahagia. Kami tidak tahu sejauh mana dia bisa bertahan dengan usianya," jawab Robert."Benar, Naura. Tante juga berpikir hal yang sama. Tante akan memberikan apa pun yang membuatnya bahagia. Tante tidak mau menyesal nantinya jika suatu saat hal yang buruk terjadi.""Kalian kok jadi plin-plan gini sih? Ini benar-benar merugikan diriku sendiri, aku yang terluka, aku yang kecewa dan sakit hati. Aku merasa dipermainkan. Tante sama Om tega.""Sekarang gini aja deh, ada Gio, dia juga masih sendiri, gimana kalau om jodohkan kamu dengan dia?""Gio tidak menyukaiku, Om. Yang dia suka adalah kekasih Dio, Nindya.""Sudahlah ... kamu mengalah dulu. Sekara
Satu bulan kemudian ....Hiruk pikuk para tamu undangan memenuhi hotel tempat berlangsungnya pernikahan Andy dan Nindya, Keduanya tampak anggun dan cantik dengan menggunakan busana elegan buatan dari design ternama Ivan Guntur. Sementara itu, Wina, Bella dan Raya sibuk menyambut para tamu yang berdatangan secara terus menerus. Begitu juga dengan kedua orang tua dari mempelai.Sampai akhirnya moment melemparkan buket bunga pengantin pun tiba."Siap-siap ya, kira-kira siapa nih, yang bakalan nyusul setelah aku ...." teriak Nindya yang sudah bersiap hendak melemparkan bunga."Nin, lempar ke arahku!" teriak Wina."Ke arahku saja, Nin." Raya juga turut berteriak."1 ... 2 ... 3 ...." Nindya melempar bunganya dengan sangat kencang dan hap! Yang pertama meraih bunga adalah Bella. Gadis yang tak pernah diduga-duga.Setelah beberapa jam acara pernikahan dan resepsi yang sekaligus dilaksanakan dalam satu waktu itu Akhirnya selesai saat itu juga Nindya langsung dihajar untuk tinggal di rumah An
"Kenapa semua diam? Benar? Jadi, Om Andy bersedia menikahi Raya walau yang ada di perutnya itu bukan anak, Om?"5 menit kemudian ...."Happy birthday to you ... happy birthday to you ... happy birthday, happy birthday, happy birthday Nindya ...."Kedua orang tua Andy masuk seraya membawa kue ulang tahun yang sudah dihiasi dengan lilin untuk Nindya. Semua ikut bernyanyi termasuk Raya dan Andy."Selamat ulang tahun calon mantu mama yang paling cantik," ucap Mama Andy setelah ia berada tepat di hadapan Nindya."Selamat ulang tahun ya, Sayang. Sebentar lagi kamu jadi menantu papa," lanjut papa Andy.Posisi Nindya masih dalam keadaan bingung. Ia lalu menoleh ke arah orang tuanya kemudian menatap Andy juga Raya secara bergantian. Mereka semua sudah mulai mendekat ke arah Nindya seraya bertepuk tangan."Selamat ulang tahun!" ucap Andy seraya berjongkok di hadapan Nindya. Ia lalu membuka kotak kecil yang ia pegang."Ini apa-apaan?" tanya Nindya masih bingung."Prank!!" teriak Raya dengan pen
Isak tangis mengiringi kepergian Dio. Seperti permintaan terakhirnya, ia dimakamkan di pemakaman setempat. Nindya merasa menyesal. Beberapa waktu ia memang ada di sisi Dio. Namun, Nindya sama sekali tak memahami akan keadaannya.Gadis itu masih tertunduk lemah, bahkan matanya terlihat bengkak karena terlalu banyaknya menangis. Andy yang setia menemani, tak henti-henti berusaha menenangkan hati Nindya."Kita pulang ya? Biarkan Dio beristirahat dengan tenang. Berhentilah menangis, agar ia tidak merasa bersalah telah pergi meninggalkan kita semua."Nindya tidak menjawab apa pun. Namun, gadis itu berusaha menghapuskan air matanya lalu berdiri membalikkan badannya menoleh kearah Andy yang berada di belakangnya."Kita pulang ya?" ajak Andy sekali lagi."Iya, Om," jawab Nindya lirih."Om, sebentar ya, aku pengen pipis. Mau ke toilet dulu." Nindya bergegas menuju ke toilet umum yang tidak jauh dari pemakaman. Andy menunggu di luar pintu seraya memainkan ponselnya."Aku sudah selesai, Om," uca
"Minum dulu, Om. Om, kok bisa pingsan sih?" tanya Nindya seraya memberikan air putih kepada Andy.Pria itu sudah duduk di salah satu kursi cafe ditemani oleh Nindya. Wajahnya bersemu merah menahan malu, bahkan banyak pasang mata yang memandang ke arahnya.Andy meneguk air putih yang diberikan oleh Nindya. Pria itu menghela napas sesaat, kemudian menghembuskannya perlahan."Berapa lama aku pingsan?" tanya Andy menatap Nindya.Nindya berpikir sejenak, ia menyentuh keningnya beberapa kali, menggunakan jari telunjuk kanannya. "Kayaknya 15 menit, Om. Om, kenapa pingsan? Belum makan ya? Emangnya tadi di rumahku, Om nggak minta makan? Nggak ditawari makan sama mama papaku?""Nindya kamu paham nggak? Aku itu grogi, apa lagi nyanyi di depan umum. Ditonton banyak orang, aku syok, makanya pingsan.""Dihhh ... Om Andy, berlebihan deh. Gitu aja kok pingsan? Om kan udah biasa tampil di depan umum, contohnya mengajar! Ya kan?""Itu beda, Nindya. Udah ayo, kita pergi dari sini. Coba tuh kamu lihat,
Memulai hari yang baru.Pagi ini Nindya masih mengurung diri di dalam kamar. Sementara Wina dan Bella sudah pamit pulang. Gadis itu sudah melewatkan sarapannya, ia tak menyentuh sedikit pun apa yang diantar oleh asisten rumah tangga di rumahnya. Hatinya masih terluka, ia tidak percaya dengan apa yang sudah terjadi. Semua seperti mimpi, mimpi buruk baginya.Di ruang tamu, keluarga Nindya tengah berlangsung pembicaraan serius antara Rendy, Kiara dan Andy. sementara Raya sudah pergi sejak tadi."Ada apa, An? Kok tumben kamu pagi-pagi begini sudah ke sini?" tanya Rendy kepada Andy."Aku ingin berbicara serius.""Tentang apa?" tanya Rendy lagi."Jadi begini ... sebenarnya sudah beberapa lama, aku menyadari perasaan aku. Aku menyadari kalau sebenarnya aku sudah jatuh cinta kepada Nindya. Semua sudah sempat aku utarakan, tapi Nindya menolakku dengan alasan ia sudah memiliki Dio dan akan segera bertunangan.""Lalu?" Kali ini Kiara yang bertanya."Aku ingin minta izin ke Om dan Tante, untuk ke
"Dio!!" teriak NindyaGadis itu hampir saja tak sadarkan diri melihat pria yang ia cintai tengah tergeletak bersimbah darah. Nindya histeris, ia berteriak kencang sembari menangis. Beberapa orang berusaha menenangkannya.Tak lama kemudian mobil ambulan datang. Dio segera dilarikan ke rumah sakit. Pria itu masih bernapas. Nindya menyusul dengan menggunakan sepeda motornya, ia mencoba tenang dan percaya jika pria yang ia cintai dalam keadaan baik-baik saja.Tidak butuh waktu lama, ambulan sudah tiba di rumah sakit disusul dengan Nindya yang mengikuti dari belakang. Dio segera dimasukkan ke ruang UGD, sementara Nindya menunggu di luar. Gadis itu berusaha menghubungi keluarga Dio."Apa yang terjadi, Nin?" tanya Gio yang baru saja tiba di rumah sakit bersama kedua orang tuanya."Maafkan aku, Gio. Semua salahku," jawab Nindya seraya terisak."Ada apa sebenarnya?" tanya Syla."Om, Tante, Gio. Sebelumnya aku minta maaf. Aku rasa Dio salah paham ...." Nindya pun menceritakan semua yang terjad
"Menikahlah denganku!"Nindya terdiam. Ia masih belum percaya dengan apa yang baru saja ia dengar dari bibir Andy. "Om Andy bilang apa?" tanya Nindya kemudian."Menikahlah denganku, Nindya!" Andy mengulang ucapannya."Om Andy bercanda ya? Kok tiba-tiba gini sih?""Aku nggak bercanda, Nindya. Sebelumnya aku minta maaf, mungkin selama ini aku sudah mengecewakan kamu, mungkin karena aku belum menyadari perasaanku, tapi saat aku dengar kamu akan bertunangan, kok rasanya hatiku sakit banget. Rasanya aku tidak terima jika kamu akan dimiliki oleh orang lain. Semalam suntuk aku memikirkan itu semua dan aku sadar kalau sebenarnya aku mencintaimu.""Maaf, Om. Sepertinya aku tidak bisa memenuhi permintaan Om. Lagipula Om juga sudah tahu jelas kalau aku akan segera bertunangan dengan Dio.""Kamu yakin kalau kamu mencintai Dio? Aku merasa sebenarnya perasaanmu masih ada sama aku.""Sekali lagi aku minta maaf, Om. Untuk perasaanku saat ini sepenuhnya aku mencintai Dio. Om hanyalah masa laluku dan a
"Dio!" pekik Nindya.Gadis itu segera berjongkok kemudian meletakkan kepala Dio di atas tumpuan kedua kakinya, sedangkan yang lain seketika berdiri lalu menghampiri mereka."Dio ... bangun, Sayang! Bangun!" Syla berusaha membangunkan putranya yang sudah tidak sadarkan diri."Kita bawa ke rumah sakit," ucap Robert yang kemudian membopong putranya dibantu oleh Rendy dan Gio.Semua ikut serta ke rumah sakit, walau pada kenyataannya Rendy, Kiara juga Nindya sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada diri Dio.Kondisi Dio cukup lemah. Ia mendapat penanganan secara cepat setelah tiba di rumah sakit. Robert dan Syla tampak mondar-mandir karena panik, mengkhawatirkan keadaan Dio, begitu pula dengan Gio. Pria itu bahkan masih merasa menyesal karena hampir saja pernah merebut Nindya dari Dio.Nindya dan kedua orang tuanya ingin sekali bertanya, menanyakan apa sebenarnya yang terjadi pada diri Dio. Namun, mereka mencoba menahannya setelah melihat kondisi keluarga Dio yang sedang ti
Malam hari, seperti yang dijanjikan oleh Dio. Pria itu benar-benar datang bersama dengan kedua orang tuanya, Robert dan Syla, Gio juga turut serta ikut bersama mereka."Silahkan masuk." Asisten rumah tangga di rumah Nindya mempersilahkan tamu tuannya untuk masuk dan duduk di ruang tamu. Sementara Rendy dan Kiara baru saja ke luar dari kamarnya setelah bersiap."Maaf ... sudah membuat kalian menunggu begitu lama," ucap Rendy kepada tamunya seraya tersenyum, lalu ia duduk di hadapan mereka bersama istrinya."Sebentar ya, saya panggilkan Nindya dulu," ucap Kiara yang kembali berdiri setelah menyadari anaknya tidak ada di sana."Iya ... silakan," jawab Robert, Ayah Dio.Perbincangan-perbincangan kecil terjadi. Gio yang pada awalnya tidak merestui hubungan saudara kembarnya dengan Nindya mulai mengiklaskan semuanya. Ia sadar jika Dio lebih membutuhkan Nindya dibandingkan dirinya."Halo ... Om, Tante," ucap Nindya kemudian mencium punggung tangan kedua orang tua Dio dan Gio.Gadis itu kini